Trikhotomi dan Dikhotomi
Dalam sejarah gereja terjadi pergumulan mengenai struktur permanen manusia.
Ini merupakan rahasia kehidupan yang tidak mudah diuraikan dan ditemukan
formulasinya dengan sempurna. Dalam hal ini telah ditemukan dua pandangan yang diakui
oleh gereja-gereja, yaitu teori dikhotomi dan trikhotomi. Gereja-gereja Barat
pada umumnya menerima teori dikhotomi, bahwa manusia terdiri dari 2 unsur yaitu
manusia batiniah dan manusia lahiriah atau unsur materi dan non materi. Tetapi
gereja-gereja di timur menganut pandangan teori trikhotomi, bahwa manusia
terdiri dari 3 unsur yaitu roh (unsur religius), jiwa (unsur psikhologis) dan
tubuh (unsur fisik). Tentu masing-masing pandangan memiliki argumentasi yang
menggunakan landasan Alkitab. Sangat besar kemungkinan pandangan gereja di
Barat dipengaruhi filsafat Yunani yang ikut memberi warna theologinya. Filsafat
Yunani lebih sering membagi manusia dalam 2 realitas, yaitu realitas yang
kelihatan atau materi dan realitas yang tidak kelihatan, yaitu dunia ide yang
dianggap lebih mulia.
Pandangan lain yang cukup populer adalah pandangan monisme. Monisme
berpandangan bahwa manusia merupakan satu kesatuan yang tidak terbagi-bagi.
Menurut pandangan ini manusia tidak dapat dibagi atas beberapa unsur. Menurut faham
ini, sebutan tubuh, jiwa dan roh hanya sebagai sinonim. Monisme menolak
dualisme atau trialisme atas diri manusia. Oleh sebab itu Monisme juga tidak
percaya adanya kenyataan keadaan sementara (intermediate state), yaitu
terpisahnya jiwa dan roh dari tubuh pada saat kematian sampai Tuhan Yesus
datang kembali. Disini manusia dipandang sebagai kesatuan secara psiko-fisik.
Sebenarnya memang sukar untuk mengatakan bahwa manusia ini terdiri dari 2
atau 3 unsur. Sebab kalau mencoba untuk membagi manusia secara mutlak dalam
beberapa unsur atau unit maka bisa jatuh dalam kebingungan, sebab manusia
sebuah personalitas totalitas yang tidak terpisahkan, tetapi juga bukan satu
dalam arti hanya berunsur satu komponen saja seperti pandangan monisme.
Berdasarkan berita Alkitab ternyata memang ada unsur-unsur yang tergabung dalam
diri makhluk yang disebut manusia ini. Unsur-unsur ini adalah roh, jiwa dan
tubuh (1Tes 5:23), ini disebut trikhotomi yang oleh para penganut teori
dikhotomi cukup dibagi 2 saja yaitu manusia batiniah dan manusia lahiriah (2Kor
4:16). Dalam teori dikhotomi roh dan jiwa disatukan.
Terbentuknya
Jiwa Manusia.
Sebagai kerangka untuk memahami struktur permanen manusia ini, maka perlu
dijelaskan bagaimana Tuhan menciptakan manusia. Tuhan menghembuskan nafas hidup
ke sosok tubuh manusia yang terbuat dari tanah liat, kemudian manusia menjadi
makhluk yang hidup. Roh dari Allah kontak dengan tubuh, maka manusia menjadi
makhluk yang hidup (Kej 2:7). Jiwa eksis atau tercipta akibat pertemuan antara
roh dan tubuh. Jadi persenyawaan antara tubuh dan roh inilah terbentuk jiwa.
Untuk meneguhkan pandangan ini, perlulah kita amati proses terjadinya manusia
melalui proses kelahiran.
Dalam proses pembuahan, sperma (benih pria) bertemu dengan ovum atau sel
telur(benih wanita). Pertemuan ini menghasilkan zygot yang akan menjadi janin.
Zygot inilah bakal tubuh manusia yang tidak kelihatan kalau tidak menggunakan
kaca pembesar. Dalam zygot terdapat
roh, itulah sebabnya bisa dikatakan bahwa kehidupan sudah dimulai sejak pada
janin. Pada waktu bayi baru lahir, ia sudah memiliki tubuh dan roh,
tetapi jiwanya belum lengkap atau belum sadar sepenuhnya. Seiring dengan
perjalanan waktu, jiwa menjadi lengkap atau memiliki kesadaran. Kalau
dianalogikan, pada lampu terdapat beberapa komponen yaitu komponen fisik yang
kelihatan, arus listrik dan terang atau cahaya. Pertemuan antara arus listrik
dan komponen fisik menghasilkan terang. Terang atau cahaya lampu itu ada karena
pertemuan antara arus listrik dan komponen yang kelihatan. Terang itu adalah
Jiwa. Jiwa adalah kesadaran (self consciousness). Jiwa inilah tempat pikiran,
perasaan dan kehendak manusia mengendalikan seluruh tubuh atau kehidupan
seseorang. Pada waktu bayi lahir jiwa atau kesadarannya belum lengkap, tetapi
seiring dengan perjalanan waktu kesadarannya menjadi lengkap. Hal ini
menunjukkan bahwa jiwa bukan sesuatu yang statis tetapi progresif sejajar
dengan pertumbuhan fisik.
Roh Manusia
adalah Roh dari Allah.
Dalam Kejadian 2:7 diungkapkan cara Tuhan menciptakan manusia. Setelah
Tuhan membentuk fisik atau tubuh manusia, lalu Tuhan menghembuskan nafas hidup
kedalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. Kata “nafas hidup”(breath of life)
dalam teks aslinya adalah nishmat
chayiym. Kata chayiym adalah bentuk jamak dari chay yang artinya hidup.
2. Bahwa Tuhan menempatkan roh yang
bersifat jamak dalam diri manusia. Inilah yang membuat manusia mampu
menggandakan rohnya melalui proses perkawinan sehingga dapat dilahirkan manusi
lain dengan jenis roh manusia yang sama.
Seandainya manusia tidak menerima hembusan nafas Allah, apakah manusia bisa
menjadi makhluk yang bernyawa? Mengapa tidak bisa? Bukankah hewan diciptakan
Tuhan tanpa hembusan nafas juga menjadi makhluk hidup yang bernyawa (Kej
1:21-24). Seandainya manusia tidak menerima hembusan nafas Allah, manusia
menjadi binatang yang cantik dan ganteng. Fisiknya manusia tetapi karakternya
tidak berbeda jauh dengan hewan. Dalam hal ini dapat dilihat perbedaan yang
sangat menyolok antara manusia dengan hewan, manusia menerima hembusan nafas
Allah sedangkan binatang tidak. Hanya manusia yang memiliki roh dari Allah,
tetapi binatang tidak memiliki roh dari Allah. Oleh sebab itu kualitas hidup
manusia harus lebih tinggi dari kualitas hidup binatang. Manusia adalah mahkota
dari ciptaan Allah. Kenyataan ini sangat luar biasa.
Apa arti hembusan (Ibr. Wayipach) dari Allah dalam Kejadian 2:7? Kalau
manusia menghembuskan udara, ia perlu menarik oksigen terlebih dahulu, tetapi
kalau Allah tentu tidak. Kalau Allah menghembuskan sesuatu, maka ada sesuatu
yang keluar dari diri-Nya. Inilah “roh”
dari Allah itu. Itulah sebabnya dikatakan bahwa debu kembali menjadi tanah
seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang memberi karunia (Pkh 12:7).
Kata kembali dalam teks aslinya ” shuwb” yang berarti juga kembali kepada
asalnya. Oleh penjelasan ini maka dapat dimengerti yang dimaksud oleh kitab
Ibrani bahwa Allah disebut sebagai Bapa segala roh. Dari Allah mengalir atau
keluar roh yang menjadi roh manusia (Ibr 12:9). Roh dari Allah yang menjadi roh manusia inilah yang membuat keberadaan
manusia seturut dengan gambar dengan Allah dan memiliki kemampuan untuk
mengerti kehendak Tuhan, apa yang baik, yang berkenan dan yang sempurna.
Roh manusia yang berasal dari Allah bukan hanya kekuatan yang menghidupkan
tetapi juga memuat pikiran, perasaan dan kehendak yang sesuai dengan Allah. Di
dalam roh manusia ini terdapat nurani yang terdalam yang menyuarakan suara
Tuhan. Itulah sebabnya Amsal mengatakan bahwa roh manusia adalah terang TUHAN,
yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya (Amsal 20:27). Kata roh manusia dalam
teks aslinya adalah nashamah sama dengan kata dalam Kejadian 2:7. Karena roh manusia adalah dari Tuhan maka Tuhan begitu
perhatian terhadap keselamatan manusia. Begitu besar perhatiannya
kepada manusia sehingga Ia memberikan diri-Nya sendiri untuk keselamatan
manusia itu. Apa yang membuat-Nya begitu gelisah terhadap keadaan manusia?
Mengapa binatang tidak mendapat perlakuan seperti ini? Berkenaan dengan hal
ini, haruslah diperhatikan apa yang dikatakan Yakobus 4:5, Firman Tuhan berkata: Janganlah kamu menyangka, bahwa
Kitab Suci tanpa alasan berkata: “Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri
kita, diingini-Nya dengan cemburu!” Roh yang dimaksud dalam teks ini
adalah roh manusia bukan Roh Allah.
Tuhan memperhatikan manusia sedemikian rupa karena Tuhan mengingini roh
yang ditempatkan-Nya di dalam diri manusia tidak terseret jiwanya menuju
kegelapan abadi. Sangat mengerikan kalau roh diseret oleh jiwa yang rusak
menuju api kekal, sebab setelah tubuh manusia tidak berfungsi, maka roh yang
telah menyatu dengan jiwa akan terseret pula. Iblis berusaha merusak jiwa
dengan mengisi segala keinginan yang bertentangan dengan kehendak Allah (Yak 4:1-4). Jadi kalau Tuhan
mengingini roh yang ditempatkan dalam diri manusia dengan cemburu bukan tanpa
alasan, Ia bertindak demikian sebab roh dalam diri manusia adalah berasal dari
pada-Nya (Pkh 12:7). Tuhan tidak
menghendaki roh manusia yang tidak bisa mati itu dikuasai oleh pihak lain.
Itulah sebabnya dikatakan diingini-Nya dengan cemburu. Jiwa inilah yang menjadi
kontrol atau yang mengendalikan kehidupan. Jadi, bagaimana keadaan hidup
seseorang tergantung dari kualitas jiwanya. Kualitas jiwa tergantung dari
inputnya atau apa yang mempengaruhi atau menguasainya, apakah kehendak daging
atau kehendak roh. Kalau jiwa menjadi rusak karena masukan dunia sekitar dan
dorongan kedagingan maka kalau manusia mati maka roh akan menyatu dalam jiwa
masuk neraka. Harus dicatat, bahwa jiwa
akan menyatu dengan roh dalam keabadian.