MENIKAH ADALAH PENGABDIAN
Menikah adalah pengabdian. Hal ini
didasarkan pada rencana semula Allah menciptakan pria dan wanita. Tuhan
menyatakan bahwa tidak baik manusia seorang diri (Kej. 2:18). Tidak baik bukan
saja bagi diri manusia itu atau demi kepentingan dan kesenangannya, tetapi demi
melaksanakan tugas yang Tuhan percayakan kepadanya. Tatanan ini sudah
digariskan Tuhan sejak manusia diciptakan pada hari penciptaannya.
Bagi umat Perjanjian Baru, setiap kita juga mendapat tugas dari Tuhan untuk menjadi saksi. Untuk menjadi saksi harus tampil sebagai corpus delicti. Untuk tugas ini manusia lebih lengkap bila memiliki penolong yang sepadan (Kej. 2:18). Jika jodoh tidak mendukung terselenggaranya tugas dalam kehidupan masing-masing individu, lebih baik tidak menikah. Dalam hal ini kita mengerti bahwa kemungkinan besar Paulus juga tidak menikah (1Kor. 7:8). Ia tidak ingin pernikahannya menganggu pelayanannya. Tentu saja tidak semua orang harus menjadi seperti Paulus; tidak menikah. Dal hal ini bukan berarti orang yang tidak menikah pasti lebih berkualitas dari orang yang menikah. Yang penting adalah agar pekerjaan Tuhan yang dipercayakan kepada seorang anak Allah bisa berkembang tanpa diganggu. Jadi, menikah atau tidak menikah bukan masalah. Masalahnya adalah bagaimana memenuhi panggilan masing- masing tanpa terganggu oleh hidup pernikahannya.
Dalam zaman Perjanjian Baru, hidup bagi
Kerajaan Allah atau bagi Tuhan adalah hal yang utama. Begitu pentingnya mandat
untuk meneruskan karya keselamatan Allah dalam Yesus Kristus sampai segala
sesuatu diturunkan dari takhtanya, termasuk perkawinan. Ada orang-orang yang
ditentukan tidak menikah atau mengambil keputusan untuk tidak menikah karena
Kerajaan Allah (Mat. 19:12). Jadi perkawinan Kristen adalah perkawinan untuk
memikul tanggung jawab bersama, kalau seseorang menikah dengan orang yang tidak
mengerti tanggung jawab atau tidak memiliki beban pekerjaan Tuhan, maka hal itu
akan sangat menganggu, bahkan bisa merusak dan menggagalkan tugas yang harus
dipikul oleh seorang anak Tuhan.
Orang percaya harus melakukan segala
sesuatu bagi Tuhan, termasuk dalam pernikahan (1Kor. 10:31). Demikianlah
pantasnya orang percaya hidup, sebab mereka adalah orang yang telah ditebus
dengan harga yang lunas dibayar. Mereka harus hidup hanya untuk kemuliaan Allah
atau kepentingan Tuhan (1Kor. 6:9-20). Oleh karena hal ini maka betapa mutlak
dan perlunya atau pentingnya Tuhan menunjukkan teman hidup atau memilihkan
teman hidup bagi orang percaya. Tetapi masalahnya adalah manusia sudah rusak.
Manusia memiliki kecenderungan memilih apa yang sesuai dengan keinginannya
sendiri, bukan keinginan Tuhan. Dan Tuhan memberi kebebasan manusia untuk
memilih. Karena hal ini, maka banyak orang Kristen salah memilih teman hidup.
Sekarang memilih teman hidup menjadi tanggung jawab yang besar bagi setiap
individu. Oleh sebab itu perlu adanya bimbingan bagaimana memilih teman hidup.
Bagaimana seseorang dapat menemukan teman
hidup yang sesuai dengan kehendak Allah? Hal utama yang harus disadari dan
diterima bahwa menikah adalah panggilan, sama seperti seorang yang tidak
menikah pun adalah panggilan. Bukan sekadar terbawa arus kehidupan; artinya
karena yang lain menikah, ia juga menikah, apalagi didorong hasrat seks atau
keinginan memiliki keturunan dan kebersamaan dengan lawan jenis.
Seseorang harus berpikir bahwa jodoh yang
akan dimiliki haruslah seseorang yang bisa diajak memikul beban bersama untuk
kepentingan Tuhan. Bagi orang percaya harus mengerjakan keselamatan, yaitu
berusaha untuk meresponi karya Tuhan Yesus dikembalikan ke rancangan semula,
selanjutnya membantu orang lain juga diselamatkan; menjadikan semua bangsa
murid Tuhan Yesus. Jodoh haruslah seseorang yang melengkapi. Kata sepadan
dalam Kejadian 2:18, dalam teks aslinya
adalah neged (ֶ× ×“ֶ×’) yang artinya adalah opposite to (bertentangan
atau berlawanan dengan).
Pasangan haruslah seorang yang tidak dalam segala hal sama. Justru hal itu memperkaya atau melengkapi kehidupan guna tugas yang dipercayakan Tuhan. Di sini dibutuhkan kedewasaan rohani dan pengertian, ketika sepasang manusia bersatu dalam keadaan yang tidak sama, tetapi bisa bersama dan sepakat; tidak sama, tetapi melengkapi. Pada waktu pacaran perbedaan tersebut bisa diabaikan karena gelora asmara, tetapi ketika sudah menikah -karena tidak dewasa- maka sulitlah menerima keadaan pasangannya yang tidak sesuai selera. Di sini mudah terjadi perceraian. Kalau mereka sudah memiliki anak, betapa malangnya anak tersebut.
Bagaimana menemukan teman hidup yang
sesuai dengan kehendak Allah? Jangan sengaja memilih teman hidup. Sebab kalau
sengaja memilih teman hidup seseorang akan gagal menemukan panggilannya dan
pasti salah memilih teman hidup. Apa yang harus dilakukan? Seorang anak Tuhan
harus bertumbuh dalam kedewasaan rohani untuk menjadi seperti rancangan semula
Allah, yaitu menjadi manusia yang memiliki pikiran dan perasaan Kristus. Dengan
pertumbuhan yang wajar seseorang akan peka terhadap kehendak Allah. Ia akan
mengerti apakah ia memiliki panggilan menikah atau tidak. Selanjutnya ia akan
peka untuk menemukan teman hidup yang di level yang sama dengan dirinya, agar
seimbang untuk diajak bersama memikul beban atau tanggung jawab.
Demi kepentingan pekerjaan-Nya, Tuhan
pasti akan menunjukkan teman hidup yang sepadan dan seimbang bagi
kepentingan-Nya. Karena bukan untuk kepentingan kita, maka Tuhan pasti memberi
tanpa kita minta. Jadi, kalau orang meminta- minta jodoh menunjukkan bahwa ia
tidak mengerti maksud perkawinan itu. Ia mencari jodoh hanya untuk kepentingan
diri sendiri. Dalam hal ini berlaku hukum kalau Tuhan yang memilih atau
mempertemukan, maka seseorang tidak berhak memilih.
Hubungan suami istri adalah hubungan yang
menjadi jembatan seseseorang menikmati hubungannya dengan Tuhan, sebab paralel.
Kalau seseorang salah memilih teman hidup, maka ia sulit untuk menghayati
dengan benar hubungan dengan Tuhan; sulit bukan berarti tidak bisa. Keindahan
hubungan antara pria dan wanita dapat merefleksikan hubungan dengan Tuhan.
Kalau manusia tidak jatuh dalam dosa, ia harus menemukan teman hidup yang tepat
supaya sepanjang masa dapat merefleksikan hubungan suami istri tersebut dengan
hubungan dengan Tuhan.
Demi kepentingan pekerjaan-Nya, Tuhan
pasti akan menunjukkan teman hidup yang sepadan dan seimbang bagi
kepentingan-Nya.