PELUANG YANG DIMANFAATKAN LUSIFER
Allah tidak akan pernah bertindak secara sembarangan
tanpa aturan, tanpa hukum atau rule. Allah
adalah Allah yang tertib dan selalu bertindak dalam tatanan-Nya yang konsisten
dan sempurna. Di dalam diri-Nya ada hukum. aturan, sistem atau
kebijakan-kebijakan dari kecerdasanNya yang sempurna. Dalam bertindak ada hukum
atau semacam "The rule of game” (aturan main) atau "The rule of the
Iife (hukum kehidupan) yang oleh kedaulatan-Nya sendiri Allah tetapkan. Allah
bertindak sesuai dengan hukum atau aturan tersebut.
“Allah adalah Allah yang tertib dan bertindak dalam
tatanan-Nya yang konsisten dan sempurna. Di dalam dirin-Nya ada hokum, aturan,
sistiem atau kebijakan-kebijakan dari kecerdasan-Nya yang sempurna”
Hukum atau tatanan dalam diri Allah inilah yang pasti
dipahami oleh oknum yang disebut Lusifer sehingga ia berani memberontak kepada
Allah. Ia tahu bahwa Allah terikat dengan hukum dalam diri-Nya dan Ia tidak
dapat menyangkalinya. Lusifer memanfaatkan realitas tersebut untuk mewujudkan
keinginannya.
Seharusnya pemahaman terhadap hakikat Allah dimaksudkan
agar makhluk ciptaan melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Inilah yang Allah Bapa kehendaki, menciptakan makhluk yang segambar
dengan diri-Nya dengan kemampuan mengenal hakikat-Nya agar bertindak seperti
Dia bertindak, sehingga dapat menyenangkan atau memuaskan hati Allah Bapa.
Tetapi Lusifer memanfaatkan pengenalan akan hakikat-Nya tersebut untuk
memberontak kepada-Nya. Seharusnya dengan mengenal seluk beluk Allah
(hakikat-Nya), anak-anak-Nya meninggikan, memuliakan dan mengkokohkan
takhta-Nya, tetapi Lusifer sebaliknya menemukan celah untuk bisa merebut
takhta-Nya serta mencari kemuliaan bagi dirinya sendiri.
Memang hal ini tidak tertulis secara eksplisit
(terang-terangan), tetapi inilah fakta yang bisa ditangkap secara logis yang
bisa menjawab pertanyaan di atas (mengapa
Allah tidak bisa segera membinasakan Iblis?). Dari menganalisa secara jujur, mendalam dan analitis atas
tindakan-tindakan Allah yang ditulis dalam Alkitab, maka kita dapat memperoleh
pemahaman yang tepat berkenaan dengan diri Allah dan hukum kehidupan ini.
Sangatlah logis kalau dipahami bahwa tidak mungkin Lusifer berani melawan Allah Bapa tanpa alasan atau dasar yang kuat. Ternyata Lusifer melihat celah peluang atau kemungkinan untuk bisa memenangi perlawanan terhada Allah, sebab Allah tidak bisa bertindak di luar hukum keadilan-Nya. Lusifer mencoba mencari kesempatan untuk mendapat keuntungan dari realitas tersebut. Ia membawa dirinya dengan Allah pada suatu “pertarungan”. Lusifer “berjudi” dengan keputusannya sendiri.
“Mengapa Allah tidak bisa membinasakan Lusifer saat itu
juga ketika ia memberontak? Sebab tindakan Lusifer belum bisa dikatakan salah,
selama tidak ada verifikasi atau pembuktian bahwa Lusifer bersalah.”
Ia berharap bisa memperoleh apa yang diinginkan, yaitu
mengangkat diri sebagai penguasa menyamai Allah. Itulah sebabnya dikatakan
dalam Yehezkiel 28:16, bahwa ia berdagang. Berdagang
artinya melakukan suatu usaha untuk memperoleh keuntungan tetapi masih bersifat
“spekulatif” (untung-untungan). Di manapun, aktivitas perdagangan
memiliki unsur spekulatif ini.
Mengapa Allah tidak bisa membinasakan Lusifer saat itu
juga ketika ia memberontak? Sebab tindakan Lusifer belum bisa dikatakan salah,
selama tidak ada verifikasi atau pembuktian bahwa Lusifer bersalah. Harus ada
semacam “corpus delicti”. Istilah corpus delicti ini sebenarnya diambil dari
istilah hukum, tetapi dibawa ke ranah teologi. Pertama yang menggunakan istilah
ini adalah Dr. J. Verkuyl dalam
bukunya Etika Kristen. Dalam tulisannya, Dr. I. Verkuyl menyatakan bahwa hukum Taurat adalah corpus delicti.
Tanpa hukum Taurat maka pelanggaran tidak terbukti sebagai pelanggaran. Harus
ada corpus delicti untuk membuktikan, suatu kesalahan.
Kalau merunut etimologi, maka kata corpus delicti berasal
dari bahasa Latin. Corpus artinya tubuh atau badan, sedangkan delicti artinya
pelanggaran. Secara sempit corpus delicti artinya bukti suatu kejahatan. Corpus
delicti adalah fakta penting dalam dunia hukum, untuk menegakkan suatu
keadilan, bahwa suatu tindakan seseorang tidak bisa dikatakan salah dan orang
tersebut tidak bisa dihukum sebelum terbukti kesalahannya. Dengan demikian corpus delicti menunjuk fakta yang
membuktikan bahwa suatu kesalahan atau kejahatan telah dilakukan.
Sama seperti kasus bagaimana bisa membuktikan bahwa suatu
benda warnanya putih kalau tidak ada verifikasi warna lain. Terkait dengan
corpus delicti, dalam tulisannya rasul Paulus menulis: Karena hukum Taurat
membangkitkan murka, tetapi di mana
tidak ada hukum Taurat, di situ tidak ada juga pelanggaran (Rm. 4:15). Ingat di ayat yang
lain ia menulis: Sebab sebelum hukum Taurat ada, telah ada dosa di dunia.
Tetapi dosa itu tidak diperhitungkan kalau tidak ada hukum Taurat (Rm. 5:13).
Dari apa yang dipaparkan Roma 4:15; 5:13 membuka pikiran kita untuk memahami
bahwa Allah bertindak dengan aturan yang sempurna. Seperti misalnya dalam
menunjukkan kesalahan dan menghukum harus ada pembuktian. Itulah sebabnya
Taurat diberikan juga untuk membuktikan bahwa manusia terbukti bersalah (Rm.
4:15; 5:13).
Demikian pula Lusifer yang jatuh, tidak akan terbukti
bersalah sebelum ada pembuktiannya. Kalau
kesalahan manusia dalam perilaku konkretnya dapat dibuktikan dengan Taurat,
tetapi bagaimana dengan kesalahan Lusifer? Dalam
pemberontakannya, Ia ingin menyamai Allah. Dalam dirinya mulai
muncul hasrat yang bertentangan dengan keinginan Allah. Kesalahan Lusifer
berangkat dari dalam dirinya, sesuatu yang tidak bisa dibuktikan dengan hukum
yang tertulis. Lusifer tidak menempatkan diri sebagai makhluk
ciptaan yang tunduk di hadapan Allah. Untuk membuktikan kesalahannya, harus ada
makhluk yang memiliki ketaatan dan penghormatan yang benar kepada Allah dan
memiliki persekutuan dengan Dia secara benar. Makhluk yang memiliki ketaatan
kepada Bapa itulah sebagai “corpus delicti”. Dengan adanya corpus delicti akan
membungkam Iblis sehingga tidak bisa mengelak, sebab Iblis terbukti melakukan
suatu kesalahan. Inilah rule of the game (life)-nya.
Yehezkiel
mencatat bahwa pada mulanya Lusifer tak bercela di dalam tingkah lakunya sejak
hari penciptaannya, sampai terdapat kecurangan padanya. Ini jelas
menunjukkan bahwa pada mulanya ia bukan makhluk yang rusak. Lusifer pada
mulanya bukan ciptaan yang buruk. Allah tidak menciptakan makhluk yang buruk,
jahat dan rusak. Itulah sebabnya pernyataan Tuhan Yesus dalam Yohanes 8:44
mengatakan bahwa ia adalah pembunuh sejak semula”, hal ini tidak boleh
dimengerti secara salah. Pembunuh sejak semula maksudnya adalah membunuh
kehidupan manusia itu Adam. Lusifer tidak diciptakan sebagai pembunuh, tetapi
karena pilihannya, ia menjadi pemberontak dan menjadi pembunuh manusia juga.
Dalam teks aslinya
ayat
ini tertulis: ekeinos anthropoktonos en ap arkhe... (éKeIVOq dvepwnoxrévoc I'lv
in' dpxm).
Pengertian ap arkhe (dm'&pxhq) tidak boleh dipahami
sebagai sejak diciptakan ia sudah jahat. Jika demikian, maka ini merupakan
tuduhan bahwa Allah jahat dengan menciptakan penjahat seperti Lusifer. Kata
pembunuh dalam teks aslinya adalah anthropoktonos (depwnoxrdvoq), selain
berarti pembunuh (murderer) bisa juga berani pembantai manusia (a man slayer).
Iblis, yang tadinya adalah Lusifer, tidak diciptakan sebagai makhluk yang
jahat, karena Penciptanya juga bukan pribadi yang jahat. Tetapi Lusifer
diciptakan dalam keadaan bisa mengambil keputusan, apakah mau menjadi baik atau
sebaliknya. Faktanya, ia memilih memberontak.
Kalimat “sampai terdapat” menunjukkan adanya perubahan
(Yeh. 28:15). Dalam Yehezkiel 28:15 berkenaan dengan kalimat “sampai terdapat”
kita temui kata matsa (N373), kata ini selain berarti menemukan atau ditemukan
juga berarti mencapai (Ing. attain to). Hal ini menunjukkan adanya proses
menuju suatu keadaan yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Kata matsa
menunjukkan suatu kejadian baru yang berlangsung. Kalau oknum ini disebut
sebagai “pembawa fajar” (‘10 @174),
apakah ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa ia membawa sejarah baru dalam
kehidupan makhluk surgawi di surga dan manusia di bumi?
Kata kecurangan dalam Yehezkiel 28:15 adalah awlata
(nn'ny) yang artinya iniquity, unjust, wicked, unrighteousness (kejahatan, ketidakadilan), perverseness
(sifat keras kepala). Kejahatan
Lusifer ini berasal dari diri sendiri, dan karena memang diciptakan dengan
kemungkinan demikian. Tetapi harus dicatat bahwa seharusnya ia bisa tidak
berbuat demikian, sebab tidak mungkin Allah merancang Lusifer untuk
memberontak. Allah tidak merancang Lusifer untuk memberontak. Demikian pula
dengan malaikat-malaikat yang mengikuti jejak Lusifer. Mereka seharusnya tidak
ikut memberontak. Kenyataannya, tidak semua malaikat memberontak, hanya
sebagian yang menggunakan kehendak bebasnya untuk memberontak kepada Allah Bapa
(Why. 12). Sama seperti Lusifer, terdapat juga malaikat yang keluar dari
batas-batas kewewenangan atau wilayah hidupnya (Yud. 1:6), Dan bahwa Ia menahan
malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, tetapi
yang meninggalkan tempat kediaman mereka, dengan belenggu abadi di dalam dunia
kekelaman sampai penghakiman pada hari besar).
Lusifer pada mulanya berkeadaan tidak bercela. Ia
dimateraikan dalam keadaan penuh hikmat dan kecantikan yang sempurna. Dalam
terjemahan bahasa Inggris diterjemahkan: You
had the seal of perfection, Full of wisdom and perfect in beauty. The
zeal of perfection terjemahan dari khotem tokhm't (1173913 anin). Hal ini jelas
sekali menunjukkan bahwa makhluk Lusifer ini diciptakan dalam keadaan yang
sempurna. Selanjutnya disebutkan bahwa ia tidak bercela, yang berarti ia adalah
makhluk yang sempurna, bukan seperti manusia yang telah jatuh dan rusak. Kata
tidak bercela dalam teks aslinya adalah tamim (D’D 13 ) yang dapat diterjemahkan
bukan saja without blemish, tetapi juga dapat diterjemahkan complete, full,
perfect, without spot (lengkap, penuh, sempurna tanpa noda). Dalam Alkitab
versi King James diterjemahkan dengan kalimat than was perfect in thy ways. Hal
ini menunjukkan bahwa pada mulanya
Allah tidak menciptakan makhluk yang jahat, tetapi oleh
kehendak bebasnya Lusifer memilih untuk mengambil jalannya sendiri yang
bertentangan dengan kehendak Bapa.
“Dengan mencari keuntungan bagi diri sendiri tersebut
maka lusifer menjadi Jahat. Lusifer tidak lagi mengabdi kepada Tuhan, sesuai
dengan maksud dirinya diciptakan, tetapi berusaha mencari keuntungan sendiri
dalam bentuk kemuliaan bagi dirinya sendiri”
Pada mulanya ia tidak bercela dan benar adanya dalam
segala jalannya. Kata jalan dalam teks aslinya adalah derek ('n'-!). Kata derek
bisa berarti sebuah jalan panjang (road) atau bisa berarti sebuah perjalanan
panjang (journey). Dalam perjalanan sejarah hidup Lusifer, di kemudian waktu ia
melakukan kecurangan. Kata kecurangan dalam teks aslinya adalah awla (n'zqy),
yang juga berarti ketidakbenaran (unrighteousnesi). kesalahan (wrong),
ketidakadilan (injustice), kejahatan (wickedness) dan kekerasan (violen).
Kata-kata ini cukup mengartikan bahwa ia tidak melakukan apa yang sesuai dengan
kehendak Allah. Ini berarti Lusifer memberontak kepada Allah, Penciptanya.
Upaya untuk menyamai Tuhan itulah yang dalam Yehezkiel
28:15 disebutkan sebagai “didapati kecurangan” (wickedness). Dia diciptakan
untuk mengabdi, tetapi ternyata ia berdagang atau “trading" (Yeh. 28:16).
Dalam teks aslinya kata “berdagang” terjemahan dari rekulotka (lbr. 333???),
yang bisa diterjemahkan merchandise. Trading menunjuk tindakan mencari
keuntungan bagi dirinya sendiri. Dengan mencari keuntungan bagi diri sendiri
tersebut maka Lusifer menjadi jahat. Lusifer tidak lagi mengabdi kepada Tuhan,
sesuai dengan maksud dirinya diciptakan, tetapi sebaliknya berusaha mencari
keuntungan sendiri dalam bentuk kemuliaan bagi dirinya sendiri (Yeh. 28: 16).
Jelas sekali bahwa Lusifer adalah makhluk ciptaan yang
seharusnya dibawahi atau didominasi oleh Allah ini mencoba untuk menolak hidup
dalam kedaulatan dan kekuasaan Allah. Ia ingin berdaulat sendiri
Tindakan Lusifer tersebut merupakan bentuk kesombongan
yang ditentang oleh Allah. Dalam hal ini kita temukan bahwa sebenarnya maksud
Tuhan menciptakan Lusifer dan para malaikat adalah untuk melayani diri-Nya.
bukan diri mereka sendiri. Tetapi mereka memberontak dengan membangun kerajaan
sendiri untuk memperoleh kemuliaan bagi diri mereka sendiri. Hal ini memberi
pelayaran yang sangat berharga bagi kita. bahwa seseorang yang berusaha
melakukan segala sesuatu bagi dirinya sendiri adalah seorang pemberontak. Allah
menentang orang sombong (lPtr. 5:5).
Apa yang dikemukakan dalam Yehezkiel 28:15-16 sama dengan
yang dikemukakan Yesaya 14:13-14. Engkau yang tadinya berkaita dalam hatimu:
Aku hendak naik ke Iangit, aku hendak mendirikan tahtaku mengatasi
bintang-bintang Allah dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan jauh di
sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi etinggian awan-awan hendak menyamai
Yang Mahatinggi.
Jelas sekali bahwa Lusifer adalah makhluk ciptaan yang
seharusnya dibawahi atau didominasi oleh Allah ini mencoba untuk menolak hidup
dalam kedaulatan dan kekuasaan Allah. Ia ingin berdaulat sendiri. Hal ini
nampak dalam tulisan Yesaya, bahwa ia mau mendirikan takhtanya sendiri. Kata
mendirikan (takhta) dalam teks aslinya adalah “arim” (1318) yang lebih berarti
menaikkan ke atas, Dalam bahasa Inggris kata ini diterjemahkan exalt atau lift
up.
Sikap menyamai Tuhan atau menempatkan diri sebagai Tuhan
nampak dalam tulisan Yesaya 14:13-14, bahwa ia akan duduk di atas bukit
pertemuan. Bukit pertemuan dalam teks aslinya adalah moed (133113), yang dapat
diterjemahkan sebagai appoin ted place atau sacred season (tempat yang ditunjuk
atau ditentukan dan waktu yang kudus). Kata yang sama ditemukan dalam 2
Tawarikh 8:13 yaitu kata moadot (11ng113). Kata ini menunjuk hari raya di mana
bangsa Israel mengadakan hari rayanya bagi atau di hadapan Allah. Di sini
Lusifer mau menduduki tempat yang diduduki oleh Allah.
Lusifer bukan tidak memiliki takhta. Allah telah menempatkannya di suatu posisi tertentu. ia sudah
memiliki tempat yang sama dengan tahtahnya sendiri (tentu di bawah kedaulatan
dan kekusaan takhta Allah). Tetapi Lusifer mau menaikkan ke atas.
Rupanya ia mau berdaulat sendiri, sama seperti Allah berdaulat. Dalam hal ini
Lusifer keluar dari batas-batas kekuasaannya. Lusifer mau mengatasi bintang-bintang Allah. Kata
mengatasi dalam teks aslinya adalah maal (by); ), yang berarti lebih tinggi
atau di bagian atas. Sedangkan bintang-bintag Allah (the stars of God) menunjuk
malaikat atau oknum-oknum yang juga diberi kekuasaan. Kata bintang dalam teks
aslinya adalah kokhav (21913). Terdapat catatan bahwa kata ini adalah kata yang
tidak biasa digunakan (unusual word). Kokhav memiliki beberapa pengertian
antara lain: bintang, yang diurapi dan saudara laki-laki. Dengan demikian kata
kokhav ini bisa berarti makhluk-makhluk surgawi. Makhluk surgawi bisa menunjuk
kepada para malaikat dan penghulu-penguhulunya.
Dikatakan juga bahwa Lusifer mau naik ke langit, artinya
ia melanggar batas wilayah di mana ia ditempatkan. Kata naik dalam teks aslinya
adalah ‘lh (715),). Kata ‘lh ini juga memiliki pengertian mendaki. Langit yang didaki
adalah shamayim (BUM? ). Timbul pertanyaan: Apakah Lusifer tidak di surga pada
waktu itu? Tentu pada waktu itu ia di surga, tetapi harus dipahami bahwa surga
pun memiliki tingkatan. Maksudnya naik ke langit adalah Lusifer menginginkan
tempat atau kedudukan yang lebih tinggi. Lebih tinggi dari bintang-bintang
Allah. Hal ini memberi kesan bahwa Lusifer tidak mau dibawahi, tetapi ia mau
membawahi bintang tanpa harus ada di kedaulatan siapapun. Lusifer mau menjadi
kepala pemerintahan. Itulah sebabnya ia ingin menaikkan takhtanya.
Lusifer mau menyamai yang Mahatinggi. Kata menyamai dalam
teks aslinya adalah damak (71731), yang lebih berarti sama (like) dalam posisi
atau kedudukan. Dalam salah satu terjemahan bahasa Inggris diterjemahkan I will
be like the most High. Dari hal ini kita bisa memahami mengapa ia membujuk
manusia pertama untuk menjadi sama seperti Allah. Bujukan Iblis membawa manusia
berpikir bahwa dirinya tidak perlu dibawahi oleh Tuhan atau ada dalam
kedaulatan Allah.
Sama dengan penciptaan manusia. Manusia diciptakan untuk
mengabdi kepada Tuhan, hidup sebagai sekutu Tuhan dan mengabdi kepada-Nya. Tetapi manusia memberontak mengikuti
jejak Setan, menolak mengabdi kepada Tuhan. Sebagai Akibatnya,
manusia telah kehilangan maksud dan tujuan dirinya diciptakan
Terkait dengan hal di atas ini perlu diketahui, bahwa
sebenarnya Iblis atau Lusifer bukan bermaksud mau pergi ke neraka dan mengajak
makhluk ciptaan Allah lainnya untuk bersama dengan dirinya, baik malaikat dan
manusia, ke neraka. Lusifer sendiri juga tidak mau masuk neraka. Ia mau
memiliki “surga” di mana ia bisa menggelar pemerintahannya. Tetapi ia gagal, ia
tidak mungkin bisa keluar dari kodratnya sebagai makhluk ciptaan yang harus
mengabdi kepada penciptanya.
Sama dengan penciptaan manusia. Manusia diciptakan untuk
mengabdi kepada Tuhan, hidup sebagai sekutu Tuhan dan mengabdi kepada-Nya.
Tetapi manusia memberontak mengikuti jejak Setan, menolak mengabdi kepada
Tuhan. Sebagai Akibatnya, manusia telah kehilangan maksud dan tujuan dirinya diciptakan
Tuhan. Keselamatan dalam Yesus Kristus, hendaknya tidak Saja menjadikan kita
berstatus anak Tuhan, tetapi terutama menjadi pribadi yang melayani Bapa, Allah
semesta alam yang menciptakan kita semua.
Alkitab mengatakan bahwa Lusifer melanggar kekudusan
tempat kudusnya (Yeh. 26:18). Kata tempat kudus dalam teks ini dapat
diterjemahkan the places of worship (Ibr. miqdash). Kata miqdash dapat
diterjemahkan chapel. Chapel menunjuk untuk tempat ibadah. Seharusnya Lusifer
tidak melampaui batas wilayah yang dipatok Tuhan baginya, tetapi ia melanggar
batas kekuasaannya, sehingga ia dihukum. Lusifer juga menyeret
malaikat-malaikat untuk memberontak kepada Allah.
Dan
bahwa Ia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan
mereka, tetapi yang meninggalkan tempat kediaman mereka, dengan belenggu abadi
di dalam dunia kekelaman sampai penghakiman pada hari besar (Yud. 6). Sebagai
akibat pemberontakannya, ia dibuang ke dalam gua-gua yang gelap.
Lusifer menjadikan tempat di mana ia menyembah Tuhan
sebagai sarana untuk mencari pujian dan penyembahan untuk dirinya sendiri.
Dalam kitab Wahyu pemberontakan bintang timur ini disinggung dalam Wahyu 12:3-4
(Maka tampaklah suatu tanda yang lain di langit dan lihatlah, seekor naga merah
padam yang besar, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan diatas kepalanya
ada tujuh mahkota. Dan ekornya menyeret sepertiga dari bintang-bintang di
langit dan melemparkannya keatas bumi. Dan naga itu berdiri di hadapan
perempuan yang hendak melahirkan itu, untuk menelan Anaknya, segera sesudah
perempuan itu melahirkan-Nya). Apa yang dikemukakan dalam perikop ini hendak
membuka tabir pemberontakan yang terjadi di kediaman para malaikat kudus di
surga dan kediaman Allah.
Dalam Wahyu 12:3-4 jelas sekali dikatakan bahwa “naga
besar” itu adalah Setan itu sendiri. Hal ini dapat dijumpai dalam Wahyu 12:9,
Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang
menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi,
bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya. Sedangkan bintang-bintang yang
diseret tidak lain adalah makhluk surgawi, yaitu para malaikat dan
penghulu-penghulunya. Itulah sebabnya timbul peperangan di surga, Mikhael dan
malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu dibantu oleh
malaikat-malaikatnya (Why. 12:7).