Landasan Alkitab Tentang Lusifer

 



TERUS TERANG dan harus jujur, selama ini landasan berpikir mengenai asal usul setan atau Iblis atau makhluk surgawi yang jatuh tidak kokoh dan terkesan bias, tidak jelas dan tidak tegas. Banyak orang Kristen, bahkan pembicara-pembicara Kristen, ragu-ragu melandaskan pandangannya mengenai siapa sebenarnya Setan atau Iblis itu. Kalau jujur, secara diam-diam, tidak sedikit yang frustasi karena tidak menemukan landasan yang kuat dalam memandang Oknum tersebut secara teologis Alkitabiah.

 Setan atau Iblis disebut-sebut, tetapi mereka tidak pernah mengetahui bagaimana asal usulnya. Padahal memahami asal-usui Oknum ini Sangat penting, sebab dari hal tersebut kita dapat mengerti ”Cara detail “spirit” atau gairahnya. Hal ini sangat signifikan P6132“: dalam menjalani hidup bersama dengan Tuhan, agar kita tiap melakukan tindakan yang sama seperti oknum tersebut.

 Karena begitu pentingnya mengenal musuh Allah satu-satunya ini, maka tidak mungkin Tuhan tidak memberi informasi sama sekali untuk mengenalinya, Tuhan pasti mewahyukan kebenaran-Nya berkenaan dengan oknum ini dalam Alkitab. Untuk itu dibutuhkan kecerdasan, baik secara akademis maupun secara roh. Kecerdasan akademis artinya kemampuan mengeksplorasi isi Alkitab dengan sarana hermeneutik dan eksegesis yang memadai. Kecerdasan roh berbicara mengenai kemampuan menangkap wahyu Tuhan oleh pimpinan Roh yang tidak akan dapat diperoleh melalui studi di Sekolah Tinggi Teologi. Dalam hal ini mereka yang merasa mampu berteologi bermodalkan pendidikan formal dari Sekolah Tinggi Teologi hendaknya tidak menjadi tinggi hati dan merasa sudah mampu menjadi pengamat teologi yang handal dan inovatif.

 Firman Tuhan mengatakan: Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? (Luk. 16:11). Tidak setia dalam hal mamon yang tidak jujur maksudnya adalah masih mengharapkan kebahagiaan dari dunia ini, sehingga mencari harta hanya untuk kepentingan diri sendiri, bukan untuk kepentingan Kerajaan Surga. Orang-orang seperti ini adalah orang yang mencintai dunia. Mereka adalah orang-orang yang hidup dalam kewajaran anak dunia. Mereka tidak akan dapat mengikut Tuhan Yesus dan tidak pernah menjadi murid-Nya. Mereka belajar teologi, tetapi tidak belajar dari

Tuhan sebagai murid-Nya. Orang yang masih mencintai dunia tidak akan dipercayai memiliki harta yang sesungguhnya. Harta yang gesungguhnya dalam teks aslinya adalah alethinon (Mnewbv), dalam bahasa Inggris diterjemahkan truth, dan dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan kebenaran. Jadi orang yang mencintai dunia tidak akan dapat mengenal Firman Tuhan atau mengerti kebenaran yang sejati.

 Orang-orang yang memiliki kecerdasan roh adalah mereka yang juga hidup dalam kebenaran kesucian Tuhan (Mat. 5:8). Kata melihat dalam teks aslinya di ayat ini adalah melihat dengan hati, bukan dengan mata (Yun. homo, épdw). Hal ini sama dengan kecerdasan memahami rahasia Tuhan. Orang yang hatinya keruh tidak akan dapat mengerti kebenaran Firman Tuhan. Hal ini bisa bertalian dengan pernyataan Tuhan Yesus bahwa barang kudus bukan untuk anjing dan mutiara, bukan untuk babi.

Iblis adalah realitas. Keberadaan oknum jahat tersebut tidak diragukan. Seluruh Alkitab, dari kitab Kejadian sampai Wahyu, dipenuhi fakta mengenai keberadaan oknum jahat tersebut. Tetapi faktanya teks sebagai landasan penalarannya sangat sedikit untuk menjelaskan mengenai siapa sebenarnya Iblis itu serta asal usulnya. Padahal memahami siapa makhluk surgawi yang jatuh ini sangat penting, sebab dialah musuh satu-satunya yang harus diwaspadai. Perikop yang selama ini dianggap paling kuat memuat mengenai kejatuhan Lusifer hanya terdapat dalam beberapa bagian seperti dalam Yesaya 14, Yehezkiel 28 dan Wahyu 12. Teks-teks inilah yang harus digali secara analitis untuk menemukan pijakan berpikir mengenai oknum Lusifer yang jatuh tersebut, tentu selain teks-teks tersebut, terdapat banyak teks-teks yang lain sebagai pendukungnya.

 Selama ini terdapat pandangan yang mengatakan hal…& Yesaya l4 dan Yehezkiel 28 tidak dapat menjadi dasar pemahaman mengenai asal usul Lusifer. Dua perikop tersebut berbicara mengenai penguasa besar pada zamannya, yaitu raja Babel dan raja Tirus. Mereka menentang kalau dua sosok raja tersebut menunjuk pula oknum Lusifer yang jatuh. Biasanya hal itu terjadi karena mereka memandang Alkitab hanya dengan satu perspektif. Ibarat dokter, mereka adalah dokter spesialis yang memandang satu jenis penyakit hanya dari dimensinya sesuai dengan spesialisasi keahliannya tersebut. Padahal memandang Alkitab harus secara komprehensif dari berbagai perspektif dan dimensi Bahkan juga dimensi yang transenden yaitu pewahyuan, sebab bagaimanapun orang percaya dapat mengerti Firman Tuhan karena Roh Kudus dan berbagai aspek lain dalam kehidupan individu, seperti yang dijelaskan di atas.

 Penjelasan di bawah bisa membuktikan bahwa raja Babel dan Tirus dapat menunjuk atau merupakan tipologi dari oknum Lusifer. Walau pemahaman ini sangat beresiko, tetapi penjelasan di bawah akan menegaskan bahwa memang demikian adanya. Dibutuhkan eksplorasi yang teliti terhadap prinsip-prinsip hermeneutik dan eksegesis serta pimpinan Roh Kudus dengan kapasitas diri yang dapat dipercayai Tuhan untuk menerima pewahyuan-Nya. Seorang eksplorator Alkitab, pikirannya tidak boleh terikat atau dibelenggu oleh premis tertentu, sebab kalau seseorang sudah terikat oleh suatu premis, maka ia tidak dapatberpikir secara obyektif. Pintu pikirannya telah tertutup sehingga Roh Kudus tidak dapat memberi pewahyuan kepadanya. Ironinya, orang-orang seperti itu bersikeras dengan pandangannya, seolah-olah ia dapat merumuskan kebenaran tanpa pewahyuan dari Tuhan. Sebuah pikiran yang naif.

 Untuk menemukan kebenaran yang bertalian dengan bahasan dalam bab ini, kita harus dapat membuat perbandingan dengan beberapa ayat dalam Perjanjian Lama yang dikutip secara parsial dan menjadi tipologi bagi Yesus. Tidak bisa dibantah bahwa pengutipan yang dilakukan penulis Injil di mata para teolog hari ini bisa ditentang keras dengan alasan bahwa pengutipan tersebut keluar dari konteks, alegori dan lain sebagainya. Tetapi faktanya, itulah yang dilakukan oleh para penulis Injil.

 Paparan analisa Yesaya 14 dan Yehezkiel 28 mengenai Lusifer ini pasti mendapat serangan hebat dari banyak orang Kristen, terutama mereka yang berpikir kaku bahwa alegori adalah penafsiran yang mutlak salah dengan harga mati. Memang pendekatan alegori adalah penafsiran yang sangat berbahaya, namun hendaknya tidak dimutlakkan. Sebab tidak ada sesuatu yang mutlak selain Tuhan. Penafsiran alegori bisa berstatus nyaris mutlak, tetapi bukan mutlak sama sekali. Dalam Perjanjian Baru banyak ditemukan bentuk-bentuk alegori, tetapi karena hal itu dinyatakan oleh penulis Perjanjian Baru, maka kita menerimanya sebagai kebenaran mutlak dan tidak mempersoalkannya sama sekali.

 Ketika Allah berkata bahwa keturunan Hawa akan meremukkan kepala ular dan ular akan meremukkan tumitnya (Kej. 3: 15), pernyataan Tuhan ini dipahami sebagai nubuatan akan datangnya Mesias yang akan meremukkan kepala ular. Bagaimana kita memahami bahwa hal itu menunjuk karya Kristus yang meremukkan atau membinasakan pekerjaan Iblis? Apakah ini bukan alegori? Sulit mengatakan itu bukan alegori. Tetapi karena keyakinan kita sudah terbangun bahwa Yesus Kristus adalah juru Selamat, maka tidak sulit menerima hal tersebut. Juga ketika Tuhan Yesus berkata bahwa sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan seperti ular dinaikkan (nehustan; Yoh. 3:14). Apakah ini bukan alegori? Tetapi itulah faktanya. Tuhan beralegori secara cerdas tanpa merusak kebenaran. Kita sebagai anak-anak-Nya yang memiliki tuntunan Roh Kudus hendaknya memiliki kecakapan semacam itu Tuhan Yesus sendiri berjanji mengutus Roh Kudus untuk menuntun orang percaya kepada segala kebenaran-Nya (Yoh. 16:13).

 Membedah Yesaya 14 dan Yehezkiel 28 sebagai sumber atau landasan pemahaman asal usul mengenai Lusifer, tidaklah mudah dicap sebagai penafsiran alegori. Walaupun kalau dipaksakan bisa melahirkan tuduhan seperti itu. Mestinya ini juga bisa dipahami sebagai tipologi. Sebagaimana bangsa Israel menjadi tipologi bagi Yesus (Hos. 11:1; Mat. 2:15), demikian pula raja Babel dan raja Tirus bisa dijadikan sebagai tipologi dari oknum jahat Lusifer. Tentu membuat tipologi ini tidak mudah dan tidak sembarangan. Kita harus melihat berbagai aspek di dalamnya yang akan bisa dimengerti dan diterima setelah membaca seluruh isi buku ini.

 Dalam hal ini kita menghindari perdebatan yang akan berbuntut pada sikap jauh dari persaudaraan dan kasih yang tulus. Menafsirkan ayat-ayat Alkitab selain secara ketat menerapkan kaidah hermeneutik dan eksegesis, tetapi juga nurani yang bersih, kerendahan hati dan terutama wahyu dan hikmat dari Allah. Kalau hanya berdasarkan nalar yang disertai kesombongan dan kemarahan, maka akan terjadi perdebatan yang tidak pernah berhenti sampai berbuntut konflik dan pertikaian. Sejarah gereja membuktikan hal itu. Kita harus menghindarinya, bukan karena takut berdebat atau bersilat lidah (2Tim. 2:14). Apalagi berdebat dengan mereka yang hanya mengamati Alkitab secara nalar tanpa kelengkapan kapasitas diri dan pewahyuan. Hal itu hanya akan merusak persaudaraan dan mengacaukan mereka yang mendengar atau membacanya (kalau perdebatan itu tertulis).

 Dalam Matius 1:23, tertulis: “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel” yang berarti: Allah menyertai kita. Dalam hal ini Matius mengacu dengan tegas bahwa anak yang dilahirkan tersebut adalah Tuhan Yesus. Padahal di Perjanjian Lama (Yes. 7:14). yang dimaksud oleh Yesaya dengan anak itu bukan menunjuk pada Mesias. Tetapi yang dimaksud oleh Yesaya sebagai Immanuel, kemungkinan adalah salah satu tokoh yang akan lahir, yang kemungkinan besar adalah anaknya sendiri. Tetapi faktanya Matius mengutip dan mengenakannya sebagai tipologi bagi Yesus. Dalam hal ini. Matius tidak mengambil seluruh ayat dalam Yesaya 7 sebab kalau Matius mengambil seluruh ayat dalam Yesaya 7, maka tidak paralel dengan sejarah kehidupan Tuhan Yesus. Matius dalam hal ini hanya mengutip dan memungut satu ayat dan melakukan tipologi atau paralelisme untuk dikenakan pada Tuhan Yesus. Matius hanya mengutip dan memungut satu ayat dan melepaskan dari konteksnya dan Matius tentu saja benar.

 Dalam Matius 2:15 tertulis: dan tinggal di sana hingga Herodes mati. Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: “Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku.” Matius juga mengutip Hosea 11:1, Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir Kupanggil anak-Ku itu. Dalam Hosea 11 tersebut dijelaskan bahwa Israel ternyata memberontak dan melawan Allah. Apakah seluruh ayat dalam Hosea bisa dikenakan bagi Yesus, tentu tidak. Tetapi ternyata Matius hanya memungut atau mengutip satu ayat dan mengabaikan ayat yang lain. Ini berarti Matius mengambil satu ayat dan melepaskan dari konteksnya. Anak yang dimaksud oleh Hosea dalam tulisannya adalah bangsa Israel. Kalau seluruh ayat dalam pasal tersebut dikutip, maka terjadi ketidaksejajaran antara bangsa Israel yang memberontak kepada Allah dengan Tuhan Yesus, walau sama-sama dipanggil dari Mesir. Matius hanya mengutip satu ayat dalam Hosea 11 dan mengabaikan yang lain. Matius hanya melihat keluarnya bangsa Israel dari Mesir dan memparalelkan dengan kepulangan keluarga Yusuf dari Mesir setelah pelariannya dari kejaran raja Herodes yang hendak membunuh anak-anak di bawah umur 2 tahun.

 Tentu saja pengutipan seperti yang dilakukan oleh Matius tidak bisa dicontoh secara sembarangan. Matius adalah rasul yang diberi ilham Roh Kudus untuk mengutip ayat tersebut. Tetapi bagaimanapun, ternyata cara mengutip ayat Alkitab seperti itu adalah kebenaran yang dilakukan oleh penulis Injil. Hal yang sama tidak menutup kemungkinan pengilhaman oleh Roh Kudus atau dalam bentuk pewahyuan untuk melihat rahasia-rahasia Allah yang belum tersingkap dari dalam Alkitab.

 Dalam Mazmur 41:10 pemazmur mengatakan: Bahkan sahabat karibku yang kupercayai, yang makan rotiku, telah mengangkat tumitnya terhadap aku. Tentu yang dimaksud sahabat di situ bukan Yudas, tetapi sahabat pemazmur. Tuhan Yesus memungut ayat tersebut dan melepaskan dari konteksnya untuk dikenakan pada Yudas dalam zaman 500-650 tahun” setelah kitab itu ditulis. Dalam hal ini Tuhan Yesus memandang secara tipologis, orang yang mengangkat tumitnya dalam kitab Mazmur dengan Yudas murid-Nya. Jika demikian mengapa tidak sulit memandang bahwa raja Babel dan Tirus adalah tipologi dari Lusifer? Walaupun masanya terbalik. Biasanya yang menjadi tipologi datang duluan, tetapi ini Iblis terlebih dahulu ada. Tetapi ini tidak menjadi masalah, sebab tidak ada cara lain yang dipandang tepat untuk membongkar rahasia siapa sebenarnya Lusifer, oknum jahat musuh kehidupan itu.

 Matius juga mengutip kitab Zakharia 9:9, yang berbunyi: Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersoraksorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda. Ayat ini dikutip oleh Matius dalam Injil 21:5 tertulis “Katakanlah kepada puteri Sion: Lihat, Rajamu datang kepadam u, Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.” Dalam hal ini memang Matius mengutip secara langsung sebuah nubuatan mengenai Mesias yang akan datang, walaupun tidak tertutup kemungkinan maksud Zakharia bukan demikian atau tidak ditujukan kepada Tuhan Yesus, atau Zakharia tidak tahu hal itu ditujukan kepada Tuhan Yesus.

Jaminsen

Welcome, TO BE LIKE JESUS

Post a Comment

Previous Post Next Post