MEMPERCEPAT HUKUMAN ATAS IBLIS
SERING KITA mendengar orang berkata mengenai
hidup sebagai pemenang dengan mengalahkan dunia. Apa yang dimaksud hidup
sebagai pemenang dengan mengalahkan dunia? Mengalahkan dunia bukan berarti
dapat menghindarkan diri dari kesulitan hidup seperti yang didefinisikan oleh
banyak orang hari ini. Menurut pandangan orang, kemenangan ditandai dengan
beberapa hal ini seperti: Selalu dengan cepat menyelesaikan masalah atau
problem dapat dilewati, kalau bisa dihindari oleh kuasa Tuhan. Keuangan yang
memadai, bahkan berlimpah. Hidup tidak berkekurangan fasilitas. Terhormat dan
tidak direndahkan oleh lingkungan. Menjadi anggota masyarakat yang menguasai
anggota masyarakat lain. Menonjol dalam bidang-bidang kehidupan Yang digumuli
manusia, politik, ekonomi, sosial, ilmu Pengetahuan dan lain sebagainya.
Konsep di atas ini salah dan dapat menyesatkan. Karena hal inilah banyak orang Kristen tidak mengerti bagaimana menjalani hidup Kekristenannya. Sebagian orang Kristen menjadi frustasi dan menyalahkan diri sendiri, yang lain lebih konyol lagi, yaitu bersungut-sungut dan dalam hati kecilnya menyalahkan Tuhan. Kelompok terakhir ini bersungut-sungut dan berkata; Mengapa Tuhan tidak adil? Mengapa Tuhan memberi kemenangan kepada orang lain, tetapi tidak memberi kemenangan kepadaku? Pemungutan seperti ini adalah persungutan bangka Israel waktu ada di padang gurun, Mereka tidak mengerti untuk apa dibawa ke padang gurun.
Untuk menemukan pengertian yang benar apa artinya menjadi pemenang, mengalahkan dunia ini, kita perlu menemukan terlebih dahulu siapakah musuh kita. Bagaimana dapat berbicara mengenai kemenangan kalau tidak mengerti siapa musuh kita. Alkitab menunjukkan bahwa musuh kita adalah kuasa gelap atau si Iblis (Ef. 6:12; 1Ptr. 5:8). Yang membahayakan dari Iblis dalam hidup kita bukanlah ketika ia merusak ekonomi, kesehatan, fasilitas hidup kita dan menyerbu dengan persoalan hidup lainnya, tetapi ketika ia berhasil membuat kita terlena dengan berbagai-bagai keinginan, sehingga karakter Kristus tidak bertumbuh dalam hidup kita. Hal ini cukup membuat karya keselamatan Kristus menjadi sia-sia dalam seseorang, yang akhirnya Tuhan berkata kepada orang-orang seperti itu: Aku tidak mengenal kamu. Musuh utama orang percaya bukanlah kemiskinan, bukanlah sakit penyakit dan bukanlah masalah-masalah hidup, semua itu adalah dampak atau akibat dosa manusia tetapi musuh yang harus dikalahkan adalah kuasa gelap. Kemenangan yang sejati adalah kemampuan melakukan kehendak Bapa.
Dewasa ini semakin banyak orang Kristen yang menyebutkan kata menang. Kata ini disebut-sebut dalam khotbah dan menjadi muatan syair lagu yang digubah oleh penggubah lagu-lagu rohani. Mengertikah saudara apa artinya? Kata menang artinya mengatasi lawan, mengungguli musuh, lulus, menaklukkan musuh. Jadi pemenang artinya orang yang mengatasi lawan, mengungguli musuh, lulus dan menaklukkan lawannya. Tentu seseorang bisa dikatakan sebagai pemenang kalau sudah bergumul melawan musuh atau menghadapi ujian. Dalam teks aslinya kata pemenang di sini adalah hupernikomen (Ing. over conquer). Biasanya berbicara mengenai menjadi umat pemenang, teks yang menjadi acuan dan landasannya adalah Roma 8:31-39.
Mari kita perhatikan dengan teliti dan seksama teks tersebut. Dalam konteks apa Paulus berbicara mengenai kemenangan? Untuk memahami ini kita harus memperhatikan tulisannya secara lengkap. Ia mengatakan bahwa kita adalah umat pemenang karena kita adalah ahli waris Kerajaan Surga (Rm. 8:17). Oleh kemenangan-Nya di kayu salib Ia bisa menyediakan langit baru dan bumi baru, yaitu KerajaanNya. Tetapi kita harus menderita bersama dengan Dia untuk mewarisi kemuliaan Kerajaan-Nya bersama dengan Tuhan Yesus ( Rm. 8:17 -18). Inilah proses untuk menerima warisan itu (Rm. 8:28-30). Dalam proses itu sangat mungkin orang percaya menghadapi keadaan keuangan yang sulit, penindasan, kesesakan atau penganiayaan, kelaparan, ketelanjangan, bahaya, atau pedang. Bahaya maut sepanjang hari dan dianggap sebagai domba-domba sembelihan. Tetapi hal itu tidak membuat orang percaya menjadi murtad meninggalkan Tuhan atau lemah dalam pengiringannya kepada Majikan Agungnya (Rm. 8:3536). Jadi, keadaan-keadaan yang sulit bukanlah sebuah kekalahan.
Perhatikan kehidupan bangsa Israel. Tuhan tidak sulit untuk menaklukkan Mesir dengan kuasa-Nya, tetapi Tuhan menghadapi kesulitan ketika menaklukkan watak atau karakter bangsa itu. Itulah sebabnya Tuhan harus membawa bangsa itu selama 40 tahun di padang gurun. Hal ini sama dengan kita. Tuhan tidak sulit untuk memberkati kita dengan berkat jasmani dan berbagai keberhasilan dalam hidup (karir, studi, rumah tangga dan lain sebagainya). Masalahnya adalah Tuhan sulit sekali menghancurkan hati kita yang menjadi pangkalan Iblis atau yang dihinggapi berbagai keinginan yang Tuhan tidak kehendaki. Melalui proses yang tidak menyenangkan, Tuhan merubah karakter kita dan Tuhan memberi peluang kita untuk melayani pekerjaan-Nya dengan segala pengorbanan.
Pada prinsipnya kalau seseorang bisa menjadi corpus delicti, yaitu taat seperti ketaatan Tuhan sehingga Iblis terbukti bersalah, maka ia bisa menjadi anak Allah, sebab ia menjadi seorang yang dihisapkan sebagai pemenang. Tuhan Yesus menjadi yang sulung bagi orang-orang itu. Orang yang menang akan menjadi bagian dari keluarga Kerajaan Alah.
Dalam 2 Petrus 3:11-14 terdapat pernyataan yang tidak mudah dipahami. bahwa orang percaya dapat mempercepat kedatangan hari Allah. Hari Allah maksudnya adalah hari dl mana ”lllhan mengakhiri sejarah dunia. Inl berarti petualangan Iblla atau Luslfer yang jatuh pun berakhir. Iblis dengan pengikutnya dibuang ke dalam kegelapan abadi. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala apl, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap. Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya. Inilah yang dikatakan oleh Wahyu bahwa bumi akan menjadi lautan api (Why. 20:15).
Kata lautan api di sini adalah Iimnen tou puros, yang lebih tepat dipahami sebagai danau api (the lake of fire). Adapun kata laut dalam bahasa Yunani adalah thalassa (Gdhaooa), sedangkan danau terjemahan dari limne (Mum). Pada hari penghukuman tersebut Iblis dan para malaikatnya, serta manusia durhaka akan dihukum di lautan api tersebut, sedangkan orang percaya akan diangkat Thhan di dalam kemuliaan Kerajaan Surga. Itulah hari pengangkatan yang dirindukan oleh orang percaya yang benar; yang telah mengorbankan nyawa mereka untuk pekerjaan-Nya. Pengangkatan tersebut telah diperagakan oleh Tuhan Yesus, ketika Ia naik ke surga disaksikan oleh banyak orang (Kis. 1:9-10). Hal ini mengisyaratkan fakta pengangkatan orang percaya suatu hari nanti.
Hari Allah adalah hari yang paling mengerikan bagi Iblis (Lusifer yang jatuh) dan para malaikat yang memberontak. Mereka berusaha agar hari itu bisa ditunda selama mungkin. Untuk itu Iblis dan pengikutnya berusaha menghambat terlaksananya eksekusi hukuman atas diri mereka. Dengan cara bagaimanakah mereka menghambat hari Allah itu? Dengan cara mencegah orang percaya memiliki kehidupan yang saleh, tidak bercacat dan tidak bercela (2Ptr. 3:1 1,14). Mengapa? Sebab dengan kehidupan yang tidak bercacat tidak bercela berarti menjadi seperti Tuhan Yesus. Menjadi seperti Tuhan Yesus berarti bisa menjadi corpus delicti (yaitu fakta yang menunjukkan bahwa suatu kesalahan telah dilakukan) yang mengalahkan Iblis. Iblis telah terbukti berbuat salah oleh penampilan kehidupan Tuhan Yesus yang hidup dalam ketaatan kepada Bapa di surga. Rupanya bukan hanya Tuhan Yesus yang dapat menjadi corpus delicti, tetapi anak-anak Tuhan pun juga bisa oleh kehidupannya yang tidak bercacat dan tidak bercela. Jika jumlah orang-orang yang menjadi corpus delicti cukup atau genap, maka sejarah Iblis akan diakhiri (Why. 6:11).
Mempercepat dalam teks aslinya adalah speudo (oneuow), yang selain berarti mempercepat juga berarti mendesak. Bagaimana hal ini dimengerti, bahwa waktu Tuhan bisa dipengaruhi oleh manusia atau faktor eksternal Allah? Hal ini bisa dimengerti kalau kita memahami bahwa akhir sejarah dunia ini menunggu lengkapnya atau genapnya jumlah orang yang tidak menyayangkan nyawa demi pengiringan kepada Tuhan Yesus. Hal ini didasarkan pada pernyataan Tuhan dalam Wahyu 6:11, ketika dipertanyakan sampai kapan penderitaan yang dialami oleh orang percaya berhenti. Tuhan menjawab sampai jumlah orang yang dibunuh atau mati karena iman dan pelayanan sudah genap.
Dalam hal ini kita mengerti mengapa Iblis masih bekerja keras sebisa-bisanya untuk dapat mencegah manusia menjadi seperti Kristus yang menyerahkan nyawanya untuk kemuliaan Allah Bapa; taat sampai mati di kayu salib. Bagi Iblis orang-orang baik tidak membahayakan dirinya (Iblis) tetapi orang-orang yang bersugguh-sungguh untuk memiliki kualitas hidup seperti Tuhan Yesus yang menakutkannya. Semakin banyak orang percaya diproses makin seperti Tuhan Yesus, semakin cepat sejarah dunia berakhir dan Iblis dihukum. Itulah sebabnya Lusifer yang jatuh menciptakan berbagai ajaran baik di dalam dan di luar gereja untuk menghambat manusia menjadi seperti Kristus. Ajaran-ajaran yang diciptakan oleh Lusifer yang jatuh ; tersebut di antaranya bukan ajaran 1 yang membuat orang menjadi jahat tidak bermoral atau bertingkah tidak beradab seperti hewan, tetapi menciptakan orang-orang beragama yang baik dan santun dalam kehidupan. Lusifer yang jatuh juga menciptakan berbagai penyembahan kepada “sosok allah” dengan berbagai seremonial yang terkesan benar dan berkenan kepada Allah. Tetapi pada dasarnya selain membuat orang menolak Injil, tetapi juga membuat menjadi “baik” tanpa membutuhkan Injil keselamatan. Hal ini berarti menutup kemungkinan manusia dikembalikan kepada rancangan semula Allah yaitu menjadikan manusia sebagai corpus delicti.
Orang percaya tidak boleh terjebak dengan pola hidup keberagamaan yang menenggelamkan orang percaya pada standar kehidupan orang beragama yang baik, tetapi tidak menjadi “sempurna seperti Bapa”. Orang percaya harus berhati-hati terhadap pengajaran yang menekankan pemenuhan kebutuhan jasmani (teologi kemakmuran) sehingga mengabaikan maksud keselamatan diberikan. Kekristenan harus menjadi jalan hidup, di mana seorang anak Tuhan terus menerus belajar mengenakan gairah hidup Anak Allah (Gal. 2:19-20).
Apa yang dimaksud dengan “perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut” (Why. 12:11)? Hal ini penting untuk dipelajari, sebab yang bisa mengalahkan Iblis bukan hanya darah Tuhan Yesus tetapi juga “perkataan kesaksian mereka”. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut. Kalimat ini mengesankan bahwa Iblis bisa dikalahkan oleh “perkataan kesaksian”. Kalimat “perkataan kesaksian mereka” tidak boleh dipisahkan dengan kalimat berikut, yaitu “tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut”. Orang yang memiliki perkataan kesaksian adalah orang yang benar-benar telah mengalami suatu perjuangan yang all out, sampai tidak menyayangkan nyawa. Tidak menyayangkan nyawa juga berarti tidak memiliki kesenangan atau keinginan kecuali melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Inilah isi dan kualitas kehidupan Tuhan Yesus (Yoh. 4:34). Perjuangan seperti ini juga telah dialami oleh Paulus, bahwa darahnya siap dicurahkan demi pelayanan bagi jemaat Tuhan (2Tim. 4:6-8). Inilah standar anak-anak Allah, yaitu rela melepaskan nyawa bagi saudara-saudaranya (lYoh. 3: 16).
Dalam hal ini kita mengerti mengapa Tuhan Yesus memberi syarat kepada pengikut-Nya untuk tidak menyayangkan nyawa kalau mau menjadi pengikut yang benar (Mat. 10:39; 16:25). Kata nyawa dalam teks aslinya adalah psukhe (\yvxli), yang artinya jiwa. Dalam jiwa terdapat pikiran, perasaan dan kehendak. Dalam jiwa ada keinginan keinginan dan segala hasrat. Di dalam jiwa ada berbagai pengertian dan filosofi. Oleh sebab itu seorang yang rela kehilangan nyawa harus rela mengubah filosofi hidupnya. Kesediaan berubah itu dengan cara sungguh-sungguh mengkonsumsi kebenaran, sehingga mengalami pembaharuan pikiran (Rm. 12:2). Melalui pembaharuan pikiran inilah gaya hidup seseorang diubah. Perubahan yang signifikan ditandai dengan kerelaan berkorban apa pun demi melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Jadi, kalau seseorang masih perhitungan dengan Tuhan atau masih tidak bersedia berkorban bagi kepentingan Kerajaan Allah, ia belum bisa dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus (Rm. 8:17). Seorang yang bisa menjadi corpus delicti adalah orang yang benar-benar menjadi anggur yang tercurah dan roti yang terpecah. Merekalah orang yang tidak menyayangkan nyawanya seperti Majikan Agungnya. Genapnya jumlah corpus delicti dan disudahinya sejarah kehidupan di bumi, berarti pula kehancuran dan kebinasaan Lusifer. Sejarah Lusifer berakhir.