Dahulukan yang Utama
Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama
dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di
sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.
(Kol. 3:1–2)
Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan
“perkara yang di atas” itu? Salah menafsirkan kalimat ini bisa berakibat fatal,
sebab itu merupakan objek utama perburuan kehidupan ini. Kata perkara-perkara
yang diatas terjemahan dari ta
anoyang bisa berarti “hal-hal yang terutama” atau “yang bernilai
lebih tinggi atau lebih mulia dari segala sesuatu”. Paling aman kalau “perkara
yang di atas” dipahami sebagai Tuhan, atau hal-hal yang bertalian dengan
kehendak Tuhan. Jadi teks tersebut bisa bermaksud agar kita “mengutamakan
Tuhan” dalam kehidupan ini.
Sebagai mahkluk hidup yang diciptakan Tuhan
dengan keberadaan yang sangat luar biasa dari Penciptanya, tidak ada pilihan
lain bagi manusia selain mengutamakan Tuhan dalam hidupnya. Betapa rugi dan
mengerikan kehidupan orang yang tidak mengutamakan Tuhan. Hidup mereka tidak
mungkin mencapai kualitas maksimal. Kualitas maksimal adalah hidup sesuai
dengan maksud Tuhan menciptakan manusia. Dalam kehidupan pribadi, maksimalitas
seseorang diukur dari seberapa tinggi seseorang mengutamakan Tuhan. Bertumbuh
dalam kehidupan yang mengutamakan Tuhan sama dengan kehidupan yang semakin
berada di tempat yang tepat di hadapan Tuhan. Inilah kehidupan yang tidak
luncas, atau tidak meleset, tidak hamartia (dosa). Mengutamakan Tuhan sama
dengan berusaha mencapai kesucian hidup. Dalam hal ini kesucian bukan diukur
atau dinilai dari perbuatan lahiriah seseorang, tetapi keberkenanan di hadapan
Tuhan. Dalam kehidupan Tuhan Yesus, Ia sering dituduh sebagai penghujat Allah
dan sekelompok dengan orang-orang berdosa. Tetapi sebenarnya Tuhan Yesus adalah
pribadi yang berkenan kepada Bapa (Mat. 3:17).
Hari ini semakin banyak orang yang tidak
meraih kualitas maksimal, walaupun kemajuan iptek begitu menakjubkan dan
manusia bisa meraih hal-hal yang tidak dapat diraih oleh generasi sebelumnya.
Kemajuan iptek tidak diimbangi dengan kecerdasan mengerti kehendak Tuhan,
sehingga kehidupan banyak orang semakin luncas atau meleset. Budaya tidak dipersembahkan
bagi Tuhan tetapi usaha membangun babel manusia. Jadi, walau iptek berkembang
hebat, kalau tidak dipersembahkan bagi Tuhan berarti tidak maksimal bagi Tuhan.