PENGHAKIMAN





ROMA PASAL 2: DENGAN TAURAT & TANPA TAURAT

PENDAHULUAN

Pembahasan Roma pasal 2 dibagi dalam 4 bahasan. Disini akan kita cermati bersama gaya penulisan Paulus dalam gaya dialog/ berdebat (Yunani: diatribe).

Bagian pertama yang menjadi pendahuluan dalam kerangka percakapan dengan orang Yahudi Kristen yang masih mengandalkan hukum Taurat sebagai jalan keselamatan. Namun keselamatan hanya dapat diperoleh lewat jalan iman, karena murka Allab telah menimpa seluruh umat manusia telah didamaikan oleh kurban Kristus di kayu salib (sebagai "propisiasi"). Jadi, bukan manusia sendiri yang membayar murka Allah itu, tetapi hanya melalui kurban Kristus sebagai harga yang lunas yang telah membayar semua hutang dosa manusia. Maka, hanya imanlah yang memungkinkan kita menghindari hukuman Allah. Manusia bagaimanapun dengan amal-ibadahnya tidak akan dapat menghapuskan dosanya sendiri. Dosa manusia yang telah menjadi "hutang" hanya dapat dibayar oleh sebuah kematian, dan kematian Kristus-lah yang telah menggantikan "hutang manusia" itu.

I. Roma 2:1-16: Hukuman Allah atas semua orang

Mari kita mulai pembahasannya sbb:

2:1 LAI TB, Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama.
KJV, Therefore thou art inexcusable, O man, whosoever thou art that judgest: for wherein thou judgest another, thou condemnest thyself; for thou that judgest doest the same things.
TR, διο αναπολογητος ει ω ανθρωπε πας ο κρινων εν ω γαρ κρινεις τον ετερον σεαυτον κατακρινεις τα γαρ αυτα πρασσεις ο κρινων
Translit interlinear, dio {karena itu} anapologêtos {yang tidak dapat dimaafkan} ei {engkau adalah} hô anthrôpe {hai manusia} pas {setiap} ho krinôn {yang menghakimi/ mengkritik} en {dalam} hô {apa} gar {sebab} krineis {engkau mengkritik} ton heteron {sesama} seauton {atas dirimu sendiri} katakrineis {engkau menyatakan bersalah} ta {hal2} gar {sebab} auta {yang sama} prasseis {engkau berbuat} ho krinôn {engkau yang (suka) mengkritik}

Di sini muncul lagi istilah αναπολογητος - anapologêtos, 'tak dapat mengajukan pembelaan' (alasan untuk dimaafkan, without defense or excuse, inexcusable,). Terjemahan LAI di atas menulis: "engkau sendiri tidak bebas dari salah...., tetapi terjemahan harfiah-nya demikian: "Maka engkau tak dapat mengajukan alasan untuk dimaafkan, hai setiap manusia yang menghakimi'. Kata-kata yang digunakan disini adalah dalam bentuk singular, merujuk kepada individu masing-masing orang.

Dalam ayat 1 ini adalah permulaan perdebatan Paulus dengan orang-orang yang mengira mereka sendiri tidak kena hukuman karena mereka telah memiliki Taurat. Di sini Paulus masih memakai sebutan 'manusia', yang bersifat umum; nanti dalam Roma 2:17 menjadi jelas bahwa sebetulnya yang dimaksud 'manusia' itu adalah orang Yahudi (bentuk singular, merujuk kepada masing-masing individu seseorang/ pembacanya). Tapi, mereka merasa lebih suci daripada orang kafir (Goyim/ non-Yahudi); orang kafir itu mereka pandang sebagai orang berdosa (bnd, Galatia 2: 15). Hal itu berarti mereka menghakimi orang kafir itu. Namun, dengan dernikian mereka menghakimi pula diri mereka sendiri, sebab hukuman yang telah dinyatakan dalam Roma 1:18-32 mengenai mereka pula. Mereka melakukan perbuatan yang sama seperti yang dilakukan orang kafir yang mereka kecam habis-habisan.

Sikap orang Yahudi, yang menghakimi orang non-Yahudi, kita temukan misalnya dalam Yohanes 18:28: mereka yakin menjadi najis kalau masuk ke dalam rumab seorang kafir (bnd. Yohanes 4:9). Orang Yabudi bersikap demikian karena mereka telab menerima Taurat Tuhan dan sungguh-sungguh berupaya menaati 613 perintah-perintah dan larangan-larangan yang tercantum di dalam Hukum Taurat. Berkat hukum Taurat, demikian keyakinan mereka, mereka sanggup melepaskan diri dari lingkaran setan kekafiran: dosa yang mendatangkan hukuman; hukuman yang mendatangkan dosa (bnd. tafsiran 'menyerahkan' dalam Roma 1:24, 26, 28).

Keyakinan itu terungkap dalam Kitab Sapientia Salomonis (Hikmat Salomo) 15:1 dyb:
"Engkau, ya Allah kami, adalah penyayang dan pengasih, dengan panjang sabar dan dengan kasih setia Engkau memerintah alam semesta. Meskipun kami berdosa, namun kami adalah milik-Mu, sebab kami mengenal kuasa-Mu. Akan tetapi kami tidak akan berdosa, karena kami mengetahui kami termasuk milik-Mu. Sebab mengenal Engkau itulah merupakan kebenaran sepenuhnya, dan menyadari kekuatan-Mu itulah pokok kefanaan. Sebab kami tidak disesatkan oleb apa yang dipikirkan kejahatan manusia."

Meski kita berpendirian bahwa Paulus dalam ayat ini dan ayat berikutnya berrnaksud menegur orang Yahudi (Kristen), namun jangkauan ayat 1 ini lebih luas. Tokoh Gereja Lama, Origenes (185-254), pernah mengenakannya kepada pemimpin-pemimpin gereja, yang pada zaman itu biasa menerapkan disiplin gereja yang keras. Luther dalam hubungan dengan ayat ini mengecam penguasa-penguasa duniawi dan hakim-hakim yang melakukan pungutan liar, yang korup, namun menjatuhkan hukum berat atas orang kecil karena pencurian yang tak berarti. Dapat ditambahkan lagi bahwa pada umumnya, orang senang mengata-ngatai kejahatan orang lain, karena dengan demikian mereka merasa dirinya lebih baik. Memang, kita tidak bisa tidak membedakan yang baik dan yang jahat (itulab arti pokok kata kerja κρίνω - KRINÔ, 'menghakimi, menghukum', bandingkan istilah yang yang berasal dari kata ini: 'kritis' & 'kritik'). Namun, kalau orang lain jatuh, kita merasa kita sendiri naik. Perasaan itu merupakan akibat tipuan mata, namun kita merasa puas karenanya. Sebab hukuman atas orang lain merupakan cara yang paling gampang bagi yang mau membenarkan diri.
Kita masih mencatat bahwa ayat ini mirip perkataan Yesus dalam Matius 7:1-2, khususnya 7:2. Hanya, Roma 2:1 ini merupakan unsur dalam penalaran yang lebih luas daripada yang disajikan dalam Khotbah di Bukit.

2:2 LAI TB, Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung secara jujur atas mereka yang berbuat demikian.
KJV, But we are sure that the judgment of God is according to truth against them which commit such things.
TR, οιδαμεν δε οτι το κριμα του θεου εστιν κατα αληθειαν επι τους τα τοιαυτα πρασσοντας
Translit interlinear, oidamen {kita tahu} de {tetapi} hoti {bahwa} to krima {hukuman} tou theou {Allah} estin {ada} kata alêtheian {dengan benar} epi tous {atas orang2 yang} ta {hal2} toiauta {demikian} prassontas {berbuat}

"δε - DE" yang biasa menandakan pertentangan dengan kalimat terdahulu (LAl menerjemahkannya dengan 'tetapi'), dapat dihubungkan dengan ayat 1 (yaitu keenam perkataan yang terakhir).

"Kita tahu" mengandung paham bahwa kata-kata yang menyusul merupakan kebenaran religius yang tak dapat disangkal, dan yang tidak dapat tidak disetujui pula oleh lawan bicara Paulus (bnd. juga Roma 3:19; 7:14; 8:22 dan 28). Hukuman Allah adalah hukuman terakhir, pada akhir zaman. Pada kesempatan itu dan senantiasa Allah menjatuhkan hukuman 'menurut kebenaran'. Perkataan 'kebenaran' boleh saja, sesuai dengan pemikiran Yunani, kita tafsirkan sebagai 'kenyataan yang berlaku', asal kita insaf babwa menurut Alkitab dalam hubungan dengan Tuhan 'kebenaran' (ALÊTHEIA, bukan DIKAIOSUNÊ itu mendapat arti yang lebih dalam. Kebenaran-Nya berarti: kehendak-Nya yang telah dinyatakan-Nya (bnd. Roma 1:18). Maka patokan tersebut letak-Nya di dalam Tuhan sendiri. Dan Dia telah menyatakan babwa hukuman-Nya itu tidak memandang bulu, bahwa Dia tidak menerima suap (UIangan 10:17; bnd. ayat 11).

2:3 LAI TB, Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang berbuat demikian, sedangkan engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau sangka, bahwa engkau akan luput dari hukuman Allah?
KJV, And thinkest thou this, O man, that judgest them which do such things, and doest the same, that thou shalt escape the judgment of God?
TR, λογιζη δε τουτο ω ανθρωπε ο κρινων τους τα τοιαυτα πρασσοντας και ποιων αυτα οτι συ εκφευξη το κριμα του θεου
Translit interlinear, logizê {engkau menyangka} de {dan} touto {ini} ô anthrôpe {hai manusia} ho krinôn {yang (suka) menghakimi/ mengkritik} tous {orang2 yang} ta {hal2} toiauta {demikian} prassontas {berbuat} kai {namun} poiôn {engkau melakukan} auta {-nya} hoti {bahwa} su {engkau} ekpheuxê {akan luput dari} to krima {hukuman} tou theou {dari Allah}

Berbeda dengan"δε - DE" pada ayat 2 di atas, kata "de" di sini bermakna "dan" memang tidak memiliki arti pertentangan dengan kalimat terdahulu, tapi menandakan kesimpulan darinya, sebingga dapat juga diterjemahkan 'maka'. 'Engkau' yang kedua harus diberi tekanan, sebab biasanya kata kerja Yunani tidak didahului kata ganti orang.

Ayat ini menarik kesimpulan dari ayat 2. lsi ayat 2 dikenakan kepada orang (orang Yahudi) yang disapa dalam ayat 1. Mengingat apa yang dikatakan dalam ayat 2, apakah ia masih bisa berharap mendapat perlakuan khusus? Tuhan yang dahsyat, yang menentukan sendiri patokan yang akan dipegang dalam peradilan-Nya, tidak akan tertipu oleh kebenaran semu orang yang berani menghakirni orang lain. Kata-kata terakhir ini mirip perkataan Yohanes Pembaptis dalam Matius 3:7. Dalam Kitab Hikmat Salomo, yang dikutip tadi, dikatakan pula (12:22):

"Sementara Engkau memukul kami, siksaan-Mu atas musuh-musuh kami seribu kali lebih hebat."

Tetapi baiklah kita mengingat tafsiran Origenes dan Luther yang dikutip tadi.

2:4 LAI TB, Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan?
KJV, Or despisest thou the riches of his goodness and forbearance and longsuffering; not knowing that the goodness of God leadeth thee to repentance?
TR, η του πλουτου της χρηστοτητος αυτου και της ανοχης και της μακροθυμιας καταφρονεις αγνοων οτι το χρηστον του θεου εις μετανοιαν σε αγει
Translit interlinear, ê {atau} tou ploutou {kelimpahan} tês khrêstotêtos {kemurahan} autou {-Nya} kai {dan} tês anokhês {kesabaran} kai {dan} tês makrothumias {lapang hati} kataphroneis {engkau anggap enteng} agnoôn {karena tidak mengetahui} hoti {bahwa} to khrêston {kemurahan} tou theou {Allah} eis {kepada} metanoian {pertobatan} se {engkau} agei {menuntun}

Perkataan "η - Ê" = 'atau' pada awal ayat ini tidak mempertentangkan ayat 4 dengan ayat 3, tetapi bersifat melengkapkan pertanyaan yang dimulai dalam ayat 3. ἀνοχή - ANOKHÊ, 'kesabaran', datangnya dari kata kerja ἀνέχω - ANEKHÔ, 'menanggung', 'membiarkan'. Kata benda ANOKHÊ berarti 'penangguhan', 'pengunduran'. μακροθυμια - MAKROTHUMIA di sini diterjemahkan 'kelapangan hati', dalam Roma 9:22 'kesabaran' (artikel: buah-roh-vt586.html#p1271 ). LXX memakai perkataan yang sama dalam Keluaran 34:6 sebagai terjemahan istilah lbrani אֶרֶךְ אַפַּיִם - 'EREKH 'APIM, 'Yang menangguhkan murka-Nya' (LAI: 'panjang sabar'). καταφρονέω - KATAPHRONEÔ, LAI 'menganggap sepi', harfiah: 'menghina', di sini lebih tepat diterjemahkan sebagai 'salah mengartikan', sebab 'menganggap sepi', 'tidak peduli akan' memang kena kalau dihubungkan dengan hukuman, tapi kurang cocok dalam hubungan dengan kesabaran.

Ayat ini melengkapkan dan malah meruncingkan pertanyaan yang dimulai dalam ayat 3. Di dalamnya dinyatakan betapa besarnya rahmat Allah, yang memberi manusia peluang untuk luput dari hukuman. Rahmat itu disebut dengan berbagai istilah, yang masing-masing menunjukkan salah-satu seginya.

Istilah yang pertama ialah kekayaan kemurahan-Nya. Dalam babasa Yunani 'kekayaan' memakai perkataan: πλοῦτος - PLOUTOS, yang serumpun dengan Inggris flood (banjir), dalam makna "kelimpahan" (bnd. Roma 9:23). Yang berlimpah-limpah itu ialah 'kemurahan' Allah. Ia bersikap baik terhadap manusia ciptaan-Nya. la bersedia menolongnya, meskipun mereka berdosa. Perkataan itu banyak ditemukan dalam Kitab Mazmur (terjemahan Septuaginta), misalnya 25:7 dyb.; 31 :20; 34:9; dari situ juga artinya dapat digali.

Di samping 'kemurahan' disebut lagi kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya. 'Kesabaran' itu bukan tanda kelemahan gaya imam Eli (1 Samuel 2:22 dyb.; 3:13), melainkan penangguhan hukuman yang pasti akan datang, agar orang berdosa sempat bertobat. Begitu juga 'kelapangan hati' bukanlah kelapangan yang meluangkan tempat bagi segala perbuatan manusia entah baik entah jahat, Sebaliknya, dalam PL bahasa Yunani 'kelapangan hati' jelas ada hubungannya dengan hukuman Tuhan. Sebab di situ istilahnya merupakan terjemahan istilah Ibrani yang berarti, 'yang menangguhkan murka-Nya' (lihat penjelasan di atas). Tujuan penangguhan itu ialah supaya orang bertobat.

Kita mencatat bahwa istilah-istilah 'kemurahan' dll. muncul juga dalam Kitab Sapientia Salomonis pasal 15, untuk menggambarkan sikap Allah terhadap umat-Nya Israel.

Pertobatan pun berlatar belakang istilah ibrani, yaitu שׁוּב – SYUV, 'berbalik', 'bertobat' lihat artikel: tobat-pertobatan-vt1186.html#p3682 . Dengan demikian pertobatan menjadi sangat konkret: orang sedang berjalan menuju tujuan tertentu, tetapi di tengah jalan ia menjadi sadar babwa jalannya (atau tujuannya) keliru, maka ia membalikkan langkahnya. Gambaran ini cocok dengan cara PL mengiaskan kehidupan yang ditempuh seorang manusia sebagai 'jalan' (bnd. Mzm. 1). Dalam bahasa Yunani pertobatan disebut "μετανοια – METANOIA", membalikkan pikiran. Tetapi latar belakang Ibrani membuat kita menyadari babwa pertobatan meliputi seluruh kehidupan kita, bukan hanya cara berpikir kita.

Dalam surar-surat Paulus perkataan "METANOIA" jarang ditemukan, lantaran biasanya digantikan "πιστις - PISTIS", iman. Dalam iman itu pertobatan merupakan unsur penting. Pemakaian "PISTIS" itu menampakkan bahwa perbuatan berbalik kepada Tuhan merupakan perbuatan yang berkelanjutan.

Oleh Paulus perkataan ayat ini diarahkan kepada orang-orang yang disebut dalam ayat 3, yaitu mereka yang suka menghakimi orang lain, yang meninggikan diri. Mereka ini yakin babwa mereka termasuk orang pilihan Allah, karena selama ini mereka hanyamengalami kemuraban dan berkat-Nya. Demikianlab keyakinan orang Yahudi yang saleh (bnd. Lukas 13:2; Yohanes 9:3).Dan bukankah demikianlab keyakinan banyak orang beragama termasuk sebagian orang Kristen? Tetapi mereka yang berpikir begitu salah mengartikan kebaikan Allab terhadap dirinya. Kebaikan itu tidak merupakan bukti bahwa mereka termasuk elite, babwa mereka merupakan pilihan Allah, yang tidak akan kena hukuman, sebagaimana mereka sangka. Sebab kebaikan Allab terhadap mereka hanya berarti, hukuman atas diri mereka ditangguhkan. Ketenangan yang mereka alami adalab ketenangan 'sebelum prahara'. Apa yang dikatakan Paulus di sini dapat ditemukan juga dalam bagian-bagian Alkitab yang lain, mis. dalam Mazmur 73. Hanya, di situ ancaman tersebut diarabkan kepada orang berdosa, sedangkan Paulus justru mengarahkannya kepada mereka yang saleh, yang begitu saleh sehingga menganggap diri lebih baik ketimbang orang lain. Hal ini sesuai dengan seluruh isi Surat Roma.

2:5 LAI TB, Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan.
KJV, But after thy hardness and impenitent heart treasurest up unto thyself wrath against the day of wrath and revelation of the righteous judgment of God;
TR, κατα δε την σκληροτητα σου και αμετανοητον καρδιαν θησαυριζεις σεαυτω οργην εν ημερα οργης και αποκαλυψεως δικαιοκρισιας του θεου
Translit interlinear, kata {menurut} de {tetapi} tên sklêrotêta {kekerasan} sou {-mu} kai {dan} ametanoêton {yang tidak mau bertobat} kardian {hati} thêsaurizeis {engkau menimbun} seautô {bagi dirimu sendiri} orgên {hukuman} en {pada} hêmera {hari} orgês {penghukuman} kai {dan} apokalupseôs {penampakan} dikaiokrisias {hukuman yg adil} tou theou {dari Allah}

σκληρότης - SKLÊROTÊS = 'kekerasan hati', 'ketegaran'. Oalam kalimat Yunani "AMETANOÊTON KARDIAN", 'hati yang tak mau bertobat', disusun sejajar dengan 'ketegaran', sehingga terjemahan sebaiknya berbunyi, 'disebabkan (atau setimpal dengan) ketegaranmu dan keengganan hatimu untuk bertobat'. Kata 'Menimbun', Yunani θησαυρίζω - THÊSAURIZÔ, bandingkan Inggris "treasure", 'harta'. Terjemahan harfiah bagian terakhir ayat ini berbunyi, 'pada hari murka dan penyataan hukuman Allah yang adil' .

Dalam ayat 5 ini Paulus membuka kedok orang yang serba saleh tadi. Sesungguhnya, mereka 'tegar' dan 'enggan bertobat'. Mereka berkhayal kesalehan mereka akan melindungi mereka dari hukuman Tuhan. Sebaliknya, di mata Tuhan kesalehan itu merupakan ketegaran dan keengganan untuk bertobat.

Uraian Paulus semakin mirip dengan celaan yang dilontarkan kepada bangsa Israel pada zaman PL. 'Ketegaran' terdapatjuga dalam Kitab Ulangan 9:27; bandingkan Keluaran 32:9. 'Hari murka' diancamkan kepadu mereka dalam Yesaya 13: 13; Ratapan 2 :21. Maka semakin jelaslah bahwa tuduhan Paulus, yang mula-mula masih bersifat umum ('hai manusia', dalam ayat 1), sebenarnya diarahkan kepada tokoh-tokoh agama Yahudi (bnd. ayat 17). Kita teringat akan pidato Stefanus dalam Kisah 7:51-53.

"Menimbun" (THÊSAURIZÔ) berkaitan dengan keyakinan sementara orang Yahudi (dan penganut agama-agama lain, termasuk sebagian orang Kristen), yaitu bahwa manusia yang saleh menimbun kebaikan menjadi harta yang akan menjadi pertolongannya pada hari kiamat. Di sini kita menemukan sikap menghitung-hitung dosa dan kebaikan, anggapan seakan-akan dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan amal adalab perbuatan-perbuatan tersendiri, yang masing-masing dinilai dan dijumlahkan bagaikan uang yang keluar atau masuk pada rekening bank. Dalam bahasa Yunani perkataan 'menimbun' (THÊSAURIZÔ) memang serumpun dengan 'harta' (Yunani: θησαυρός - THÊSAUROS. Paulus menolak pengertian itu dengan cara membalikkannya: bukannya kebaikan, melainkan murka Tuhan yang ditimbun. Jadi, 'Menimbun' di sini dapat dikatakan mengandung arti ironis.

Kita dapat bertanya, mengapa Paulus bersikap begitu keras terhadap orang yang mengandalkan kebenaran sendiri (karena merasa telah melaksanakan syariat Taurat) hingga mereka berani menghakimi orang lain dan menyangka dirinya sendiri akan luput dari hukuman? Menjawab pertanyaan itu, kita mencatat bahwa barang siapa mengandalkan kebenaran sendiri agaknya menganggap Tuhan sebagai Hakim yang keras, bahkan sebagai musuh. Terhadap Hakim dan musuh itu dicarinya perlindungan, yaitu pada perbuatan baik yang ditimbunnya menjadi pembelaan pada hari kiamat. Kita teringat di sini akan perumpamaan tentang tatenta, Matius 25:14:30, khususnya ayat 24 (bnd. Roma 10:6-8). Sebaliknya, Tuhan mau dikasihi, Dia mau dilayani karena dorongan kasih. Kasih itu 'tidak cemburu, tidak memegahkan diri, tidak sombong, ia tidak bersukacita karena ketidak-adilan, ia menutupi segala sesuatu' (1 Korintus 13:4, 6, 7). Dapatlah kita tambahkan: kasih tidak menghitung-hitung. Maka kasih itulah yang tidak dapat tidak menemani iman, yang mengandalkan rahmat Tuhan, bukan kebaikan sendiri.

Ternyata sesungguhnya tidak ada pertentangan antara pendirian Paulus perihal hubungan antara iman dan perbuatan dengan pendirian yang dikemukakan Yakobus (Yakobus 2:17 dyb.). Lagi pula, dalam surat-surat Paulus (kecuali 1 Timotius dan Titus) kata 'perbuatan' selalu memakai bentuk tunggal kalau dipakai dengan arti positif. Sebaliknya, bentuk majemuk muncul kalau 'perbuatan' dipakai dalam arti negatif: perbuatan-perbuatan hukum Taurat (Roma 3:20 dyb.). 'Perbuatan (amal)' menurut keyakinan Paulus hanya satu, yaitu sikap dasar yang ditandai kasih, yang menjadi nyata dengan berbagai cara. Maka, dilihat dari pihak Allah, hal itu berarti babwa Allah dalam peradilan-Nya tidak membuat perhitungan dengan manusia sebagaimana dilakukan seorang bankir, berdasarkan angka-angka pada rekening orang bersangkutan. Allah melihat hati manusia (1 Samuel 16:7), sifat dasar yang menentukan seluruh kehidupan manusia.

2:6 LAI TB, Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya,
KJV, Who will render to every man according to his deeds:
TR, ος αποδωσει εκαστω κατα τα εργα αυτου
Translit interlinear, hos {yang} apodôsei {akan membalas} hekastô {kepada masing2 orang} kata {menurut} ta erga {perbuatan2} autou {-nya}

lsi ayat ini, dan ayat 6-11 pada umumnya, telah banyak menyusabkan kaum penafsir, karena tampaknyabertentangan dengan inti pokok amanat Surat Roma (bnd. Roma 3:27 dll.). Apa maksud Paulus di sini? Tentang persoalan ini kami memberi beberapa catatan.

Pertama, pembalasan menurut perbuatan tidak asing dalam Perjanjian Baru sebagaimana juga dalam Perjanjian Lama. Kita sekali lagi teringat akan perumpamaan tentang talenta. Dapat disebut juga Matius 7:21-23; Yohanes 5:29; 2 Korintus 5:10.

Kedua, ayat ini mengutip Mazmur 62:13. Di sana pembalasan menurut perbuatan dihubungkan dengan kasih setia Tuhan ( חֶסֶד - KHESED, kesetiaanNya pada perjanjian). Karena Tuhan berpegang pada perjanjian-Nya dengan umat-Nya (itulah kasih setia-Nya) maka Ia ingin supaya umatNya pun melakukan dengan setia ketetapan dan peraturan yang termasuk perjanjian itu (Ulangan 5: 1 dyb.; 6:2). Apa isi pokok ketetapan dan peraturan itu? "Kasihilah ... dengan segenap hatimu ..." (Ulangan 6:5).

Maka (inilah catatan ketiga) dalam ayat-ayat ini Paulus membenarkan sekaligus melawan pandangan dan sikap yang digambarkan dalam ayat 2-5. Telah kita lihat babwa sikap angkuh orang-orang yang menghakimi orang lain itu didasari pengertian tentang perbuatan amal (dan tentang perbuatan dosa) yang menghitung-hitung perbuatan itu. Orang yang demikian seakan-akan memilih rekening pada bank sorgawi. Kalau sikap mereka digali lebih dalam, ternyata mereka seperti hamba yang ketiga dalam perumpamaan, yang yakin tuannya kejam. Paulus tampaknya membenarkan sikap ini: memang, perbuatan itu mabapenting, karena akan menentukan nasib manusia pada hari kiamat. Namun, katanya (ayat 7-8), perbuatan amal yang akan mendapat pembalasan itu bukan perbuatan yang kamu sangka. Apa yang kamu sebut perbuatan amal sama sekali tidak layak disebut amal, sebab merupakan barang mati, bunga yang sudah dipotong sehingga layu dan mati. Dengan perkataan lain, Paulus mencela orang Yahudi (dan penganut agama manapun, termasuk agama Kristen, yang merasa puas karena prestasinya di bidang agama) bukan karena mereka mementingkan perbuatan baik, melainkan karena mereka justru tidak melakukannya. Dalam ayat berikutnya Paulus mengungkapkan apa yang sesungguhnya merupakan perbuatan baik.

2:7 LAI TB, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan,
KJV, To them who by patient continuance in well doing seek for glory and honour and immortality, eternal life:
TR, τοις μεν καθ υπομονην εργου αγαθου δοξαν και τιμην και αφθαρσιαν ζητουσιν ζωην αιωνιον
Translit interlinear, tois {kepada orang2 yang} men {di satu pihak} kath hupomonên {dengan tekun} ergou {dalam perbuatan} agathou {baik} doxan {kemuliaan} kai {dan} timên {penghargaan} kai {dan} aphtharsian {ketidak-fanaan} zêtousin {berusaha mendapat} zôên {memebrikan hidup} aiônion {yang kekal}

LAI menyusun kalimat sedemikian rupa, hingga 'mencari ... ketidakbinasaan' tergantung pada 'berbuat baik'. Dalam kalimat Yunani susunan kedua bagian kalimat ini terbalik. Terjemahan harfiah berbunyi, 'kepada mereka yang mencari kemuliaan dst. dengan ketekunan (dalam) perbuatan baik'. 'Dengan ketekunan', Yunani: "kath hupomonên", dari istilah "υπομονη - HUPOMONÊ" (yang adalah salah satu sifat adri kasih, lihat di kasih-itu-vt379.html#p797 dan juga bisa dilihat penjabaran kata ini di artikel di menanti-dengan-catenaccio-dan-counter-attack-vt997.html#p3040 ).

Mencari dalam hubungan dengan 'ketekunan' menunjukkan pemusatan seluruh perhatian dan segala tenaga pada tujuan yang satu itu, bandingkan Filipi 3: 12-14. Istilah Yunani yang diterjemahkan dengan (ke)tekun(an) dapat juga berarti 'kesabaran'. Paulus sering memakainya dengan arti itu (misalnya 2 Kor. 1:6). Namun, 'kesabaran' itu tidak bersifat pasif. Mungkin lebih tepat kalau kita memakai terjemahan 'ketahanan' atau 'keuletan'. Batasan 'keuletan' dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memang kena-mengena dengan hupomonê, 'hal tidak mudah putus asa disertai kemauan keras untuk mencapai tujuan dan cita-cita; ketabahan dan kekerasan hati; kecakapan dan kegiatan yang bersungguh-sungguh; kecakapan dan ketahanan berjuang'. Memang kedua pengertian 'tekun' dan 'sabar' tidak usah dipisahkan (bnd. Roma 5:4), sebab dalam upaya mengatasi rintangan kita membutubkan kedua-duanya. Kita tidak bersemangat hendak mengatasinya kalau tidak ada ketekunan, dan kita tidak sanggup mengatasinya kalau tidak ada kesabaran.

Menyusullah ketiga perkara yang dicari: kemuliaan, kehormatan dan ketidak-binasaan. Di sini juga muncul pertanyaan, yang berkaitan dengan masalah yang timbul dalarn hubungan dengan ayat 6: apakah manusia diharapkan berbuat baik demi upahnya? Di sini juga, pertama-tama kita catat bahwa gagasan upah tidak asing dalam PB (bnd. sekali lagi perumpamaan talenta, juga Matius 5:12; Wahyu 22:12). Kemudian kita memperhatikan dulu isi ketiga perkataan tersebut.

Kemuliaan pertama-tama dimiliki Tuhan. Bandingkan istilah bahasa Ibrani כָּבוֹד - KABOD dalam PL: cahaya terang yang mengelilingi Tuhan bilamana Tuhan menyatakan diri-Nya. Tetapi Tuhan telah menciptakan manusia 'menurut gambar dan rupa-Nya', sehingga manusiapun mendapat bagian dalam kemuliaan itu. Tentu kemuliaan itu menjadi kehormatan baginya. Kita teringat di sini akan Mazmur 8:6; di sana juga terdapat (dalam terjemahan Yunani/LXX) pasangan kata yang sama, yaitu 'kemuliaan' dan 'kehormatan', Maka 'kemuliaan' itu menandakan pula hubungan yang sempurna antara manusia dengan Tuhan. Akibat dosa, manusia kehilangan kemuliaan itu (Paulus dalam Roma 3:23, dengan menurun sebagian tradisi Yahudi). Tetapi Kristus, Manusia yang Baru, telah memperoleh kembali kemuliaan dan kehormatan itu (Ibrani 2:7; 2 Petrus 1 :17; di sana terdapat pasangan kata yang sama). Makin dekat orang percaya kepada Kristus, makin mereka memperoleh bagian dalam kemuliaan itu (2 Korintus 3, khususnya ayat 18). Maka kemuliaan dan kehormatan itu hanya diperoleh dalam kesatuan dengan Kristus.

Hal yang sama dapat dikatakan tentang ketidak-binasaan. Bukankab manusia dalam firdaus tidak mengenal kematian? Anugerah itu pun hiJang karena dosa. Tetapi karena bersatu dengan Kristus, yang telah mengalahkan maut, manusia memperoleh kembali hidup yang kekal. Ketiganya: kemuliaan, kehormatan, dan ketidakbinasaan - merupakan hasil hubungan kita dengan Kristus. Maka tidak kebetulan kalau juga dalam 1 Korintus 15:40-42 ketiganya muncul bersama ('kehormatan' dalam bentuk negatif, 'kehinaan').

Dalam kehidupan ini orang percaya belum sepenuhnya mendapat bagian dalam harta-harta tersebut. Agama Kristen bukan suatu ngelmu yang membuat kita memiliki kekuatan dan rupa yang supra-alami (adikodrati). Namun, dalam kehidupan ini juga kemuliaan dst. itu mulai terasa. Manusia yang oleh Kristus dibebaskan dari kuasa-kuasa jabat dan yang hidup menurut Roh Kudus mulai menempuh cara hidup yang lain. Hubungannya dengan Allah dan sesamanya manusia berubah. Ia tidak lagi akan mengambil sikap membudak, menjilat terhadap sesamanya, ia tidak akanlagi berakal bengkok dan licik, tidak lagi hanya memikirkan keuntungan sendiri, tidak lagi hanya memikirkan kepentingan sendiri, tidak begitu tegang lagi, tidak kecut hati, tidak membudak pada peraturan-peraturan, Ia telab menjadi orang merdeka; ia berani bersungguh-sungguh. Sikap seperti itu akan mendatangkan padanya hormat dari Allah dan dari semua orang yang tulus (Roma 14: 18). Ia berani menentang dosa, bahkan tidak lagi takut akan maut.

Maka jelaslah menurut pengertian Alkitab ketiga hal itu - kemuliaan, kehormatan, ketidakbinasaan - bukanlah barang-barang yang dapat kita kejar seakan-akan merupakan upah yang kita harapkan karena kita berkelakuan baik. Sebab kita hanya dapat mendambakannya sambil mendambakan persekutuan dengan Kristus, damai sejahtera dari Allah, dan bimbingan Roh Kudus.

2:8 LAI TB, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman.
KJV, But unto them that are contentious, and do not obey the truth, but obey unrighteousness, indignation and wrath,
TR, τοις δε εξ εριθειας και απειθουσιν μεν τη αληθεια πειθομενοις δε τη αδικια θυμος και οργη
Translit interlinear, tois {kepada mereka yang} de {tetapi (dilain pihak)} ex {karena} eritheias {sikap mementingkan diri sendiri} kai {lalu} apeithousin {tidak taat/ tidak percaya} men tê alêtheia {kepada kebenaran} peithomenois {menaati} de {melainkan} tê adikia {perbuatan yg tidk benar} thumos {memberikan kegeraman} kai {dan} orgê {hukuman}

'Yang mencari kepentingan sendiri' merupakan terjemahan kata Yunani EX ERITHEIAS, Kata depan εξ - ex menunjukkan asal sesuatu/seseorang, dan dengan demikian dapat juga mengacu pada sifat. Arti ἐριθεία - ERITHEIA di sini tidak pasti. Pernah kata ini dihubungkan dengan ἔρις - ERIS, pertikaian ('yang suka bertikai'). Agaknya lebih tepat, karena lebih cocok dengan ayat-ayat terdahulu, kalau eritheia dihubungkan dengan kata kerja "ERITHEUEIN", 'menjadi orang upahan, bermental orang upahan', 'hanya memikirkan keuntungan', seperti hamba yang ketiga dalam perumpamaan talenta. Jadi, terjemahan 'mencari kepentingan sendiri' perlu dipahami dari latar belakang tersebut. 'Kelaliman', Yunani ἀδικία - ADIKIA, (bandingkan Roma 1:18).

Hubungan antara 'mencari kepentingan sendiri' dan 'tidak taat kepada kebenaran' agaknya sudab jelas dari tafsiran ayat 5-7. 'Kebenaran' (ἀλήθεια - ALÊTHEIA) sama seperti dalam ayat 2 berarti 'kehendak-Nya yang telah dinyatakan' (bnd. juga Roma 2:20). 'Kelaliman', sama seperti dalam 1:18, sebaiknya diterjemahkan 'kejabatan'. Maka yang pertama lebih cenderung ke 'dosa di bidang agama' (bnd. 'kefasikan' dalam 1:18), yang kedua ke 'dosa terhadap sesama manusia'. Antara 'murka' dan 'geram' tidak ada perbedaan berarti. Keduanya mengacu pada hukuman kekal, sebagai lawan hidup kekal dalam ayat 7.

Pemakaian kata-kata 'tidak taat kepada kebenaran' berarti bahwa 'ketaatan' itu justru dapat dipandang sebagai salah satu istilah yang mengungkapkan sifat dasar manusia yang diperkenankan Allah. Yaitu bukan ketaatan seorang upahan (bnd. Yohanes 10:12), melainkan ketaatan yang penuh kerelaan karena mengasihi Tuhan. Dengan demikian arti 'ketaatan' dekat dengan 'iman'. Sebaliknya, 'ketidak-taatan' menunjukkan kejahatan, bahkan merupakan kejahatan semata-mata.

2:9 LAI TB, Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang yang hidup yang berbuat jahat, pertama-tama orang Yahudi dan juga orang Yunani,
KJV, Tribulation and anguish, upon every soul of man that doeth evil, of the Jew first, and also of the Gentile;
TR, θλιψις και στενοχωρια επι πασαν ψυχην ανθρωπου του κατεργαζομενου το κακον ιουδαιου τε πρωτον και ελληνος
Translit interlinear, thlipsis {penindasan} kai {dan} stenkhôria {kesusahan} epi {atas} pasan {setiap} psukhên {jiwa} anthrôpou {manusia} tou {yang} katergazomenou {melakukan} to kakon {yang jahat} ioudaiou {orang yahudi} te {dan} prôton {pertama-tama} kai {juga} hellênos {orang yunani (orang kafir)}

'Akan menimpa' merupakan terjemahan kata depan επι - EPI, yang berarti 'kepada, atas'. Jadi, bentuk kala depan tidak ada dalam naskah asli, namun dapat dipertahankan berdasarkan latar belakang ayat 6. 'Setiap orang yang hidup' merupakan terjemahan "pasan psukhên anthrôpou", harfiah: 'setiap jiwa manusia'. Sudah tentu kata ψυχή - PSUKHÊ tidak boleh diartikan seakan-akan hukuman berlangsung hanya atas jiwa manusia. Terjemahannya cukup 'setiap manusia/orang' saja. κατεργάζομαι - KATERGAZOMAI, 'berbuat'.

Kita dapat bertanya, mengapa ayat 7-8 diulang lagi (dalam bentuk silang) dalam 9-10? Ada yang berkata: karena pembalasan yang dilukiskan dalam ayat 9-10 ini adalab pembalasan yang diterima selama kehidupan ini, sedangkan yang disebut dalam 7-8 berkaitan dengan hukuman terakhir. Tetapi perlu dicatat babwa ayat 9-10 masih terus tergantung pada 'Ia akan membalas' dalam ayat 6. Mungkin Paulus membutuhkan pengulangan ini agar nanti ia dapat menambahkan bahwa dalam semuanya itu pun kaum Yahudi mendahului kaum Yunani (non-Yahudi).

Penderitaan bukan penderitaan biasa, melainkan bencana besar (Kisah 7:11), khususnya yang akan dialami pada akhir zaman (Markus 13:19, 24; Wahyu 7: 14). Perkataan itu dapat juga menyandang arti 'penindasan yang dialami orang percaya' (Kisah 14:22; Roma 8:35), yang tentu bukan artinya di sini. Terjemahan terbaik 'kesusahan', seperti yang disajikan LAI dalam Wahyu 7:14. Kesesakan menunjukkan keadaan terdesak dari semua segi, sehingga tidak ada lagi jalan keluar lantaran murka Sang Hakim.

Tradisi yang kuat, yang diwakili Thomas dari Aquino, Calvin, dan Barth, menegaskan bahwa θλῖψις - THLIPSIS (penderitaan) menunjukkan penderitaan lahir, sedangkan στενοχωρία - STENOKHÔRIA (kesesakan) penderitaan batin.

Hukuman itu, sebagaimana juga keselamatan dalam Roma 1:16 dan dalam ayat 10, berlaku pertama-tama bagi orang Yahudi, dan juga bagi orang Yunani. Hak-hak istimewa orang Yahudi, tempat mereka yang istimewa dalam sejarah keselamatan, tetap dipertahankan. Tetapi hak-hak itu temyata tidak hanya menguntungkan (Roma 1:16), melainkan dapat juga merugikan, karena menyebabkan hukuman menimpa mereka dengan lebih cepat dan lebih hebat (bnd. juga Amsal 3:2; Matius 11 :21 dyb.; Lukas 12:48). Maka privilege itu bagi orang Yahudi (dan bagi kita, yang menurut Roma 11 mendapat bagian dalam hak-hak istimewa itu) tidak dapat menjadi alasan bersenang saja. Seperti dikatakan dalam Roma 11 :20, 'Janganlah kamu sombong, tetapi takutlah!' 'Yunani' di sini, sebagaimana dalam 1:16, berarti semua orang non-Yahudi.

2:10 LAI TB, tetapi kemuliaan, kehormatan dan damai sejahtera akan diperoleh semua orang yang berbuat baik, pertama-tama orang Yahudi, dan juga orang Yunani.
KJV, But glory, honour, and peace, to every man that worketh good, to the Jew first, and also to the Gentile:
TR, δοξα δε και τιμη και ειρηνη παντι τω εργαζομενω το αγαθον ιουδαιω τε πρωτον και ελληνι
Translit interlinear, doxa {kemuliaan} de {tetapi} kai {dan} timê {penghargaan} kai {dan} eirênê {damai sejahtera} panti {kepada setiap (orang)} tô ergazomenô {yang melakukan} to agathon {yang baik} ioudaiô {orang yahudi} te prôton {yang pertama2} kai {juga} hellêni {orang yunani}

Ayat ini mengulangi ayat 7, hanya perkataan 'ketidak-binasaan' diganti 'damai sejahtera'. εἰρήνη - EIRÊNÊ (damai sejahtera) tentu berlatar belakang perkataan Ibrani שָׁלוֹם - SYALOM, kedamaian dengan Allah (bnd. 5: 1) dan kerukunan dengan sesama manusia. Apakah penggantian 'ketidak-binasaan' dengan 'damai sejahtera' ini merupakan petunjuk bahwa yang dimaksud dalam 9-10 menang dampak hukuman Allah dalam kehidupan ini (bnd. tafsiran ayat 9)? Perlu kita perhatikan bahwa 'ketidak-binasaan' merupakan sifat yang mulai menyatakan diri di dalam kehidupan ini (bnd. tafsiran ayat 7), sedangkan 'damai' menandakan pula dunia yang akan datang.

2:11 LAI TB, Sebab Allah tidak memandang bulu.
KJV, For there is no respect of persons with God.
TR, ου γαρ εστιν προσωποληψια παρα τω θεω
Translit interlinear, ou {tidak} gar {sebab} estin {ada} prosôpolêpsia {sikap memandang muka} para {pada} tô theô {Allah}

Lebih tepat kalau προσωπολημψία - PROSÔPOLÊMPSIA diterjemahkan 'tidak memandang muka' , sebagaimana dilakukan LAl dalam Efesus 6:9 dan Yakobus 2:1, sebab πρόσωπον - PROSÔPON berarti 'muka/ face'. Bandingkan Kolose 3:25, LAI: 'memandang orang'. Dalam PL (terjemahan LXX) 'memandang muka' dapat memiliki arti positif (Ulangan 28:50; 2 Raja 3:14) di samping yang negatif (Imamat 19:15). Dalam PB artinya selalu negatif.

Ayat 11 menyimpulkan bagian pertama pasal 2. Terjemahan harfiah ayat ini berbunyi: "Sebab pada Allah tidak ada sifat memihak/ memandang muka." Hal itu juga dikatakan tentang Allah dalam PL, Ulangan 10: 17 dan 2 Tawarikh 19:7. Namun, di sini istilah tersebut mendapat arti khusus, karena menyangkut kedudukan umat Yahudi dibandingkan dengan bangsa-bangsa non- Yahudi. Jadi, di tempat ini 'tidak memandang muka' berarti: tidak akan memperlakukan orang Yahudi dengan lebih lunak karena kedudukan istimewa mereka. (Dan sebaliknya: tidak akan memperlakukan orang non-Yahudi lebih keras sebab dia kafir.) Dalam hukuman Allah setiap orang akan diadili menurut kaidah yang sama, dengan tidak membedakan keturunan Abraham (Matius 3:8), penerima hukum Taurat (ayat 17-20) dan sunat (25-29), dari bangsa-bangsa kafir. Atau, kalau dikenakan pada zaman kita sendiri, semua orang akan diadili menurut kaidah yang sama, dengan tidak membedakan penganut agama ini atau itu atau anggota kelompok ini atau itu dari yang bukan anggota.

Kesimpulan Roma 2:1-11

Ada orang yang berani menghakimi orang lain (yaitu bangsa-bangsa kafir yang dosanya disebut Roma 1:18-32) sebab mereka sangka bahwa dirinya akan luput dari hukuman Allah. Tetapi hendaklah mereka sadari bahwa Allah tidak memandang muka. Ia akan mengadill setiap orang menurut perbuatannya. Dengan demikian Paulus mematahkan khayalan orang yang menyangka mereka terlindung dari hukuman karena status mereka yang istimewa sebagai orang pilihan. Sekaligus bagi mereka yang selama ini bukan orang pilihan dibukanya pintu kepada keselamatan. Hanya, kita perlu memperhatikan dua hal:

Pertama, perkataan Paulus yang keras terhadap golongan pertama (orang pilihan) harus dibaca dengan latar belakang Roma 3:1-3 (bnd. juga Roma 9:4-6). Artinya, status yang mereka banggakan itu memang ada, meski tidak diberikan kepada mereka agar dijadikan kebanggaan.

Kedua, dalam pasal 2 ini pintu bagi yang bukan orang pilihan (bangsa-bangsa non-Yahudi) belum terbuka lebar -lebar. Dibukanya pintu itu seakan-akan kebetulan, sebagai hasil sampingan penalaran yang mematahkan kebanggaan orang pilihan. Barulah mulai dari Roma 3:21-31 dyb. ditunjukkan cara karya Kristus dan karya Roh Kudus membuka kesempatan bagi orang kafir untuk 'mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidak-binasaan dengan ketekunan dalam perbuatan baik.'
User avatar
BP
RITA WAHYU (Founder SPB)
RITA WAHYU (Founder SPB)
Re: Roma pasal 2: Dengan Taurat & Tanpa Taurat
Post by BP » Tue Sep 10, 2013 3:45 pm

II. Dengan Hukum Taurat dan Tanpa Hukum Taurat
(Roma 2:12-16)

Pendahuluan

Ayat-ayat ini menyambung bagian terdahulu, khususnya ayat 11. Di dalamnya masuk unsur baru, yaitu hukum Taurat. Sama seperti status orang pilihan tidak memberi perlindungan terhadap hukuman Allah, begitu pula dimilikinya hukum Taurat tidaklah merupakan pertahanan terhadap hukuman itu.

2:12 LAI TB, Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan semua orang yang berdosa di bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat.
KJV, For as many as have sinned without law shall also perish without law: and as many as have sinned in the law shall be judged by the law;
TR, οσοι γαρ ανομως ημαρτον ανομως και απολουνται και οσοι εν νομω ημαρτον δια νομου κριθησονται
Translit interlinear, hosoi {semua (orang) yang} gar {sebab} anomôs {tanpa hukum (taurat)} hêmarton {berdosa} anomôs {tanpa hukum (taurat)} kai {juga} apolountai {akan binasa} kai {dan} hosoi {semua} en {yang di dalam} nomô {hukum (taurat)} hêmarton {berdosa} dia {dengan (berdasarkan)} nomou {hukum (taurat)} krithêsontai {akan dihakimi}

νόμος - NOMOS adalah hukum Taurat, penyataan kehendak Allah dalam PL. 'Tanpa hukum Taurat', Yunani ἀνόμως - ANOMÔS ("a" = tidak). 'Di bawah hukum Taurat' (en nomô), harfiah, 'di dalam hukum Taurat', yang artinya dalam Iingkungan hukum Taurat. Maka en nomô adalah lawan anomos. Dalam 'oleh hukum Taurat' (dia nomô, "dia" sebaiknya diterjemahkan 'berdasarkan', 'karena'.

Di sini pertama kali dalam Surat Roma, Paulus memakai istilah 'hukum (Taurat)', Yunani: νόμος - NOMOS Dalam lingkungan kebudayaan Yunani NOMOS berarti: kaidah, hukum, undang-undang dalam arti umum. Di sini Paulus memakainya dalam arti khusus 'hukum Taurat'.

Hukum Taurat itu adalah hukum yang sebenar-benarnya, karena merupakan hukum tertulis, bahkan yang ditulis oleh Allah sendiri (Keluaran 31: 18). Karena itu, tidak ada hukum yang dapat dibandingkan dengan hukum Taurat. Tiap-tiap bangsa non-Yahudi mempunyai hukumnya sendiri. Namun, karena mereka tidak memiliki hukum yang sebenar-benarnya itu, mereka disebut ANOMÔS, dalam maksud: yang tanpa hukum Taurat!. Sebaliknya, orang Yahudi bangga karena mereka menjadi pemilik hukum yang begitu luhur melalui Musa.

Ayat 12 ini menyambung ayat 11 (sebab), karena membuktikan sekaligus menjelaskan apa yang dikatakan di sana. Bangsa-bangsa non-Yahudi berbuat dosa tanpa mengenal petunjuk-petunjuk yang tercantum dalam hukum Taurat. Karena itu mereka akan binasa, artinya: kena
murka Allah dalam hukuman terakhir (ayat 8), meskipun mereka tidak memiliki hukum Taurat.
Sebaliknya, orang (Yahudi), yang berdosa kendati mereka memiliki petunjuk-petunjuk tersebut di atas, akan tetap dihakimi (diadili) oleh hukum Taurat. Artinya, hukum Taurat itu akan menjadi pengadu dalam hukuman terakhir itu, akan menjadi kaidah dalam menentukan hukuman.

Kata kerja 'menghakimi' memang masih bersifat umum, belum tentu pesakitan akan dihukum bersalah. Namun, di sini kita sudah mulai mendengar dari jauh ancaman yang berhubungan dengan hukum Taurat dalam Roma 4:15 dan 7:9 dyb., yaitu bahwa hukum Taurat itu 'membangkitkan murka' (Roma 4:15), sebab 'menghidupkan dosa' (Roma 7:9 dyb. Kemudia nanti pelajari secara khusus pernyataan Rasul Paulus dimana dia dulu pernah "melayani Hukum Allah (Taurat)" sekaligus paradoksnya, yaitu "melayani hukum dosa" dalam Roma 7:25), bandingkan juga Roma 3:19; 1 Korintus 15:56.

Di sini, sama seperti dalam ayat 1-11, Paulus sedang berperkara dengan orang Yahudi (Yahudi Kristen yang berupaya agan orang Kristen yang berasal dari non-Yahudi juga harus melakukan ketentuan Taurat Musa). Jadi, yang mendapat tekanan (juga dalam membacakannya) ialah bagian kedua ayat 12.

2:13 LAI TB, Karena bukanlah orang yang mendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah, tetapi orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan.
KJV, (For not the hearers of the law are just before God, but the doers of the law shall be justified.
TR, ου γαρ οι ακροαται του νομου δικαιοι παρα τω θεω αλλ οι ποιηται του νομου δικαιωθησονται
Translit interlinear, ou {bukan} gar {sebab} hoi akroatai {pendengar2} tou nomou {hukum (taurat)} dikaioi {benar} para {di hadapan} tô theô {Allah} all {tetapi} hoi poiêtai {pelaku2} tou nomou {hukum (taurat)} dikaiôthêsontai {akan dibenarkan}

'Benar' dan 'dibenarkan', Yunani dikaioi, dikaiôthêsontai, bnd. Roma 1:17. 'Orang yang mendengar/melakukan', akroatai/ poietai, 'kaum pendengar/ pelaku' .

Ayat 13 ini menyambung (karena) bagian kedua ayat 12 dan menyajikan alasannya. Orang yang mendengar hukum Taurat adalah peserta ibadah dalam sinagoga, sebab di sana Taurat itu dibacakan setiap hari Sabtu. Demi pengertian yang baik, kita dapat memasukkan 'semata-mata': 'bukan mereka yang semata-mata mendengarnya, melainkan orang yang melakukannya akan dibenarkan' , bandingkan Matius 7 :26 dan Yakobus 1:22. Melakukan berarti 'mematuhi perintah-perintahnya'.

Tentu maksud Paulus bila mengatakan melakukan hukum Taurat bukanlah upaya yang telah ditolaknya dalam ayat 5 (lihat tafsiran). Melakukan hukum Taurat ialah mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati dst. lsi hati itulah yang akan menjadi obyek pemeriksaan dalam hukuman terakbir. Maka mereka yang berupaya melakukan perintahperintah hukum Taurat karena dorongan kasih, merekalah yang memenuhi syarat-syarat perjanjian, sehingga akan 'dibenarkan'. Artinya, dinyatakan benar dalam hukuman terakhir. Di sini Paulus belum menguraikan bagaimana manusia dapat menjadi pelaku hukum Taurat, bagaimana manusia dapat menjadi benar di hadapan Allah; uraian tentang itu barulah dimulainya dalam Roma 3:21 dyb. Di situ juga akan menjadi jelas, mengapa perkataannya dalam pasal2 ini mengenai 'pembalasan menurut perbuatan'. (ayat 6) dan 'pembenaran orang yang melakukan hukum Taurat' tidak bertentangan dengan perkataan dalam Roma 1:17b, 'Orang benar akan hidup oleh iman'.

2:14 LAI TB, Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri.
KJV, For when the Gentiles, which have not the law, do by nature the things contained in the law, these, having not the law, are a law unto themselves:
TR, οταν γαρ εθνη τα μη νομον εχοντα φυσει τα του νομου ποιη ουτοι νομον μη εχοντες εαυτοις εισιν νομος
Translit interlinear, hotan {apabila} gar {sebab} ethnê {bangsa2 kafir (non yahudi)} ta {yang} mê {tidak} nomon {hukum (taurat)} ekhonta {mempunyai} phusei {secara alami} ta {hal2} tou nomou {dari hukum (taurat)} poiê {melakukan} houtoi {(orang2) ini} nomon {hukum (taurat)} mê {tidak} ekhontes {mempunyai} heautois {bagi mereka sendiri} eisin {mereka adalah} nomos {suatu hukum (taurat)}

LAI mengabaikan "γαρ - GAR = 'sebab' pada permulaan ayat ini, yang mengnubungkannya dengan ayat terdahulu (lihat tafsiran). 'Bangsa-bangsa lain' merupakan terjemahan εθνη - ETHNÊ. Di sini agaknya lebih jelas kalau ETHNÊ diterjemahkan 'orang-orang kafir', atau 'bukan Yahudi', bandingkan Roma 1:5b. 'oleh dorongan sendiri', Yunani-nya φύσις - PHUSIS, harfiah 'oleh kodrat mereka/ secara alami' (lihat tafsiran). 'Yang dituntut hukum Taurat' merupakan terjemahan "ta tau nomou", harfiah: 'yang dari hukum (Taurat)'; terjemahan LAl memang tepat. Perlu diperhatikan bahwa 'hukum Taurat' merupakan terjemahan kata NOMOS, yang dapat juga diterjemahkan 'hukum' dengan arti umum, atau bahkan 'kaidah'. Tafsiran di bawah akan mempersoalkan terjemahan 'menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri'.

Ayat ini dari dulu menimbulkan kesulitan. Agaknya di sini diberikan penilaian tentang orang non-Yahudi (kafir) yang sama sekali berbeda dengan yang kita temukan dalam Roma 1:18-32 dan 3:9-20. Maka ayat ini telah memainkan peranan dalam diskusi para pakar teologi Kristen mengenai keselamatan manusia di luar Injil dan di luar agama Kristen.

Baiklah tafsiran diawali tiga catatan.

(1) Ayat ini tidak mengacu pada kasus yang fiktif belaka; kata penghubung ὅταν - HOTAN, 'apabila', tidak berarti 'seandainya'. Paulus berbicara mengenai kenyataan yang sungguh-sungguh terdapat di tengah dunia kekafiran: ada orang non-Yahudi yang perbuatannya ternyata sesuai dengan isi hukum Taurat.

(2) Kita tidak usah menafsirkan ayat ini seakan-akan 'orang kafir' yang dimaksud di sini adalah orang kafir yang telah masuk Kristen, sehingga mengenal kehendak Allah Melalui Injil. Tafsiran tersebut dikemukakan oleh Bapa gereja Augustinus dan oleh Karl Barth, karena mereka ingin mencegah pemakaian ayat ini sebagai dasar teologi yang optimistis mengenai kemampuan kodrat manusia di luar Injil.

(3) Yang paling penting: dalam membaca ayat ini dan yang berikut kita harus menempatkannya dalam kerangka seluruh pasal 2. Dalam pasal ini Paulus sedang menentang keyakinan orang Yahudi bahwa, karena mereka memiliki hukum Taurat, mereka akan luput dari hukuman yang akan dikenakan kepada orang kafir. Keyakinan itu ditentangnya dengan memakai dua alasan. Pertama, bahwa orang yang memiliki hukum Taurat, tetapi hanya menjadi pendengarnya, tidak akan dibenarkan, yang artinya dinyatakan benar dalam hukuman terakhir (ayat 13). Kedua, bahwa orang kafir pun ternyata memiliki hukum Allah (hukum Taurat), meskipun dengan cara lain (ayat 14-15).

Dalam bahasa asli "bangsa-bangsa lain (ETHNOS)" tidak memakai kata sandang. Jadi, yang dimaksud bukan orang kafir pada umumnya, melainkan beberapa orang saja, 'sementara/sebagian orang kafir'. Kita dapat mencatat juga bahwa kenyataan ini bertentangan dengan pandangan seakan-akan yang dimaksud di sini orang Kristen non-Yahudi. Sebab 'sementara orang kafir' itu bukanlah suatu golongan, melainkan beberapa orang perseorangan.

Tentang 'sementara orang kafir' itu dikatakan: (mereka) melakukan apa yang dituntut hukum Taurat. Ungkapan ini sama umumnya seperti 'sementara orang kafir" tadi. Artinya bukan '(seluruh) hukum Taurat', melainkan tuntutan-tuntutan hukum Taurat yang dihadapi dalam keadaan yang konkret, dalam peristiwa-peristiwa tertentu, boleh jadi dengan tidak disadari. Dalam kesempatan-kesempatan seperti itu ternyata orangorang yang tidak memiliki hukum Taurat memenuhi tuntutan-tuntutaunya. Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa bunyi ayat ini tidak membenarkan pandangan seakan-akan bagi Paulus kasus seperti ini merupakan kasus fiktif (khayalan) belaka. Mungkin kita malah dapat berkata bahwa kita pun mengenal kasus dalam lingkungan kita sendiri, yaitu orang non-Kristen yang kelakuannya sedemikian rupa, hingga membuat orang Kristen pun menjadi kagum (atau malu).

Paulus menambahkan kata-kata atas dorongan sendiri. Dalam bahasa Yunani di sini terdapat hanya sam perkataan saja, yaitujitsei, harfiah: oleh kodratnya PHUSIS = alam). Berhubung dengan kata-kata ini kita menghadapi dua masalah: (a) mengenai penempatannya, dan (b) mengenai terjemahan/ penafsirannya. Sbb:

(a) Kita dapat menghubungkan PHUSIS baik dengan kata-kata yang mendahului (memiliki hukum Taurat) maupun dengan yang menyusul (melakukan). Yang pertama dianjurkan sementara ahli berdasarkan arti PHUSIS dalam Roma 1:26; 2:27; 11 :21,24; Galatia 2: 15; Efesus 2:3. Dengan demikian artinya ialah, 'orang kafir, yang secara biologis/menurut kebangsaannya tidak memiliki hukum Taurat, melakukan ... '. Tafsiran kami akan bertolak dari terjemahan LAI.

(b) Filsafat Yunani, khususnya dalam aliran Stoa, mengenal wawasan pengetahuan tentang alam/dunia ilahi yang dirniliki manusia secara kodrati, sebab alam (kodrat) manusia (PHUSIS) serasi dengan kodrat (PHUSIS) dunia ilahi, Bertolak dari wawasan itu, filsuf Yahudi Philo dari Alexandria menyatakan bahwa Allah telah menegakkan 'hukum alam' (nomos fuseos), yang isinya sama dengan hukum Taurat. Hukum alam itu terjangkau oleh setiap manusia melalui nalar (νοῦς - NOUS, bnd. Roma 1:20 dyb.). Yang menjadi pertanyaan ialah apakah Paulus pun di sini memakai wawasan Yunani itu.

Dalam sejarah gereja, Roma 2:14 dyb. ini telah dijadikan nas pendukung 'teologia naturalis', yang menyatakan bahwa sebagian ajaran dan etika Kristen dapat dan memang telah dikenal dan dilaksanakan oleh orang non-Kristen. Keyakinan itu muncul pada beberapa teolog abad kedua (Yustinus Martyr) dan terutama menonjol dalam teologi Scholastik Abad Pertengahan dan dalam aliran-aliran Protestan yang mengalami pengaruh Pencerahan abad ke-18 dan ke-19.

Berhubung dengan masalah (b), kami menyajikan dua catatan:

(1) Dari sudut teologi Paulus. Paulus tidak pernah menyajikan antropologi (teori mengenai manusia) seperti yang digambarkan tadi. Wawasan filsafat Yunani tadi berdasarkan keyakinan bahwa manusia 'dari keturunan Allah juga' , bahwa ada hubungan kekerabatan antara Allah dengan manusia, bahwa kodrat manusia pada asasnya sama dengan kodrat ilahi (filsafat monisme, Allah dan manusia berasas tunggal). Bagi kita orang Timur monisme itu tidak asing; keyakinan itu terdapat juga dalam kebatinan, dalam filsafat-agama Tionghoa dan Jepang, bahkan juga dalam agama-agama suku. Cukup kita mempelajari mitos-mitos agama suku atau ajaran berbagai aliran kebatinan dan agama di sekitar kita, Paulus sama sekali tidak menganut monisme yang demikian. Ia yakin bahwa manusia ciptaan Allah, bukan keturunan-Nya. Maka, kalaupun di sini istilah PHUSIS diterjemahkan 'menurut tabiatnya, kodratnya', istilah tabiat/ kodrat tidak boleh diartikan secara falsafi.

(2) Telah dikatakan tadi, ayat 14 ditulis dalam rangka percakapan dengan orang Yahudi. Orang Yahudi itu yakin, mereka 'benar', dan akan 'dibenarkan' dalam hukuman Allah, sebab mereka memiliki hukum Taurat, yang tertulis. Sebaliknya, orang kafir fasik. Mereka akan mengalami hukuman Allah, sebab mereka tidak memiliki kaidah berupa hukum Taurat. Paulus menentang keyakinan itu dengan mengacu pada kenyataan bahwa memang ada orang kafir yang berbuat baik. Dari perbuatan itu disimpulkannya bahwa mereka pun memiliki hukum Allah. Mereka memilikinya secara 'kodrati'. Dalam diri mereka ada sesuatu yang menjadi sarana untuk mengetahui kehendak Allah.

Berdasarkan kedua catatan ini kita simpulan bahwa di sini Paulus tidak menyusun 'teologia naturalis'. Ia tidak juga menampung antropologi (filsafat tentang manusia) Yunani. Tetapi, berdasarkan kenyataan sehari-hari (bnd. catatan di atas mengenai orang-orang dalam lingkungan kita sendiri) ia nyatakan bahwa orang kafir pun dapat mengenal hukum Allah. Dengan cara apa, mengingat mereka tidak memiliki hukum Taurat secara tertulis? Untuk mengungkapkan cara itu Paulus meminjam istilah yang lazim dipakai dalam filsafat Yunani: 'secara kodrati'. Pemakaian istilah ini tidak berarti bahwa Paulus menerima wawasan Yunani yang monistis mengenai manusia. Pemakaiannya tidak juga bertentangan dengan isi Roma 1:18-32. Sebab di situ-pun ditegaskan bahwa Allah 'dapat nampak pada pikiran' manusia (Roma 1:20), dan bahwa orang kafir 'mengenal Allah' (Roma 1:21). Sebagaimana bangsa-bangsa dapat mengenal Tuhan meskipun mereka tidak memiliki Firman- Nya yang tertulis, demikian juga mereka dapat mengenal kehendak-Nya meskipun mereka tidak memiliki Taurat-Nya yang tertulis.

Bahwa Paulus di sini tidak menerima wawasan falsafi, tetapi hanya bertolak dari kenyataan sehari-hari, oleh LAl hendak diungkapkan dengan jalan memakai terjemahan oleh dorongan diri sendiri (atau 'atas kemauan sendiri'). Kita dapat juga berkata 'secara spontan'. Tetapi terjemahan 'berdasarkan kodrat mereka' juga dapat diterima, asal istilah 'kodrat' tidak dijadikan sebagai titik tolak pemikiran sistematis mengenai manusia pada umumnya.

Maka apa yang dilukiskan dalam ayat 14 ini bukanlah kodrat manusia, melainkan tindakannya, yang mungkin saja seturut hukum Taurat meski hukum Taurat tertulis tidak mereka kenai. Cara dan makna uraian Paulus dalam ayat 14 dyb. ini akan bertambah jelas bila kita melihat kesamaannya dengan cara PL berbicara mengenai bangsa-bangsa non-Yahudi (orang kafir). Pada umumnya, penilaian tentang mereka sangat negatif. Mereka adalah musuh Tuhan dan musuh umat Israel (bnd. Paulus dalam Roma 1 :18-32). Namun, di sana sini dalam PL muncul tokoh-tokoh non-Yahudi yang dilukiskan secara positif: Melkisedek, Yitro, Bileam, Naaman, Ayub. Mereka adalah tokoh-tokoh terpencil, yang muncul dengan tidak terduga. Tidak sah jikalau munculnya tokoh-tokoh tersebut dijadikan dasar teori mengenai pengetahuan akan Tuhan dalam agama-agama non- Yahudi (bukan Kristen). Namun, kenyataannya tidak bisa disangkal.

Walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri (ayat 14b). Kata-kata ini yang merupakan titik berat penalaran ayat 14. Di sini, sebagaimana juga sebelumnya, naskah Yunani memakai perkataan NOMOS yang dapatjuga diterjemahkan sebagai 'hukum' dalam arti umum. Namun, di sini tidak dinyatakan bahwa di dalam kodrat manusia kafir terletak hukum tersendiri, terlepas dari hukum Taurat, yang dapat saja dijadikannya sebagai patokan. Di pihak lain, tidak juga dikatakan bahwa orang kafir yang demikian memiliki (dengan cara lain) hukum Taurat yang sama seperti orang Yahudi. Yang dimaksud ialah, bahwa orang kafir itu juga mengenal tuntutan kehendak Allah seperti yang terdapat dalam hukum Taurat. Dengan demikian mereka menjadi patokan bagi dirinya sendiri. Maka terjemahan 'hukum' dapat diartikan sebagai 'kaidah', asal saja kita ingat bahwa kaidah itu asalnya dari Allah, bukan termasuk sifat kodrati manusia sendiri.

Kita menyimpulkan: ayat 14 ini menyambung ("γαρ - GAR"!) dan malah meruncingkan ayat 13. Ayat 13 sendiri masih dapat diartikan: yang akan dibenarkan ialah mereka (orang Yahudi) yang tidak hanya mendengar hukum Taurat, tetapi juga melakukannya. Itu juga yang dimaksud dalam Matius 7:26; Yakobus 1:22. Tetapi dalam ayat 14 ini Paulus melangkah lebih jauh. Di dalamnya arti ayat 13 diperluas lagi:
Dalam lingkungan orang kafir pun ada orang yang melakukan hukum Taurat (yang tertulis), kendati mereka tidak mendengarnya. Misalnya setiap orang bisa tahu dengan sendirinya (dengan hati nuraninya) bahwa mereka tidak diperbolehkan membunuh, mencuri, berzinah, mereka tahu dengan hati nuraninya menimbang-nimbang dasar-dasar etika yang baik dan tidak baik, dll. Dengan demikian terbukti mereka pun memiliki "hukum Tuhan." Dengan demikian Paulus membuktikan secara tuntas apa yang telah dinyatakannya mulai dari ayat 1 dyb., yaitu bahwa kedudukan istimewa orang Yahudi sebagai penerima hukum Taurat tidak akan melindungi mereka dalam hukuman terakhir.

Jadi, yang menjadi titik pusat ayat 14 bukan 'melakukan', melainkan 'memiliki'. Kenyataan itu pun seharusnya mencegah kita dalam mengartikan ayat 14 ini bertolak dari bagiannya yang pertama.

2:15 LAI TB, Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela.
KJV, Which shew the work of the law written in their hearts, their conscience also bearing witness, and their thoughts the mean while accusing or else excusing one another;)
TR, οιτινες ενδεικνυνται το εργον του νομου γραπτον εν ταις καρδιαις αυτων συμμαρτυρουσης αυτων της συνειδησεως και μεταξυ αλληλων των λογισμων κατηγορουντων η και απολογουμενων
Translit interlinear, hoitines {yang} endeiknuntai {menunjukkan} to ergon {perwujudan/ pekerjaan} tou nomou {hukum (taurat)} grapton {yang ditulis} en {di dalam} tais kardiais {hati} autôn {mereka} summarturousês {turut memberi kesaksian mendukung} autôn {mereka} tês suneidêseôs {hati nurani} kai {dan} metaxu allêlôn {satu sama lain} tôn logismôn {pikiran2 mereka} katêgorountôn {menyalahkan} ê {atau} kai {juga} apologoumenôn {membela}

'Sebab dengan itu mereka' merupakan terjemahan satu perkataan Yunani saja: hoitines, harfiah '(yaitu) barang siapa', bnd. Roma 1:25. 'Isi hukum Taurat' menurut terjemahan harfiah berbunyi 'perbuatan' (bentuk tunggal, bnd. tafsiran ayat 5) hukum Taurat. Kata-kata 'dan suara hati mereka turut bersaksi' merupakan genitif absolut, begitu pula kata-kata 'dan pikiran mereka' dst. 'Suara-hati/ hati nurani', Yunani συνείδησις - SUNEIDÊSIS, harfiah 'hal ikut mengetahui'. Dalam bagian ketiga ayat 15 λογισμός - LOGISMOS (LAI 'pikiran-pikiran'), dapat juga diterjemahkan 'pertimbangan-pertimbangan'.

Tafsiran ayat ini, termasuk hubungannya dengan ayat 16, mengalami kesulitan dari segi bahasa. Dalam ayat 15 kata kerja memakai bentuk kala kini, se.dangkan ayat 16 jelas berbicara mengenai hari hukuman terakhir. Maka bagaimana hubungan antara 15 (khususnya 15b) dengan 16? LAI memecahkan persoalannya dengan menyisipkan 'Hal itu akan nampak', yang tidak ada dalam naskah Yunani. Penafsir lain mencari jalan keluar dengan menghubungkan ayat 16 dengan 13 atau malah dengan mencoret 14-15 ataupun (sebagian) ayat 16. Tafsiran kami bertolak dari pandangan bahwa dalam ayat 15 Paulus sedang memikirkan masa kini, Lalu, sambil beralih ke ayat 16, ia menghubungkan isi 15b dengan masa hukuman terakhir.

Maka isi 15b berlaku baik pada masa kini maupun di saat hukuman terakhir itu. (Pendapat ini memang tidak jauh dari terjemahan LAI.)

Ayat 15 langsung melanjutkan ayat 14. Di situ telah dikatakan bahwa orang kafir pun memiliki hukum Allah, di sini dikatakan bahwa mereka malah rnemiliki hukum Allah yang 'tertulis'. Kata-kata tertulis di dalam hati mereka membuat kita ingat akan Yeremia 31:33. Kesamaan itu yang menyebabkan Augustinus berpandangan bahwa yang dimaksud dalam ayat 14-16 ini ialah orang- Kristen dari dunia kafir. Namun, artinya di sini lain. Yeremia berbicara mengenai bangsa Israel pada zaman akhir; Paulus berbicara mengenai (sejumlah/beberapa) orang kafir dari segala zaman, termasuk zamannya sendiri, Dipakainya perkataan 'tertulis' bukan dengan maksud mengaitkan ayat ini dengan nubuat Yeremia, melainkan untuk memperkuat lagi dalilnya, yaitu bahwa kepemilikan hukum Taurat tidak ada artinya dalam hukuman terakhir. Orang Yahudi melihat keistimewaan hukum Taurat justru dalam sifatnya sebagai hukum tertulis; maka Paulus di sini menyatakan bahwa hukum yang dimiliki sementara orang kafir pun merupakan hukum yang tertulis.

Ergon to nomou, 'perbuatan hukum (Taurat)', dekat artinya dengan dikaioma tou nomou dalam Roma 8:4. Di dalamnya kita mengamati dua unsur:
Pertama, berlainan dengan erga (jamak) tou nomou (Roma 3:20,28; Galatia 3:2) artinya positif. 'Perbuatan' ini memang menyebabkan kita 'dibenarkan' Tuhan (libat tafsiran ayat 5-6!).
Kedua, pemakaian bentuk tunggal ini memperlihatkan bahwa hukum Taurat tidak merupakan kumpulan hukum yang tidak beraturan dan yang membingungkan, tetapi menunjukkan kesatuan yang hakiki.

Apa yang dalam terjemahan LAI disebut suara-hati (hati nurani), menunjuk pada kesadaran yang ada di dalam diri manusia, yaitu kesadaran akan perbuatannya dan akan baik-buruknya perbuatan tersebut.

Dalam lingkungan Yunani asli dan helenistis, istilah SUNEIDÊSIS memang lazim dipakai, biasanya dalam arti 'suara hati yang mempersalahkan kita', kadang-kadang juga dalam arti 'suara hati yang membenarkan kita' (lihat artikel: hati-nurani-vt178.html#p362 ). Dalam

PL tidak terdapat istilah 'suara hati' dalam arti itu, yang juga biasa bagi kita. Namun, menurut kesaksian PL, manusia punya kesadaran akan baik-buruknya perbuatannya. Kesadaran itu dibangkitkan oleh suara Tuhan, yang datang kepada manusia melalui hukum-Nya (Mazmur 16:7; 40:9; 139; bnd. Kejadian 3).

Di sini pun 'suara hati', kesadaran itu, dibangkitkan oleh hukum Tuhan yang tersebut dalam ayat 14b dan dalam ayat 15 ini, Sebaliknya, adanya suara hati itu membuktikan kehadiran hukum Tuhan dalam hati manusia kafir. Suara hati itu turut bersaksi. Artinya, adanya suara hati, yang memandang perbuatan sendiri secara kritis, ikut membuktikan bahwa hukum Tuhan hadir dalam did manusia. Kita mencatat bahwa suara hati itu sendiri tidak menjadi kaidah bagi perbuatan manusia, tetapi suara hati dapat mengenal kaidah, yaitu hukum Tuhan, dan memperkenalkan kaidah itu kepada manusia .

Kata kerja συμμαρτυρέω - SUMMARTUREÔ dapat berarti 'turut bersaksi' (demikian LAI), atau 'bersaksi secara intensif. Berdasarkan pandangan bahwa saksi yang lain ialah adanya perbuatan seturut hukum (ayat 14) dan pertimbangan-pertimbangan dalam batin manusia (ayat 15e).

Bagian ketiga ayat 15 berbicara mengenai kegiatan pikiran-pikiran orang kafir yang bersangkutan. Rupanya yang dimaksud ialah pertimbangan-pertimbangan yang ditimbulkan oleh suara hati tadi dan yang membenarkan atau mempersalahkan perbuatan-perbnatan. Dengan demikian pertimbangan-pertimbangan tersebut pun ikut membuktikan adanya hukum Tuhan dalam hari. Kata-kata saling menuduh atau saling membela menunjuk pada situasi peradilan. Manusia menghadapi tuntutan Allah, dan di belakang tuntutan itu ada hukuman Allah. Berhadapan dengan tuntutan dan hukuman itu ia mulai mempersalahkan dirinya sendiri - atau juga membenarkan dirinya sendiri. Yang penting di sini bukan apakah penilaian manusia mengenai dirinya sendiri itu tepat atau tidak, atau apakah memang ada yang berhak membenarkan diri. Sebab nas ini berbicara mengenai 'pikiran-pilkiran' itu hanya dari sudut kesaksiannya yang tidak langsung mengenai kehadiran hukum Allah dalam diri manusia.

Kita menyimpulkan: ayat 15 ini bermakna menjelaskan dan membuktikan isi ayat 14, khususnya bagian terakhir (14b). Sebab tertulis di dalam hati mereka sama artinya dengan menjadi hukum (Taurat) bagi diri mereka sendiri, hanya dengan tambahan bahwa hukum itu malah merupakan hukum tertulis. Lalu Paulus mengemukakan dua saksi lagi yang menguatkan pernyataannya bahwa orang kafir ada yang memiliki hukum Allah. Perlunya tiga saksi mungkin sesuai dengan tradisi Yahudi, bandingkan Ulangan 19: 15. Ketiga saksi itu ialah:
Pertama, kenyataan bahwa ada orang kafir yang melakukan tuntutan-tuntutan hukum Taurat;
Kedua, kesadaran mereka akan baik-buruknya perbuatannya;
Ketiga, perdebatan yang berlangsung dalam batin mereka tentang baik-buruknya perbuatan itu.

2:16 LAI TB, Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus.
KJV, In the day when God shall judge the secrets of men by Jesus Christ according to my gospel.
TR, εν ημερα οτε κρινει ο θεος τα κρυπτα των ανθρωπων κατα το ευαγγελιον μου δια ιησου χριστου
Translit interlinear, en {pada} hêmera {hari} hote {ketika} krinei {menghakimi} ho theos {Allah} ta {hal2} krupta {yang tersembunyi} tôn anthrôpôn {dari manusia2} kata {sesuai dengan} to euaggelion {Injil/ kabar baik} mou {-ku} dia {melalui} iêsou {Yesus} khristou {Kristus}

Dalam naskah Yunani kata-kata 'hal itu akan nampak' tidak ada (bnd. penjelasan pada ayat 15). Di dalamnya kalimat ayat 15 jalan terus, ' ... membela, pada hari bilamana' dst . Dalam naskah Yunani terbitan UBS, κρινει - krinei ditulis sedemikian rupa, hingga merupakan bentuk kala kini; kalau tanda aksen ditempatkan atas 'i' kedua, bentuknya bentuk kala depan. Bagaimanapun, menghakimi' mengacu pada hukuman terakhir. 'Segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia', menurut terjemahan harfiah berbunyi: hal-hal yang tersembunyi (dari) manusia, bandingkan 1 Korintus 14:25. 'Injil yang kuberitakan', harfiah 'Injilku'.

LAI menambahkan kata-kata hal itu akan nampak karena memang timbul kesulitan. Ayat 14-15 memakai bentuk kala kini, dan ayat 15b berbicara mengenai proses yang sedang berlangsung dalam batin orang-orang kafir. Sebaliknya, ayat 16 terang-terangan berbicara mengenai peristiwa yang akan berlangsung pada hari hukuman terakhir. Sebab pada hari, bilamana jelas mengacu pada istilah 'hari Tuhan' dalam PL. Karena itu ada penafsir yang menghubungkan ayat 16 ini secara umum dengan seluruh isi pasal 2:1-15. Karni merasa, sebaiknya ayat 16 tetap dihubungkan erat dengan 15b. Kalau begitu, artinya ialah pada hari hukuman, Allah akan menghakirni segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia. Yang tersembunyi dalam hati itu ialah kehadirau suara hati dan pertimbangan-pertimbangan tersebut dalam ayat 15, yang kini belum dapat dipastikan, belum dapat dilihat dengan jelas (bnd. 1 Kor. 4:4 dyb.). Pada hari hukuman Tuhan (pun), suara hati akan bersaksi dan pikiran-pikiran akan menuduh atau membela. Dengan demikian, pada hari itu kehadiran hukum Tuhan dalam hati orang kafir akan terbukti. Maka orang Yahudi tidak dapat "memonopoli" hukum Taurat, dan karena itu akan kehilangan satu lagi alasan sangkaan mereka bahwa mereka akan luput dari hukuman. Dengan adanya tafsiran ini, hubungan ayat 16 dengan 15b dan dengan 1-13 sudah jelas.

Jadi yang nampak dalam hukuman terakhir ialah hadirnya kesadaran akan hukum Tuhan, bukan benar-tidaknya orang kafir yang bersangkutan. Dengan meuegaskan bahwa (sebagian) orang kafir pun berbuat seturut hukum Tuhan (ayat 14a) Paulus tidak bermaksud hendak membuktikan bahwa mereka akan dibenarkan dalam hukuman terakhir kelak. Perbuatan orang kafir itu sekadar meujadi bukti bahwa hukum Tuhan diperkenalkan pula kepada bangsa-bangsa non-Yahudi (band. penutup tafsiran ayat 14).

Tambahan sesuai dengan Injil yang kuberitakan berarti bahwa penyingkapan segala hal yang tersembunyi dalarn hukuman terakhir kelak merupakan unsur hakiki dalam lnjil yang diberitakan Paulus. Sebab Paulus memang dengan tak jemu-jemunya telah menyatakan bahwa Allah tidak memandang bulu, bahwa Ia menghukum manusia menurut perbuatannya. Apakah hal ini memang layak disebut 'Injil'? Ya, karena Injil memperkenalkan Allah yang membuka jalan keselamatan bagi orang berdosa, tetapi membenci dosa itu sendiri (bnd. Roma 1:18). Injil disebutnya 'Injilku' (naskah Yunani) , bukan hanya karena pengabaran kabar baik (lnjil) itu merupakan pekerjaan yang dia pilih, tetapi terlebih dari itu karena pelayanan Injil memang telah dipercayakan kepadanya secara khusus.

Kesimpulan Roma 2:12-16

Menurut ayat 1-11, dalam hukuman terakhir orang Yahudi tidak akan mendapat perlakuan istimewa hanya karena mereka orang Yahudi. Mereka akan dihukum menurut patokan yang sama seperti halnya orang 'kafir' (non-Yahudi).

Ayat 12-16 maju selangkah lagi. Tidak hanya penilaian atas perbuatan mereka sama saja bagi orang Yahudi maupun orang non-Yahudi, tetapi dasar perbuatan itu sama juga, yaitu hukum Taurat. Orang Yahudi dan orang non-Yahudi sama-sama memiliki hukum Allah, meskipun dengan cara yang berbeda.

III. Orang Yahudi pun melanggar hukum Taurat
(Roma 2:17-24)

Pendahuluan

Kini Paulus pada khususnya menyapa orang Yahudi (bnd. tafsiran ayat 1). Dalam ayat-ayat ini dikenakannya terutama isi ayat 1-3 tadi kepada mereka.

Ayat 17-24 merupakan satu kalimat yang panjang, yang tidak jalan, karena berubah arah pada akhir ayat 20. (LAI mengatur 17-20 menjadi satu kalirnat tersendiri, tetapi kalimat itu pun tidak jalan.) Menurut susunan isinya pun, kalimat itu merupakan suatu kesatuan. Di dalamnya Paulus menggunakan teknik yang tersedia dalam sastra Yunani, khususnya jenis sastra yang namanya diatribe, gaya berdebat dengan serangan yang penuh ironi, Ia mulai menyifatkan orang Yahudi dengan memakai lima kata kerja (17-18) dan empat kata sifat (19-20), masing-masing diakhiri acuan pada hukum Taurat yang memang merupakan dasar pandangan orang Yahudi tentang dirinya sendiri. Dalam ayat 21-22 empat pertanyaan tajam mempersoalkan pandangan tersebut. Ayat 23-24 menyajikan kesimpulan.

2:17 LAI TB, Tetapi, jika kamu menyebut dirimu orang Yahudi dan bersandar kepada hukum Taurat, bermegah dalam Allah,
KJV, Behold, thou art called a Jew, and restest in the law, and makest thy boast of God,
TR, ιδε συ ιουδαιος επονομαζη και επαναπαυη τω νομω και καυχασαι εν θεω
Translit interlinear, ide {tetapi} su {engkau} ioudaios {orang yahudi} eponomazê (1) {menamai diri} kai {dan} epanapauê (2) {bersandar} tô nomô {kepada hukum (taurat)} kai {dan} kaukhasai (3) {merasa bangga} en {karena} theô {Allah}

2:18 LAI TB, dan tahu akan kehendak-Nya, dan oleh karena diajar dalam hukum Taurat, dapat tahu mana yang baik dan mana yang tidak,
KJV, And knowest his will, and approvest the things that are more excellent, being instructed out of the law;
TR, και γινωσκεις το θελημα και δοκιμαζεις τα διαφεροντα κατηχουμενος εκ του νομου
Translit interlinear, kai {dan} ginôskeis (4) {mengetahui} to thelêma {kehendak (-Nya)} kai {dan} dokimazeis (5) {memahami} ta {hal2} diapheronta {sungguh berarti} katêkhoumenos {karena diajar} ek {dari} tou nomou {hukum (taurat)} --> 5 kata kerja yg menyifatkan orang Yahudi.

Dalam 'kehendak-Nya', '-Nya' tidak ada dalam naskah Yunani, 'Kehendak' yang tidak pakai kata ganti orang itu merupakan terjemahan istilah kaum rabi raison, 'kehendak (Allah)'. Dalam ayat 18 LAI dua kali memakai kata kerja 'tahu', sedangkan naskah Yunani memakai dua kata kerja yang berbeda, yaitu γινώσκω - GINÔSKÔ (mengetahui) dan δοκιμάζω - DOKIMAZÔ (memeriksa, menganggap baik berdasarkan pemeriksaan). Mengenai "dokimazeis ta diapheronta" (LAI 'dapat tahu mana yang baik dan mana yang tidak'), lihat di depan. Terjemahan ayat 18 dalam KB tidak mengindahkan aturan kalimat Yunani.

Ayat 17-18 menyifatkan pandangan orang Yahudi tentang dirinya sendiri dengan memakai lima kata kerja. Mereka menyebut diri orang Yahudi. Nama 'Yahudi' itu mula-mula menjadi sebutan anggota suku Yehuda saja, tetapi sejak zaman pembuangan ke Babel mulai menggantikan 'Israel'. Namun, nama 'Israel' tetap menjadi sebutan khidmat (Lihat Roma 9:4). Meski banyak dipakai orang luar dengan nada penghinaan, di sini 'Yahudi' merupakan nama kehonnatan. 'Menyebut diri (orang) Yahudi' dapat mengacu pada sebutan loudaios/Judeus, yang oleh banyak orang Yahudi ditambahkan pada namanya. Tetapi di sini 'orang Yahudi' menyandang arti 'anggota bangsa pilihan', 'pemilik status istimewa'. Paulus tidak mengingkari status istimewa itu (lihat Roma 9:4-5). Yang menjadi persoalan dalam pasal 2 ini ialah dipakainya status itu sebagai alasan berbangga dan menilai rendah orang-orang lain.

Bersandar kepada hukum Taurat berarti menjadikan hukum Taurat sebagai tumpuan, menaruh harapan padanya. Di sini pun Paulus tidak menolak keyakinan bahwa hukum Taurat merupakan tempat tumpuan. Bukankah seluruh PL menganjurkan kepada orang Yahudi (Israel) agar ia bersandar pada hukum Taurat? Hal yang sama dapat dikatakan berhubung dengan hal bermegah dalam Allah (Mazmur 5:12 dalam LXX; Yeremia 9:23-24). Namun, di sini juga yang menjadi masalah ialah cara orang bertumpu pada hukum dan bermegah dalam Allah. Kalau kehadiran hukum Taurat dijadikan alasan untuk berbuat seenaknya, atau untuk membuka perhitungan dengan Allah (bnd. ayat 5), atau untukmemonopoli keselamatan, harapan yang ditaruh padanya akan meleset (bnd. Yeremia 7:4-15). Demikian juga 'bermegah dalam Allah' dapat berbalik menjadi kejahatan kalau kita tidak menerima perkataan nabi-nabi-Nya (bnd. Mikha 3:11).

Istilah 'bermegah', Yunani: καυχάομαι - KAUKHAOMAI, dan kata-kata serumpun merupakan salah satu istilah kunci dalam surat-surat Paulus. Manusia dapat bermegah dalam Allah (Roma 5:11) atau dalam pemberian-Nya (Roma 5:2), dalam Kristus (Filipi 3:3) dan salib-Nya (Galatia 6:14), bahkan dalam kelemahan sendiri (1 Korintus 12:5,9) dan dalam kesengsaraan (Roma 5:3). ltulah agama yang benar. Tetapi manusia dapat juga bermegah dalam diri sendiri dan prestasinya. ltulah agarna yang palsu (1 Korintus 1:29; 3:21; 4:7). Dalam Roma 3:27 καύχησις - KAUKHÊSIS adalah perbuatan menuntut dari Allah ganjaran atas perbuatan-perbuatan baik (bnd. Roma 4:2).

Dalam ayat 18 kehendak-Nya) ialah kehendak Allah, sesuai dengan kosakata para rabi, Menurut PL (bnd. Mazmur 119) dan tradisi Yahudi, manusia senantiasa harus berupaya mengetahui kehendak itu. Di tempat lain (Roma 10:2) Paulus memuji upaya orang Yahudi mengenal dan melakukan hukum Taurat, namun menyatakan upaya itu dilakukan 'tanpa pengertian yang benar' (Roma 10:3). LAI: dapat tahu mana yang baik dan mana yang tidak merupakan terjemahan kata-kata yang terdapat juga dalam Filipi 1:10 (LAI: 'dapat memilih apa yang baik'). Artinya di sini 'tahu membedakan yang baik dan yang tidak baik', atau 'mengenal (melihat dengan tajam) hal-hal yang utama'. Kalau yang terakhir yang tepat, 'yang utama' mungkin mengandung arti yang dalam agama Islam diungkapkan dengan istilah 'fardu': perbuatan yang merupakan kewajiban mutlak.

δοκιμάζω - DOKIMAZÔ = 'memeriksa', 'menyelidiki', juga 'menentukan berdasarkan penyelidikan' (bnd. Roma 1:28). Kata kerja διαφέρω - DIAPHERÔ berarti a.l. 'menonjol dalam perbandingan dengan', 'menjadi unggul'. "Ta diapheronta" adalah 'hal hal yang menonjol', 'yang penting", lawan ta adiaphora (tidak terdapat dalam PL), 'hal-hal yang tidak wajib (berpahala), tidak juga berdosa', bandingkan istilah bahasa Arab "mubah."

Dengan demikian, terjemahan kalimat ini berbunyi, 'dan yang mengenal hal-hal yang utama', yaitu dalam urusan keagamaan. Orang Yahudi menganggap dirinya sanggup menentukan hal-hal mana yang penting dan mana yang tidak. Mereka sanggup karena diajar dalam hukum Taurat. Pengajaran mengenai hukum Taurat memang diarahkan pada penjabaran peraturan-peraturan umum yang terdapat di dalamnya. Peraturan-peraturan itu pernah dirumuskan pada zaman dahulu, tetapi perlu dijabarkan agar cocok dengan keadaan yang berlaku pada zaman sendiri, Penjabaran yang dernikian berlangsung juga dalam agama-agama lain, tidak terkecuali juga dalam agama Kristen. Dalam hubungan ini kita mencatat bahwa dalam Filipi 1:9-10 yang memberi kesanggupan itu bukan hukum Taurat, melainkan kasih. Namun, perlu dicatat juga, bahwa oleh Paulus kasih itu dikaitkan pada pengetahuan dan pengertian (Flp. 1:9). Maka agaknya kasih dan hukum Taurat tidak boleh dipertentangkan secara gampangan.

Kata kerja κατηχέω - KATÊKHEÔ (mengajar) merupakan akar istilah kita 'katekisasi' = pengajaran.

2:19 LAI TB, dan yakin, bahwa engkau adalah penuntun orang buta dan terang bagi mereka yang di dalam kegelapan,
KJV, And art confident that thou thyself art a guide of the blind, a light of them which are in darkness,
TR, πεποιθας τε σεαυτον οδηγον ειναι τυφλων φως των εν σκοτει
Translit interlinear, pepoithas {telah meyakini} te {dan} seauton {dirimu sendiri} odêgon {penuntun} einai {adalah} tuphlôn (1) {(orang2) buta} phôs {terang} tôn en skotei (2) {bagi orang2 di dalam kegelapan}

Penuntun orang buta dan terang bagi mereka yang dalam kegelapan mengingatkan kita pada Yesaya 42:6-7; 49:6. Yang 'buta' dan 'dalam kegelapan' ialah bangsa-bangsa non- Yahudi, orang kafir. Ternyata yang dimaksud di sini ialah keyakinan orang Yahudi pada zaman Paulus, bahwa mereka diberi tugas ilahi untuk membawa orang kafir pada terang. Mereka sangat giat menyebarkan agamanya (bnd. Matius 23: 15). Dalam abad pertama banyak sekali orang non- Yahudi, di Palestina dan di luarnya, yang tertarik pada agama Yahudi karena keluhurannya dan karena kesungguhan etikanya (Lukas 7:3-5; Kisah 10:2). Di sini Paulus tidak mengecam keyakinan itu sendiri; Israel memang terpanggil untuk menjadi 'terang untuk bangsa-bangsa' (Yesaya 42:6). Begitu pula Yesus tidak mengingkari panggilan itu tetapi mengecam pemimpin-pemimpin Yahudi karena mereka hendak melaksanakannya kendati mereka sendiri orang buta dan bodoh, yang artinya tidak memahami makna hukum Taurat yang sebenarnya (Matius 15:14; 23:15-16, 24). Maka di sini Paulus untuk sementara hanya menyebut keyakinan orang Yahudi itu. Nanti (ayat 21) ia akan menjadikannya alasan pengaduan.

2:20 LAI TB, pendidik orang bodoh, dan pengajar orang yang belum dewasa, karena dalam hukum Taurat engkau memiliki kegenapan segala kepandaian dan kebenaran.
KJV, An instructor of the foolish, a teacher of babes, which hast the form of knowledge and of the truth in the law.
TR, παιδευτην αφρονων διδασκαλον νηπιων εχοντα την μορφωσιν της γνωσεως και της αληθειας εν τω νομω
Translit interlinear, paideutên {pendidik} aphronôn (3) {(orang2) bodoh} didaskalon {pengajar} nêpiôn (4) {anak2 kecil (belum dewasa)} ekhonta {yg mempunyai} tên morphôsin {perwujudan} tês gnôseôs {pengetahuan} kai {dan} tês alêtheias {kebenaran} en {di dalam} tô nomô {hukum (taurat)} --> 3 kata sifat

'Belum dewasa', Yunaninya: νήπιος - NÊPIOS, 'anak-anak kecil', 'yang belum akil-balig'. Di sini NÊPIOS menyandang arti 'yang masih memburuhkan pengajaran dasar' , bandingkan 1 Korintus 3:1; Efesus 4: 14. Nomina μόρφωσις - MORPHÔSIS berasal dari μορφή - MORPHÊ, bentuk. Agaknya di sini terjemahan 'perwujudan' kena. Dalam 2 Timotius 3:5 kata benda itu dipakai dalam arti negatif, 'rupa lahiriah' (yang bertentangan dengan hakikat yang sebenarya, bnd LAI). Agaknya di sini perkataan itu dipakai dalam arti positif, karena dipakai berhubung dengan hukum Taurat, γνῶσις - GNÔSIS, LAI: 'kepandaian', lebih tepat 'pengetahuan', atau 'hikmat'. 'Kebenaran' merupakan terjemahan ἀλήθεια - ALÊTHEIA, bandingkan Roma 1:18. LAI: 'segala' tidak ada dalam naskah Yunani, meskipun menurut artinya memang tidak meleset.

Ayat ini menyambung ayat 19. Menyusul perkataan-perkataan yang menggambarkan keyakinan orang Yahudi tentang hubungan antara mereka dengan bangsa-bangsa non- Yahudi. Sama seperti 'buta' (TUPHLOS) dan 'dalam kegelapan' (EN SKOTEI) (ayat 19), begitu juga bodoh dan belum dewasa berarti 'tidak mengenal hukum Allah'. Terjemahan 'kanak-kanak' lebih tepat (bnd. LAl dalam Ibrani 5: 13). Ayat 20b sejajar dengan ayat 18b, menunjukkan dasar kesadaran dan keyakinan orang Yahudi itu. Yaitu mereka memiliki hukum Taurat, yang adalah perwujudan kepandaian (GNÔSIS, agaknya lebih tepat: 'pengetahuan', 'hikmat') dan kebenaran. Dalam kedua perkataan 'pengetahuan' dan 'kebenaran' itu kita merasakan keyakinan Yahudi bahwa apa saja yang baik dan benar dalam dunia kafir sudah tercantum pula dalam hukum Taurat. Perhatikanlah bahwa Paulus tidak menyangkal sifat hukum Taurat itu (bnd. Roma 7:12). Ia tidak menyangkal juga keunggulan, tegasnya kedudukan istimewa mereka yang telah menerima hukum Taurat itu atas orang-orang kafir (bnd. Roma 9:4-5), yang terpaksa mencari pengetahuan dan kebenaran itu dengan meraba-raba. Dalam ayat-ayat berikutnya keunggulan itu, kedudukan istimewa itu, justru menjadi alasan pengaduan,

2:21 LAI TB, Jadi, bagaimanakah engkau yang mengajar orang lain, tidakkah engkau mengajar dirimu sendiri? Engkau yang mengajar: "Jangan mencuri," mengapa engkau sendiri mencuri?
KJV, Thou therefore which teachest another, teachest thou not thyself? thou that preachest a man should not steal, dost thou steal?
TR, ο ουν διδασκων ετερον σεαυτον ου διδασκεις ο κηρυσσων μη κλεπτειν κλεπτεις
Translit interlinear, ho {(engkau) yg} oun {karena itu} didaskôn {mengajar} heteron {sesama} seauton {engkau sendiri} ou {tidakkah} didaskeis {engkau mengajar} ho {(engkau) yang} kêrussôn {maupun mengkhotbahkan} mê {jangan} kleptein {mencuri} klepteis {engkau mencuri}

2:22 LAI TB, Engkau yang berkata: "Jangan berzinah," mengapa engkau sendiri berzinah? Engkau yang jijik akan segala berhala, mengapa engkau sendiri merampok rumah berhala?
KJV, Thou that sayest a man should not commit adultery, dost thou commit adultery? thou that abhorrest idols, dost thou commit sacrilege?
TR, ο λεγων μη μοιχευειν μοιχευεις ο βδελυσσομενος τα ειδωλα ιεροσυλεις
Translit interlinear, ho legôn {engkau yang mengatakan} mê {jangan} moikheuein {berzinah} moikheueis {engkau berzinah} ho {(engkau) yang} bdelussomenos {walaupun menjijikkan} ta eidôla {ilah-ilah} hierosuleis {engkau mencemarkan bait suci}

Dalam 21a 'mengajar' = διδάσκω - DIDASKÔ, dalam 21b 'mengajar' = κηρύσσω - KÊRUSSÔ, 'memaklumkan', 'mencanangkan', bnd. κήρυγμα - KÊRUGMA, 'hal yang dimaklumkan'. 'Berkata', Yunani: λέγω - LEGÔ. ἱεροσυλέω - HIEROSULEÔ, 'merampok/ mencemarkan bait suci', dapat juga menyaodang arti umum, 'mengganggu barang kudus'. Tetapi daftar dosa sebagaimana terdapat di sini lazim dipakai pada zaman itu, dan di dalamnya HIEROSULEÔ memakai arti yang pertama.

Dalam ayat 21 dan 22 terdapat empat kalimat singkat yang menyebut kebanggaan orang Yahudi, lalu langsung membalikkannya muncul tuduhan. Dalam 21-22a dipakai tiga kata kerja yang tidak banyak berbeda artinya di sini. Yang pertama mengajar (DIDASKÔ), yang langsung menyambung ayat 20b. Kata kerja ini merupakan istilah baku, yang menggambarkan upaya menafsirkan hukum Taurat di tengah lingkungan hidup yang telun berubah dibandingkan dengan zaman PL, sehingga perintah-perintah Taurat itu dapat dikenakan pada setiap situasi dan kondisi yang orang hadapi. Yang kedua (LAI juga: mengajar, (KÊRUSSÔ)) lebih tepat 'memberitakan' atau 'memaklumkan' atau 'mengkhotbahkan'. Istilah ini menunjukkan pemberitaan hukum Taurat oleh seorang guru, atau oleh seorang misionaris Yahudi. Yang ketiga, berkata (LEGÔ) juga merupakan istilah khas yang menunjukkan kegiatan seorang guru yang membawakan bahan-bahan tradisi, Ketiganya mengacu pada hal yang sama, yaitu pengajaran dan penyiaran hukum Taurat, 'katekisasi' (bnd. 18b).

Pengaduan Paulus dalam bagian kedua tiap-tiap kalimat mengingatkan kita pada Matius 23:2-3. Sekali lagi kita perlu memperhatikan bahwa yang diserang bukan keyakinan orang Yahudi mengenai kedudukan mereka yang istimewa, melainkan kegagalan mereka berhadapan dengan tuntutan agar mereka hidup sesuai dengan kedudukan itu (bnd. penutup tafsiran ayat 6).
Ayat 22b memerlukan perhatian khusus. Bahwa orang Yahudi jijik akan segala berhala memang benar. Berbeda dengan keadaan pada zaman PL, pada zaman Yesus dan Paulus bangsa Yahudi bebas penyembahan berhala. Tetapi tampakuya tidak ada pertentangan yang jelas antara merasa jijik akan segala berhala dan merampok rumah berhala. Lagi pula, sulitlah untuk menerima bahwa ada orang Yahudi yang berani merampok kuil-kuil berhala. Kita tidak juga dapat mengenakan kalimat ini pada Bait Allah di Yerusalem (sambil memakai arti lebih umum 'mengganggu barang kudus'), sebab lawannya ialah 'jijik akan berhala'. Sebaiknya kita menafsirkan ayat ini dengan mengingat praktik tukang tadah, yang memperjual-belikan barang-barang yang (oleh orang non-Yahudi) dicuri dari kuil-kuil. Dengan demikian tukang tadah itu ikut bersalah. Ia melanggar larangan yang tereantum dalam Ulangan 7 :25 dyb., 'JanganJah engkau membawa sesuatu kekejian masuk ke dalam rumahmu ... ' . Mungkin kecaman Paulus di sini diilhami oleh pandangan beberapa tokoh Yahudi, bahwa menadah harta yang dicuri dari rumah berhala bukanlah dosa.

'Merasa jijik akan', Yunaninya βδελύσσω -BDELUSSÔ. Kata bendanya βδέλυγμα - BDELUGMA, 'hal yang menjijikkan', terdapat dalam Matius 24:15; bandingkan Daniel 9:27. Dalam perkataan ini tercantum seluruh kejijikan yang dirasakan orang Yahudi terhadap berhala (Yunani: εἴδωλον - EIDÔLON, bnd. Inggris: idols). Dalam Ulangan 7:25 dyb. (LXX) dipakai pula kata BDELUGMA. Merampok rumah berhala merupakan kejahatan yang memang terdapat dalam dunia helenistis (bnd. Kisah 19:37).

Akhirnya, kita mencatat bahwa ketiga dosa yang disebut dalam 21b-22 ini, menurut pandangan orang Yahudi, merupakan dosa-dosa khas bangsa-bangsa kafir. Kalau dosa-dosa itu kini dituduhkan kepada orang Yahudi, hal itu berarti bahwa Paulus hendak menyamakan perbuatan mereka dengan perbuatan orang kafir. Kesimpulan yang akan ditarik dalam Roma 3:9-20 sudah terasa di sini. Di bawah ini kita akan mendalami sekali lagi pertanyaan apakah gambaran tentang keadaan bangsa Yahudi yang dilukiskan di sini tidak kelewat hitam.

2:23 LAI TB, Engkau bermegah atas hukum Taurat, mengapa engkau sendiri menghina Allah dengan melanggar hukum Taurat itu?
KJV, Thou that makest thy boast of the law, through breaking the law dishonourest thou God?
TR, ος εν νομω καυχασαι δια της παραβασεως του νομου τον θεον ατιμαζεις
Translit interlinear, hos {yang} en {karena} nomô {hukum (taurat)} kaukhasai {engkau merasa bangga} dia {dengan} tês parabaseôs {pelanggaran} tou nomou {thd hukum (taurat)} ton theon {kepada Allah} atimazeis {engkau tidak menghormati}

Di sini kata kerjanya (καυχάομαι - KAUKHAOMAI) tidak memakai lagi bentuk partisip seperti halnya keempat kata kerja dalam 21-22, tetapi modus indikatif. Maka ayat ini dapat dianggap menyimpulkan rangkaian tuduhan dalam 21-22. 'Menghina', Yunani ἀτιμάζω - ATIMAZÔ, 'tidak memberi penghormatan yang seharusnya' ("a" = tidak).

Orang Yahudi seyogyanya bermegah atas hukum Taurat (bnd. ayat 17). Di sini juga perkataan Paulus tidak bernada sinis. Tetapi mereka menghina Allah dengan melanggar hukum Taurat itu. Dengan demikian mereka tidak memenuhi panggilan khusus yang telah mereka terima, yaitu supaya melalui ketaatan mereka Nama Tuhan dikuduskan dan dengan demikian kemuliaan Nama itu disebarkan di tengah bangsa-bangsa. Begitulah memang kesimpulan yang harus ditarik dari kedua ayat terdahulu 'Menghina' berarti 'tidak memberi penghormatan yang seharusnya' Bahwa melakukan hukum Taurat adalah menguduskan Nama Tuhan, dan bahwa melanggar hukum Taurat adalah menghujat Nama itu, hal itu diajarkan oleh kaum rabi sebagaimana juga oleh Tuhan Yesus (bnd, kalimat kedua Doa Bapa Kami, Matius 6:9).

2:24 LAI TB, Seperti ada tertulis: "Sebab oleh karena kamulah nama Allah dihujat di antara bangsa-bangsa lain."
KJV, For the name of God is blasphemed among the Gentiles through you, as it is written.
TR, το γαρ ονομα του θεου δι υμας βλασφημειται εν τοις εθνεσιν καθως γεγραπται
Translit interlinear, to gar {sebab} onoma {nama} tou theou {Allah} di {karena} humas {kamu} blasphêmeitai {dihina} en {di antara} tois ethnesin {bangsa2 lain (non-yahudi)} kathôs {seperti} gegraptai {telah tertulis}

'Menghujat', Yunani: βλασφημέω - BLASPHÊMEÔ, bandingkan Inggris: blasphemy.

Paulus menegaskan dan membuktikan kesimpulannya itu dengan mengutip Yesaya 52:5. Kutipan ini sebetulnya mengubah arti perkataan Yesaya tersebut. Dalam naskah Ibrani, yang menjadi alasan nama Tuhan dihujat ialah penderitaan bangsa Israel, bukan dosanya. LXX dalam 52:5c memang menambahkan 'oleh karena kamulah', tetapi artinya tetap sama. Sebaliknya, kutipannya di sini menyatakan bahwa nama Tuhan dihujat karena bangsa Israel telah gagal memenuhi panggilannya, yaitu untuk menjadi pengajar, penuntun, terang, dst. untuk bangsa-bangsa non-Yahudi. Di sini kita menghadapi contoh kebebasan Yesus danpara rasul dalam mengutip naskah Alkitab Perjanjian Lama. Bandingkan Lukas 4:21-27; di sana penafsiran Yesaya 61: 1-2 oleh Yesus sama sekali bertentangan dengan kelanjutan nubuat itu dalam Yesaya 61:5. Namun, tidak boleh dilupakan bahwa tafsiran Paulus di sini didukung oleh Yehezkiel 36:20-23.

Kesimpulan Roma 2:17-24

Sekali lagi (bnd. tafsiran Roma 1:32) kita bertanya: bukankah penilaian negatif ini keterlaluan? Paulus memberi kesan seakan-akan semua orang Yahudi tak terdidik dalam hukum Taurat, pencuri, pezinah, perampok mmahberhala. Kita teringat akan kecaman Yesus yang keras terhadap ahli-ahli Taurat dan orang Farisi (Matius 23). Ada juga orang Yahudi yang sezaman dengan Paulus yang mengucapkan pengaduan terhadap bangsanya sendiri karena dosanya. Ada yang menyebut ketiga dosa tersebut sebagai 'jerat iblis', sehingga dapat diduga ketiganya merupakan godaan besar bagi orang Yahudi pada zaman itu. Namun, sama seperti dalam hal kecaman Yesus yang keras terhadap ahli-ahli Taurat dan orang Parisi (Matius 23), di sini juga kita bertanya apakah mereka yang dikecam itu benar-benar sejelek itu. Dari kepustakaan Yahudi abad pertama Masehi. kita mendapat kesan bahwa ahIi-ahli Taurat dan kaum Parisi pada umumnya bersungguh-sungguh dan jujur. Kita telah mencatat pula (tafsiran ayat 19) bahwa sejumlah orang non-Yahudi justru tertarik oleh kesucian agama Yahudi dan oleh kesungguhan kaum penganutnya. Bukankah, dilihat dari sudut pandangan manusia, Paulus (dan Yesus) melebih-lebihkan kekurangan dan kejahatan yang memang ada?

Berkenaan dengan hal ini kami menyajikan tiga catatan.

(1) Yang hendak dibuktikan dalam pasal ini bukan kebobrokan bangsa Yahudi di bidang moral dan religius. Paulus hendak menjelaskan bahwa status istimewa sebagai Yahudi tidak menyebabkan orang Yahudi itu terlindung dari hukuman terakhir. Dalam ayat 17-24 ini ia hendak menjelaskan pada khususnya bahwa dimilikinya hukum Taurat tidak melindungi dari hukuman itu, Buktinya, kehadiran hukum Taurat tidak mencegah sementara orang (belum tentu: semua orang) Yahudi melakukan dosa-dosa yang oleh sementara orang Yahudi dianggap dosa khas kafir. Maka di hadapan pengadilan Allah orang-orang Yahudi sama saja kedudukannya dengan kaum kafir.

(2) Kalau hukum Taurat dianggap sebagai sekelompok peraturan, kita dapat saja menyatakan bahwa manusia pada umumnya dan bangsa Yahudi pada khususnya berhasil untuk sedildt-banyak memenuhi tuntutannya. Tetapi kalau kita menafsirkan hukum Taurat sebagaimana Yesus menafsirkannya (Matius 5:21-48), kita harus mengakni bahwa kesimpulan Paulus memang berlaku terhadap setiap insan, termasuk orang Yahudi.

(3) Kesimpulan Paulus lain dari kesimpulan tokoh-tokoh Yahudi sezamannya, yang melontarkan tuduhan-tuduhan serupa kepada bangsanya. Tokoh-tokoh ini lalu mendesak bangsa agar melakukan hukum Taurat dengan lebih setia. Sebaliknya, Paulus melancarkan kecaman dengan maksud supaya bangsa itu, bersama dengan orang kafir yang sama-sama berdosa (Roma 1:18-32), mencari jalan keselamatan yang lain. Itulah sanggahannya terhadap tuntutan sementara orang Yahudi Kristen agar orang kafir yang masuk Kristen menerima hukum Taurat supaya luput dari hukuman.

IV. Sunat pun tidak menyelamatkan pelanggar hukum Taurat
(Roma 2:25-29)

Pendahuluan

Dalam ayat 25-29 Paulus berbicara mengenai perkara lain yang dalam pandangan orang Yahudi membedakan mereka dari kaum kafir, yaitu sunat. Sebagaimana telah dilakukannya dalam ayat-ayat terdahulu berkenaan dengan hukum Taurat, di sini pun Paulus menegaskan bahwa sunat itu sendiri tidak merupakan sarana keselamatan, sebab yang penting ialah 'berbuat baik' (ayat 10). Maka dalam hal ini juga Injil (ayat 16) meniadakan perbedaan antara orang Yahudi dannon-Yahudi. Paulus membuktikan dalilnya ini dengan cara yang sama seperti dalam ayat 12, 16.

2:25 LAI TB, Sunat memang ada gunanya, jika engkau mentaati hukum Taurat; tetapi jika engkau melanggar hukum Taurat, maka sunatmu tidak ada lagi gunanya.
KJV, For circumcision verily profiteth, if thou keep the law: but if thou be a breaker of the law, thy circumcision is made uncircumcision.
TR, περιτομη μεν γαρ ωφελει εαν νομον πρασσης εαν δε παραβατης νομου ης η περιτομη σου ακροβυστια γεγονεν
Translit interlinear, peritomê {keadaan bersunat} men {memang} gar {sebab} ôphelei {berguna} ean {jikalau} nomon {hukum (taurat)} prassês {engkau menaati} ean {jikalau} de {tetapi} parabatês {pelanggar} nomou {hukum (taurat)} ês {engkau adalah} hê peritomê {(keadaan) bersunat} sou {-mu} akrobustia {(keadaan) tidak bersunat} gegonen {menjadi}

Kita mencatat bahwa istilah περιτομή - PERITOMÊ (sunat, feminine noun) menyandang tiga arti: (a) perbuatan menyunat (mengkhitankan); (b) keadaan bersunat; (c) umat orang yang bersunat. Di sini arti (b) yang dipakai.

'Menaati', Yunani prassês, 'melakukan' (bnd. 'mempraktikkan'). 'Melanggar', harfiah 'adalah pelanggar'. 'Tidak ada lagi gunanya', Yunani: akrobustia gegonen, 'telah menjadi keadaan tidak bersunat', jadi, 'ditiadakan'.

Bagian pertama ayat ini menjawab sanggahan orang Yahudi (Kristen), yang tidak dikutip langsung, terhadap kesimpulan sementara yang telah dirumuskan dalam ayat 10, dan yang tersirat juga dalam bagian terdahulu (17-24). Kesimpulan sementara itu berbunyi: di pengadilan Allah pada zaman akhir akan dipakai patokan yang sarna dalam menilai orang Yahudi dan orang kafir. Lawan bicara Paulus, sang Yahudi (Kristen), akan membalas: tetapi bagaimana dengan sunat? Bukankah sunat pun merupakan tanda bahwa kami bangsa terpilih, yang dalam hukuman terakhir pun akan dilindungi oleh kedudukan istirnewanya?

Pandangan seperti itu pada zaman Paulus memang tersebar luas di kalangan orang Yahudi, khususnya ahli-ahli Taurat di tanah Palestina sendiri, Ada asas, 'Orang bersunat tidak akan dibuang ke dalam Gehinnom (neraka)'. Dan, 'pada akhirnya Abraham akan duduk di pintu Gehinnom dan ia tak akan membiarkan seorang Israel pun masuk ke dalamnya'. Kalaupun ada satu-dua orang yang dosanya begitu berat sehingga masuk neraka juga, tanda sunat akan dicopot dulu. Maka orang kafir yang takut akan Allah dan melaksanakan hukum Taurat tidak dapal diselamatkan kalau mereka tidakjuga masuk ke dalam lingkungan bangsa Yahudi dengan membiarkan dirinya disunat.

Orang Yahudi dalam perserakan tidak bersikap sekeras itu. Kehadiran sejumlah besar orang non-Yahudi yang berminat pada agama Yahudi menyebabkan mereka lebih banyak memperhatikan segi morallembaga sunat itu dan mengakui bahwa orang yang belum disunat pun dapat menyembah Tuhan dengan sungguh-sungguh. Namun, bagi mereka pun hanya orang Yahudilah yang menikmati sepenuhoya semua berkat yang mengalir dari perjanjian antara Tuhan dengan umat-Nya. Kalau orang kafir ingin turut menikmati berkat itu, mereka wajib menjadi orang Yahudi deugan cara disunat. Sebab bagi mereka pun sunat merupakan syarat mutlak keyahudian.

Ayat 25 ini dan yang berikut mengandung jawaban Paulus terhadap pandangan-pandangan tersebut. Pertama-tama, Paulus mengakui sunat memang ada gunanya. Halnya seperti hukum Taurat sendiri. Kehadirannya bergunajika engkau menaati hukum Taurat. Gunanya sunat adaJah tanda perjanjian. Olehnya janji-janji Allah diteguhkan. Hanya, manusia diharapkan memenuhi syarat-syarat perjanjian. Syarat itu tercantum dalam hukum Taurat, maka hukum itu harus dilakukan.

Akan tetapi, kalau syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi, maka sunatmu tidak ada lagi gunanya. Harfiah 'sunatmu berubah menjadi keadaan tidak bersunat' . Apakah kata-kata ini berarti Allah memandang orang bersang kutan sebagai orang tidak bersunat dan meniadakan perjanjian yang teJuli diadakan-Nya dengannya? Nas ini memang dapat ditafsirkan demikian Namun, dalam Surat Roma, Paulus berkali-kali menegaskan bahwa Allah tidak membatalkan janji-Nya kepada Israel (Roma 3:3; 9:6; 11:1; lihat tafsirannya). Walau manusia tidak setia, Allah tetap setia. Maka kanu memilih tafsiran lain. Kata-kata 'sunatmu berubah menjadi keadaan tidak bersunat' berarti 'kamu menjadi sarna seperti orang tidak bersunat, keadaan hatimu sama saja seperti keadaan hati dia, yaitu dikuasai dosa.'

Dengan demikian Paulus menentang baik pandangan kaum rabi yang ketat maupun pandangan orang Yahudi liberal dalam perserakan. Sebab:
(a) ia menolak keyakinan bahwa tidak mungkin seorang Yahudi (kecuali kalau berdosa sangat berat) kena hukuman Allah;
(b) nanti, dalam ayat 28-29, ia akan menambahkan kesimpulan lain, yaitu bahwa orang non-Yahudi yang melakukan hukum Taurat sama kedudukannya di hadapan peradilan Allah seperti kedudukan orang Yahudi.

Dalam pasal 2 ini Paulus belum menjelaskan bagaimana mungkin seorang non-Yahudi mendapat status yang sama dengan umat pilihan. Begitu juga ia belum menjelaskan bagaimana mungkin seorang non-Yahudi (dan seorang Yahudi) melakukan hukum Taurat. Hal-hal itu akan diterangkan dalam pasal 3 sampai dengan 8.

Kita lebih mudah memahami maksud Paulus jika kita memandang sunat sebagai salah satu sakramen Perjanjian Lama. Dalam gereja-gereja Kristen juga ada orang yang yakin bahwa sakramen (permandian, perjamuan) bekerja dengan sendirinya, terlepas dari sikap orang yang menerimanya. Secara tidak langsung, di sini keyakinan itu pun ditampik oleh Paulus.

2:26 LAI TB, Jadi jika orang yang tak bersunat memperhatikan tuntutan-tuntutan hukum Taurat, tidakkah ia dianggap sama dengan orang yang telah disunat?
KJV, Therefore if the uncircumcision keep the righteousness of the law, shall not his uncircumcision be counted for circumcision?
TR, εαν ουν η ακροβυστια τα δικαιωματα του νομου φυλασση ουχι η ακροβυστια αυτου εις περιτομην λογισθησεται
Translit interlinear, ean {jikalau} oun {karena itu} hê akrobustia {keadaan tidak bersunat} ta dikaiômata {tuntutan} tou nomou {hukum (taurat)} phulassê {mematuhi} oukhi {tidakkah} hê akrobustia {keadaan tidak bersunat} autou {-nya} eis {sebagai} peritomên {keadaan bersunat} logisthêsetai {akan dianggap}

"εαν ουν - ean oun", LAI: 'jadi jika', mengandung unsur kesimpulan dari ayat 25 (ουν oun) sekaligus langkah berikut dalam penalaran HÊ AKROBUSTIA, LAI 'yang tak bersunat', dapat menyandang tiga arti. (a) kulup (khitan); (b) keadaan berkulup (tak bersunat); (c) golongan orang yang berkulup (dunia orang kafir). Dalam 26a dipakai arti (c); dalam 26b arti (b).
'Memperhatikan', Yunaninya φυλάσσω - PHULASSÔ, harfiah 'menjaga'. 'Dianggap', Yunaninya logisthêsetai, dari kata kerja λογίζομαι - LOGIZOMAI, bandingkan tafsiran. Jadi, terjemahan harfiah akan berbunyi, 'Maka, jika (mereka yang ber-)kulup memperhatikan tuntutan-tuntutan hukum Taurat, bukankah keadaan berkulup mereka akan diperhitungkan sebagai keadaan bersunat?'

Bagian pertama ayat 26 ini merupakan langkah kedua dalam penalaran Paulus; bagian kedua memuat kesimpulannya. Dalam ayat 25 Paulus telah menyatakan: kalau yang bersunat tidak memenuhi Taurat, ia menjadi seperti orang yang tidak bersunat. Kini Paulus maju selangkah lagi dengan berkata: Dan kalau orang yang tidak bersunat memenuh tuntutan-tuntutan hukum Taurat!, ia akan dianggap (Allah) sebagai orang bersunat. Dengan perkataan lain: ia akan diterima ke dalam perjanjian Tuhan dengan umat-Nya, dan akan mendapat bagian dalam berkat serta janji-janji yang terkandung dalam perjanjian itu. Di sini, Paulus menyatakan hal itu masih dalam bentuk pertanyaan, sebab ia belum memperlihatkan cara orang non-Yahudi dapat menjadi taat kepada hukum Taurat, yaitu karena satu orang telah memenuhi tuntutan hukum itu dengan sempurna (Roma 5:18 dyb.). 'Memperhatikan' berarti bahwa orang tak bersunat (non-Yahudi) itu tidaklah memenuhi hukum Taurat dengan ketaatan ala kadarnya, tetapi dengan secermat-cermatnya.

Kita mencatat bahwa melalui pemakaian kata kerja 'LOGIZOMAI' Paulus menegaskan, bahwa dianggapnya orang tidak bersunat menjadi orang bersunat berdasarkan rahmat Allah semata-mata. Dalam bahasa Yunani biasa kata kerja itu berarti: (a) berhitung, memperhitungkan (dalam perdagangan); (b) menarik kesimpulan rasional (bnd. Roma 3:28). Tetapi dalam LXX 'LOGIZOMAI' harnpir selalu merupakan terjemahan perkataan Ibrani: חָשַׁב - KHASYAV/ KHASYAB. Kata KHASYAB itu jarang mempunyai arti 'berhitung' (Imamat 25:27, 50), dan artinya tidak juga diwarnai oleh pemakaian otak. Biasanya artinya ialah menganggap, menilai, yang sering merupakan penilaian subyektif, yang ditentukan oleh perasaan dan kemauan (Yesaya 13: 17; 33:8; 53:3; Maleakhi 3: 16). Jadi, Tuhan sungguh bebas, Dia tidak terikat dengan orang tidak bersunat itu oleh perjanjian. Kalau orang tidak: bersunat diperhitungkan-Nya sama dengan orang yang telah disunat, la melakukannya hanya berdasarkan rahmat-Nya semata-mata.

Bahwa orang yang bersunat tapi tidak menaati hukum Taurat menjadi seperti orang tidak bersunat, hal itu masih dapat diterima sebagian orang Yahudi, sebab mereka pun mengakui sunat tidak menjamin keselamatan terlepas dari sikap orang yang bersunat itu. Tetapi bahwa itu tidak mungkin lagi diterima orang Yahudi, sebab dengan demikian secara asasi garis pemisah antara bangsa Yahudi dan bangsa-bangsa lain telah dibatalkan (bandingkan Efesus 2:14).

Maka ada dua pertanyaan yang perlu dijawab Paulus:
Pertama: Bagaimana orang kafir menjadi pelaku hukum Taurat? Pertanyaan itu dijawab apda ayat 28-29.
Kedua: Apakah dengan demikian sama sekali tidak ada kedudukan istimewa bangsa Yahudi> Jawabannya diberikan pada Roma 3:1-8 (dan pada Roma 11:17 dyb).

2:27 LAI TB, Jika demikian, maka orang yang tak bersunat, tetapi yang melakukan hukum Taurat, akan menghakimi kamu yang mempunyai hukum tertulis dan sunat, tetapi yang melanggar hukum Taurat.
KJV, And shall not uncircumcision which is by nature, if it fulfil the law, judge thee, who by the letter and circumcision dost transgress the law?
TR, και κρινει η εκ φυσεως ακροβυστια τον νομον τελουσα σε τον δια γραμματος και περιτομης παραβατην νομου
Translit interlinear, kai {dan} krinei {akan menghakimi} hê ek phuseôs {dari keadaan natural} akrobustia {keadaan tidak bersunat} ton nomon {hukum (taurat)} telousa {yg menaati} se {engkau} ton dia {yang dngan} grammatos {kitab (hukum)} kai {dan} peritomês {keadaan bersunat} parabatên {(adalah) pelanggar} nomou {hukum (taurat)}

Ayat ini bukanlah kesimpulan baru, melainkan kelanjutan kesimpulan dalam 26b. Karena itu, LAl jika demikian, maka (Yunaninya και kai = 'dan') sebaiknya diganti 'dan'. LAI mengabaikan ek phuseôs. AKROBUSTIA di sini memakai arti (c) (lihat penjelasan ayat 26). Maka kita dapat menerjemahkan, 'Dan orang yang menurut kelahirannya adalah seorang kafir tak bersunat'. 'Melakukan hukum Taurat' memakai kata kerja τελέω - TELEÔ. Kata kerja ini serumpun dengan τέλος - TELOS, 'akhir', 'tujuan' (bnd. 10:4). Jadi kita dapat menerjemahkan, 'melakukan dengan tuntas' (sejajar dengan PHULASSÔ dalam 26). σέ - SE (LAl: 'kamu') berbentuk tunggal. LAl 'yang melanggar', harfiah 'yang adalah pelanggar'. Hukum tertulis merupakan terjemahan γράμμα - GRAMMA, 'huruf.'

Ayat ini meneruskan dan mempertajam. apa yang dikatakan dalam kedua ayat terdahulu. Kedua ayat itu dapat kita simpulkan sebagai berikut:
(25) Orang Yahudi yang tidak melakukan hukum Taurat statusnya seperti orang yang tidak bersunat.
(26) Orang tak bersunat yang melakukan hukum Taurat sama statusnya dengan orang Yahudi.
Dalam ayat 27 ini Paulus menambahkan: Dalam hukuman terakhir, orang kafir yang demikian malah akan mengadukan orang Yahudi yang tidak melakukan hukum Taurat.

Orang yang menurut kelahirannya adalah kafir tak bersunat, tidak diterima ke dalam perjanjian Allah dengan umat-Nya yang ditandai oleh sunat. Namun, di antara orang-orang seperti itu ada yang memenuhi hukum Taurat. Pernyataan Paulus ini mengingatkan kita pada ayat 14-15. Tetapi di sini Paulus maju lebih jauh. Di sana hanya dikatakan bahwa ada orang non-Yahudi yang melakukan 'apa yang dituntut hukum Taurat' (lihat tafsiran ayat 14). Di sini pembatasan yang tersirat dalam kata-kata itu ditiadakan, bahkan dipakai kata kerja yang dapat diterjemahkan 'melakukan dengan tuntas'.

Orang yang demikian akan menghakimi kamu dst. Agaknya yang dimaksud bukan: Allah akan mengangkat mereka menjadi hakim, melainkan: kesaksian mereka akan memberatkan hukuman orang Yahudi yang tidak melakukan hukum Taurat. Wawasan yang sama kita temukan dalam Matius 12:41-42.

Hukum tertulis merupakan terjemahan GRAMMA, 'huruf. Terjemahan bebas LAI di sini memang kena. Dalam ayat 29 perkataan ini muncul lagi, dan dipertentangkan dengan 'roh', sehingga agaknya menjadi katakunci dalam penalaran Paulus di sini (bnd. juga Roma 7:6; 2 Korintus 3:6). GRAMMA dapat menunjukkan seluruh Kitab Suci, tetapi dalam hubungan ini jelas mengacu khususnya pada hukum Taurat. Maka mengapa Paulus di sini tidak memakai NOMOS, 'hukum', yang sudah sering dipakainya dalam pasal ini? Mengapa pula tidak dipakainya γραφή - GRAPHÊ, 'Kitab', seperti dalam Roma 4:3? Rupanya GRAMMA, meski sama artinya, memiliki arti khusus, yang perlu ditelusuri:

(a) Dibandingkan dengao NOMOS, GRAMMA mengemban arti khusus, yang positif, karena menonjolkan bahwa hukum Taurat dapat dilihat, dapat diperiksa, sebab berupa buku. Dalam hal ini 'huruf' sejajar dengan 'sunat', yaog merupakanjuga tanda yang kelihatan.
(b) Dibandingkan dengan GRAPHÊ, GRAMMA dalam tulisan-tulisan Paulus mengacu pada isi Kitab Suci sejauh merupakan sekelompok aturan hukum yang menuntut ketaatan. Bahkan di dalamnya terdapat unsur negatif, seperti yang kita temukan pula dalam Yeremia 8:8. Sebaliknya, GRAPHÊ biasa dipakai Paulus dalam arti positif: Kitab Suci. Katakanlah, GRAPHÊ adalah gramma yaog sudah dibidupkanoleh Roh Kudus. Pada hemat kami, di sini GRAMMA menyandang arti (a), sedangkan dalam ayat 29a GRAMMA harus diartikan menurut (b).

Berdasarkan ketiga catatan tadi kita menetapkan arti ayat 26b. Siapakah orang Yahudi yang akan 'dihakimi' oleh orang non-Yahudi? Orang Yahudi yang melanggar hukum Taurat kendati ia memiliki hukum Taurat dan sunat! Istilah 'hukum tertulis' yang dipakai di sini sebetuInya bernada positif: meskipun memiliki harta sebesar iru, orang menjadi peJanggar hukum Taurat, Tetapi pemakaian istilah tersebut seharusnya menyebabkan kita waswas, karena istilah itu bernada negatif. Bukan tidak mungkin bahwa 'hukum tertulis' itu sendiri menjadi penyebab pelanggaran. Bukan tidak mungkin bahwa orang yang mengandalkan hukum itu memang harus menjadi pelanggar. Hal itu belum dikatakan di sini (bnd. Roma 3:20; 5:20; 7:1-12). Tetapi dalam ayat 29a Paulus akan lebih dekat ke situ.

Kata-kata 'kamu yang mempunyai hukum tertulis dan sunat' merupakan terjemahan: "dia grammatos kai peritomês". Kata depan "διά - dia" kalau disertai genitif biasanya berarti 'melalui', 'oleh', tetapi di sini agaknya mengacu pada keadaan atau sikap pelaku, bandingkan Roma 8:25, 'dengan tekun', Maka kita dapat menerjemahkan, 'kamu yang notabene diperlengkapi dengan hukum tertulis dan sunat'. Ada pula ahli yang di sini juga mengartikan dia sebagai 'oleh'. Dengan demikian makna kalimat ini menjadi jauh lebih tajam: kamu yang oleh karena hukum tertulis dan sunat menjadi pelanggar hukum Taurat. Wawasan ini, yaitu bahwa hukum Taurat (dan sunat) justru menyebabkan orang berdosa memang tidak asing bagi Paulus (Roma 3:20; 5:20; 7:1-12), Hanya, disini uraian Paulus belum sejauh itu. Maka lebih tepat menerjemahkan "dia" secara netral, seperti yang dilakukan LAI.

2:28 LAI TB, Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang yang lahiriah Yahudi, dan yang disebut sunat, bukanlah sunat yang dilangsungkan secara lahiriah.
KJV, For he is not a Jew, which is one outwardly; neither is that circumcision, which is outward in the flesh:
TR, ου γαρ ο εν τω φανερω ιουδαιος εστιν ουδε η εν τω φανερω εν σαρκι περιτομη
Translit interlinear, ou {bukanlah} gar {sebab} ho en {karena} tô phanerô {yang kelihatan/ yang di luar} ioudaios {orang yahudi} estin {adalah} oude {juga bukan} hê en {karena} tô phanerô {yg kelihatan/ yg di luar} en sarki {dalam daging (secara lahiriah)} peritomê {keadaan bersunat}

2:29a LAI TB, Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah.
KJV, But he is a Jew, which is one inwardly; and circumcision is that of the heart, in the spirit, and not in the letter;
TR, αλλ ο εν τω κρυπτω ιουδαιος και περιτομη καρδιας εν πνευματι ου γραμματι
Translit interlinear, all {tetapi} ho en {karena} tô kruptô {yg tidak kelihatan/ yg di dalam} ioudaios {orang yahudi} kai {dan} peritomê {sunat} kardias {di hati} en {di dalam/ secara} pneumati {roh} ou {bukan} grammati {oleh kitab/ hukum (secara huruf)}

LAI 'yang disebut' merupakan terjemahan estin - estin, 'adalah': 'Secara lahiriah' yang pertama adalah terjemahan "tô phanerô" = 'dalam kenyataan', 'yang tampak'. Yang kedua merupakan terjemahan "en sarki" = 'dalam daging' (secara lahiriah). '(Tetapi) orang Yahudi sejati ialah (dia yang)' merupakan ulangan yang tidak ada dalam naskahYunani. Terjemahan 'secara rohani, bukan secara hurufiah' akan dibicarakan di bawah ini.

Ayat 28-29 ini berpusat pada tiga pasangan kata.
(1) 'Yang lahiriah' - 'yang tidak nampak' (lebih tepat: yang tampak - yang tidak nampak). Yunani:"en phanerô" - "en kruptô"
(2)'Secara lahiriah' - 'di dalam hati' (lebih tepat: di dalam daging - di dalam hati). Yunani: "en sarki" - "kardias".
(3) 'Secara rohani' - 'secara hurufiah' (lebih tepat: di dalam r(R)oh - di dalam huruf). Yunani: "en pneumati" - "en grammati".

Ketiga pasangan kata ini akan dibicarakan satu demi satu.

(1) φανερός - PHANEROS berarti: 'yang dapat dilihat', 'yang nyata'. en tô phanerô dalam bahasa Indonesia memang harus diterjemahkan 'secara kelihatan' , atau 'di depan umum', Terjemahan 'lahiriah' dapat menyesatkan, karena mengingatkan kita pada pasangan kata yang terkenal dalam bahasa Indonesia, yaitu 'lahiriah-batiniah', dengan latar belakangnya yang bersifat mistik. Paulus dalam ayat 28-29 ini tidak berbicara mengenai pertentangan mistik antara yang 'lahiriah' yang inferior (lebih rendah) karena termasuk dunia materi, dan yang 'batiniah' yang superior (lebih tinggi) karena termasuk dunia rohani yang tidak ada sangkut -pautnya dengan materi. Sebaliknya, 'yang tampak' mengacu pada pranata yang kelihatan yang telah ditetapkan menjadi tanda perjanjian antara Allah dengan umat-Nya. Pranata itu adalah hukum Taurat dan sunat. Di pihak lain, 'yang tersembunyi' (LAI 'yang tidak nampak') adalah ketaatan terhadap syarat-syarat perjanjian, yang tercantum di dalam hukurn Taurat, keikhlasan dalam melakukan hukum itu.

Tersembunyi' dipakai dengan arti positif ini juga dalam Ayub 23:12; Mazmur 119:11; Amsal 2:1 (naskah LXX). (Di samping iru, dalam PL ada pula arti negatif, bnd. Kejadian 3:8,10; Mazmur 10:9; Yehezkiel 8:1 LXX; dll.) Dengan demikian, en tô kruptô, 'dengan tersembunyi', sama artinya dengan 'dalam hati'
.

(2) Demikian juga, 'sunat di dalam daging' (pada badan, LAI 'secara lahiriah') tidak boleh dipertentangkan dengan pasangannya 'di dalam hati' seakan-akan yang pertama soal materi saja, sedangkan yang kedua menyangkut batin manusia yang lebih tinggi adanya. Paulus memang sering memakai σάρξ - SARX, 'daging', dalam arti yang sama sekali negatif, tetapi dalam hal itu yang dimaksud bukan badan pada khususnya, melainkan keadaan manusia pada umurnnya. "En sarki" di sini memang berarti 'di dalam/pada badan/ daging'. Sunat merupakan tanda-di-dalam-badan mengenai perjanjian Allah dengan Israel, yang menuntut keikhlasan hati. Maka yang dipertentangkan di sini bukan 'jiwa lawan tubuh' , melainkan 'tanda lawan hal yang ditandai'.

Dalam PL pun keikhlasan hati itu disebut 'sunat hati' (Ulangan 10:16; 30:6; Yeremia 9:26). Kita teringat juga akan perkataan Yehezkiel yang serupa, yang berbicara mengenai 'hati yang lain dan roh yang baru' (Yehezkiel 11:19; 36:26; bnd. 32:39).

(3) Pasangan yang ketiga ialah "en pneumati - en grammati", LAJ: 'secara rohani - secara hurufiah'. Terjemahan harfiahnya 'di dalam r(R)oh' - 'di dalam huruf (hukum tertulis)'. LAI: 'secara rohani' dapat menyesatkan, sebab 'cara rohani' dapat dipandang sebagai acuan ke tingkat atau lingkungan yang lebih tinggi, sesuai dengan pasangan kata 'rohani badani' dalam kosakata Indonesia (bnd. catatan mengenai terjemahan 'lahiriah' di atas). Begitu pula terjemahan 'secara hurufiah' dapat memberi jalan pada pandangan seakan-akan lingkungan 'huruf' merupakan lingkungan inferior, yang tidak layak diperhatikan oleh manusia yang sudah terarah pada hal-hal yang 'lebih tinggi'. 'Sunat di dalam Roh' berarti: sunat seperti yang dilangsungkan oleh Roh, sunat seperti yang diterima manusia yang berada dalam lingkungan kuasa Roh. Maka tambahan 'di dalam Roh' sesudah 'sunat hati' menunjukkan bahwa sunat itu, yaitu keihlasan hati, dikaruniakan oleh Roh. Sebaliknya, 'sunat di dalam huruf' berarti: sunat sebagaimana berfungsi dalam lingkungan 'hukum tertulis', yang memang merupakan tanda perjanjian Tuhan dengan umatnya, tetapi tidak disertai ketaatan hati.

Kita teringat di sini akan nubuat Yeremia tentang Taurat yang akan ditaruh dalam batin dan dituliskan dalam hati (Yeremia 31:33). Kita perhatikan juga bahwa menurut Yehezkiel 36:27, Roh-lah yang akan mengerjakao pembaruan hati yang disebut di atas tadi. Peranan Roh yang menghidupkan dalam arti lebih luas kita temukan juga dalam Yehezkiel 37, dalam Yesaya 44: 1-5; Yoel. 3. Di antara ketiga nas tersebut, khususnya Yesaya 44: 1-5 yang perlu leita perhatikan di sini. Sebab agaknya dalam 44:5 batas Israel-menurut daging telah ditembus, karena orang-orang kafir akan datang bergabung dengannya (bnd. juga Yesaya 49).

Berdasarkan penjelasan mengenai ketiga pasangan kata tersebut, kita dapat maju ke tafsiran ayat 28-29a secara keseluruhan. Kita harus bertolak dari PL. Dalam sejarah bangsa Israel timbul kesadaran bahwa adanya penyataan diri Allah dalam hukum Taurat, dan tanda perjanjian, yaitu sunat, tidak cukup untuk menjamin keikhlasan bangsa dalam menaati hukum Taurat tersebut. Kesadaran seperti itu kita temukan dalam Ulangan 10:6; 30: 16, yang berbicara mengenai 'sunat hati'. Di kemudian hari, kesadaran itu bertambah tajam: ternyata mustahil umat akan menaati hukum Tuhan. Maka jarak antara tuntutan dan kenyataan melebar menjadi jurang antara keharusan dan ketidakmampuan. Yang dapat menjembatani jurang itu hanya Tuhan. ltulah yang dijanjikan oleh nabi-nabi zaman itu, khususnya oleh Yeremia dan Yehezkiel, Dalam Yehezkiel janji itu berisi sunat hati yang akan diterima di zaman akhir. Yeremia menyampaikan janji serupa: Allah akan menuliskan Taurat dalam hati umat-Nya.

Dalam ayat 28-29a ini Paulus menggabungkan unsur-unsur tersebut di atas. Maksudnya hendak menggambarkan mereka yang sungguh-sungguh melakukan hukum Taurat, 'orang-orang Yahudi sejati'. Ternyata mereka adalah orang yang menyimpan hukum Taurat dalam batin, yang telah menerima sunat hati, yang dijiwai bukan oleh hukum tertulis, melainkan oleh Roh. Sunat pada badan tidak menjamin orang termasuk golongan ini. Sama seperti hukum Taurat, sunat barulah bermakna bila sifat-sifat tersebut terdapat dalam hati orang yang bersangkutan.
Hanya, Paulus maju lebih jauh dibandingkan para penulis Perjanjian Lama yang telah menyatakan hal yang sama. Sebab (ayat 27) ia mengenakan sifat-sifat tadi (yang sekaligus merupakanjanji-janji) kepada orang non- Yahudi. Dengan demikian ia membuka cakrawala yang dalam PL barulah kelihatan samar-samar, dan yang malah sama sekali tidak terdapat dalam agama Yahudi pada masa antar-perjanjian, yang bagaimanapun tetap menuntut supaya orang non- Yahudi yang mendapat bagian dalam janji-janji itu menjadi orang Yahudi dulu. Tetapi ia dapat berbuat demikian karena sudah mengenal Kristus.

Tinggal satu hal. Apakah dengan demik:ian bagi orang Yahudi yang hanya memiliki sunat pada badan, bukan dalam hati, yang memiliki hukum Taurat tapi tidak melaksanakannya, tidaklah berlaku lagi janjijanji yang ditandai oleh sakramen sunat itu? Kalau ayat 25-29 ini dibaca tersendiri, kita dapat menafsirkannya dengan cara itu. Dalam sejarah Gereja Kristen tafsiran itu sering dicanangkan. Tetapi kita harus menempatkan perikop ini dalam rangka seluruh Surat Roma. Dalam bagian yang langsung menyusul, yaitu 3: 1-4, Paulus menjelaskan bahwa ayat-ayat ini tidak boleh diartikan dengan cara demikian. Bahwa Allah tidak menolak umat-Nya, meskipun umat itu tidak taat kepada-Nya, akan menjadi semakin jelas dalam Roma 9:6; 11:1; 11:11-32.

2:29b LAI TB, Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah.
KJV, whose praise is not of men, but of God.
TR, ου ο επαινος ουκ εξ ανθρωπων αλλ εκ του θεου
Translit interlinear, hou {bagi(nya)} ho epainos {pujian} ouk {bukan} ex {dari} anthrôpôn {manusia2} all {melainkan} ek {dari} tou theou {Allah}

Dalam hubungan ini kita mencatat bahwa Paulus memang beberapa kali menyatakan orang Kristen perlu mencari pujian dari pihak manusia. Namun, dalam hal itu manusia tersebut bukanlah sembarang manusia, melainkan jemaat Kristen, yang merupakan tubuh Kristus (2 Korintus 8:18), dan pemerintah duniawi, yang ditetapkan oleh Allah sebagai hamba-Nya (Roma 13:3-4).

Kalimat ini dapat ditafsirkan secara umurn: yang penting ialah supaya Allah berkenan akan kita, bukan manusia. Wawasan seperti itu terdapat juga dalam filsafat Yunani (Stoa), Tetapi perbandingan dengan 1 Korintus 4:6 memperlihatkan kepada kita bahwa yang dimaksud Paulus ialah pujian dari Allah dalam pengadilan terakhir, bandingkan Matius 25:21, 23. Dibandingkan dengan pujian itu, pujian dari pihak manusia tidak penting, bahkan dapat saja menyesatkan.

Siapakah orang non-Yahudi yang memiliki sifat-sifat tadi dan yang akan mendapat pujian dalam hukuman terakhir? Perlu diperhatikan bahwa Paulus dalam ayat 28-29 ini tidak memakai lagi gagasan PHUSIS, 'kodrat' (bnd. 14), yang berasal dari filsafat helenistis. (Dalam 27 istilah itu muncul, tapi dengan arti negatif.) Sebaliknya, di sini ia menyebut janji-janji para nabi dalam Perjanjian Lama. Maka jelaslah yang digambarkan dalam ayat 28-29 ini bukan lagi (seperti halnya ayat 14 dyb.) sembarang orang kafir yang berhasil memenuhi beberapa tuntutan hukum Allah, melainkan orang kafir yang telah menjadi ahli waris janji-janji para nabi itu. Dengan perkataan lain: orang Kristen dari lingkungan kekafiran.

Hanya saja, Paulus belum terang-terangan mengatakan hal itu. Dalam pasal 2 ini tujuannya ialah membuktikan kepada orang Yahudi (Kristen) bahwa ada kebenaran di hadapan Allah yang tidak terikat pada hukum Taurat dan sunat (Roma 1:16-17; 3:21). Ternyata ada. Hal itu tampak samar-samar dalam dunia kafir (14) dan dikatakan terang-terangan oleh Alkitab Perjanjian Lama. Dalam 3:21 Paulus akan mengatakan siapa mereka yang telah memperoleh kebenaran tersebut. Tetapi dalam pasal 2 ini, termasuk dalam ayat 28-29, mereka belurn berwujud. Masih berlakulah hukuman ilahi atas seluruh urnat manusia, baik orang kafir maupun orang Yahudi. Bagian pertama pasal3 masih berto!ak dari asas itu (3: 1-8), bahkan menegaskannya (Roma 3:9-20). Jalan untuk luput dari hukuman itu baru akan ditunjukkan dalam Roma 3:21 dyb.

Kesimpulan 2:25-29

Menyimpulkan pasaI 2, kita mencatat bahwa selisih paham antara Paulus dengan tokoh-tokoh Yahudi Kristen tidak menyangkut berlaku-tidaknya hukurn Taurat, atau keharusan manusia untuk memenuhi ketetapan-ketetapan hukum Taurat (bnd. di depan, uraian sesudah Roma 10:4). Sebaliknya, ia mengecam mereka karena mereka menganggap did mereka aman dari hukuman Allah berdasarkan status mereka se!aku umat perjanjian. Dengan demikian mereka ternyata menganggap enteng hukuman itu, Secara tak langsung dalam ayat 29a ia mengecam mereka karena mereka memahami hukum Taurat secara hukum. Artinya, ia mengecam paham seakan-akan manusia wajib mernenuhi tuntutantuntutan hukum itu, sedangkan Tuhan 'wajib' mernberi keselamatan sebagai ganjaran upaya itu. Agaknya antara kedua hal yang dikecam itu ada hubungan timbal balik. Paham 'hukum' mengenai hukum Taurat membuahkan penekanan status eksklusif selaku umat Tuhan. Dan penekanan status itu membawa kepada paham 'hukum' mengenai hukum Taurat. Kita dapat bertanya, bukankah kedua hal tadi, yaitu penekanan status eksklusif dan paham 'hukum', masih tersebar luas pada zaman sekarang, baik dalam lingkungan agama Kristen maupun di luarnya?

Sumber :

- Dr. Thomas van den End, Surat Roma, BPK, 1995, p 96-148
- Cranfield, CEB, A Critical and Exegetical Commentary on the Epistle of Romans, the International Critical Commentary, T&T Clark Limited, Edidburg, 1974. p 229.


PENGHAKIMAN TERAKHIR

Matius 25:31-46 TB

”Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. Lalu mereka pun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku. Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal.”



Jaminsen

Welcome, TO BE LIKE JESUS

Post a Comment

Previous Post Next Post