ANAK DOMBA ALLAH





ANAK DOMBA ALLAH

A. MASA PERJANJIAN LAMA

Imamat 3 : 6
Jikalau persembahannya untuk korban keselamatan bagi TUHAN adalah dari kambing domba, seekor jantan atau seekor betina, haruslah ia mempersembahkan yang tidak bercela.

Imamat 5 : 15
"Apabila seseorang BERUBAH SETIA dan tidak sengaja berbuat dosa dalam sesuatu hal kudus yang dipersembahkan kepada TUHAN, maka haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN sebagai TEBUSAN SALAHNYA seekor domba jantan yang tidak bercela dari kambing domba, dinilai menurut syikal perak, yakni menurut syikal kudus, menjadi korban PENEBUS SALAH.

Imamat 6 : 6
Sebagai korban penebus salahnya haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN seekor domba jantan yang TIDAK BERCELA dari kambing domba, yang sudah dinilai, menjadi korban penebus salah, dengan menyerahkannya kepada imam.

Imamat 22 : 21
Juga apabila seseorang mempersembahkan kepada TUHAN korban keselamatan sebagai pembayar nazar khusus atau sebagai korban sukarela dari lembu atau kambing domba, maka korban itu haruslah yang TIDAK BERCELA, supaya TUHAN berkenan akan dia, janganlah badannya bercacat sedikitpun.

BUKANKAH ALLAH BISA MENGAMPUNI SAJA?

APA PERLUNYA ALLAH MENYERAHKAN NYAWA YESUS UNTUK PENEBUSAN DOSA?

MENGAMPUNI?

Apa yang ada dalam benak anda dengan istilah "mengampuni" ?

Tuhan Yesus mensyaratkan pengampunan dalam arti yang amat mendasar, yaitu keharusan bagi si pengampun untuk membayar harga, harga tebusan!

Allah yang Maha Kuasa memang berkuasa mengampuni kita di setiap waktu, namun dosa kita tidak bisa diampuni begitu saja karena Allah juga Adil, dan konsekuen dengan hukum-pokok keadilanNya adalah Dia harus menghukum setiap dosa yang kita perbuat.

Di satu pihak Allah itu Maha Kasih, mau dan bisa mengampuni. Tetapi di lain pihak Allah itu Maha Adil, apabila hanya sekadar "melupakan" atau "membiarkan" kesalahan seseorang tanpa mempertanggungjawabkannya dengan suatu harga, yaitu yang disebut penebusan.

Anda bertanya, mengapa ada harga yang terlibat?

Ya, pemahaman kita atas Azaz Pengampunan cenderung larut menurut arti populer saja, bukan arti murninya.

Untuk mencernakannya kembali, kini pikirkanlah ada seorang anak Anda yang berbuat dosa terhadap Anda, misalnya ia memberontak dan membakar tas kantor Anda. Anda-pun marah. Mengapa?

Karena Anda merasa dirugikan oleh perbuatan tersebut. Akhirnya sang anak sadar akan perbuatan kesalahannya dan minta pengampunan, dan Anda rela mengampuninya.

Mengampuni adalah rela membayar harga tebusan

Ketika anda rela mengampuninya, itu IDENTIK dengan anda rela menyedot dan membayar harga kerugian yang tadinya anda rasakan, yaitu kerugian moril maupun materiil. Anda mengampuninya dengan jalan menebus harga tersebut! Jadi, dalam setiap pengampunan ada harga yang harus dibayar, yang menuntut suatu penebusan!.

Kini, karena sudah ditetapkan Allah sendiri bahwa setiap pelaku dosa harus dihukum mati dalam kekekalan (dengan istilah "upah dosa adalah maut", Kejadian 2:17, Roma 6:23), maka manusia tidak mungkin bisa membayar harga sebesar itu dengan usaha amal-ibadah atau cara apapun. Itu sama halnya dengan hukuman mati di pengadilan yang tak bisa dilunaskan dengan jasa apapun yang pernah dibuat oleh si terhukum!

Diperlukan pertolongan dan kekuatan dari luar sebagai penyelamat atau penebus.

Dicontohkan satu kasus tebusan adalah sebagai berikut :

Ada cerita tentang seorang wanita muda yang tertangkap di diskotik ketika sedang diadakan razia narkoba oleh aparat negara. Ia dihadapkan ke meja-hijau. Jaksa penuntut membacakan dakwaan dan tuntutan. Maka, sang Hakim-pun bertanya kepada si tertuduh : “Anda bersalah atau tidak bersalah?”

Gadis tersebut mengaku bersalah, minta ampun dan ingin bertobat. Namun sang Hakim yang adil itu tetap mengetuk palunya mendenda Rp. 10,000,000. atau penjara 3 bulan. Tiba-tiba terjadi hal yang mengagetkan semua orang dalam sidang tersebut. Sang Hakim turun dari kursinya sambil membuka jubahnya. Ia segera menuju kursi si terhukum, mengeluarkan uang 10juta dari tas-nya untuk membayar denda si gadis. Mengapa? Ternyata sang hakim tersebut adalah bapak dari si gadis. Walau bagaimanapun cinta yang bapak kepada anak-gadisnya, ia tetaplah Hakim yang adil dan tidak bisa berkata : "Aku mengampuni kamu, karena kamu menyesal dan bertobat." Atau mengatakan : "Karena cintaku kepadamu, maka Aku mengampuni kesalahanmu."

Hukum keadilan tidak memungkinkan sang Hakim mengampuni dosa anaknya dengan sesukanya "tanpa prosedur harga." Maka ia yang begitu mengasihi anaknya bersedia turun dari kursi dan menanggalkan jubah kehakimannya, lalu menjadi wali untuk membayar harga denda. Inilah jalan satu-satunya bagi seorang hakim yang adil untuk memberi pengampunan bagi seorang terhukum yang dikasihinya

Dan inilah analogi untuk Yesus Kristus yang menanggalkan jubah keilahian-Nya dan turun ke dunia menjadi manusia demi untuk membayar harga MAUT di kayu salib, yang tidak sanggup dibayar oleh si pendosa sendiri yang sudah terhukum mati. Yesus telah mengatakannya secara lurus, tanpa usah tafsiran, bahwa ‘Anak Manusia (Yesus) datang untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan (nyawa) bagi banyak orang’ (Markus 10:45).

Maka hak-qisas (hukum pembalasan yang setimpal) terhadap hutang nyawa, kini dipenuhi dalam kematian Yesus bagi manusia : "nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan… luka ganti luka, bengkak ganti bengkak" (Keluaran 21:24). Demi menebus kematian Anda dan saya!

Allah bebas tidak terbatas? Menghalalkan segala cara demi kasihNya

Disini, teologi agama-agama yang tidak mengenal konsep penebusan Yesus (tidak mengimani anugerah Ilahi), melainkan hanya menganal konsep usaha diri dalam mencari ridha Allah lewat ibadah-amal-pahala, akan menemui dilema yang besar. Mereka tidak mempunyai cara apapun untuk merekonsiliasikan kedua sifat Allah yang saling menentang, yaitu Maha Kasih versus Maha Adil.

Bagaimana Allah bisa-bisanya Maha Kasih (yang mengampuni dosa), padahal Ia juga Maha Adil(yang menghukum dosa), sungguh kontradiktif!

Sebab, jikalau Allah menghalalkan diri-Nya secara bebas dalam mengampuni, semata-mata karena Ia Maka Pengasih dan penyayang, maka tentulah Ia Non-Adil, karena berkolusi, dengan tidak menghukum dosa yang seharusnya tidak dihukum. Pengampunan model begini adalah keputusan tanpa dasar apapun kecuali sewenang-wenang. Allah yang Maha Adil, Maha Benar dan Suci itu sungguh tidak bisa begitu saja menyebut "putih" atas sesuatu yang sebenarnya "hitam". Hukum dan Jalan Allah itu lurus, dan itu yang menjadikan diri Allah terbatas, karena Ia tidak bisa keluar batas dengan mengingkari diriNya sendiri :

2 Timotius 2:13

jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya.

Walau demikian, masih banyak orang menafsirkan bahwa Allah itu adalah Pencipta Hukum. Jadi Dia berdaulat dan berdiri sepenuhnya diatas hukum, tidak ada yang bisa membatasi Allah!.

Namun, Alkitab menjelaskan bahwa Tuhan “dibatasi” oleh hakikat keberadaanNya sendiri, bukan oleh pihak luar manapun. Dia sepenuhnya dapat dipercaya dan konsisten dengan Apa yang diucapkanNya. Dia selalu berkiprah dalam jalur/ batas ucapan dan hukumNya.

Dia tidak berdiri di atas Hukum.

Melainkan diriNya adalah HukumNya, dan HukumNya adalah diriNya.

Allah tidak berubah, dahulu, sekarang dan selamanya!

Maka, Firman Allah itu selalu benar dan kekal, tak ada ayat-ayat susulan yang bisa membatalkan atau menggantikan ayat-ayat terdahulu. Allah yang Maha Tahu dan Benar tidak mengkoreksi diriNya sendiri, dengan alasan apapun!

Makin Dia mengkoreksi, dan makin memberi alasan, makin bukan Allah-lah Dia.

Catatan :

Bandingkan juga DOSA dalam pola pikir Yudaisme, dosa tidak dapat sekedar diampuni, karena dosa itu ibaratnya HUTANG, harus ada "pengorbanan" untuk membayarnya. 

Kita perlu Juruselamat yang menyelamatkan kita dari dosa, karena memang tidak ada seorangpun manusia mampu menyelamatkan dirinya sendiri. Seluruh manusia telah jatuh dalam dosa tanpa terkecuali. “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa” (Roma 5:21). Jadi tidak ada manusia yang mampu menyelamatkan dirinya dan orang lain karena semua manusia telah jatuh dalam dosa. Sedangkan untuk menebus manusia yang berdosa maka diperlukan manusia yang tanpa dosa.

Maka pertanyaan selanjutnya adalah siapakah orang itu?”. “siapakah yang mampu?” maka jawabannya : Seseorang itu hanyalah Allah sendiri. Tetapi Allah tidak mungkin menebus/menyelamatkan manusia sebagai Allah. Ia harus menjadi manusia untuk dapat menebus manusia. Maka Yesus, yang telah ada bersama-sama dengan Allah sebelumnya, harus mengambil natur manusia untuk dapat menyelamatkan manusia. Ia mengosongkan diri dan BERINKARNASI menjadi manusia. Karena hanya dengan jalan itulah Yesus dapat menyelamatkan manusia dari hukuman.

“Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut” (Ibrani 2:14). Yesus harus menjadi sama dengan manusia (maksudnya memiliki darah dan daging), perbedaannya Yesus tanpa dosa. Kemanusiaanya bukanlah dari garis keturunan manusia tetapi dari Roh Kudus. Maria mengandung dari Roh Kudus. (Bnd Kej 3:15 dan Mat 1:18).

.

Jaminsen

Welcome, TO BE LIKE JESUS

Post a Comment

Previous Post Next Post