Manusia adalah Makhluk Ciptaan
Dalam
kitab Kejadian terdapat prinsip yang harus diperhatikan, berkaitan dengan
hakekat manusia. Manusia adalah hasil ciptaan Allah (Kej 1:26-27; 2:7). Manusia
adalah hasil karya dari tangan agung Sang Pencipta. Untuk ini harus dicamkan
bahwa bagaimanapun manusia berbeda dengan Allah. Allah adalah Pencipta dan
manusia adalah makhluk ciptaan hasil karya-Nya. Manusia diciptakan dari apa
yang tidak ada menjadi ada, baik bahan maupun idenya. Dalam bahasa Ibrani salah
satu kata untuk diciptakan, yang digunakan dalam kitab Kejadian adalah”bara”. Kata ini artinya menciptakan
tanpa bahan. Manusia diciptakan dari apa yang tidak ada (Latin, Creatio ex
nihilo).
Kesadaran
terhadap fakta creatio ex nihilo
akan membuat seseorang bersikap rendah hati dihadapan Tuhan semesta alam.
Siapakah manusia? Manusia ada karena tangan yang merancangnya. Manusia adalah
umat yang menyembah dan memuja, adapun Pencipta adalah Allah yang menjadi obyek
pemujaan dan penyembahan. Allah tidak pernah berubah menjadi manusia secara
permanen atau sebaliknya. Kalau Allah
Anak yaitu Tuhan Yesus turun ke bumi, Ia hanya sementara waktu menjadi manusia,
kemudian Ia kembali ke Sorga. Dalam hal ini nyata bahwa manusia bukanlah
eksistensi yang berdiri sendiri (indipenden). Manusia ada karena Allah yang
menghendaki manusia itu ada. Manusia diciptakan dengan cara yang sangat unik,
tidak seperti ciptaan-Nya yang lain. Manusia diciptakan dengan tangan Tuhan
sendiri (Kej 2:7). Kata menciptakan atau membentuk dalam Kejadian 2:7 adalah “yatser “(Ibr),
yang mengandung pengertian aktivitas yang kreatif. Allah membentuk yang juga
berarti mengukir (to carve). Didalam kata yatser mengandung unsur seni. Allah menghembuskan nafas ke lubang hidung
manusia, sehingga manusia menjadi makhluk hidup.
Manusia
bukanlah hasil proses evolusi dari binatang tingkat rendah kepada bentuk
binatang tingkat tinggi. Tetapi manusia adalah hasil karya tangan Tuhan yang
ajaib. Pengakuan ini penting, agar orang percaya tidak terhanyut oleh filsafat
dunia yang menolak keberadaan Allah (nihilistic) dan tidak mengakui bahwa Allah
lah yang menciptakan alam semesta dengan segala isinya. Dengan demikian teori
Evolusi ilmiah (Naturalis evolution) adalah teori yang menyesatkan, dan memicu
orang menjadi atheis (tidak percaya eksistensi Allah). Manusia adalah makhluk
ciptaan berarti bahwa manusia ada di bumi ini bukan kecelakaan atau kebetulan.
Manusia mengandung atau memuat maksud tujuan ilahi. Manusia dirancang untuk
suatu maksud tertentu atau untuk suatu alasan tertentu. Maksud atau alasan itu
harus ditemukan setiap orang. Menemukan maksud atau alasan manusia diciptakan
barulah manusia menemukan tujuan hidup ini. Tanpa menemukan maksud dan alasan
tersebut, maka seseorang tidak menjadi manusia yang dimaksud Allah. Coba renungkan,
mengapa tidak menjadi kucing? Untuk ini setiap individu harus mulai serius
bertanya dan mempersoalkan, what
is the reason we live? (Apa tujuan aku hidup). What on earth am I here for?
(Untuk apa aku ada di bumi ini).
Bila
seseorang sadar bahwa ia adalah hasil karya Tuhan maka ia akan cenderung
mengabdi kepada Tuhan. Sama seperti seorang anak yang sadar bahwa ia menjadi
besar dan berprestasi karena orang tua, maka ia akan cenderung mengabdi kepada
orang tua. Manusia akhir jaman tidak mau tahu bahwa langit dan bumi diciptakan
oleh Tuhan termasuk manusia didalamnya (2 Pet 3:5). Kelompok manusia seperti
itu pasti hidup dalam pemberontakan kepada Tuhan. Kesadaran bahwa manusia
adalah makhluk ciptaan mendorong seseorang membangun terus menerus hubungan yang
proporsional atau yang benar dengan Tuhan sebagai Pencipta. Hal ini dapat
menghindarkan praktek memutarbalikkan hirarki (urut-urutan prioritas hidup).
Urutan pertama dalam hidup adalah Tuhan, bukan materi atau sesuatu yang lain.
Memang seharusnya segala sesuatu yang dilakukan harus bagi Tuhan, sebab segala
sesuatu dari Dia, oleh Dia dan bagi Dia (Roma 11:36; 1 Kor 10:31)
Manusia
tidak berhak hidup untuk dirinya sendiri, manusia harus hidup hanya bagi Dia
yang menciptakannya. Bila tidak demikian berarti suatu pemberontakan terhadap
Penciptanya. Pendewasaan rohani harus menggiring umat kepada kesadaran ini.
Pada tingkat kedewasaan tertentu kita akan memiliki pengakuan demikian: Allah ada bukan untukku, tetapi aku ada
untuk Tuhan (God doesn’t exist for me, I exist for the Lord). Sampai
pada pengakuan ini manusia mengenal dirinya dengan benar. Bila belum, manusia
masih berkatagori sebagai “tidak tahu diri”. Ternyata lebih banyak orang
Kristen yang kekanak-kanakan sehingga dalam hubungannya dengan Tuhan bersikap
seperti anak-anak kecil terhadap orang tuanya. Ia memandang orang tua ada untuk
anak. Karenanya kita temukan banyak anak-anak yang tahunya hanya menuntut orang
tua untuk melakukan apa saja yang anak itu inginkan.
Prinsip ini harus kita pahami dan kita belajar untuk mengenakannya: God doesn’t exist for me, I exist for
The Lord. Pada saat kita sampai pada pengakuan ini kita berhasil
menempatkan diri sebagai hamba bagi Tuhan dimiliki-Nya. Selanjutnya Tuhan Yesus
menjadi Tuan dan majikan kita. Inilah sebenarnya tujuan Kekristenan itu.
Manusia adalah makhluk ciptaan. Bukan ada tanpa sebab. Ada Pencipta yang
menciptakannya (Kej 1 dan 2). Ini adalah harga mati yang harus diakui dan
diterima setiap orang. Sampai kapanpun dan dimanapun seseorang berada, ia harus
mengakui bahwa dirinya adalah mahluk
ciptaan.
Berkenaan dengan hal ini ada
beberapa rumusan:
Sebagai makhluk ciptaan harus menemukan tujuan hidupnya. Sebagai makhluk
ciptaan adalah hamba sebagai mahluk ciptaan ia harus mencari hubungan yang baik
dengan penciptanya.
Sebagai makhluk ciptaan ia harus mempersoalkan: Untuk apa dirinya
diciptakan. Tuhan sebagai Sang Arsitek Agung tidak mungkin menciptakan sesuatu
tanpa tujuan. Tujuan hidup manusia tidak ditemukan di dalam apapun juga, tetapi
ditemukan di dalam Tuhan sebagai Penciptanya. Untuk ini harus meneliti Alkitab
untuk menemukan tujuan hidup manusia. Meneliti
Alkitab sama dengan belajar theologi. Kegiatan ini tidak mengharuskan seseorang
masuk sekolah tinggi theologi.
Sebagai makhluk ciptaan, bagaimanapun ia adalah hamba. Bagaimanapun manusia
tidak pernah menjadi majikan. Penciptanya yang menjadi tuan atas dirinya. Ia
tidak pernah menjadi hamba merdeka, tetapi selalu terbelenggu oleh Tuhan
sebagai penciptanya. Bila seseorang mau bebas dari Tuhan ia akan terbelenggu
oleh majikan yang lain. Satu-satunya tuan di luar Tuhan adalah Lusifer,
penguasa kegelapan yang sangat jahat.
Banyak orang berharap dapat merdeka atau hidup sesuka sendiri tanpa
dikuasai atau didominasi oleh Tuhan, tetapi juga tidak dikuasai setan. Hal ini
tidak mungkin bisa terjadi. Bagaimanapun seseorang harus memilih menjadi hamba
Tuhan atau hamba setan. Jadi, sampai kapanpun manusia adalah hamba, hamba Tuhan
atau hamba setan.
Ketidakjelasan posisi seseorang bisa dipastikan sudah menjadi hamba setan.
Sekilas kebenaran ini nampak sangat sederhana tetapi sebenarnya tidak
sederhana. Hal ini akan menggiring kita melayani Tuhan. Pengakuan bahwa kita
adalah makhluk ciptaan. Dengan pengakuan ini maka kita harus kehilangan hak dan
kehilangan kebebasan. Penolakan terhadap realitas ini berarti pemberontakan.
Sebagai makhluk ciptaan ia harus hidup sebagai makhluk ciptaan. Pada
kenyataannya kita menemukan kenyataan orang yang menolak keberadaan Tuhan yang
pada hakekatnya juga menolak realitas bahwa manusia adalah makhluk ciptaan. Bagaimanapun manusia adalah makhluk yang
terbelenggu, terbelenggu oleh Tuhan atau terbelenggu oleh setan.
Dalam kesibukan kehidupan, banyak orang sudah lupa tidak menyadari bahwa
dirinya adalah makhluk ciptaan dan banyak orang tidak peduli terhadap kenyataan
bahwa manusia adalah makhluk ciptaan. Hal ini akan memicu seseorang tenggelam
dengan berbagai kesenangan dan cita-cita yang membuat Tuhan tersingkir. Bahkan
bila merasa membutuhkan Tuhan, itupun hanya karena hendak memakai Tuhan sebagai
alat guna meraih sesuatu (Yak 4:1-4). Akhirnya, manusia tidak berbakti kepada
Tuhan, memenuhi rencana-Nya tetapi menjadikan hal lain sebagai tujuan. Sebagai
makhluk ciptaan ia harus mencari hubungan yang baik dengan Penciptanya. Mengapa
demikian? Sebab manusia tidak bisa hidup dengan benar tanpa persekutuan dengan
Penciptanya. Sejak semula Tuhan menciptakan manusia memang hanya untuk menjadi
sekutu-Nya. Pengakuan yang jujur dan benar bahwa kita adalah makhluk ciptaan
yang dimiliki Tuhan secara penuh membuahkan hal-hal ini:
Memiliki kerendahan hati yang benar. Sebab bila kita mengakui bahwa kita
adalah ciptaan maka apa yang kita bisa banggakan? Bahwa segala sesuatu dari Dia
(Maz 139:13-16). Dengan demikian kita dapat menghormati Tuhan. Kesombongan manusia
hari ini berakar pada ketidak-sediaannya mengakui bawa dirinya adalah makhluk
ciptaan. Tanpa Pencipta kita adalah debu (Maz 103:14). Mengapa kita sukar
bersikap rendah hati dihadapan Tuhan. Sebab kita tidak tahu hokum realitas ini
(Yes 40:15).
Kita merasa tidak memiliki.
Pengakuan ini akan membuahkan: Pertama,
kita rela mempersembahkan segenap hidup untuk kesukaan-Nya atau
kepentingan-Nya. Dan kalau kita berbuat sesuatu bagi Tuhan kita tidak merasa
memberi tetapi kita mengembalikan (Mat 22:21). Kedua, kalau kita kehilangan segala sesuatu kita tidak merasa
sakit. Kita dapat tabah seperti Ayub (Ayub 1:21). Dalam kesadaran terus menerus
bahwa kita akan kembali kepada Sang pemilik kehidupan ini(Pengkh 12:7). Inilah
yang membuat kita lebih berhati-hati dalam menjalani hidup ini. Kesadaran
inilah yang membuat seseorang dapat beribadah dengan benar kepada Tuhan.