POLIGAMI DAN PERCERAIAN DALAM PERJANJIAN LAMA
POLIGAMI
Poligami, menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah: sistem perkawinan yg salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dl waktu yg bersamaan; poligami, beristeri/bersuami lebih dari seorang.
Baik "poligami" maupun "poliandri" berasal dari bahasa Yunani. 'POLYGAMY' dari kata πολύς - POLUS/ POLYS yang berarti "banyak" plus kata γάμος - GAMOS ("perkawinan") dan 'POLYANDRY' berasal dari kata 'POLUS/ POLYS' dan ἀνήρ - ANÊR ("laki-laki", "suami").
Dari aspek etimologi, 'POLYANDRY' berarti memiliki banyak suami atau pasangan pria pada suatu saat, sedangkan 'POLYGAMY' (harfiah: "banyak menikah") berarti memiliki lebih dari satu pasangan pada suatu saat.
Istilah 'POLYANDRY' ditujukan khusus buat wanita sedangkan 'POLYGAMY' ditujukan buat pria dan wanita namun belakangan ini biasanya lebih dititikberatkan pada pria, bahkan istilah 'POLYGAMY' pun ditujukan buat hewan, misalnya pada kelompok babon. Sebenarnya, lawan kata 'POLYANDRY' bukanlah 'POLYGAMY' tetapi 'POLYGYNY' ('POLUS/ POLYS', "banyak" plus γυνή - GUNÊ/ GYNÊ, "istri", "perempuan").
Re: POLIGAMI DAN PERCERAIAN DALAM PERJANJIAN LAMA
Mengapa poligami diizinkan di antara para leluhur dan mengapa sekarang ini dianggap salah?
Kebiasaan mempunyai lebih dari satu istri yang dimiliki oleh para bapa-bapa leluhur Israel, dalam kadar tertentu, bisa dimaafkan untuk mereka, karena, meskipun sudah ada alasan untuk menentangnya sejak dari awal pernikahan Adam (Maleakhi 2:15), namun tidak ada perintah khusus untuk menentangnya. Pada mereka, itu merupakan dosa karena ketidaktahuan.
Yakub, bapa leluhur Israel memiliki 4 istri, dari mereka ia memiliki 12 putera.
- Dari Lea: Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda, Isakhar, dan Zebulon
- Dari Bilha (gadis pemberian Rahel/ budak Rahel): Dan dan Naftali
- Dari Zilpha (gadis pemberian Lea/ budak Lea): Gad dan Asyer
- Dari Rahel: Yusuf dan Benyamin
Daud memiliki banyak istri: Dari catatan yang ditulis secara implisit maupun eksplisit, setidaknya ada 18 istri atau gundik raja Daud : Mikhal 1 Samuel 18:27 (1 Samuel 19:11-18; 25:44; and 2 Samuel 3:13-14; 6:20-23), Abigail (1 Samuel 25:39), Ahinoam dari Yizreel (1 Samuel 25:43), Egla (2 Samuel 3:6), Maakha (2 Samuel 3:3), Hagit (2 Samuel 3:4), Abital (2 Samuel 3:4), Batsyeba (2 samuel 11:27) serta 10 gundik yang tercatat (2 Samuel 15:16; 16:21-23). Selain itu Daud juga mengambil lagi beberapa istri dan gundik (2 Samuel 5:13, 1 Tawarikh 14:3).
Tuhan Yesus, sewaktu berfirman mengenai ketetapan-ketetapan hukum Musa tentang pernikahan, berkata: "Tetapi sejak semula tidaklah demikian". Matius 19:8. Dia merujuk kepada penciptaan asli satu laki-laki dan satu perempuan sewaktu memperbaiki hukum moral bahwa seorang laki-laki hanya boleh memiliki seorang istri. Kenyataan bahwa Abraham dan bapa leluhur lainnya memiliki lebih dari satu istri tidak membuat poligami dibenarkan dibandingkan dengan kenyataan kalau mereka memiliki budak tidak membuat perbudakan dibenarkan.
Alkitab merupakan sebuah catatan yang selalu mengatakan yang sebenarnya tentang kehidupan orang-orang yang dikisahkan. Mereka melakukan banyak hal yang salah; Allah menangani umatNya dengan lemah lembut dan sabar, memimpin mereka melalui sebuah proses panjang pengajaran dan perkembangan menuju pemahaman penuh akan kehendak-Nya yang sempurna. Tidak ada waktu yang jelas kapan awalnya poligami dianggap salah, tetapi ajaran Yesus yang melebihi pengaruh lain, menunjukkan kepada umat manusia bahwa hal ini salah. Dalam Perjanjian Baru, kasih suami dan istri dianggap sebagai bentuk kasih tertinggi; tidak dapat dibayangkan kalau orang luar, atau pihak ketiga, bisa masuk ke dalam persekutuan yang kudus ini.
Poligami berarti ketidak-adilan terhadap wanita; istri-istri jamak adalah pihak luar, yang tidak memiliki sudut pandang Kristen mengenai hal-hal yang berkaitan dengan peran istri yang benar.
POLIGAMI DAN PERCERAIAN DALAM PERJANJIAN LAMA
Catatan :
MITSVOT : TENTANG PERNIKAHAN, PERCERAIAN, DAN KELUARGA.
a. POLIGAMI
Kebiasaan mempunyai lebih dari satu istri yang dimiliki oleh para bapa leluhur, dalam kadar tertentu, bisa dimaafkan untuk mereka, karena, meskipun sudah ada alasan untuk menentangnya sejak dari awal pernikahan Adam (Maleakhi 2:15), namun tidak ada perintah khusus untuk menentangnya. Pada mereka, itu merupakan dosa karena ketidaktahuan.
Walaupun poligami memang ada dalam Perjanjian Lama, namun jangkauannya jangan dilebih-lebihkan, karena hampir terbatas pada raja-raja atau para pemimpin atau pejabat tinggi. Kecuali Salomo, umumnya yang sering terdapat adalah bigami, bukan poligami.
Monogami tampaknya biasa terdapat dikalangan rakyat. Bapak-bapak leluhur kadang-kadang dianggap sebagai contoh untuk poligami. Tetapi poligami harus dibedakan dari perseliran. Pembedaan itu kelihatannya tidak penting bagi kita, tetapi sangat penting di dunia kuno. Seorang selir adalah budak, sangat berbeda dan jauh lebih rendah dalam hubungannya dengan tuannya, bila dibandingkan dengan istrinya. Baik Abraham maupun Ishak membunyai hanya satu istri, sedang Yakub, yang sebenarnya menginginkan hanya satu istri, mengenal empat perempuan dalam kehidupannya (dua istri dan dua selir) akibat tipu daya dan iri hati.
"Tetapi sejak semula tidaklah demikian" (Matius 19:18). Kata-kata yang diucapkan Yesus tentang perceraian itu berlaku juga untuk poligami. Riwayat penciptaan secara jelas berbicara tentang satu suami satu istri, "satu daging" antara satu laki-laki dan satu perempuan (Kej. 2:24). Di samping itu, ada bagian-bagian dalam tulisan-tulisan hikmat yang mendorong, atau setidak-tidaknya menganjurkan, monogami yang kokoh (Ams. 5:15-20; 18:22; 31:10-31, Kidung Agung) dan ada penggunaan gambaran pernikahan untuk melukiskan hubungan yang eksklusif antara Allah dan Israel. Meskipun orang sadar bahwa dari segi teologis poligami adalah kurang ideal, namun poligami ditoleransi di Israel sebagai suatu kebiasaan sosial. Tetapi ada hukum-hukum yang membatasi dampak-dampaknya yang mungkin menghina pihak perempuan.
Seperti dikatakan di atas, kedudukan seorang selir adalah jauh di bawah kedudukan seorang istri, tetapi para selir mempunyai hak legal, sebagaimana dinyatakan dalam Keluaran 21:7:11. Ia tidak dapat dijual kembali oleh tuannya; ia harus diperlakukan sebagai selir satu orang saja, bukan mainan keluarga. Kalau tuannya mengambil selir lain, ia tidak boleh mengabaikan kewajibanya kepada selir yang pertama dalam hal materi maupun seksual. Kalau demikian hak-hak selir, maka hak-hak istri dalam keadaan poligami tentu saja tidak kurang dari itu. Ulangan 21:10-14 juga melindungi hak seorang perempuan tawanan perang yang diambil menjadi istri. Ia harus diperlakukan secara layak dan manusiawi dan tidak dapat diperlakukan sebagai budak. Hukum warisan dalam Ulangan 21:15-17 secara tidak langsung mengecam bigami bahwa seorang laki-laki tidak dapat mencintai dua orang perempuan secara sama, atau pada akhirnya salah seorang sama sekali tidak dicintainya lagi. Istri yang tidak dicintai itu dilingdungi dari perlakukan yang tidak adil; jika anak laki-lakinya adalah anak sulung maka anak itu tidak bileh kehilangan warisannya karena ibunya tidak dicintai. Cerita tentang Elkana dan istri-istrinya yang saling bersaing (1 Sam. 1) memang tidak untuk mengkritik bigami secara langsung, tetapi bisa menjadi ilustrasi yang hidup tentang kesengsaraan yang dapat ditimbulkan oleh praktik tersebut.
b. PERCERAIAN
Bahasa Ibrani untuk "perceraian" adalah: שָׁלַח - SHALAKH, secara harfiah berarti "dia menyuruh pergi" (bandingkan : Ulangan 22:19); "membebaskan" atau "membiarkan pergi" (Matius 1:19), "menghalau; mengusir" (Imamat 22:13), dan "memutuskan" (Ulangan 24:1, 3); Istilah "surat cerai" di ayat itu ( סֵפֶר כְּרִיתֻת - SEFER KERITUT; harfiah: Buku Pemutusan/ Buku Perceraian)
Maleakhi 2:15-16
2:15 LAI TB, Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh? Dan apakah yang dikehendaki kesatuan itu? Keturunan ilahi! Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya
KJV, And did not he make one? Yet had he the residue of the spirit. And wherefore one? That he might seek a godly seed. Therefore take heed to your spirit, and let none deal treacherously against the wife of his youth.
Hebrew,
וְלֹא־אֶחָד עָשָׂה וּשְׁאָר רוּחַ לֹו וּמָה הָֽאֶחָד מְבַקֵּשׁ זֶרַע אֱלֹהִים וְנִשְׁמַרְתֶּם בְּרוּחֲכֶם וּבְאֵשֶׁת נְעוּרֶיךָ אַל־יִבְגֹּֽד׃
Translit interlinear, VELO {dan bukankah} -'EKHAD {satu/ esa} 'ASAH {Dia telah menjadikan} USHE'AR {dan tersisa} RUAKH {roh} LO {kepadanya} UMAH {lalu apa} HA'EKHAD {yang satu itu} MEVAKESH {dia mencari} ZERA {benih} 'ELOHIM {ilahi} VENISH'MAR'TEM {maka kalian jagalah} BERUKHAKHEM {di dalam rohmu} UVE'ESHET {dan terhadap istri} NE'UREIKHA {di masa mudamu} 'AL {jangan} -YIV'GOD {dia menjadi tidak setia, Verb Qal Imperfect 3rd Mas. Sing}
2:16 LAI TB, Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel -- juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat
KJV, For the LORD, the God of Israel, saith that he hateth putting away: for one covereth violence with his garment, saith the LORD of hosts: therefore take heed to your spirit, that ye deal not treacherously.
Hebrew,
כִּֽי־שָׂנֵא שַׁלַּח אָמַר יְהוָה אֱלֹהֵי יִשְׂרָאֵל וְכִסָּה חָמָס עַל־לְבוּשֹׁו אָמַר יְהוָה צְבָאֹות וְנִשְׁמַרְתֶּם בְּרוּחֲכֶם וְלֹא תִבְגֹּֽדוּ׃ ס
Translit interlinear, KI {sebab} -SANE {Dia membenci} SHALAKH {dia yang mengenyahkan/ dia yg menyuruh pergi (dia/ orang yang menceraikan)} 'AMAR {firman} YEHOVAH (dibaca: 'Adonay, TUHAN) 'ELOHEY {Allah dari} YISRA'EL {Israel} VEKHISAH {dan orang yang menutupi} KHAMAS {kekerasan} 'AL-LEVUSHO {dengan pakaiannya} 'AMAR {firman} YEHOVAH (dibaca: 'Adonay, TUHAN) TSEVA'OT {semesta alam} VENISH'MAR'TEM {maka kalian jagalah} BERUKHAKHEM {di dalam rohmu} VELO {dan jangan} TIV'GODU {kalian menjadi tidak setia, Verb Qal Imperfect 3rd Mas. Pl. }
Dalam Perjanjian Baru, kehendak Allah dinyatakan dengan jelas, bahwa hanya seorang laki-laki dan seorang perempuan yang harus dipersatukan bersama-sama (1 Korintus 7:2). Mempunyai banyak istri lebih cocok dengan roh kedagingan dan hawa nafsu. Agama tertentu memperbolehkan hal itu.
Poligami diterima tanpa persetujuan yang jelas, namun ada hukum yang mengecamnya secara tidak langsung. Perceraian juga diijinkan, tetapi akhirnya dikecam pula secara langsung. Perceraian hampir tidak disinggung dalam hukum Perjanjian Lama, sebab pernikahan dan perceraian bukanlah kasus perdata seperti dalam kebudayaan masa kini. Kedua-duanya termasuk yuridiksi rumah tangga. karena itu, orang tidak harus pergi ke pengadilan untuk bercerai.
Hukum-hukum mengenai perceraian menyebutkan tentang keadaan yang tidak mengijinkan adanya perceraian dan aturan-aturan mengenai hubungan kedua belah pihak setelah perceraian terjadi. Dalam kedua kasus ini perlindungan terhadap perempuan rupanya menjadi pokok utama hukum-hukum tersebut. Dalam, Ulangan 22:28-29 ada larangan untuk menceraikan perempuan yang harus dinikahi oleh laki-laki yang telah memeperkosanya. Peraturan dalam Ulangan 24:1-4 menjadi pokok pertentangan antara Yesus dan orang Farisi. Peraturan itu tidak "memerintahkan" perceraian tetapi mengandaikan bahwa perceraian sudah terjadi. Dalam kasus ini, sang suami diminta menulis surat cerai untuk melindungi istrinya. Jika tidak, ia atau suami barunya yang kemudian dapat dituduh berzinah. Suami pertama dilarang mengambil kembali perempuan apabila suaminya yang berikut menceraikannya atau meninggal dunia. Dapat disebutkan lagi kasus perempuan tawanan yang hendak diceraikan dan tidak boleh dijual sebagai budak, kalau suaminya tidak merasa puas. Dalam hal itu perceraian tampaknya lebih baik daripada perbudakan. Setidak-tidaknya martabat dan kemerdekaan masih dipertahankan, bila dibandingkan dengan perbudakan (Ulangan 21:4).
Perceraian dengan Surat Cerai, sejak zaman Musa:
Mitsvot ke-77:
BERCERAI DENGAN DOKUMEN TERTULIS YANG RESMI ( סֵפֶר כְּרִיתֻת - SEFER KERITUT; Buku Pemutusan/ Buku Perceraian)
Ulangan 24:1-4
24:1 LAI TB, Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya,
KJV, When a man hath taken a wife, and married her, and it come to pass that she find no favor in his eyes, because he hath found some uncleanness in her: then let him write her a bill of divorcement, and give it in her hand, and send her out of his house.
Hebrew,
כִּי־יִקַּח אִישׁ אִשָּׁה וּבְעָלָהּ וְהָיָה אִם־לֹא תִמְצָא־חֵן בְּעֵינָיו כִּי־מָצָא בָהּ עֶרְוַת דָּבָר וְכָתַב לָהּ סֵפֶר כְּרִיתֻת וְנָתַן בְּיָדָהּ וְשִׁלְּחָהּ מִבֵּיתֹו׃
Translit interlinear, KI {karena} -YIQAKH {dia yang telah mengambil} 'ISH {suami dari} 'ISHAH {seorang istri} UVE'ALAH {dan jika kemudian menikahinya} VEHAYAH {dan terjadi} 'IM {apabila} -LO' {tidak} TIM'TSA' {dia didapati} -KHEN {kebaikan} BE'EYNAV {di matanya} KI {karena} -MATSA' {dia (suaminya) telah menemukan} VAH {pada diri (istrinya)} 'ER'VAT {hal yg tidak senonoh} DAVAR {pada suatu hal} VEKHATAV {dan dia menulis} LAH {kepadanya} SEFER {surat} KERITUT {perceraian} VENATAN {dan dia memberikan} BEYADAH {di tangannya (istrinya)} VESHILEKHAH {dan dia menyuruh istrinya pergi} MIBEYTO {dari rumahnya}
24:2 dan jika perempuan itu keluar dari rumahnya dan pergi dari sana, lalu menjadi isteri orang lain,
24:3 dan jika laki-laki yang kemudian ini tidak cinta lagi kepadanya, lalu menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu serta menyuruh dia pergi dari rumahnya, atau jika laki-laki yang kemudian mengambil dia menjadi isterinya itu mati,
24:4 maka suaminya yang pertama, yang telah menyuruh dia pergi itu, tidak boleh mengambil dia kembali menjadi isterinya, setelah perempuan itu dicemari; sebab hal itu adalah kekejian di hadapan TUHAN. Janganlah engkau mendatangkan dosa atas negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.
Tentang Istilah "surat pemutusan/ surat perceraian" ( סֵפֶר כְּרִיתֻת - SEFER KERITU berasal dari 2 kata:
1. Nomina סֵפֶר - SEFER, Artinya: Surat/ Buku/ pembelajaran/ learning/ Kitab/ Kitab gulungan, dll. dari Verba סָפַר - SAFAR, artinya: To tell/ to declare/ to count/ menceritakan, dll.
2. Nomina: ( כְּרִיתֻת - KERITUT, pemutusan/ divorcement Verba כָּרַת - KARAT, Artinya: to cut, cut off, cut down, cut off a body part, cut out, eliminate, kill, cut a covenant.
Dengan demikian, walaupun di dalam Perjanjian Lama perceraian itu ditoleransi dalam batas-batas hukum dibandingkan dengan poligami, namun perceraian itu jauh dari kehendak Allah. Dalam Maleakhi 2:13-16 ada serangan yang tidak mengenal kompromi terhadap perceraian, yang memuncak dengan kecaman yang terang-terangan: "Aku membenci perceraian, firman Tuhan, Allah Israel". Tidak ada kecaman atas poligami yang setajam atau dilengkapi dengan argumen teologis yang kuat seperti itu, barangkali karena poligami hanya merupakan "perluasan" pernikahan yang melampaui batasan monogami yang dimaksudkan Allah, tetapi perceraian sama sekali menghancurkan pernikahan. Dalam kata Maleakhi, perceraian berarti "menutup [diri] dengan kekerasan". Poligami menggandakan hubungan tunggal yang Allah kehendaki, sedangkan perceraian menghancurkan hubungan itu atau mengandaikan hubungan itu sudah hancur.
Pemberian Surat Cerai Pada zaman Musa, bisa saja dikatakan dengan suatu kebijaksanaan yang terpaksa dilakukan. Tuhan Yesus merujuk hal tersebut dalam :
Matius 19:8
Kata Yesus kepada mereka: "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian.
Dari ayat di atas, Tuhan Yesus menegaskan dua hal:
Pertama, bahwa ketetapan Musa tentang perceraian bukanlah suatu pembenaran terhadap perceraian, tapi suatu kelonggaran atau konsesi karena ketegaran hati Israel. Musa sendiri tidak menyetujui perceraian. Ia mengajarkan pernikahan yang permanen, seperti yang tertulis dalam Kitab Kejadian. Namun, umat belum siap untuk menerima dan memenuhi tuntutan tersebut.
Tuhan Yesus sebenarnya tidak mempermasalahkan Musa, namun Ia mempermasalahkan orang-orang Israel yang tegar hati. Oleh sebab ketegaran hati orang israel, maka Musa mengatur surat cerai, supaya nantinya jangan ada kekacauan secara penuh, misalnya janganlah seorang istri diusir dengan begitu saja oleh seorang suami.
Selama ini, perceraian adalah bagian dari kebudayaan mereka, seperti halnya bercocok tanam, beternak, berperang, dsb. Maka, untuk mengendalikan penyalahgunaan hak menceraikan isteri dan akibat-akibat negatifnya, hal itu perlu diatur dengan undang-undang. Surat cerai harus diberikan kepada pihak yang diceraikan. Isinya menyatakan pemutusan hubungan dan alasannya. Dengan surat itu, pihak yang diceraikan mendapat kesempatan untuk menikah lagi dengan pria lain.
Hukum Musa tak pernah mendorong, melarang atau menyetujui perceraian dalam Ulangan 24:1-4. Sebaliknya, hukum itu hanya menggariskan tata cara tertentu jika dan tatkala perceraian terjadi secara tragis. Ada satu ayat dalam Perjanjian Lama yang menyatakan bahwa Allah membenci perceraian:
LAI TB, Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat
KJV, For the LORD, the God of Israel, saith that he hateth putting away: for one covereth violence with his garment, saith the LORD of hosts: therefore take heed to your spirit, that ye deal not treacherously.
Hebrew,
כִּֽי־שָׂנֵא שַׁלַּח אָמַר יְהוָה אֱלֹהֵי יִשְׂרָאֵל וְכִסָּה חָמָס עַל־לְבוּשֹׁו אָמַר יְהוָה צְבָאֹות וְנִשְׁמַרְתֶּם בְּרוּחֲכֶם וְלֹא תִבְגֹּֽדוּ׃ ס
Translit interlinear, KI {sebab} -SANE {Dia membenci} SHALAKH {dia yang mengenyahkan/ dia yg menyuruh pergi (dia/ orang yang menceraikan)} 'AMAR {firman} YEHOVAH (dibaca: 'Adonay, TUHAN) 'ELOHEY {Allah dari} YISRA'EL {Israel} VEKHISAH {dan orang yang menutupi} KHAMAS {kekerasan} 'AL-LEVUSHO {dengan pakaiannya} 'AMAR {firman} YEHOVAH (dibaca: 'Adonay, TUHAN) TSEVA'OT {semesta alam} VENISH'MAR'TEM {maka kalian jagalah} BERUKHAKHEM {di dalam rohmu} VELO {dan jangan} TIV'GODU {kalian menjadi tidak setia, Verb Qal Imperfect 3rd Mas. Pl. }
Tujuan Surat Cerai dalam Perjanjian Lama tentulah merupakan suatu perlindungan untuk wanita dalam pernikahan. Membuat suatu surat/ sertifikat pada masa dulu merupakan pekerjaan yang memakan banyak waktu. Jadi kalau seorang suami harus membuat surat cerai, maka perceraian itu tidak mungkin diadakan dalam emosi sesaat. Apalagi kemudian surat cerai itu dapat dijadikan tanda identitas atau sebagai suatu status yang jelas kepada wanita itu.
Jadi, ketetapan tentang perceraian dalam Ulangan 24:1-4 tidak bersifat normatif, tapi sekunder dan temporer, sementara.
Kedua, yang ditegaskan Tuhan Yesus adalah bahwa ketetapan Musa tentang perceraian tersebut bukanlah bagian dari rancangan asali Allah tentang pernikahan. "Sejak semula tidaklah demikian", tegas-Nya. Tuhan Yesus tetap mempertahankan bahwa maksud Allah sejak semula adalah supaya menjaga hubungan dalam nikah berjalan terus seperti yang diuraikan-Nya pada ini:
Matius 19:4-6
19:4 Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?
19:5 Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
19:6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."
Dengan demikian, Tuhan Yesus bermaksud menegaskan kehadiran Kerajaan Allah di dalam diri-Nya mencakup tantangan bagi umat Allah untuk kembali kepada tuntutan kesempurnaan Allah sebelum manusia jatuh ke dalam dosa. Warga Kerajaan Allah dipanggil untuk menaati kehendak yang sempurna dari Allah, termasuk dalam hal pernikahan.[/list]
Sumber :
Dr. Christopher Wright : HIDUP SEBAGAI UMAT ALLAH; ETIKA PERJANJIAN LAMA: Poligami dan Perceraian, BPK Gunung Mulia, 1995, Halaman : 180-183
Artikel terkait :
- YESUS MELURUSKAN POLIGAMI DAN KAWIN-CERAI.
- Ucapan Yesus yang Sulit, 12 : Perceraian dan Pernikahan Kembali.
POLIGAMI DAN PERCERAIAN DALAM PERJANJIAN LAMA
Penulis: Risnawati Sinulingga
Kemitraan perempuan dan laki-laki sering dipermasalahkan. Perempuan biasanya dikemukakan dalam status yang lebih rendah dari laki-laki (Bnd. Lagu "Sabda Alam" ciptaan Ismail Marzuki. "Diciptakan... pria dan wanita. Ditakdirkan bahwa pria berkuasa. Wanita dijajah pria sejak dulu..."). Perjanjian Lama sering dipergunakan sebagai dasar argumentasi untuk membuktikan bahwa status perempuan lebih rendah dari laki-laki. Pembuktian ini, antara lain, dilakukan berdasarkan penafsiran tradisional terhadap Kejadian 1 dan 2. yaitu bahwa perempuan berasal dari laki-laki, untuk laki-laki, bahkan sepanjang waktu statusnya lebih rendah dari laki-laki [1] . Pembuktian yang sama diberikan dengan mengutip bagian Perjanjian Lama yang berbicara "negatif" tentang perempuan [2] . Satu diantara bagian Perjanjian Lama yang dianggap "berbicara negatif" adalah yang mengijinkan poligami dan diceraikannya perempuan dengan cara yang relatif mudah. Ini
Argumentasi dan pembuktian seperti ini jelas tidak dapat diterima. Yang dibutuhkan dewasa ini adalah penafsiran yang alkitabiah sekaligus ilmiah. Lagi pula banyak bagian-bagian Perjanjian Lama lain yang berbicara positif tentang perempuan (dalam perkawinan monogami misalnya), yang tidak boleh dilalaikan. Dalam hal ini, bagian Perjanjian Lama yang berbicara negatif tersebut ditambah bagian-bagian lainnya, termasuk mengenai masalah poligami dan perceraian, membutuhkan suatu metode pendekatan khusus, sehingga melaluinya diperoleh pemahaman yang obyektif mengenai perempuan.
I. STATUS PEREMPUAN YANG AMBIVALEN DALAM PERNIKAHAN
Perjanjian Lama memberikan gambaran yang bermacam-macam tentang status perempuan dalam perkawinan. Sebagai contoh. perikop yang satu menggambarkan nilai seorang istri yang sangat tinggi, lebih tinggi dari permata (Ams 31:10) [3], sementara itu beberapa perikop yang lain menggambarkan istri bernilai lebih rendah dari pada suami, anak-anak laki-laki, bahkan dianggap sejajar dengan harta dan ternak milik suaminya (Ulangan 4:21; 29:11; Keluaran 29:17). Di satu pihak fungsinya digambarkan sebagai istri, dan ibu rumah tangga, tetapi juga sebagai pemimpin masyarakat yang terdiri dari perempuan dan laki-laki (2 Samuel 14:2-20; 20:15-22; Hakim 4:4-6; 2 Raja 11:1-3; 22:13-20; Nehemia 6:14; Ester 4; Yoel 2:28). Di pihak lain fungsinya hanya sebatas ibu dan istri yang bertugas melahirkan, dan melayani kepentingan suami (Kejadian 16; 21:8-21; 30:1-24; Rut 4:1-17; Hak 19). Beberapa bagian Perjanjian Lama memperlihatkan bahwa perempuan bisa sangat dihormati, dicintai, ditaati suami, bahkan bisa lebih bijaksana dari suami (Kejadian 16:1-2; 21:12; 24:67; 29:18-19; 1 Samuel 25:2-44). Sementara itu di bagian lain, ia boleh dihukum secara brutal. diusir dari rumah, diceraikan dengan mudah, keperawanannya diuji dan kesetiaannya dapat disangsikan (Imamat 21:9; Ulangan 22:13-19; 24:1-21).
II. TEOLOGI ALKITAB YANG STRUKTURAL
Harus diakui bahwa selain gambaran yang beraneka ragam tentang perempuan, di dalam banyak bagian Perjanjian Lama terdapat bahas teologis yang berbeda-beda. Hal ini bersumber dari makna konsep. tema dan institusi pada buku-buku Perjanjian Lama yang beraneka ragam, bahkan kadang kala sepertinya kontradiksi satu dengan lainnya [4]. Perbedaan ini disebabkan oleh tradisi dan buku yang berbeda, misalnya tradisi sejarah berbeda dengan tradisi para nabi, khususnya dengan tradisi hikmat. Penyebab lain adalah motif yang berbeda dari Perjanjian Lama yang satu dengan yang lainnya.' Adalah sangat tidak jujur bila seseorang hanya menghitung kontradiksi tersebut, atau membahas hanya satu perikop, tanpa mencoba mencari penjelasan teologis dari perikop-perikop yang lain yang memberikan bahasan yang berbeda [5]. Sehubungan hal ini, status perempuan dalam perkawinan, khususnya dalam poligami dan perceraian, memerlukan metode pendekatan khusus, yang tidak hanya menghitung perbedaan konsep, atau berpegang pada ayat yang "berbicara negatif" atau "berbicara positif'. Pendekatan ini adalah pendekatan yang alkitabiah dan struktural, sehingga melaluinya diperoleh teologi alkitabiah [6] yang struktural, yaitu teologi tentang perempuan yang diperoleh dengan menafsirkan (tentunya berdasarkan prinsip hermeneutik yang alkitabiah) ayat-ayat representatif bagi seluruh Perjanjian Lama dalam bahasan poligami dan perceraian.
Bagian-bagian Perjanjian Lama yang representatif bagi bahasan poligami dan perceraian adalah perikop tertentu dari laporan penciptaan, beberapa undang-undang perkawinan dari Kitab Pentateukh, cerita-cerita dari Kitab Sejarah, dan materi pendidikan dari Literatur Hikmat, khususnya Kitab Amsal. Bertalian dengan topik poligami dan perceraian dalam Perjanjian Lama, bagian-bagian yang representatif ini memperlihatkan tiga konsep perkawinan, yang pertama konsep yang ideal, kedua konsep yang toleran, dan ketiga konsep yang refleksif.
III. KONSEP YANG IDEAL
Konsep yang ideal mengenai status perempuan dalam perkawinan, khususnya yang berkaitan dengan poligami dan perceraian berada pada Kejadian 2:23-24; Kejadian 1-3, bahkan seluruh pasal Kitab Kejadian tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Memang Kejadian 1:1-2, 4a diduga berasal dari sumber P pada masa sesudah pembuangan, sementara itu Kejadian 2:4b-24 berasal dari sumber J pada masa Kerajaan. Tetapi secara umum telah diterima bahwa kedua perikop ini sudah ada dalam bentuk tradisi lisan jauh sebelum penulisannya. Khususnya amat penting diperhatikan bahwa sang redaktor menggabungkan Kej 2:4b-24 kepada Kejadian 1:1-2,4a untuk memperlihatkan hubungan cerita dalam Kej 2:4a-29 kepada keadaan permulaan penciptaan [7]. Selain itu perlu digarisbawahi bahwa berdasarkan analisa bentuk cerita pada Kej 2:4a-24 adalah primeval saga, yaitu cerita yang dituturkan bukan saja untuk mengemukakan hubungan suami istri pada dunia mula-mula yang bergerak ke dunia kini saat pembentukan saya tersebut, tetapi juga untuk mengajarkan hubungan yang ideal [8] yang direncanakan Allah pada permulaan penciptaan sebelum kejatuhan ke dalam dosa. Literatur hikmat, khususnya Kitab Amsal mengandung konsep teologis dan etis yang sangat berbeda mengenai perkawinan dengan tradisi yang lainnya, karena kitab ini berisi bahan pengajaran, dan yang diajarkan tentu yang idealnya [9] .
Perkawinan merupakan kebahagiaan tertinggi bila konsep ideal tentang perkawinan itu dilaksanakan. "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku" (Kejadian 2:23b). Jikalau bentuk kalimat dan pemakaian kata pada ayat ini dianalisa dalam bahasa Ibrani, maka benarlah yang dikemukakan Gunkel bahwa ayat ini merupakan klimaks dari perikop tersebut, yaitu ekspresi suatu kepuasan puncak tentang perkawinan [10]. Ayat ini juga memperlihatkan hubungan yang benar diantara laki-laki dan perempuan. Orang Ibrani mengemukakan hubungan yang sangat intim bukan dengan mempergunakan istilah "hubungan darah" tetapi "hubungan tulang dan daging" [11] . Oleh karena itu hubungan laki-laki dan perempuan adalah hubungan yang sangat intim dan saling memiliki. Hubungan ini bukan hanya dalam hal fisik, tetapi psikologis dan ekonomis, dalam cinta kasih dan juga dalam kesulitan (bnd. Kejadian 2:24). Hubungan intim yang seperti ini dialami apabila laki-laki Yaazab (artinya: melupakan) ketergantungannya pada ayah dan ibunya (2:23a), dan yang paling penting apabila "keduanya" [12] menjadi satu (2:23b). Kebahagiaan perkawinan dapat direalisasikan hanya bila hubungan intim tersebut tidak dirusakkan (diceraikan) dan bila dalam hubungan tersebut hanya ada dua oknum (yaitu satu laki-laki dan satu perempuan) bukan tiga atau empat.
Konsep perkawinan yang ideal dalam Kitab Kejadian, misalnya pada Kejadian 4 (perikop pertama yang mengungkapkan terjadinya poligami dihubungkan oleh redaktur kepada konsep yang ideal pada Kejadian 1 dan 2 dengan memperlihatkan sebagai konsep perkawinan dalam perkembangan sejarah kehidupan manusia sesudah penciptaan yang oleh dipenuhi kepahitan, kejahatan, dan kematian [13] . Tegasnya, mau dikemukakan bahwa poligami terjadi sebagai akibat dosa. Saga yang berbentuk naratif ini diajarkan untuk menghindari perkawinan poligami.
Konsep ideal yang sama dapat juga ditemukan di dalam Amsal 5:15-20; 6:20-26. Konsep ideal tentang perkawinan ini diajarkan guru-guru hikmat kepada orang muda yang hidup pada masa sesudah pembuangan, pada masa mana terdapat kecenderungan orang Ibrani untuk menceraikan istri Ibraninya - istri mudanya (5:16-18) [14] . Dalam perikop ini ditekankan perkawinan berdasarkan hubungan yang intim dalam bentuk kesetiaan kepuasan kepada istri yang satu.
IV. KONSEP YANG TOLERAN
Undang-undang dalam Kitab Pentateukh mendukung konsep perkawinan yang ideal ini dalam banyak aturan tertulis (misalnya Keluaran 20:17; 21:5; Imamat 18:8; 20:10; 21:13, Bilangan 5:12; Ulangan 5:21; 17:17; 22:22; 24:5) [15]. Tetapi undang-undang yang sama juga memberikan aturan yang toleran terhadap poligami dan perceraian sehingga menghasilkan konsep yang toleran tentang perkawinan, misalnya Keluaran 21:7-11; Ulangan 21:10-17; 24:1-4. Aturan-aturan yang mengijinkan poligami dan perceraian (sebagai ganti dari aturan monogami dan perkawinan yang langgeng) dalam perikop ini tergolong kepada aturan kasuistik [16]. Aturan-aturan ini bukan aturan legal yang berlaku sepanjang masa, tetapi berlaku karena kasus yang terjadi dalam situasi tertentu. Dalam kekejaman perbudakan atau peperangan perkawinan, monogami tidak selalu dapat dipertahankan, sehingga terjadilah kasus poligami dan untuk itu dibutuhkan aturan yang melindungi hak perempuan dalam perkawinan itu (Keluaran 21:7-11; Ulangan 21:10-17). Dalam kebudayaan Israel kuno yang patriakhal perkawinan yang langgeng tidak selalu dapat dipelihara sehingga terjadilah kasus perceraian, untuk itu dibutuhkan aturan yang melindungi perempuan yang diceraikan atau yang membatasi kesewenang-wenangan laki-laki di dalam perceraian (Ul 24:1-4) [17].
Konsep yang toleran tentang perkawinan ini, baik dalam kasus poligami maupun perceraian dikritik dalam Perjanjian Baru (Matius 19:1-9). Aturan kasuistik untuk perceraian disebabkan oleh ketegaran hati orang Yahudi (ay 7-8). Alasan perceraian hanyalah perzinahan (ay 9). Perkawinan monogami yang langgeng merupakan konsep perkawinan yang ideal (ay 4-6).
V. KONSEP YANG REFLEKSIF
Konsep yang ideal dan toleran tentang perkawinan direfleksikan dalam Kitab-kitab sejarah. Pembahasan akan difokuskan kepada perefleksian konsep yang tidak ideal, kondisinya dan peringatan yang disampaikan. Pendekatan yang dipergunakan terhadap Kitab-kitab sejarah beraneka ragam [18] , dalam hal mana pendekatan tersebut sangat menentukan gambaran perkawinan yang diperoleh. Pendekatan yang dipergunakan dalam bahasa ini adalah pendekatan bentuk Kanonis, yaitu pendekatan yang menganalisa perikop-perikop yang berbicara tentang perempuan dalam suatu kesatuan, tidak memisah-misah perikop tersebut sesuai dengan sumbernya, dan juga tidak menekankan pengaruh redaktur Deutronomik terhadap gambaran perempuan yang diberikan [19].
Beberapa bagian Kitab-kitab Sejarah memperlihatkan terjadinya perkawinan poligami dan perceraian, tetapi perkawinan seperti ini biasanya berupa kasus semata dan tidak permanen
[20]. Perkawinan poligami berlaku dalam kondisi khusus, yaitu kemandulan dan keinginan untuk memiliki banyak anak (1 Samuel 1:2; 25:39-40; 2 Samuel 3:1-5; Hak 8:30),1237 kebutuhan raja akan hubungan diplomatik, cinta dan hawa nafsu (1 Raj 3:1; 11:3; 2 Samuel 11:6),1238 serta posisi sosial dan status ekonomi yang tinggi (1 Samuel 1:2; 25:39; 2 Samuel 3:1-5; 11:1; 1 Raja 11:3) [21] . Adalah suatu kenyataan bahwa seluruh Kitab-kitab Sejarah hanya melaporkan suatu perkawinan poligami yang terjadi diantara orang biasa (1 Samuel 1:2).
Kitab-kitab Sejarah memperlihatkan problema yang mungkin timbul dalam perkawinan poligami. Dalam hal ini, problema yang dikemukakan itu berfungsi sebagai peringatan bagi orang yang hidup di dalamnya atau bagi pembaca, bahkan berguna sebagai penolakan terhadap perkawinan poligami. Dalam kitab-kitab ini, hak, otoritas dan kebebasan laki-laki untuk memiliki lebih dari satu istri dibatasi oleh peringatan tersebut. Beberapa problema yang dikemukakan adalah bahaya penyembahan berhala khususnya dari istri asing (1 Raja 11:1-8), dan poligami biasanya menciptakan masalah dalam perkawinan, seperti persaingan di antara istri yang satu dengan yang lainnya (1 Samuel 1:6), kematian keturunan (Hakim 19), kemungkinan terjadinya kekacauan dan kejahatan yang berlipat ganda (2 Samuel 4).
Bagian-bagian Kitab Sejarah yang amat menonjol di dalam membahas masalah perceraian berasal dari masa sesudah pembuangan. Orang Israel yang kembali dari pembuangan bukan saja mengawini perempuan asing. tetapi juga menceraikan istri Yahudi mereka (Ezra 9:13,10; 10:2,11,14,17,18,44; Nehemia 13:23-27; Maleakhi 2:10-16). bahasan ini disertai dengan peringatan tentang bahaya yang mengancam umat Israel dalam hal kepercayaan, pemilikan dan pengontrolan tanah leluhur mereka [22] , bahkan hukuman dijatuhkan bagi yang tidak mau menyesali perbuatannya yaitu kehilangan status politik dan religi dan hak penguasaan harta milik (Ezra 9:7-15; Nehemia 13:28).
VI. KESIMPULAN
1. Penafsiran yang menyatakan bahwa undang-undang Perjanjian Lama merendahkan status perempuan dalam perkawinan adalah penafsiran yang tidak obyektif. Prasangka bahwa teks Perjanjian Lama mendukung perkawinan poligami dan perceraian adalah prasangka yang salah.
2. Untuk memahami status perempuan dalam perkawinan, khususnya yang berkaitan dengan poligami dan perceraian, dibutuhkan pendekatan yang Alkitabiah dan struktural. Pendekatan yang seperti ini memperlihatkan bahwa di dalam Perjanjian Lama terdapat tiga konsep perkawinan, yaitu konsep yang ideal, toleran dan refleksif.
3. Konsep perkawinan yang ideal adalah perkawinan antara satu laki-laki dengan satu perempuan, yang membentuk kesatuan yang sangat intim, bukan hanya dalam fisik, tetapi dalam psikis, cinta, kasih, ekonomi dan segala kesulitan dalam kehidupan.
4. Undang-undang Kitab-kitab Pentateukh mengandung aturan-aturan tentang poligami dan perceraian, tetapi aturan-aturan ini bukan apodiktik tetapi kasuistik, yaitu diberlakukan dalam kasus tertentu dan diformulasikan justru untuk memberi limitasi terhadap poligami dan perceraian, khususnya melindungi hak dan kebebasan perempuan. Aturan-aturan ini menggambarkan konsep perkawinan yang toleran terhadap poligami dan perceraian.
5. Kitab-kitab Sejarah melaporkan bahwa poligami dan perceraian tidaklah permanen terjadi. Dan hal itu terjadi di kalangan yang tertentu saja serta disertai dengan peringatan yang keras. Kitab-kitab ini memberikan konsep perkawinan yang refleksif.
Catatan:
[1] Lih. A. Jacob, Theology of The Old Testament (New York: Harper and Row, 1817) 167-171. A. Thomson, "Creataand Imaginem Dei, Licet Secundu Gradu: Woman as the Image of God according to John Calvin", Harvard Theology Review 18, 1980, hl. 131-134.
[2] C. M. Breyfogle, "The Social Status of Woman In the Old Testament", The Biblical Word XXXV, 1910, hl. 106-116, Bnd. A. Philips, "Some Aspects of Family Law in Pre-Exilic", Vetus Testamentum XXIII/3, 1973, hl. 350-351.
[3] Pada periode Perjanjian Lama permata bernilai sangat tinggi karena fungsi permata bukan hanya sebagai perhiasan tetapi dianggap memberi perlindungan kepada manusia dari penyakit, racun, bahkan kekalahan dalam perang. Lih. F. Anderson, Riches of the Earth (New York: Ruhledge, 1981) 22-45. Bnd "Precious Stones and Jewelty", Encyclopedia Judaica 13, ed. 1972, hl. 1008. F. Josephus, The Jewish War II, terj. G.A. Williaamson (New York: Peguin Book, 1977) 136.
[4] J. Bright, The Authority of the Old testament (Michigan: Baker Book House, 1975) 131. Bnd. J. Golding ay, Theological Diorversity and Authority of The Old Testament (Grand Rapids: Eermands, 1987) 1-4.
[5] Francis A. Schaeffer, The God Who is There, Hal 55.
[6] Yang dimaksud teologi Alkitabiah bukanlah hasil suatu survei historis tentang perkembangan agama dan istitusi sosial Israel, lihat G.F. Hansel, Old Testament Theology, William B. Eermands, Michigan, 1972 hl. 24, bnd. R.E. Clement, A Century of Old Testament Study (London: Lutterworth, 1976) 8-9. Tetapi apa yang dikemukakan oleh Gabler sebagai teologia Alkitabiah yaitu teologi berdasarkan pemahaman penulis-penulis teks Perjanjian Lama mengenai hal-hal ilahi. Lihat G.F. Hansel, Old Testament Theology, 32-22
[7] Penggabungan ini bahkan berlaku untuk seluruh Kitab Kejadian. Penggabungan tersebut disebut Childs sebagai penggabungan terstruktur, yaitu struktur toldedot (bertipe genealogis) dengan struktur naratif, agar seluruh sejarah manusia selanjutnya dapat terlihat hubungannya dengan penciptaan manusia pertama (Adam dan Hawa dalam Kej 1). Lih. B. S. Childs, Introduction to the Old Testament as Scripture (Philadelphia: fortress. 1979) 141, Bnd. C. Westermann. Genesis 1-11 (London: SPCK,) 24-25.
[8] G. W. Coats. Genesis with an Introduction to Narrative Literature (Michigan: Eerdmans, 1983) 5. Dapat ditambahkan bahwa dalam dunia Timur Tengah Kuno penggunaan cerita-cerita penciptaan untuk mengungkapkan apa yang dipercayai terjadi pada permulaan dan untuk memperlihatkan sifat dasar yang diharapkan atau yang ideal sangatlah umum. Lih. P. Bird "image of Women in the Old Testament" dalam Religion and Sexism (New York: Simon and Schuster, 1974) 71.
[9] Gerhard Von Rad, 3, 299; bnd. R. E. Murphy, "Assumptions and Problem in Old Testament Wisdom Research" The Catholic Biblical Quarterly 29, (1967) 101-112; J. L. Crenshaw, "The Sage in Proverbs" dalam The Sage in Israel, ed. J. G. Gammie and L.G. Perdue (Eisenbrauns: Winona Lake, 1990) 208-209.
[10] Lih. W. Brueggemann, Genesis, Interpretations-A Bible Commentary for Teaching and Preaching (Antlanta: Jonh Knox Press, 1982; bnd G J. Wenham, Word Biblical Commentary, VI 1, Genesis 1-15, (Waco: Word Books, 1987) 70.
[11] Lih. G. J. Wenham. 70. Penggunaan istilah "tulang dan daging" untuk menyatakan hubungan yang intim. Dapat dilihat pada Kej 29:14: Hak 9:2; 2 Sam 5:1; 19:13-14.
[12] Dalam teks tradisi Masora, istilah "keduanya" (senaim) tidak dipergunakan, tetapi berdasarkan teks LXX, Pesita versi Siria, dan Targum, diusulkan untuk menambah "keduanya" kepada ay. 23b, sehingga kalimat itu berbunyi "keduanya menjadi satu". Terjemahan LAI seperti yang diusulkan.
[13] Lih. bahasan Coats mengenai fungsi primeval saga yang bergerak dari dunia mula-mula (mengungkapkan konsep - ideal) menuju dunia kini - dunia saat pembentukan saga (narratif) itu dunia kepahitan, kejahatan, dan kematian (mengungkapkan konsep ideal yang telah rusak). G. W. Coats, 58-59.
[14] F. M. Cross, "A Reconstruction of the Judean Restoration". Journal of Biblical Literature 94 (1975) 16; bnd. B. Galzier-McDonald. "Intermarriage, Divorce and the Bat-EI Nekar: Insight into Mal 2:10-16", The Journal of Biblical Literature 106/4 (1987) 603-611; J..Blenkinsopp, "The Sosial Context of the Outsider Woman in Proverbs 1-9", Biblica 72 (1991), 459, 468-469.
[15] 0.J. Baab, "Marriage" dalam The Interpreters Dictionary of the Bible VI 111, ed. G. A. Patrick (New York: Abingdon Press, 1962) 278-287.
[16] Undang-undang dalam Kitab Pentateukh terdiri dari aturan Apodiktik (mis. Ul 5:2-20 yang diawali oleh larangan atau perintah) dan aturan Kasuistik (mis. perikop yang dikutip di atas) yang diawali oleh "kasus", seperti "bila", "tatkala", dan lain-lain. Aturan Apodiktiklah yang berfungsi sebagai aturan legal, sedangkan aturan Kasuistik berfungsi hanya di dalam kasus-kasus yang terjadi. Lih. J. Blenkinsopp, Winsdom and Law in the Old Testament - The Ordering of Life in Israel and Eartly Judaism (Oxford: Oxford University Press, 1983) 81-87.
[17] dalam Ul 24:1-4, alasan perceraian adalah "hal yang tak sesenonoh" (ervath dabhar). Apakah yang dimaksud dengan "yang tak senonoh" tidak jelas. Di dalam Talmud dikemukakan bahwa aliran Samai menafsirkannya sebagai "ketidaksucian seksual", sementara itu aliran Hillel menafsirkannya sebagai kelemahan tubuh yang membuat ketidakpuasan pihak suami. Lih. E. Neufeld, Ancient Hebrw Marriage Laws, with special reference to General Semitic Laws and Customs (New York: Longmans, 1944) 178-179.
[18] Pendekatan yang dipergunakan antara lain pendekatan Teori Dokumen atau Teori Fragment. O. Eissfeldt, The Old Testament; An Introduction (Oxford: Basel Blackwell, 1965) 243-244.
[19] Pendekatan ini mengakui nilai-nilai khusus dari pendekatan naratif-naratif yang melatarbelakangi Kitab-kitab Sejarah dan yang berasal dari masa pendudukan Kanaan sampai masa pembuangan. Pendekatan ini memberi kemungkinan bahwa konsep yang ideal dan aturan-aturan kasuistik tentang perkawinan memberi pengaruh terhadap bangsa Israel dan direfleksikan dalam naratif-naratif tersebut. Lih. B. S Child, 233.
[20] R. Patai, Family, Love and the Bible (London: Macgibbon and Kee, 1960) 35.
[21] Pada masa Israel kuno, tingginya status sosial dan ekonomi seseorang, biasanya ditandai oleh keberadaan istri yang lebih dari dua orang. Lih. J. A. Thompson, "Marriage", dalam The Ilustration Bible Dictionary, Vol 2, ed. D. Wood (Leicester: Inter Varsity Press)
[22] Lih. T. Henshaw, The Writing - The Third Division of the Old Testament Canon (London: George & Unwin, 1965) 29-30; bnd. C. V. Camp, Wisdom and the Feminine in the Book of Proverbs (Sheffield: Alsmond Press, 1985)242.
POLIGAMI DALAM ALKITAB
Poligami dalam terminologi antopologi sosial, merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami atau isteri sekaligus pada suatu saat (berlawanan dengan monogami, di mana seseorang hanya memiliki satu suami atau isteri pada saat bersamaan.
Ada tiga bentuk poligami: Poligini (seorang pria memiliki beberapa isteri sekaligus), poliandri (seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus), dan pernikahan kelompok yakni kombinasi poligini dan poliandri.
Dalam konteks agama, Islam adalah salah satu agama yang memperbolehkan praktek poligami meski sebagian penganut Islam berpendapat bahwa ajaran poligami muskil diterapkan lantaran pelakunya harus dapat bersikap adil kepada isteri-isterinya. Ada juga yang berpendapat bahwa ayat Al-Quran mengenai poligami lahir karena latar belakang dunia Arab yang penuh dengan gairah nafsu dan perang bersekinambungan, sehingga jumlah wanita melebihi laki-laki. Akibatnya, banyak janda yang kemudian diperistri orang lain yang saat itu sudah memiliki isteri demi alasan sosial dan ekonomi.
Bagi pendukung poligami, bentuk pernikahan semacam ini adalah alternatif yang lebih baik dibanding berzinah khususnya bagi mereka yang memiliki hasrat seksual berlebih.
Kekristenan dengan tegas melarang praktek poligami. Alkitab Perjanjian Lama menyebutkan bahwa Allah menciptakan satu pria (Adam) dan satu wanita (Hawa) untuk melahirkan keturunan.
Meski demikian, Alkitab dengan jujur menceritakan adanya perilaku poligami seperti yang dilakukan oleh Lamech anak Kain. Perlu diingat bahwa Kain adalah anak Adam yang melakukan dosa karena membunuh saudaranya, Habel. Ini berarti, perilaku poligami terjadi sejalan dengan penolakan manusia akan firman Allah.
Alkitab dengan gamblang juga menceritakan dampak negatif dari poligami; permusuhan keturunan Lut yang lahir dari poligami Lut dengan kedua putrinya; permusuhan berkelanjutan keturunan Amon dan Moab; persaingan dan peperangan di antara keturunan Yakub; keturunan Abraham yakni dari Ishak ( dari Sarah) dan Ismael (Hagar) yang hingga menjadi musuh bebuyutan yang melibatkan dua bangsa, Yahudi dan Arab, dalam konflik yang tak kunjung berakhir.
Sejatinya ajaran Yesus dan para rasul juga mengarah kepada monogami dengan mengacu pada penciptaan Adam dan Hawa, dan perjodohan yang merupakan pembentukan satu kesatuan daging yang melibatkan hanya dua pihak. Dengan demikian, kawin lagi berarti menceraikan yang pertama, dan ini disebut Yesus sebagai perzinahan (Matius 19:3-9).
Rasul Paulus juga menyebutkan perkawinan sebagai hubngan monogami yang mencerminkan kesatuan umat dengan Tuhan yang esa. Poligami dan perceraian adalah percabulan dan karena umat adalah rumah Roh Kudus, maka kita harus memuliakan Allah dengan tubuh kita (1 Korintus 6:12–7:16). Lebih lanjut, rasul Paulus menggambarkan pernikahan suami-isteri sebagai bersifat monogami mengacu pada hubungan Kristus dengan jemaat, dan kasih dan hormat merupakan penyatu dan dasar kehidupan suami-isteri (Efesus 5:22-33), dan ditengah budaya dimana ada orang-orang berpoligami dan ada orang-orang bertobat yang semasa kafir berpoligami, para pemimpin jemaat diharuskan menjadi teladan dengan beristeri satu saja (1 Timotius 3:2).
Mengapa Allah mengizinkan poligami / bigami dalam Alkitab?
Pertanyaan poligami adalah pertanyaan yang menarik di mana kebanyakan orang memandang poligami sebagai tidak bermoral sementara Alkitab tidak secara jelas mengutuk hal itu. Contoh pertama dari poligami / bigami dalam Alkitab adalah Lamekh dalam Kejadian 4:19: “Lamekh mengambil istri dua orang.” Beberapa orang terkenal dalam Perjanjian Lama adalah poligami. Abraham, Yakub, Daud, Salomo, dan yang lainnya semua mempunyai banyak istri. Dalam 2 Samuel 12:8, Allah, berbicara melalui nabi Natan, berfirman bahwa seandainya istri-istri dan gundik-gundik Daud belum cukup, Dia akan menambah lagi kepada Daud. Salomo mempunyai 700 istri dan 300 gundik (pada dasarnya istri dengan status yang lebih rendah), menurut 1 Raja-raja 11:3. Bagaimana kita menjelaskan contoh-contoh poligami dalam Perjanjian Lama ini?
Ada tiga pertanyaan yang perlu dijawab:
1) Mengapa Allah mengizinkan poligami dalam Perjanjian Lama?
2) Bagaimana Allah memandang poligami sekarang ini?
3) Mengapa berubah?
1) Mengapa Allah mengizinkan poligami dalam Perjanjian Lama?
Alkitab tidak secara spesifik mengatakan mengapa Allah mengizinkan poligami. Ketika kita berspekulasi tentang kebungkaman Allah, ada beberapa faktor kunci untuk dipertimbangkan, Pertama, selalu lebih banyak perempuan daripada laki-laki di dalam dunia. Statistik sekarang menunjukkan bahwa kira-kira 50,5 persen dari populasi dunia adalah perempuan, dengan laki-laki 49,5 persen. Dengan menganggap persentase yang sama pada zaman dahulu, dan dilipatgandakan dengan jutaan manusia, maka akan ada puluhan ribu perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Kedua, peperangan pada zaman dahulu kala sangat kejam, dengan kematian yang luar biasa tinggi. Hal ini bahkan akan mengakibatkan perbedaan persentase yang lebih besar antara perempuan dan laki-laki. Ketiga, karena dalam masyarakat patriarki hampir tidak mungkin bagi perempuan yang tidak menikah untuk mencukupi kebutuhan dirinya sendiri. Para perempuan sering kali tidak berpendidikan dan tidak terlatih. Para perempuan bergantung kepada ayah, saudara laki-laki, dan suami mereka untuk penyediaan kebutuhan hidup dan perlindungan. Perempuan yang tidak menikah sering kali diperlakukan sebagai pelacur dan budak. Perbedaan yang berarti antara jumlah perempuan dan laki-laki akan meninggalkan banyak perempuan dalam situasi yang tidak diinginkan.
Jadi, tampaknya Allah mengizinkan poligami untuk melindungi dan mencukupi para perempuan yang, jika tidak, tidak dapat menemukan suami. Seorang laki-laki akan mengambil beberapa istri dan berfungsi sebagai pemberi nafkah dan pelindung bagi mereka. Walaupun tentu tidaklah ideal, hidup dalam rumah tangga poligami, adalah jauh lebih baik daripada pilihan lainnya: pelacuran, perbudakan, atau kelaparan. Sebagai tambahan kepada faktor perlindungan/pemberian nafkah, poligami memungkinkan berkembangnya umat manusia dengan lebih cepat, untuk menggenapi perintah Allah untuk “beranakcuculah dan bertambah banyak; sehingga tak terbilang jumlahmu di bumi” (Kejadian 9:7). Laki-laki mampu menghamili beberapa perempuan dalam kurun waktu yang sama, menyebabkan umat manusia bertambah lebih cepat daripada jika masing-masing laki-laki hanya menghasilkan seorang anak setiap tahun.
2) Bagaimana Allah memandang poligami sekarang ini?
Bahkan saat poligami diizinkan, Alkitab mengajukan monogami sebagai rencana yang paling sesuai dengan pernikahan yang ideal bagi Allah. Alkitab mengatakan bahwa maksud Allah yang semula adalah untuk satu orang laki-laki menikah dengan satu orang perempuan saja:"Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya (bukan isteri-isteri), sehingga keduanya menjadi satu daging (bukan daging-daging)" (Kejadian 2:24). Walaupun Kejadian 2:24 lebih menggambarkan apa itu pernikahan, daripada berapa orang yang terlibat, penggunaan kata tunggal yang konsisten seharusnya diperhatikan. Dalam Ulangan 17:14-20, Allah berkata bahwa raja-raja tidak seharusnya memperbanyak istri (atau kuda atau emas). Walaupun ini tidak bisa ditafsirkan sebagai perintah bahwa raja-raja harus monogami, bisa dimengerti sebagai pernyataan bahwa memiliki banyak istri menyebabkan masalah. Hal ini bisa dilihat dengan jelas dalam kehidupan Salomo (1 Raja-raja 11:3-4).
Dalam Perjanjian Baru, 1 Timotius 3:2, 12 dan Titus 1:6 memberikan "suami dari satu istri" dalam satu daftar kualifikasi untuk kepemimpinan rohani. Ada beberapa perdebatan sehubungan dengan apa maksud kualifikasi ini secara spesifik. Susunan kata itu bisa diterjemahkan secara harafiah “laki-laki satu perempuan.” Apakah frasa ini secara khusus merujuk kepada poligami atau tidak, tidak masuk akal seorang penganut poligami bisa dianggap sebagai “laki-laki satu perempuan.” Walaupun kualifikasi-kualifikasi ini adalah secara spesifik untuk posisi kepemimpinan rohani, kualifikasi-kualifikasi ini seharusnya sama diterapkan untuk semua orang Kristen. Bukankah seharusnya semua orang Kristen menjadi “yang tak bercacat…dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang, bukan peminum, bukan pemarah melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang” (1 Timotius 3:2-4)? Jika kita dipanggil untuk menjadi kudus (1 Petrus 1:16), dan jika standar-standar ini adalah kudus untuk para penatua dan diaken, maka standar-standar ini kudus untuk semua.
Efesus 5:22-33 berbicara tentang hubungan antara suami dan isteri. Ketika menunjuk kepada seorang suami (bentuk tunggal), selalu juga menunjuk kepada seorang isteri [bentuk tunggal]. “Karena suami adalah kepala isteri [bentuk tunggal] … Siapa yang mengasihi isterinya [bentuk tunggal], mengasihi dirinya sendiri. Sebab itu laki-laki [bentuk tunggal] akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya [bentuk tunggal], sehingga keduanya itu menjadi satu daging….bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu [bentuk tunggal] seperti dirimu sendiri dan isteri [bentuk tunggal] hendaklah menghormati suaminya [bentuk tunggal].” Sementara satu bagian yang hampir paralel, Kolose 3:18-19, menunjuk kepada suami-suami dan isteri-isteri dalam bentuk jamak, jelaslah bahwa Paulus menujukan kepada semua suami dan istri di antara orang-orang percaya di Kolose, bukan menentukan bahwa seorang suami boleh mempunyai banyak isteri. Secara kontras, Efesus 5:22-33 menggambarkan secara spesifik hubungan perkawinan. Jika poligami bisa diizinkan, keseluruhan ilustrasi hubungan Kristus dengan tubuh-Nya (jemaat) dan hubungan suami-isteri menjadi berantakan.
3) Mengapa berubah?
Bukannya Allah tidak mengizinkan sesuatu yang sebelumnya Dia izinkan namun ini merupakan pemulihan pernikahan sesuai dengan rencana-Nya yang mula-mula. Bahkan kembali kepada Adam dan Hawapun, poligami bukanlah rencana Allah mula-mula. Tampaknya Allah mengizinkan poligami untuk mengatasi masalah, tetapi itu bukan yang ideal. Dalam kebanyakan masyarakat modern, poligami sama sekali tidak perlu. Dalam kebanyakan budaya hari ini, perempuan mampu mencari nafkah dan melindungi diri mereka sendiri—menghapuskan satu-satunya aspek “positif” poligami. Selanjutnya, kebanyakan bangsa modern menyatakan poligami tidak sah. Menurut Roma 13:1-7, kita harus menaati hukum-hukum yang pemerintah tetapkan. Satu-satunya contoh dalam mana tidak menaati hukum diizinkan oleh Alkitab adalah jika hukum itu bertentangan dengan perintah Allah (Kisah 5:29). Karena Allah hanya mengizinkan poligami, dan tidak memerintahkannya, hukum yang melarang poligami harus ditegakkan.
Apakah ada contoh-contoh di mana izin untuk poligami masih dapat diterapkan sekarang ini? Mungkin, tetapi tidak terbayang bahwa sama sekali tidak ada solusi yang lain. Karena aspek “satu daging” dari pernikahan, perlunya kesatuan dan kecocokan dalam pernikahan, dan tidak adanya kebutuhan yang sejati untuk poligami, maka dengan teguh kita percaya bahwa poligami tidak menghormati Allah dan bukanlah rancangan-Nya untuk pernikahan.
POLIGAMI dalam Kehidupan Leluhur Israel
Tanya:
Tokoh-tokoh Alkitab dalam Perjanjian Lama seperti Abraham, Daud dsb mempunyai isteri atau gundik lebih dari 1. Mengapa Allah tidak mempermasahkan hal ini sebagai pezinahan ??
Tetapi dalam Perjanjian Baru hal ini dimaksudkan sebagai perzinahan ??
Apakah dalam hal ini Allah tidak konsisten dalam pengajaran ??
Terima kasih JBU
Jawab:
Etimology:
Poligami, menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah: sistem perkawinan yg salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dl waktu yg bersamaan; poligami, beristeri/bersuami lebih dari seorang.
Baik "poligami" maupun "poliandri" berasal dari bahasa Yunani. 'POLYGAMY' dari kata πολύς - POLUS/ POLYS yang berarti "banyak" plus kata γάμος - GAMOS ("perkawinan") dan 'POLYANDRY' berasal dari kata 'POLUS/ POLYS' dan ἀνήρ - ANÊR ("laki-laki", "suami").
Dari aspek etimologi, 'POLYANDRY' berarti memiliki banyak suami atau pasangan pria pada suatu saat, sedangkan 'POLYGAMY' (harfiah: "banyak menikah") berarti memiliki lebih dari satu pasangan pada suatu saat.
Istilah 'POLYANDRY' ditujukan khusus buat wanita sedangkan 'POLYGAMY' ditujukan buat pria dan wanita namun belakangan ini biasanya lebih dititikberatkan pada pria, bahkan istilah 'POLYGAMY' pun ditujukan buat hewan, misalnya pada kelompok babon. Sebenarnya, lawan kata 'POLYANDRY' bukanlah 'POLYGAMY' tetapi 'POLYGYNY' ('POLUS/ POLYS', "banyak" plus γυνή - GUNÊ/ GYNÊ, "istri", "perempuan").
POLYGAMI OLEH PARA LELUHUR ISRAEL:
Alkitab adalah buku iman yang jujur, ia menulis secara apa adanya tentang peristiwa tokoh-tokoh Alkitab di masa lalu, ada perkawinan dengan budak-budaknya ada pula praktek-praktek polygami.
Abraham melakukan poligami, dan itu mengakibatkan problem adanya pertikaian antara HAGAR dan SARAH.
Yakub juga melakukan poligami, dan ada problem-problem dari pernikahannya yang lebih dari satu itu. Dan meski anak-anak dari budaknya diakui sebagai keturunan-keturunannya, namun Allah selalu memilih keturunan dari seseorang istri yang menjadi istrinya yang sah. Yehuda dipilih dari Lea.
Namun perhatikan:
Yang diakui sebagai keturunan Abraham yang sah dan yang pertama adalah yang dari Sarah (Kejadian 17:19; 21:12).
Allah memilih Yehuda (Kejadian 29:35), anak dari Yakub melalui Lea, istri yang sah, menjadi pewaris kekuasaan yang nantinya akan menurunkan Sang Mesias (Kejadian 49:10; Mikha 5:1)
Ada poligami dalam Perjanjian Lama, ada pula perkawinan kepada budak-budak dalam Perjanjian Lama, namun bukan berarti Allah menyetujui perkawinan seperti itu. Poligami yang dilakukan Salomo membuatnya jauh kepada Allah dan jatuh dalam penyembahan berhala. Selalu ada problem dari adanya polygami yang dilakukan, dan ini dapat menjadi pembelajaran bahwa jalan ini bukanlah jalan yang baik.
Polygami yang dilakukan Daud (Reff. 2 Samuel 12:7-8), meski dibiarkan Allah, bahkan dikatakan Allah akan menambahi jika masih kurang. Hal tsb. juga tidak membuat Daud menjadi puas, dan justru makin jatuh pada dosa ketamakan hawa nafsu.
2 Samuel 12:7-8
12:7 LAI TB, Kemudian berkatalah Natan kepada Daud: "Engkaulah orang itu! Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Akulah yang mengurapi engkau menjadi raja atas Israel dan Akulah yang melepaskan engkau dari tangan Saul.
KJV, And Nathan said to David, Thou art the man. Thus saith the LORD God of Israel, I anointed thee king over Israel, and I delivered thee out of the hand of Saul;
Hebrew,
וַיֹּאמֶר נָתָן אֶל־דָּוִד אַתָּה הָאִישׁ כֹּה־אָמַר יְהוָה אֱלֹהֵי יִשְׂרָאֵל אָנֹכִי מְשַׁחְתִּיךָֽ לְמֶלֶךְ עַל־יִשְׂרָאֵל וְאָנֹכִי הִצַּלְתִּיךָ מִיַּד שָׁאֽוּל׃
Translit interlinear, VAYOMER {dan dia berkata} NATAN {natan} 'EL- {kepada} DAVID {Daud} 'ATA {engkaulah} HA'ISH {lelaki itu} KO- {demikianlah} 'AMAR {yang Dia telah menyabdakan} YEHOVAH (dibaca: 'Adonay, TUHAN) 'ELOHEY {Allah dari} YIS'RA'EL {israel} 'ANOKHI {Akulah} MESHAKH'TIKHA {Aku yang telah mengurapi engkau} LEMELEKH {untuk menjadi raja} 'AL- {atas} YIS'RA'EL {israel} VE'ANOKHI {dan Aku} HITSAL'TIKHA {Aku telah melepaskan engkau} MIYAD {dari tangan (perlawanan)} SHA'UL {saul}
12:8 LAI TB, Telah Kuberikan isi rumah tuanmu kepadamu, dan isteri-isteri tuanmu ke dalam pangkuanmu. Aku telah memberikan kepadamu kaum Israel dan Yehuda; dan seandainya itu belum cukup, tentu Kutambah lagi ini dan itu kepadamu.
KJV, And I gave thee thy master's house, and thy master's wives into thy bosom, and gave thee the house of Israel and of Judah; and if that had been too little, I would moreover have given unto thee such and such things.
Hebrew,
וָאֶתְּנָה לְךָ אֶת־בֵּית אֲדֹנֶיךָ וְאֶת־נְשֵׁי אֲדֹנֶיךָ בְּחֵיקֶךָ וָאֶתְּנָה לְךָ אֶת־בֵּית יִשְׂרָאֵל וִֽיהוּדָה וְאִם־מְעָט וְאֹסִפָה לְּךָ כָּהֵנָּה וְכָהֵֽנָּה׃
Translit interlinear, VA'ET'NAH {dan Aku membiarkan diri-Ku memberikan} LEKHA {kepadamu} 'ET- {pada} BEIT {isi rumah dari} 'ADONEYKHA {tuanmu} VE'ET- {dan pada} NESHEY {istri-istri dari/ para perempuan dari} 'ADONEYKHA {tuanmu} BEKHEIQEKHA {ke dalam dadamu} VA'ETNAH {dan Aku membiarkan diri-Ku memberikan} LEKHA {kepadamu} 'ET- {pada} BEIT {kaum dari} YIS'RA'EL {israel} VIHUDA {dan yehuda} VE'IM- {tetapi apabila} ME'AT {belum cukup} VE'OSIFAH {maka biarlah aku menambahkannya} LEKHA {kepadamu} KAHENAH {seperti hal-hal ini} VEKHAHENAH {dan seperti hal-hal ini}
Kita, sebagai orang Kristen sulit untuk memahami 2 Samuel 12:7-8. Seolah Tuhan mengizinkan poligami yang dilakukan Daud.
Kita harus berhati-hati dalam memaknai frasa: וְאֶת־נְשֵׁי אֲדֹנֶיךָ - VE'ET-NESHEY 'ADONEYKHA BEKHEIQEKHA, "dan pada perempuan2 dari tuanmu ke dalam dadamu":
Ungkapan tersebut juga tidak bermakna bahwa Daud menikahi para harem dari Saul. Tetapi harem raja sebelumnya adalah milik raja berikutnya, menurut pengertian kerajaan Timur (Oriental) hal tersebut sebagai tanda kebesaran raja penggantinya. Menurut adat Timur, harem kerajaan adalah bagian dari warisan kerajaan. Nabi Natan berbicara dalam hal-hal seperti itu sesuai dengan pendapat yang diterima pada zaman itu, dan ini tidak dalam artian "sebagai aturan/ hak dari raja" yang memiliki kuasa untuk itu (Bandingkan Matius 19: 4-9).
Sebagian orang membaca pernyataan 2 Samuel 12:7-8 ini sebagai "sindiran" dari Allah terhadap ketamakan Daud. Bahwa dengan kekuasaan yang dia miliki, dengan segala kekayaan yang sudah dia miliki, dia bisa memperoleh apa saja yang dia mampu membeli dan mampu mendapatkan. Dan tentang kemauan/ keinginan dari Daud ini belum tentu semua adalah kehendak Tuhan. Namun dalam batas tertentu Allah mentolelir-nya (dengan konsekwensi sendiri tentunya). Tetapi pun, Daud masih kurang terus, tidak pernah puas, mengambil istri dari hambanya dengan cara yang keji pula. Maka ALLAH MENEGOR DAUD DENGAN KERAS.
Maka, bukan soal boleh dan tidak boleh poligami juga kawin-cerai. Sifat dosa manusia menjerumuskannya kepada dosa yang terus-menerus, rasa tidak cukup, tidak puas dengan yang telah ada. Juga keadaan-keadaan tidak ideal dalam bahtera pernikahan, sampai kepada perceraian. Daud tidak pernah dituliskan bercerai... Namun, kita tahu istrinya lebih dari satu.
Bentuk ideal pernikahan adalah monogami sebab demikianlah sejak mulanya ditetapkan Allah (Reff: Kejadian 2:24 bandingkan dengan Matius 19:4-6). Namun, karena manusia jatuh ke dalam dosa. Maka, nilai ideal dari perkawinan itu bisa bergeser. Seperti halnya pernikahan yang dipersatukan Allah, seharusnya tidak diceraikan manusia. Namun lagi-lagi karena dosa manusia, bentuk persatuan yang ideal ini kadang mengalami perceraian oleh satu dan lain hal. Namun pernyataan saya dalam bagian janganlah dipandang skeptis bahwa saya mendukung poligami dan perceraian. Yang saya pandang bahwa, hal-hal yang ideal dari Allah bisa "bergeser" oleh karena manusia yang jatuh ke dalam dosa, sehingga ada ditemukan hal-hal yang tidak berkenan dan tidak cocok dengan tatanan Allah pada mulanya.
Maka, kita perlu memahami bahwa, oleh sebab inilah maka Tuhan kita Yesus Kristus perlu memberikan "re-formulasi" terhadap hukum perkawinan, dijelaskan dalam artikel : Yesus meluruskan Poligami dan Kawin Cerai.
Dalam Ibadah Gereja mula-mula, pun Rasul Paulus menetapkan monogami bagi pengurus jemaat:
1 Timotius 3:2 "Karena itu penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri,..."
1 Timotius 3:12 "Diaken haruslah suami dari satu isteri ..."
Titus 1:6 "yakni orang-orang yang tak bercacat, yang mempunyai hanya satu isteri,"
Sehingga para pemimpin jemaat menjadi teladan atau contoh bagi jemaatnya dengan kehidupan monogami seperti yang telah disampaikan Tuhan kita Yesus Kristus.