Hakekat manusia
sama dengan Allah dalam bekerja
Hakekat bekerja bernilai kekal. Sekalipun manusia sudah
jatuh didalam dosa tetapi perintah untuk kerja ini tidak pernah dibatalkan
Tuhan. Hal ini nyata dari hukum yang ke delapan yang berbunyi: “Jangan mencuri”
salah satu signal petunjuk yang jelas bahwa manusia bukan saja dipanggil untuk
menghargai milik orang lain tetapi juga harus bekerja mencari “milik” dan
nafkah dari keringat dan tenaganya sendiri. Oleh sebab itu barang siapa tidak
mau bekerja, padahal ia mampu bekerja maka ia telah melanggar perintah-Nya dan
berbuat dosa kepada Tuhan serta menyangkal hakekatnya sendiri.
Seorang yang menolak bekerja berarti tidak menerima dirinya sebagai manusia
dengan kebesarannya sebagai oknum yang berhakekat seperti Tuhan yaitu “oknum
yang bekerja”. Perlu dijelaskan disini bahwa Kerajaan Sorga nanti bukanlah alam
roh, seperti alam hantu. Tuhan Yesus memperagakan tubuh kebangkitan-Nya, bukan
tubuh maya yang tidak berdaging. Hantu tidak berdaging, tetapi tubuh
kebangkitan yang dimiliki Yesus dan dimiliki semua orang yang dibangkitkan
benar-benar berdaging. Alkitab tegas mengatakan bahwa Dia, Allah semesta alam
bukanlah Allah orang mati tetapi Allah orang hidup.
Kerajaan Sorga adalah alam fisik yang dapat berinteraksi dengan “indra”
tubuh kebangkitan. Pada akhirnya nanti, realitas hidup adalah realitas fisik,
bukan alam roh, sebab semua manusia akan dibangkitkan dan Tuhan Yesus sendiri
akan tampil dengan tubuh kebangkitan-Nya. Sorga, dalam bahasa Ibraninya samayim dan
dalam bahasa Yunaninya ouranos menunjuk “langit” (alam semesta yang tidak
terbatas). Langit disini bukanlah “sky” (langit yang melingkupi bumi kita),
tetapi “heaven” yaitu alam semesta dengan gugusan planet-planet yang tidak
terbatas jumlahnya.
Didalam kerajaan sorga nanti, alam semesta yang tidak terbatas tersebut
menjadi sarana kreatifitas kerja tanpa batas bagi manusia yang telah
disempurnakan. Dalam hal ini manusia di dunia yang akan datang nanti akan tetap
bekerja mengelola alam semesta yang tak bertepi. Dengan demikian nyatalah bahwa
Tuhan merancang hakekat kerja dalam diri manusia bukan hanya untuk digunakan di
bumi kecil ini dan yang sementara tetapi juga untuk dunia yang akan datang yang
luas tak terbatas di kekekalan. Manusia yang tidak mau bekerja hari ini dengan
motif kerja yang benar, tidak akan dipekerjakan Tuhan di kekekalan.
Kerja sebagai sukacita kekekalan.
Sesuai dengan kasih karunia, kerja manusia telah disucikan menjadi kerja
yang kekal, maksudnya bahwa kerja manusia bagi Allah adalah kerja yang
berdampak dalam kekekalan (Yoh 15:16). Berdampak kekal disini maksudnya adalah
bahwa hasil kerja anak-anak Tuhan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
diperhitungkan Tuhan di Kerajaan-Nya yang kekal nanti. Dalam hal ini manusia
diperkenankan menjadi kawan sekerja Allah. Inilah maksud dan tujuan kekal Allah
menciptakan manusia. Ditempat masing-masing sesuai dengan panggilan khusus yang
diemban anak-anak-Nya sebagai pedagang, arsitek, dokter, guru, petani dan lain
sebagainya, semuanya memberi diri bagi kepentingan penerusan karya salib Tuhan
bagi dunia ini. Ditempat masing-masing mereka memerankan panggilan secara
sinergi (menggabungkan kekuatan) untuk kepentingan Kerajaan Allah.
Hidup adalah ibadah kepada Tuhan.
Hari ini pada umumnya orang masih memisahkan antara ibadah kepada Tuhan dan
kehidupan setiap hari. Mereka beranggapan bahwa ibadah kepada Tuhan adalah
bagian dari hidup ini. Itulah sebabnya mereka membedakan antara kegiatan yang
bersangkut-paut dengan Tuhan seperti doa, menyanyi lagu rohani, ke gereja
dengan kegiatan yang tidak bersangkut-paut dengan Tuhan seperti bekerja di
kantor, rekreasi dengan keluarga, olah raga, makan, minum dan lain-lain.
Pemisahan atau perbedaan ini biasa disebut juga antara yang rohani dan duniawi.
Bila kita masih memiliki anggapan atau sikap berpikir seperti ini, berarti kita
belum mengerti kebenaran. Kita tidak boleh lupa bahwa dunia ini diciptakan oleh
Tuhan. Bukan oleh iblis. Dunia ini tidak najis atau berdosa. Sebab yang berdosa
adalah manusia dan yang disebut najis adalah perbuatan dan produknya yang
bertentangan dengan prinsip kebenaran Tuhan. Hendaknya kita tidak sesat seperti
aliran agama-agama tertentu yang memandang dunia ini jahat, harus dijauhi.
Karena orang yang mau hidup suci menjauhi dunia dengan segala kegiatannya.
Termasuk tidak menikah (catatan: menikah itu kudus sebab Tuhan yang menciptakan
seks. Bila ada orang/hamba Tuhan yang tidak menikah, itu bukan karena menikah
itu najis lalu kita menganggap mereka lebih suci tetapi karena demi kepentingan
kerajaan sorga ia tidak menikah).
Yang menjadi masalah terbesar dalam hidup kita sekarang ini adalah
menterjemahkan iman dalam kehidupan. Bukan dalam pengakuan atau ritual. Itulah
yang dilakukan dalam pola keberagamaan pada umumnya. Seluruh gerak hidup kita
adalah kebaktian dan penyembahan kepada Tuhan. Dalam Roma 12:1-2, sebenarnya
sudah jelas bagaimana seharusnya kita menterjemahkan iman kita. Banyak orang
ibadahnya masih dalam wujud ritual atau upacara. Upacara kita adalah seluruh
hidup ini. Ini berarti: Seluruh hidup kita telah dimiliki Tuhan. Pengakuan ini ditandai dengan
kesediaannya tidak mencari penghormatan apapun dari dunia ini. Segala sesuatu
dari Dia oleh Dia dan bagi Dia (Rom 11:36). Kalau hidup kita dimiliki Tuhan
maka tidak ada pujian atau sanjungan yang kita layak terima. Semuanya harus
dikembalikan kepada Tuhan. Hal ini adalah sikap hati. Yang penting bagaimana hati
kita memberi penghormatan kepada Tuhan. Seluruh gerak kita adalah pengabdian
kepada Tuhan. Kesediaan menggunakan hidup ini untuk melayani Tuhan. Untuk
kesenangan hati-Nya. Inilah yang dikatakan Paulus bahwa apapun yang kita
lakukan kita memuliakan Tuhan (1Kor 10:31). Inilah sebenarnya irama yang benar,
seluruh hidup kita adalah irama menyembah Tuhan (Luk 4:8).