MAKNA BUAH DUA POHON
DI TENGAH DI EDEN
Berbicara mengenai mitos dalam pengertian umum adalah cerita atau dongeng yang tidak faktual, artinya bukan suatu kejadian yang sebenarnya. Biasanya berbicara mengenai mitos asumsi orang sudah negatif, sebab dikaitkan dengan dongeng-dongeng masyarakat kuno Yang tidak berlogika secara sehat. Mitos selalu dikaitkan dengan hal-hal yang tidak logis, mistik dan okultisme. Inilah pengertian mitos secara umum.
“Sebenarnya kata
mitos juga memiliki pengertian yang lain, yaitu suatu cara untuk menjelaskan
suatu kebenaran yang tidak bisa dijelaskan apa adanya berhubung keterbatasan si
penerima kebenaran atau karena faktor-faktor lain.”
Sebenarnya kata
Initus Juga memiliki pengertian yang lain. yaitu suatu cara untuk menjelaskan
suatu kebenaran yang tidak bisa dijelaskan apa adanya berhubung keterbatasan
al penerima kebenaran atau karena faktur faktur lain. ini pengertian mitos
secara khusus yang digunakan untuk memahami Alkitab, khususnya kitab Kejadian.
Seperti seorang anak umur 5 tahun bertanya: Dari mana adiknya berasal? Orang tua
akan memberi berbagai jawaban yang "tidak apa adanya”. Orang tua harus
menjelaskan dengan cara lain yang bisa dimengerti dan diterima oleh anak-anak.
Ada orang tua yang menjawab membeli di rumah sakit, dibawa burung dari langit
atau Tuhan yang mengirim ke rumah. ]awaban-jawaban ini bisa disebut mitos dalam
pengertian yang kedua; mitos secara khusus. ]awaban-jawaban tersebut tidak
bermaksud untuk berdusta, tetapi menjelaskan suatu fakta dengan cara atau isi
yang berbeda atau “tidak apa adanya”. Tetapi yang penting maknanya bisa
ditangkap. Hal ini dilakukan mengingat ketidakmampuan pikiran si penerima untuk
menangkap dan memahami hal tersebut.
Dalam kitab
Kejadian, kisah Adam dan Hawa, bila diterima dan dipahami secara harafiah, maka
Alkitab menjadi buku mitos dalam pengertian umum. Itu berarti Alkitab menjadi
buku yang berkualitas rendah. sama dengan buku yang memuat dongeng-dongeng dari
agamaagama primitif. Tetapi sebenarnya sangatlah lebih mungkin kalau kisah Adam
dan Hawa adalah mitos dalam pengertian kedua yaitu suatu cara untuk menjelaskan
suatu kebenaran yang tidak bisa dijelaskan apa adanya berhubung keterbatasan si
penerima atau karena banyak faktor. Kalau hal ini sukar atau tidak bisa
diterima, tentu tidak perlu dipaksakan, sebab selama ini semua orang Kristen
atau hampir semua orang Kristen menerima dan memahami kisah Adam dan Hawa
secara harafiah. Mereka berpikir sangat sederhana, bahwa karena Adam makan buah
yang dilarang Tuhan untuk dikonsumsi secara fisik dan harafiah, maka mereka
jatuh dalam dosa dan menjadi rusak. Sejauh ini, hanya Kejadian 1 dan 2 yang
dikemukakan oleh Tuhan dengan cara figuratif. Sedangkan kisah lain bukanlah
figuratif Magi nyata, harafiah dan terverifikasi secara historis.
Pada mulanya
kitab Kejadian ditulis oleh Musa sekitar tahun 1440 sebelum Masehi yaitu ketika
bangsa Israel keluar dari Mesir Sulitlah menjelaskan suatu kebenaran sesuai fakta
“apa adanya” kepada suatu bangsa yang selama 430 tahun tertindas sebagai budak
di Mesir. Itulah sebabnya Tuhan dalam kebijaksanaanNya yang luar biasa
menggunakan cara lain untuk menjelaskan suatu kebenaran kepada bangsa primitif
yang kurang beradab dan berbudaya tersebut. Inilah cara mitos pengertian kedua.
jika tidak demikian, mereka tidak memahami pesan dan makna 4 Yang hendak
disampaikan Tuhan kepada mereka. Mereka memahami kisah Adam dan Hawa secara
praktis dan sederhana. bahwa Tuhan memberikan kehendak bebas untuk mengambil
keputusan. yaitu ketaatan yang bisa mendatangkan berkat sedangkan ketidaktaatan
mendatangkan kutuk.
Kisah itu sendiri
memiliki fleksibilitas dan dinamisitas Yang luar biasa untuk dipahami maknanya.
Akhirnya yang penting bukan kisah itu sendiri, tetapi maknanya untuk kita.
Tentu hal ini tidak perlu diperdebatkan tajam sehingga memecah belah
persekutuan kita. Kalau seseorang masih menerima Kejadian 1 dan 2 secara
harafiah kita menghargainya dan tidak memperdebatkannya. Orang Kristen Yang
belum dewasa dan tidak bertumbuh menjadi cerdas menerima kisah Adam dan Hawa
seperti anak-anak Sekolah Minggu dengan pemikiran yang sangat terbatas dangkal
dan berbau mitos secara umum. Tetapi kalau kita bertumbuh dewasa dan menjadi
cerdas, maka kita dapat memahami kisah Adam dan Hawa dengan pemikiran yang
mendalam, cerdas dan tepat. Kalau kisah tersebut dipahami secara harafiah, maka
implementasi dan aplikasinya tidak mendalam dan kuat dibanding kalau kisah tersebut
dipahami tidak secara harafiah.
MAKNA BUAH DUA POHON DI TENGAH EDEN
Dalam Kejadian 2:9 tertulis: Lalu TUHAN Allah
menambahkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya;
dan pohon kehidupan di
tengah-tengah taman itu, serta pohon
pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Dari catatan tersebut dapat diperoleh fakta
bahwa dalam taman Eden terdapat 3 jenis buah, yaitu: pertama, buah
dari berbagai pohon yang baik untuk
dimakan guna pemenuhan kebutuhan jasmani, kedua adalah pohon kehidupan dan buah yang ketiga adalah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.
Dalam ayat
tersebut terdapat dua kalimat. Pertama, lalu TUHAN Allah menumbuhkan
berbagai-bagai pohon dari bumi: yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; Kalimat kedua
adalah dan pohon kehidupan di
tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Dalam teks
aslinya kedua kalimat tersebut dipisahkan oleh kata “dan” yang dalam bahasa Ibrani waw (1), yang mengesankan
bahwa buah yang pertama adalah buah yang berbeda jenisnya dengan buah yang
kedua dan ketiga. Terkait dengan hal ini ada hal yang patut mendapat perhatian
kita, bahwa semua pohon yang baik untuk
dimakan (buah yang pertama)
ditumbuhkan dari tanah.
Penulis kitab Kejadian tidak menggunakan kata bumi, yang dalam bahasa Ibrani erets (vw), tetapi menggunakan
kata tanah yang dalam bahasa Ibraninya adalah adamah (DUI N). Kata adamah juga
digunakan untuk menjadi bahan tubuh manusia (Kej. 2:7). Kata adamah lebih tepat
diterjemahkan ground atau c115; (tanah atau debu) atau soil (tanah liat). Hal
ini hendak menegaskan bahwa untuk makanan
fisik menggunakan adamah,
hal ini sinkron dengan tubuh
manuisia yang dibuat dari debu tanah; dalam bahasa
Ibraninya afar min ha adamah (ma'! N0 ']D 19 ).
Buah yang tumbuh
dari adamah adalah buah yang dikonsumsi untuk tubuh manusia. Tetapi buah dari
pohon kehidupan dan pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat bukanlah buah yang
dikonsumsi untuk fisik, tetapi untuk dikonsumsi
jiwa atau pikiran. Buah ini
sebenarnya sebuah figuratif, menunjuk pada pengaruh jahat Lusifer yang jatuh.
Buah tentang pengetahuan yang baik dan jahat adalah suara bukan dari Allah.
Terkait dengan hal ini Paulus menyingkapkan rahasia dua pohon di tengah taman
tersebut dengan tulisannya: Sebab aku cemburu kepada kamu dengan cemburu ilahi.
Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu
sebagai perawan suci kepada Kristus. Tetapi aku takut, kalau-kalau PIKIRAN
KAMU DISESATKAN dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus,
sama seperti HAWA DIPERDAYAKAN
oleh ular itu dengan kelicikannya
(2Kor. 11:2-4).
Bisa saja orang
berpikir bahwa penyesatan di sini maksudnya adalah Adam dan Hawa terbujuk makan
buah yang dilarang Tuhan tersebut. Logikanya sangatlah dangkal kalau penyesatan
hanya sedemikian sederhana. Kalau secara harafiah lebih tepat menggunakan kata
penipuan atau bujukan yang salah. Tetapi kalau berbicara mengenai penyesatan,
hal ini menunjuk kepada pemahaman dalam pikiran yang bertalian dengan proses
yang tidak singkat. Jadi, sangatlah cerdas dan logis kalau pohon kehidupan
adalah bentuk figuratif.
Kalau kisah Adam
dan Hawa tidak dipahami secara benar, maka kisah Adam dan Adam dan Hawa
adalah dongeng yang berunsur mitos dalam pengertian umum. Bagaimana
mungkin makan buah mengakibatkan pikirannya yang terbuka? (Kej. 3:7). Logisnya
kalau makan buah tentu perut yang menjadi kenyang, bukan pikiran yang diisi.
Ada sangat banyak pohon buah-buahan yang bisa berjumlah puluhan ribu sampai
ratusan ribu jenis bahkan jutaan, tetapi tidak perlu disebutkn namanya. Mereka
dikelompokkan pada buah yang dimakan untuk fisik, tetapi dua buah yang terletak
di tengah taman tersebut perlu disebutkan namanya, sebab jenisnya berbeda dari
buah secara harafiah.
Dalam hal ini
buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat sebenarnya adalah figuratif
(Ing. the tree of knowledge of good and evil, Ibr. we’ets hadda’ath tov wara”;
5’11 310 nm TJ Y))"; ). Namanya saja sudah mengisyaratkan sesuatu atau
mengandung pesan. Kenapa tidak disebut misalnya buah pir, apel atau rambutan? Sebagai perbandingan,
seandainya ada buah yang dinamai “bangun terlampau pagi bisa masih mengantuk”,
pasti ini maksudnya kurang tidur, karenanya jangan kurang tidur. Juga pohon
kehidupan (Ing. the tree of life; Ibr. we’ets hakhayim; D'?!) u'J Y))! ).
Demikianlah
bahwa dua buah pohon yang ada di tengah taman, yaitu pohon kehidupan dan pohon
pengetahuan tentang yang baik dan jahat, tentu bukan buah untuk makanan atau
konsumsi fisik tetapi jiwa. Manusia diperhadapkan pada pilihan, apakah mengisi
pikirannya dengan kebenaran sehingga bisa mengerti kehendak Allah dengan
sempurna atau mengisi pikiran dengan filosofi yang tidak berstandar kebenaran
Allah yang sempurna sehigga memiliki pengertian (understanding) yang
mengakibatkan manusia tidak bisa mencapai kesucian Allah.
Kita tidak tahu berapa lama selang waktu antara makan “buah” yang
dilarang tersebut, artinya mengkonsumsi sesuatu yang tidak berstandar
kebenaran, Allah sampai “matanya terbuka menyadari ketelanjangan mereka” (Kej.
3). Buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat menunjuk kepada
“filosofi” yang bertentangan dengan kebenaran Allah. Jika dikonsumsi maka mata
terbuka, ini berarti “pola berpikir atau pengertian” menjadi salah yang
mengakibatkan manusia tidak mampu memahami kehendak Allah, yaitu apa yang baik,
yang berkenan dan yang sempurna. Ini
sama artinya manusia tidak bisa mencapai level sebagai kristen sejati (rancangan Allah semula yaitu segambar dan serupa dengan Allah sebagaimana yg tertulis dalam kej 1:26).
Sebagai
ilustrasi, sama seperti anak-anak usia di bawah 3 tahun tidak malu mandi
bersama bertelanjang dengan lawan jenisnya, tetapi ketika sudah menginjak usia
di atas tujuh tahun sudah mulai malu. Mengapa? Sebab di dalam dirinya terdapat pengertian-pengertian yang
membuat dirinya menjadi malu. Alkitab juga menggunakan ilustrasi ini,
yaitu Adam dan Hawa sadar mereka telanjang (Kej. 3:7). Ini berarti ada sesuatu
dikonsumsi di dalam pikiran mereka yang membuat cara berfikir mereka berubah.
Tentu saja
penyesatan pikiran bisa terjadi melalui suatu proses Panjang, demikian pula
dengan proses kejatuhan Adam. Seperti yang dikatakan oleh Paulus dalam suratnya
bahwa ia takut kalau-kalau pikiran orang percaya disesatkan dari kesetiaan yang
sejati kepada Kristus sama seperti Hawa diperdaya oleh ular (2Kor. 11:2-4). Manusia diperdaya melalui pikirannya
atau pikirannya disesatkan. Hal ini membuka rahasia mengenai fragmen di
taman Eden, bahwa sejatinya pergumulan manusia pertama adalah pergumulan dalam
pikirannya.
Penyesatan pikiran tentu terjadi melalui perjalanan waktu
yang tidak singkat. Hal ini bisa dipahami kalau kita memandang kisah mengenai Adam
dan Hawa dengan kaca mata dewasa,
artinya memahami buah pengetahuan tentang yang baik dan
yang jahat serta buah kehidupnan sebagai konsumsi bukan untuk fisik tetapi
jiwa. Dalam hal ini manusia diperhadapkan, apakah mengkonsumsi kebenaran yang
berasal dari Allah atau suara yang berasal dari sumber lain.
Implikasinya bagi kita hari ini adalah, bahwa perjalanan Waktu seperti sebuah arena, dimana kita diperhadapkan kepada lawan yang harus kita kalahkan atau kita yang kalah. Peperangan itu merupakan sebuah kompetisi (persaingan), antara Tuhan dan kuasa jahat. Penerangan itu dimulai dari pikiran. Siapa yang paling banyak mewarnai pikiran kita, dialah pemenangnya. Apakah seseorang memberi peluang Tuhan sebagai pemenang untuk memiliki kehidupan ini atau kuasa lain yang memilikinya. Kalau kita member diri untuk dimiliki oleh Tuhan, berarti kita harus mengisi pikiran dengan kebenaran Firman Tuhan sehingga kita mengerti kehendak Allah. Ini adalah prestasi yang baik untuk kekekalan. Dalam hal ini waktu adalah anugerah, modal kehidupan untuk mencapai prestasi rohani yang memiliki nilai kekal.
Allah masuk dalam arena perjalanan waktu bersama dengan
manusia, untuk itu manusia juga harus serius memerhatikan dan menghargai waktu
yang diciptakan Tuhan tersebut di mana manusia hidup di dalamnya. Tentu Allah
hadir di Eden bersama dengan Adam dan Hawa untuk mengajar mereka kebenaran
melalui Roh-Nya. Tetapi Roh Allah undur ketika anak-anak Allah ( keturunan Set
yang masih dipimpin oleh Roh-Nya) melakukan kawin campur dengan anak-anak
manusia, yaitu keturunan kain (kej.6:1-4).
Ular yang adalah
personifikasi dari Lusifer menawarkan pengetahuan apa yang baik dan yang jahat
“menurut versinya”. Ular berkata: ”Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi
Allah mengetahui; bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah,
tahu tentang yang baik dan yang jahat.” (Kej 3:5). Manusia terkecoh oleh ular, dari pernyataan ular seakan-akan Allah
menyembunikan suatu rahasia kepada manusia karena takut disaingi. Kecurigaan
inilah yang mengerakkan manusia memilih yang lain bukan kebenaran yang
disediakan Allah.
Allah bukan
tidak ingin manusia pertama tersebut mengerti apa yang baik dan jahat. Allah
menghendaki agar manusia memiliki pengertian mengenai apa yang baik dan yang
jahat dari Allah “melalui proses perjalanan waktu (sekolah kehidupan)” yang
ditetapkan oleh Allah. Allah mengajar kebenaran selalu melalui proses
yang bertahap.Tentu kehendak Allah Bapa, Adam menjadi serupa dengan Allah atau
seperti Allah. Tetapi seperti Allah versi Allah Bapa bukan versi yang lain.
Allah Bapa menghendaki Adam memahami apa yang baik dan yang jahat versi Allah
bukan versi Iblis.
Tetapi Adam
bertindak di luar kehendak Allah, ia ingin
segera
menjadi seperti Allah sesuai dengan kehendaknya sendiri dan besar kemungkinan
juga di luar jadwal Allah. Padahal, tentu Tuhan menghendaki agar manusia
menerima pengertian mengenai kebenaran dari sumber yang benar, yaitu dari Allah
sesuai dengan jadwal-Nya. Tetapi kejatuhan manusia ke dalam dosa pada
prinsipnya adalah karena Adam lebih mengisi pikirann dengan suara yang bukan
berasal dari Bapa. Inilah yang membawa diri manusia kepada dosa atau
kemelesetan (Rm. 3:23). Manusia tidak mampu mencapai standar kesucian yang Allah
kehendaki. Memang hal ini tidak tersurat secara tegas, tetapi bila dianalisa secara teliti hal ini
sangat logis untuk dimengerti dan diterima. Implikasi dari penjelasan
ini adalah bahwa sekarang ini manusia juga menghadapi realitas limitasi waktu
yang diberikan oleh Tuhan kepada masing-masing individu. Kalau dalam kurun
waktu yang tersedia manusia tidak mencapai apa yang dikehendaki Allah,
masing-masing individu harus memikul resikonya.