TUHAN MENUNJUKKAN
PEMBANDING
Selama ini
hamper semua orang beragama yang mempercayai kisah Adam dan Hawa beranggapan
bahwa taman Eden dimana mereka pertama kali ditempatkan Allah adalah taman yang
nyaman sekali tanpa masalah. Hidup mereka bergulir tanpa perjuangan. Itulah
surga manusia. Pemikiran ini muncul karena yang dibayangkan adalah taman yang
penuh dengan buah-buahan yang segar, bunga-bunga yang bermekaran dan wangi, air
gemericik yang bersih untuk diminum tanpa perlu difllter, semua binatang yang
tidak membahayakan sebagai teman dan lain sebagainya. Pandangan ini sebenarnya
salah atau tidak tepat. Sejatinya, di taman itu bukan hanya ada keindahan
seperti yang digambarkan di atas, tetapi manusia juga diperhadapkan pada
pergumulan dalam perjuangan menyelamatkan dirinya dan keturunannya melawan
suatu kuasa yang sangat jahat.
Ternyata Adam
ditempatkan di suatu tempat, di mana ia haru, berhadapan dengan Iblis, si ular
tua. Manusia harus menentukan nasib dirinya dan keadaan semua keturunannya,
bahkan nasib bumi ini Di taman itu manusia harus mengemban tugas besar dari
Bapa. Tugas besar itu adalah membuktikan bahwa Iblis bersalah dan patut
dihukum. Dengan cara bagaimana
manusia membuktikan bahwa Iblis bersalah kepada Bapa dan patut dihukum? Dengan
pembuktian dalam bentuk cara hidup Adam yang menaati Bapa dan menghormati Bapa
sepantasnya, itulah yang sama dengan memuliakan Bapa. Dengan kehidupan Adam
yang benar, maka terbukti bahwa yang pernah dilakukan oleh Iblis salah.
Dengan demikian, sebenarnya Eden adalah taman perjuangan, di mana manusia harus
bergumul melawan kuasa jahat.
Manusia belum
bisa hidup nyaman selama oknum jahat itu belum dihukum. Taman Eden juga adalah
taman harapan, artinya diharapkan suatu saat nanti dalam taman itu tidak lagi
ada “oknum jahat” yang berusaha menjatuhkan manusia. Kalau
manusia menang terhadap Iblis dengan
ketaatan kepada Bapa, maka manusia bisa berkata bahwa segala kuasa di bumi ada
dalam tangan manusia. Jika demikian barulah taman tersebut menjadi taman yang
benar-benar indah tanpa masalah. Tetapi dalam perjalanan sejarah manusia ternyata
manusia jatuh dalam dosa, manusia kalah. Tuhan Yesus yang tampil dan
mengalahkan Iblis dengan ketaatan-Nya. Tuhan Yesus yang mengatakan segala kuasa
di surga dan di bumi dalam tanganNya (Mat. 28:18-20). Bumi ini akhirnya akan
menjadi lautan api dan umat pilihan ditempatkan di taman yang lain (langit yang
baru dan bumi yang baru).
AYUB SEBAGAI
PEMBANDING
Dalam kisah Ayub
ada satu kebenaran yang lolos dari pengamatan banyak orang. Padahal kebenaran
itu justru inti kitab Ayub. Ternyata
dalam kisah Ayub, Allah hendak menunjukkan bahwa Ia mencari pembanding untuk
menunjukkan keberadaan atau kesalahan Lusifer. Satu hal yang harus
diperhatikan adalah pertanyaan Allah kepada Iblis ketika Iblis ada di tengah-tengah
anak-anak Allah: “Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada
seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur,
yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.” (Ay. l:7;
2:7). Tentu yang dilakukan Allah ini bukan sekadar hendak memuji Ayub. Di balik
pujian tersebut pasti ada sesuatu yang sangat penting yang kita harus pahami.
Ternyata Tuhan membanggakan Ayub sebab Tuhan menjadikan Ayub sebagai “ jago” untuk bertarung melawan Iblis. Sejak “pujian” itu diberikan Tuhan
kepada Ayub, maka terjadilah ujian hebat atas Ayub. Hal ini juga dialami oleh
Tuhan Yesus. Setelah Allah Bapa membanggakan Tuhan Yesus dengan pernyataan: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi,
kepada-Nyalah Aku berkenan” (Mat. 3:17), maka Tuhan Yesus dibawa oleh
Roh ke padang gurun untuk dicobai (Mat, 4:1-11). Roh di sini tentu Roh Allah.
Dibawa dari teks aslinya anago yang juga berarti dituntun. Pertanyaan yang kita
harus munculkan adalah mengapa Allah sengaja menuntun Tuhan Yesus untuk
dicobai? Ini sama dengan Ayub yang didorong masuk ajang pertempuran atau
percobaan dan sama dengan Adam dan Hawa yang harus menghadapi kenyataan adanya
pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat di tengah taman.
Alkitab
menyatakan bahwa walaupun Ayub kehilangan segala sesuatu di bumi ini, yaitu
kekayaan, anak dan istri bahkan kesehatannya, tetapi ia tetap setia kepada
Allah Yahwe. Ujian atas Ayub atau pencobaan yang dialami hanya sampai di flsik, tetapi
nyawanya terpelihara (Ay. 2:6). Penderitaan
yang dialami Ayub sebagai alat pertaruhan, apakah ia tetap setia kepada Yahwe
atau tidak. Sampai ujian yang terberat dalam hidupnya Ayub tetap
menunjukkan kesetiaannya. Setelah Ayub
bisa melewati semua itu, maka Ayub
bisa tampil sebagai juru syafaat bagi teman-temannya (Elifas, Bildad,
dan Zofar; Ay. 42:9). Hal ini sejajar dengan Tuhan Yesus, setelah menyelesaikan
tugas penyelamatan-Nya. Ia menjadi
Iuru Syafaat bagi kita.
Apa yang
dikemukakan dalam kitab Ayub hendak membuka mata pengertian kita terhadap
kebutuhan pembanding. Pembanding juga menggiring pada fakta bahwa Iblis
bersalah. Pembanding itu juga
berfungsi sebagai corpus delicti, itulah sebabnya harus ada makhluk
ciptaan yang taat kepada Bapa di Surga, mengasihi Bapa, hidup dalam Persekutuan
dan pengabdian kepada Allah Bapa. Sosok seperti inilah yang kemudian hari
ditampilkan oleh Tuhan Yesus Kristus sebagai Adam kedua atau Adam terakhir. Ia
dapat menampilkan kehidupan yang taat kepada Bapa bahkan mati di kayu salib
(lKor. 15:45). Tuhan Yesus menghadapi ujian dan pencobaan bukan hanya sampai di
fisik-Nya seperti
Ayub, tetapi sampai pada nyawa-Nya (Plp. 2:5-8). Tuhan Yesus menang atas segala
pencobaan sehingga keselamatan manusia dapat tersedia. Keselamatan adalah usaha
Tuhan mengembalikan manusia kepada rancangan-Nya semula atau tujuan awal.
HARUS SAMPAI MATI
Dalam Alkitab
kita menemukan usaha Iblis untuk mencegah Tuhan Yesus dari kematian di kayu
salib, tetapi Tuhan Yesus dalam integritas-Nya yang tinggi tetap taat sampai
mati di kayu salib untuk menyelesaikan tugas penyelamatan. Pertama, Iblis
berusaha mencegah Tuhan Yesus memikul salib dengan Cara menawarkan keindahan dan kemuliaan dunia Luk. 4:5-8 .
Berikutnya, Iblis memakai nama Allah
melalui Petrus untuk mencegah Tuhan Yesus ke Yerusalem (Mat. 16:21-23).
Selanjutnya bebera kali Tuhan Yesus hendak diangkat jadi raja
oleh orang-oran Yahudi (Yoh. 6:15; 12:1-13). Iblis menjanjikan hidup tanpa
penderitaan di bumi. Di taman Getsemani Tuhan Yesus menghadapi pergumulan antara melakukan kehendak Bapa
atau kehendakNya sendiri (Mat. 26:38-44). Tuhan Yesus juga menghadapi
situasi di mana Ia bisa memanggil
malaikat-malaikat-Nya untuk menyelamatkan diri-Nya dari pasukan Roma
yang menangkapnya (Mat. 26:53). Tetapi Ia tetap pada pendirian-Nya, yaitu minum
cawan (penderitaaan) yang harus dialami-Nya. Akhirnya di kayu salib, Ia bukan
tidak bisa turun dari salib (kalau Ia mau, Ia bisa), ketika Ia ditantang untuk turun dari salib
(Mat 27:40-42). Tetapi sekali lagi Ia tetap teguh dengan pendirian-Nya, mati di
kayu salib.
Kematian Tuhan
Yesus di kayu salib dalam ketaatan kepada Bapa di surga adalah kematian yang
sangat mengerikan bagi Lusifer. Karena dengan hal itu ia terbukti bersalah dan
hukuman baginya ditentukan. Ada
semacam “rule of the game” dalam pergulatan antara Kerajaan Terang dan kerajaan
kegelapan. Kalau ada yang bisa melakukan kehendak Bapa dengan sempurna
berarti Lusifer kalah dan harus dihukum, tetapi kalau tidak ada, maka Lusifer
beroleh kemenangan. Ia akan menguasai jagad raya, manusia dan Tuhan Yesus
Kristus sendiri.
Manusia yang
disebut sebagai Adam terakhir yang menjadi “jagonya” Allah Bapa adalah Tuhan
Yesus. Kalau Tuhan Yesus gagal, maka tidak bisa dibayangkan betapa rusaknya
jagad raya ini, karena surga dan bumi dalam kekuasaan Lusifer. Ia akan menjadi
“Bintang Timur yang gilang
gemilang”, artinya akan menerima kekuasaan baik di surga maupun
di bumi (Why. 22:16). Tetapi kemenangan Tuhan Yesus menjadikan Ia berhak
memproklamirkan kekuasaan-Nya bahwa gagah kuasa di surga dan di bumi ada dalam
tangan-Nya dan Ia adalah Bintang Timur yang gilang gemilang itu.
Kalau Tuhan
Yesus bisa dicegah atau dihindarkan dari kematian salib dalam ketaatan kepada
Bapa di surga, maka berarti itu kemenangan bagi Lusifer, sehingga apa yang
diidam-idamkannya yaitu
takhta Bapa dapat dicapainya. Dalam hal ini kita dapat menyaksikan dua putera
Allah yang sedang berjuang untuk merebut kemenangan. Lusifer adalah putera
Allah yang memberontak dan Tuhan Yesus Kristus Putra Tunggal yang berdiri di
pihak Bapa untuk melakukan hendaknya.
Kehidupan Tuhan Yesus seperti sebuah gelanggang
pertandingan untuk menentukan siapa pemenangnya. Tuhan Yesus adalah Pertaruhan
Allah Bapa. Kalau Ia kalah berarti tidak ada keselamatan atas umat ciptaanoNya.
Kalah di sini maksudnya bahwa Tuhan Yesus gagal hidup dalam ketaatan yang sempurna
kepada Bapa di surga (lbr. 29). Kalau Tuhan Yesus tidak taat kepada Bapa,
berarti kalah atau gagal. maka cita-cita
Lusifer berkuasa menyamai Allah bisa tercapai. ltulah yang memang diingini dan
terus diupayakan oleh oknum jahat tersebut. Dalam hal ini betapa berat beban
yang dipikul oleh Tuhan Yesus. Ia harus menang untuk menjadi Tuhan “bagi
kemuliaan Allah Bapa” (Flp. 2:11), tetapi kalau Tuhan Yesus kalah maka
Iblis menjadi “tuhan” untuk kemuliaan dirinya sendiri.
Untuk ini Tuhan Yesus harus menang untuk merebut “Bintang Timur” (Why. 22:16).