Perjuangan Mengalahkan Lusifer




PERJUANGAN MENGALAHKAN LUSIFER

 

MENGAPA KARYA keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus harus membawa Tuhan Yesus sampai kepada kematian? Bagaimana kalau Tuhan Yesus tidak mati? Sekilas pertanyaan ini konyol atau dianggap mengada-ada, padahal ini termasuk pertanyaan prinsip dan sangat fundamental. Jawaban atas pertanyaan ini tidak sederhana. Tuhan Yesus harus sampai kepada kematian untuk membuktikan kesetiaan dan ketaatan-Nya kepada Allah Bapa. Kalau Ayub dapat membuktikan kesetiaannya kepada Allah hanya sampai pada tubuhnya yang sakit, tetapi Tuhan Yesus sampai kepada kematian-Nya. Berhubung kebangkitan merupakan sarana pembuktian apakah Tuhan Yesus benar-benar taat dan saleh atau tidak kepada Allah Bapa, maka Tuhan Yesus harus mengalami kematian.

Kalau selama ini kita memahami mengenai darah Yesus yang berkuasa, salib adalah puncak karya keselamatan dan kebangkitan Tuhan Yesus bukti kemenangan-Nya atas maut, kita terpaku pada “kuasa Allah yang luar Biasa” yang membuat semua itu terjadi. Sebenarnya di balik semua karya Allah tersebut ada satu kata penting yang menjadi kuncinya. Kata itu adalah “ketaatan” Tuhan Yesus Kristus kepada Bapa. Iblis tidak takut darah Yesus sebelum Ia menaati Bapa sampai mati di kayu salib. Karena ketaatan-Nya kepada Bapa, maka darah Yesus bisa mengusir Iblis dari lingkungan para malaikat di surga (Why. 12:9-11). Salib tidak ada artinya kalau Tuhan Yesus tidak taat kepada Bapa, dan tidak akan ada kebangkitan tanpa kesalehan atau kesucian yang memenuhi standar Allah.

Ternyata hanya oleh darah Anak Domba, yaitu darah Tuhan Yesus Kristus, yang bisa mengalahkannya (Why. 12: 10-11). Demikian pula dengan pengampunan yang bisa diberikan kepada manusia, harus ada sarananya, itulah hukumnya. Sarana satu-satunya agar manusia beroleh pengampunan adalah pengorbanan darah Anak Allah yang tidak bersalah, yang taat sampai mati di kayu salib.

Jadi, di sini yang membuat Ia berhasil menyelesaikan tugas-Nya adalah ketaatan-Nya dan sikap hormat-Nya secara pantas kepada Bapa. Harus dipahami bahwa bukan karena Tuhan Yesus adalah Anak Allah, maka Bapa memberikan kemenangan dengan memberikan kemampuan-kemampuan ekstra. Dalam segala hal la disamakan dengan manusia (lbr. 2:17). Jika tidak demikian, maka kemenangan Tuhan Yesus bukanlah kemenangan yang adil. tetapi kemenangan yang tidak adil. Dan ia tidak bisa mengklaim bahwa kemenangan-Nya adalah kemenangan dari perjuanganaNya sendiri. Alkitab menulis bahwa sekalipun la Allah Anak, tetapi Ia belajar taat kepada Bapa dari apa yang diderita-Nya (lbr. 5:8-9). Dengan cara inilah maka iblis bisa dikalahkan dan tidak mendapat tempat lagi di surga. Sebab Iblis bisa dinyatakan bersalah kalau ada pembuktiannya.

Dalam Ibrani 5:7 dikatakan bahwa dalam hidup-Nya sebagai manusia. Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia. yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Tuhan Yesus memohon kepada Bapa agar Ia dapat dihindarkan dari maut atau bisa dibangkitkan. Alkitab mencatat, karena kesalehanNya doanya didengar atau dikabulkan. Dikabulkannya doa Tuhan Yesus bukan karena ia adalah Anak Allah (lbr. 5:8-9), tetapi karena ia saleh atau taat kepada Bapa di surga. Ini sebuah pertaruhan yang luar biasa. Kalau Tuhan Yesus tidak taat, maka Ia tidak akan dibangkitkan. Kalau Ia tidak dibangkitkan berarti Ia menjadi milik kerajaan kegelapan. Untung akhirnya setelah perjuanganNya. Tuhan Yesus menang. Kemenangan-Nya ini merupakan kemenangan surga dan dunia, kemenangan-Nya adalah keselamatan surga dan dunia. sebab dengan kemenangan-Nya segala kuasa di surga dan di bumi dalam tangan Tuhan Yesus.

Yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus adalah ketaatan-Nya kepada Bapa untuk membuktikan bahwa Iblis patut dipersalahkan dan dihukum. Dengan hal ini manusia bisa ditebus dari kuasa dan hukum dosa. Ditebus dari kuasa dosa artinya manusia bisa dihindarkan dari neraka abadi, sedangkan dari hukum dosa artinya dari keadaan di mana manusia tidak bisa mencapai kesucian yang dikehendaki oleh Allah. Hal ini tidak ada dalam agama dan kepercayaan manapun. Harus ditegaskan bahwa Allah tidak bisa mengampuni tanpa sarana. Itulah sebabnya Allah belum bisa menyelesaikan dosa Adam di taman Eden ketika jatuh dalam dosa.

Pengampunan dosa dan penyelesaiannya tidak bisa melalui perbuatan baik. Kalau pengampunan dosa bisa dilakukan dengan perbuatan baik, artinya perbuatan baik bisa menebus dosa manusia, maka Allah akan melakukannya itu sejak Adam jatuh dalam dosa. Tuhan akan menyusun hukum-hukum dan memerintahkan Adam untuk melakukannya, sebab dengan cara itu Adam bisa diselamatkan. Penciptaan manusia bukan untuk melakukan hukum-hukum, tetapi supaya manusia segambar diri Allah sendiri dan dapat bertindak dalam kebenaran dan kesucian seperti Bapanya. Nilai tertinggi kehidupan ini bukan pada hukum-hukum, tetapi pada Allah Bapa. Oleh sebab itu manusia normal adalah manusia yang menjunjung tinggi kehendak-Nya Ini lebih dari melakukan hukum.

Kematian Tuhan Yesus juga merupakan penggantian atas kematian manusia yang berdosa. Manusia yang seharusnya mati terpisah dari Allah, tetapi Tuhan Yesus menggantikan tempat kita di hadapan Allah. Ketika Tuhan Yesus berseru dengan suara nyaring, "Eloi, Eloi. lama sabakhtani” (Allahku, Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku?), Ia harus meninggalkan persekutuan dengan Bapa sesaat demi menggantikan tempat kita.

Dalam hal tersebut kita menemukan kehidupan Tuhan Yesus yang diarahkan sepenuhnya kepada kehendak Bapa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tuhan Yesus sebelumnya, “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya (Yoh. 4:34). Filosofi ini bertentangan atau kebalikan dari filosofi Lusifer. Filosofinya Lusifer adalah, "Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi” (Yes. 14: 14). Dua pribadi yang sangat kontras. Orang percaya ditantang hendak memilih yang mana? Mau ikut siapa? Setiap kita harus menentukan sikap, tidak bisa menghindarinya.

Hendaknya kita tidak terkecoh dengan tawaran Iblis untuk menikmati dunia seperti anak dunia menikmati dunia, sehingga kita berkatagori menyembah Iblis. Dalam Lukas 4:6, Tuhan Yesus menerima kenyataan ini, bahwa Iblis memiliki kekuasaan atas “materi”, yaitu dunia. Ketika Iblis berkata: Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan kepada-Mu, sebab smuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki. Kata diserahkan dalam teks aslinya para dedetai (Ing. it has been delivered), yang artinya sudah dilepaskan.

Bapa melepaskan atau mengijinkan Iblis juga bisa menguasai materi (tentu bukan tanpa batas, sebab Iblis tidak Mahakuasa). Dalam hal ini dapat dimengerti mengapa Iblis dapat memberikan kekayaan kepada siapa yang dikehendakinya. Iadi kekayaan dunia ini dapat menjadi semacam umpan yang jitu untuk menjerat manusia supaya binasa. Cara inilah yang dipakai oleh Iblis untuk mencoba menjerat Yesus. Dalam Lukas 4:7 Iblis berkata kepada Tuhan Yesus: sembah aku, seluruh harta dunia akan kuberikan kepada-Mu. Iblis bisa membeli manusia dan menyita imannya dengan menggunakan harta dunia ini. Manusia dibuat menjadi manusia yang tidak mulia dengan jerat harta dunia. Berapa banyak di antara manusia yang sudah dibeli oleh Iblis? Ini bukan berarti salah kalau kita menjadi kaya atau orang kaya pasti terjerat harta. Kesalahannya adalah kalau karena harta kita gagal melakukan kehendak Bapa.

Tuhan memang memperhatikan bangsa Israel dengan memberkati mereka secara jasmani. Tetapi setelah masuk zaman penggenapan atau Israel rohani (Ef. 2:11-22), yaitu umat Perjanjian Baru, maka berkat jasmani bukanlah prioritas. Tujuan Tuhan memilih agar kita mewarisi Kerajaan Allah yang akan datang, bukan kerajaan dunia ini. Hal ini yang sering kurang dicamkan oleh banyak orang Kristen, bahkan hamba-hamba Tuhan. Kita telah terlalu jauh menolerir praktik hidup yang sebenarnya sangat duniawi menurut ukuran Tuhan. Tidak sedikit kegiatan-kegiatan rohani yang digerakkan oleh semangat duniawi ini.

Orang-orang yang menyadari hal ini tidak akan meratap tatkala ia tidak berkesempatan seperti yang lain yang dapat memenuhi hidupnya dengan kekayaan dunia. Harus dicamkan benar-benar bahwa harta dunia telah turun dari takhtanya, dan sekarang yang boleh disebut satu-satunya harta adalah Tuhan Yesus. Kalau kita diberkati secara jasmani dan memperoleh segala keberhasilan, maka semuanya harus menjadi alat bagi kemuliaan Tuhan, bukan sarana membangun keangkuhan hidup.

Seperti Yesus tegas menolak bujukan untuk menyembah dan berbakti kepada Iblis, dengan mengesampingkan perkara-perkara dunia ini, maka kita juga harus bersikap demikian. Kehidupan Tuhan Yesus merupakan teladan yang harus kita ikuti. Inilah kemenangan Tuhan Yesus. Kalau Tuhan Yesus menyerah kepada keinginan Iblis, maka tidak akan ada kemenangan sama sekali. Ia pun menjadi pecundang yang kalah. Tetapi Ia telah membuktikan keperkasaan-Nya, yaitu ketaatan-Nya kepada Bapa di surga. Ia taat, bahkan sampai mati di kayu salib (Flp. 2:5-11). Itulah kemenangan-Nya.

Kemenangan-Nya bukan pada waktu la membuat mujizat. termasuk pada waktu Tuhan Yesus mengusir setan, tetapi pada ketaatan-Nya yang mutlak kepada Bapa di surga. Tuhan Yesus berkata bahwa yang menang akan didudukkan bersama dengan Dia dalam kemuliaan (Why. 3:21). Demikianlah. hanya kalau kita sungguh-sungguh bersikap seperti Yesus, maka kita dapat menjadi manusia rohani dan menjadi pemenang yang sejati. Dengan demikian kita akan dibuat makin memahami kebenaran-kebenaran Allah. Kedewasaan kita akan bertumbuh cepat dan normal. Di tengah-tengah suasana dunia yang materialistis ini, kita harus tetap berpegang teguh kepada kebenaran Allah. Pada suatu hari nanti kita akan menerima kemuliaan bersama-sama dengan Tuhan Yesus.

Kemenangan terhadap Iblis adalah ketika kita tidak memberi Iblis pangkalan dalam hidup kita yaitu dalam hati dan pikiran kita (Ef. 4:27). Kata tempat di sini dalam teks aslinya adalah topan (place) atau tempat berpijak (foothold). Maksudnya adalah membiarkan hati dan pikiran kita dihinggapi rencananya sehingga menghalangi rencana Tuhan (Mat. 16:21-23). Bangsa Israel yang melawan Musa dengan berniat menikmati Mesir menghalangi rencana Allah membawa bangsa itu ke Kanaan. Sama dengan orang Kristen yang berniat menikmati dunia dan kesenangan hari ini menghalangi rencana Tuhan membawa orang percaya kepada kemuliaan kerajaan-Nya.

Untuk ini harus ada perjuangan berat yang harus dilakukan. Ini tidak dikerjakan oleh Tuhan Yesus lagi, tetapi kitalah yang mengerjakannya. Kitalah yang harus bergumul. Tidak ada mahkota tanpa salib (no crown without cross). Jangan berpikir bahwa Tuhan Yesus memborong semua perjuangan dan setelah menang menyerahkannya kepada kita. Ada bagian yang dikerjakan Tuhan Yesus yang kita tidak akan dapat mengerjakannya, tetapi ada bagian kita yang tidak akan dikerjakan oleh Tuhan Yesus. Kalau semua pekerjaan diperjuangkan oleh Tuhan Yesus, maka tidak ada mahkota untuk kita.

 

Jaminsen

Welcome, TO BE LIKE JESUS

Post a Comment

Previous Post Next Post