Hakekat Manusia Sama Dengan Allah Dalam Bekerja

 

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang diciptakan oleh Allah yang memiliki keberadaan seperti Allah sendiri, yaitu seturut gambar dengan Allah (Imago Dei). Salah satu hakekat yang dimiliki Allah adalah bahwa Allah adalah Allah yang bekerja. Allah bukanlah Allah yang tidak berkehendak, bukan Allah yang diam tanpa karya. Ia adalah Allah yang aktif berkarya, penuh inisiatif dan bekerja. Demikianlah, sebagaimana Allah adalah Allah yang bekerja maka manusia juga adalah manusia yang bekerja. Kerja merupakan unsur hakekat manusia yang dijadikan menurut gambar Allah (The nature of man is a worker).

Hakekat manusia sama dengan Allah dalam bekerja

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang diciptakan oleh Allah yang memiliki keberadaan seperti Allah sendiri, yaitu seturut gambar dengan Allah (Imago Dei). Salah satu hakekat yang dimiliki Allah adalah bahwa Allah adalah Allah yang bekerja. Allah bukanlah Allah yang tidak berkehendak, bukan Allah yang diam tanpa karya. Ia adalah Allah yang aktif berkarya, penuh inisiatif dan bekerja. Demikianlah, sebagaimana Allah adalah Allah yang bekerja maka manusia juga adalah manusia yang bekerja. Kerja merupakan unsur hakekat manusia yang dijadikan menurut gambar Allah (The nature of man is a worker).

Oleh karena kerja adalah suatu unsur hakekat manusia, maka kerja itu juga merupakan perintah Allah. Allah dapat memerintahkan manusia untuk bekerja sebab manusia memiliki potensi dan natur atau kodrat demikian. Oleh karena manusia adalah seorang pekerja maka bumi ini diciptakan Tuhan dalam keadaan yang “harus masih diteruskan”. Manusia menerima mandat dari Tuhan untuk mengelola bumi ini (Kej 2:15). Ini bukan berarti Allah tidak mampu menyelesaikan atau meneruskan pekerjaan-Nya. Disini Allah melibatkan manusia sebagai pekerja untuk bekerja mengelola hasil karya-Nya. Bila tidak demikian yaitu diadakannya peluang untuk bekerja, maka berarti Allah membunuh hakekat manusia itu sendiri. Perintah kerja dari Tuhan untuk manusia merupakan petunjuk bahwa Tuhan konsekuen dengan maksudnya menjadikan manusia kawan sekerja-Nya dalam mengelola alam semesta ini.

Manusia bekerja mengembangkan diri bertalian dengan fasilitas  alam semesta yang Tuhan telah ciptakan. Inilah yang disebut sebagai mandat untuk berbudaya. Oleh karena manusia yang diciptakan Allah adalah seorang pekerja, maka bekerja mempunyai tempat didalam rencana Allah yang Agung. Dunia ini diciptakan dalam keadaan yang belum dikerjakan, memerlukan tangan manusia yang harus mengelolanya (Kej 1:27-28; 2:5). Oleh sebab itu hendaknya tidak berpikir bahwa ketika Adam dan Hawa di Eden hanya makan minum tanpa kerja. Ketika manusia memberi nama binatang, yaitu tatkala Allah membawa semua binatang untuk dinamai oleh manusia, Alkitab membuktikan bahwa di Eden pun manusia sudah mulai bekerja (Kej 2:19-20). Perintah kepada manusia didalam Kejadian 2:15 untuk mengelola bumi merupakan bukti nyata bahwa manusia sudah berkarya (berbudaya) sejak didalam Eden. Kalimat “mengusahakan dan memelihara” di Kejadian 2:15 dalam teks aslinya “laabdaah uwishaamaraah” (Ing. To dress it and to keep it), mendandani dan memelihara atau menjaganya. Manusia menjadi manager (pengelola) atas bumi ini. Hal tersebut itulah yang membedakan manusia dari hewan atau makhluk lain. Hewan atau makhluk lain bergerak hidup hanya sekedar memenuhi siklus kehidupan sesuai dengan habitatnya. Manusia bekerja dengan kerelaan, kesadaran dan kesengajaan sebagai pengabdian kepada Tuhan, yaitu sebagai kawan sekerja Allah dengan hakekat yang sama dalam bekerja.

Hakekat bekerja bernilai kekal. Sekalipun manusia sudah jatuh didalam dosa tetapi perintah untuk kerja ini tidak pernah dibatalkan Tuhan. Hal ini nyata dari hukum yang ke delapan yang berbunyi: “Jangan mencuri” salah satu signal petunjuk yang jelas bahwa manusia bukan saja dipanggil untuk menghargai milik orang lain tetapi juga harus bekerja mencari “milik” dan nafkah dari keringat dan tenaganya sendiri. Oleh sebab itu barang siapa tidak mau bekerja, padahal ia mampu bekerja maka ia telah melanggar perintah-Nya dan berbuat dosa kepada Tuhan serta menyangkal hakekatnya sendiri.

Seorang yang menolak bekerja berarti tidak menerima dirinya sebagai manusia dengan kebesarannya sebagai oknum yang berhakekat seperti Tuhan yaitu “oknum yang bekerja”. Perlu dijelaskan disini bahwa Kerajaan Sorga nanti bukanlah alam roh, seperti alam hantu. Tuhan Yesus memperagakan tubuh kebangkitan-Nya, bukan tubuh maya yang tidak berdaging. Hantu tidak berdaging, tetapi tubuh kebangkitan yang dimiliki Yesus dan dimiliki semua orang yang dibangkitkan benar-benar berdaging. Alkitab tegas mengatakan bahwa Dia, Allah semesta alam bukanlah Allah orang mati tetapi Allah orang hidup.

Kerajaan Sorga adalah alam fisik yang dapat berinteraksi dengan “indra” tubuh kebangkitan. Pada akhirnya nanti, realitas hidup adalah realitas fisik, bukan alam roh, sebab semua manusia akan dibangkitkan dan Tuhan Yesus sendiri akan tampil dengan tubuh kebangkitan-Nya. Sorga, dalam bahasa Ibraninya samayim dan dalam bahasa Yunaninya ouranos menunjuk “langit” (alam semesta yang tidak terbatas). Langit disini bukanlah “sky” (langit yang melingkupi bumi kita), tetapi “heaven” yaitu alam semesta dengan gugusan planet-planet yang tidak terbatas jumlahnya.

Didalam kerajaan sorga nanti, alam semesta yang tidak terbatas tersebut menjadi sarana kreatifitas kerja tanpa batas bagi manusia yang telah disempurnakan. Dalam hal ini manusia di dunia yang akan datang nanti akan tetap bekerja mengelola alam semesta yang tak bertepi. Dengan demikian nyatalah bahwa Tuhan merancang hakekat kerja dalam diri manusia bukan hanya untuk digunakan di bumi kecil ini dan yang sementara tetapi juga untuk dunia yang akan datang yang luas tak terbatas di kekekalan. Manusia yang tidak mau bekerja hari ini dengan motif kerja yang benar, tidak akan dipekerjakan Tuhan di kekekalan.

Kerja sebagai sukacita kekekalan.

Kerja mempunyai arti dan nilai lengkap bukan hanya ditempatkan dalam rencana penciptaan alam semesta tetapi juga dalam rencana Allah untuk menyelamatkan dunia ini melalui karya salib Kristus. Manusia bukan saja dipercayai untuk mengelola alam semesta, tetapi di jaman penggenapan (jaman Injil diberitakan) umat pilihan juga dipercayai untuk terlibat dalam penerusan karya keselamatan dalam Yesus Kristus. Dalam hal yang kedua ini manusia dilibatkan untuk mengambil bagian dalam rencana penyelamatan Allah atas dunia ini. Manusia menjadi kawan sekerja Allah bukan saja dalam meneruskan karya penciptaan, tetapi juga dalam karya penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus atas orang berdosa. Itulah sebabnya karya penyelamatan Allah melalui korban Kristus dalam keadaan “belum selesai”, atau dalam keadaan “harus diteruskan”. Karya keselamatan tidak boleh berhenti hanya di bukit Kalvari tetapi harus sampai ke ujung bumi. Dalam hal ini jelaslah bahwa setiap orang percaya dipanggil untuk turut serta dalam pelebaran kerajaan Allah, penginjilan yaitu memperkenalkan Yesus kepada orang yang belum mengenal Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat dan pendewasaan rohani umat Tuhan yaitu mereka yang sudah percaya melalui proses pemuridan.
Untuk penyelenggaraan pelebaran Kerajaan Allah ini atau pelayanan pekerjaan Tuhan dibutuhkan berbagai sarana, dari manusia sebagai pelakunya sampai fasilitas pelayanan (uang, transportasi, gedung, alat musik untuk ibadah dan lain sebagainya). Anak-anak Tuhan dipanggil untuk bekerja mencari nafkah guna kehidupannya sendiri dan menyediakan fasilitas pelayanan tersebut.

Sesuai dengan kasih karunia, kerja manusia telah disucikan menjadi kerja yang kekal, maksudnya bahwa kerja manusia bagi Allah adalah kerja yang berdampak dalam kekekalan (Yoh 15:16). Berdampak kekal disini maksudnya adalah bahwa hasil kerja anak-anak Tuhan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan diperhitungkan Tuhan di Kerajaan-Nya yang kekal nanti. Dalam hal ini manusia diperkenankan menjadi kawan sekerja Allah. Inilah maksud dan tujuan kekal Allah menciptakan manusia. Ditempat masing-masing sesuai dengan panggilan khusus yang diemban anak-anak-Nya sebagai pedagang, arsitek, dokter, guru, petani dan lain sebagainya, semuanya memberi diri bagi kepentingan penerusan karya salib Tuhan bagi dunia ini. Ditempat masing-masing mereka memerankan panggilan secara sinergi (menggabungkan kekuatan) untuk kepentingan Kerajaan Allah.

Bila terjadi demikian, yaitu seluruh kerja kita diperuntukkan bagi Tuhan maka kerja tidak lagi menjadi beban dan susah payah, kerja merupakan sukacita pengabdian bagi Tuhan. Kerja seperti ini adalah kerja yang sangat menggembirakan sebab Tuhan pasti memberkati dan hasil jerih payah dalam kerja tersebut diperhitungkan oleh Tuhan di kekekalan. Dengan demikian kita dapati bahwa ukuran sukses kerja dan kehidupan seseorang terletak pada:
"Apakah dengan melakukan pekerjaan tersebut dan hasil pekerjaan tersebut nama Tuhan dipermuliakan, pekerjaan Tuhan dalam penerusan karya salib Tuhan diatas muka bumi ini benar-benar didukung". Oleh sebab itu, kerja harus dibersihkan dari motif-motif yang salah, yang dapat merusak arti, nilai dan tujuan kerja. Seperti yang kita tahu bahwa akibat dosa maka motif kerja manusia telah dirusak.

Hidup adalah ibadah kepada Tuhan.

Hari ini pada umumnya orang masih memisahkan antara ibadah kepada Tuhan dan kehidupan setiap hari. Mereka beranggapan bahwa ibadah kepada Tuhan adalah bagian dari hidup ini. Itulah sebabnya mereka membedakan antara kegiatan yang bersangkut-paut dengan Tuhan seperti doa, menyanyi lagu rohani, ke gereja dengan kegiatan yang tidak bersangkut-paut dengan Tuhan seperti bekerja di kantor, rekreasi dengan keluarga, olah raga, makan, minum dan lain-lain. Pemisahan atau perbedaan ini biasa disebut juga antara yang rohani dan duniawi. Bila kita masih memiliki anggapan atau sikap berpikir seperti ini, berarti kita belum mengerti kebenaran. Kita tidak boleh lupa bahwa dunia ini diciptakan oleh Tuhan. Bukan oleh iblis. Dunia ini tidak najis atau berdosa. Sebab yang berdosa adalah manusia dan yang disebut najis adalah perbuatan dan produknya yang bertentangan dengan prinsip kebenaran Tuhan. Hendaknya kita tidak sesat seperti aliran agama-agama tertentu yang memandang dunia ini jahat, harus dijauhi. Karena orang yang mau hidup suci menjauhi dunia dengan segala kegiatannya. Termasuk tidak menikah (catatan: menikah itu kudus sebab Tuhan yang menciptakan seks. Bila ada orang/hamba Tuhan yang tidak menikah, itu bukan karena menikah itu najis lalu kita menganggap mereka lebih suci tetapi karena demi kepentingan kerajaan sorga ia tidak menikah).

Yang menjadi masalah terbesar dalam hidup kita sekarang ini adalah menterjemahkan iman dalam kehidupan. Bukan dalam pengakuan atau ritual. Itulah yang dilakukan dalam pola keberagamaan pada umumnya. Seluruh gerak hidup kita adalah kebaktian dan penyembahan kepada Tuhan. Dalam Roma 12:1-2, sebenarnya sudah jelas bagaimana seharusnya kita menterjemahkan iman kita. Banyak orang ibadahnya masih dalam wujud ritual atau upacara. Upacara kita adalah seluruh hidup ini. Ini berarti: Seluruh hidup kita telah dimiliki Tuhan. Pengakuan ini ditandai dengan kesediaannya tidak mencari penghormatan apapun dari dunia ini. Segala sesuatu dari Dia oleh Dia dan bagi Dia (Rom 11:36). Kalau hidup kita dimiliki Tuhan maka tidak ada pujian atau sanjungan yang kita layak terima. Semuanya harus dikembalikan kepada Tuhan. Hal ini adalah sikap hati. Yang penting bagaimana hati kita memberi penghormatan kepada Tuhan. Seluruh gerak kita adalah pengabdian kepada Tuhan. Kesediaan menggunakan hidup ini untuk melayani Tuhan. Untuk kesenangan hati-Nya. Inilah yang dikatakan Paulus bahwa apapun yang kita lakukan kita memuliakan Tuhan (1Kor 10:31). Inilah sebenarnya irama yang benar, seluruh hidup kita adalah irama menyembah Tuhan (Luk 4:8).

 

 

Jaminsen

Welcome, TO BE LIKE JESUS

Post a Comment

Previous Post Next Post