ALLAH MEMBANGUN KELUARGA
PSIKOLOGI,
SOSIOLOGI dan berbagai bidang ilmu lain mengakui bahwa manusia adalah makhluk
sosial, artinya manusia adalah makhluk yang harus memiliki kebersamaan, relasi
dan persekutuan dengan sesamanya. Tentu kita semua juga mengakuinya, karena kita
manusia yang bisa merasakan atau membuktikan. Menjadi kebutuhan setiap insan
untuk ber-fellowship dengan manusia lain, dikasihi dan mengasihi, diperhatikan
dan memperhatikan, disenangkan dan menyenangkan. Masing-masing pribadi harus menemukan
tempatnya bagi sesamanya dan menempatkan sesamanya sesuai dengan tempat dan
kedudukannya. Jika demikian
maka terjalin suatu hubungan yang harmonis. Dinamika hidup seperti ini sangat
indah dan membahagiakan.
Jika Firman Tuhan menunjukkan bahwa manusia diciptakan menurut
gambar dan rupa Allah, maka itu
berarti Allah sendiri juga memiliki pribadi atau natur seperti ini. Allah
menginginkan Obyek untuk dikasihi dan mengasihi, untuk ber-fellowship dengan
pribadi lain, diperhatikan dan memperhatikan, disenangkan dan menyenangkan. Allah pasti menemukan tempat-Nya
bagi pribadi
anak-anak-Nya dan menempatkan mereka sesuai dengan tempat dan kedudukannya. Dan
anakanak-Nya harus menempatkan Allah Bapa di tempat-Nya. Jika demikian relasi
keduanya akan terjalin indah yaitu suatu hubungan yang harmonis; persekutuan
yang sangat luar biasa membahagiakan.
Karena hakikat
Allah tersebutlah yang menjadi kausalitas diciptakan-Nya Lusifer dan manusia
yang adalah anak-anak-Nya Lusifer dan manusia adalah anak-anak-Nya. Hal ini
didasarkan pada apa yang dikatakan dalam Firman Tuhan bahwa Allah Bapa adalah
Bapa segala roh (Ibr. 12:9). Tidak ada roh
yang bukan berasal dari Bapa; semua pribadi yang memiliki roh dan memiliki
kehidupan adalah berasal dari Allah Bapa. Di dalamnya termasuk para malaikat,
tetapi malaikat hanyalah roh-roh yang melayani (Ibr. 1:14). Lusifer bukanlah
berjenis malaikat. Ia diciptakan “tunggal” di taman Tuhan di mana ada malaikat (kerub) yang
menjagainya. Ia diciptakan serupa dengan Allah sendiri (Yeh. 28).
Penciptaan dan
kelahiran anak-anak-Nya (Lusifer dan manusia) didasarkan pada alasan-alasan
ini, pertama bahwa menciptakan sesuatu dengan tujuan yang besar dan cerdas.
Kedua, apa yang diciptakan Allah pasti bertujuan untuk kepentingan atau
kesukaan-Nya. Ketiga, segala sesuatu yang diciptakan Tuhan pasti berasal dari
hakikat dan nilai-nilai keindahan yang ada pada diri Allah.
Salah satu kemungkinan yang paling kuat yang bisa
dipercayai berkenaan dengan maksud Allah menciptakan pribadi-pribadi yang hidup
seperti Lusifer dan manusia adalah karena Allah Bapa adalah pribadi yang
berkehendak membangun suatu keluarga dan menikmati kehidupan bersama-sama
dengan keluarga yang dibangun-Nya tersebut. Inilah awal
dari sejarah Kerajaan Allah. Kerajaan Allah adalah peta dari rencana Allah yang
besar dan cerdas, bagi kemuliaan-Nya dan menunjukkan hakikat dan nilai-nilai
keindahan Allah yang menakjubkan. Dalam hal ini nilai-nilai tersebut bertumpu
pada hakikat Allah yang luar biasa, bukan hanya kuasa-Nya, tetapi juga kasih-Nya.
“Allah Bapa
adalah pribadi yang berkehendak membangun suatu keluarga dan menikmati
kehidupan bersama-sama dengan keluarga yang dibangun-Nya tersebut.”
Keluarga yang dibangun oleh Allah Bapa,
haruslah keluarga memiliki kerelaan untuk menjadi objek untuk
dikasihi dan subjek
yang mengasihi Allah Bapa pribadi untuk
bisa ber-fellowship (bersekutu). dengan Allah Bapa diperhatikan dan memperhatikan
disenangkan dan menyenangkan serta mengabdi kepada Allah Bapa sebagai Allah-Nya. Hal ini
dimaksudkan agar relasi antara Bapa dan anak-anak adalah relasi harmonis yang
tidak dipaksakan; natural sempurna.
Relasi harmonis
antara Allah Bapa dan anak-anak-Nya didasarkan pada kasih yang merupakan
hakikat Allah sendiri (lYoh. 4:8). Tentu kasih yang tulus ikhlas. Itulah
sebabnya Allah menciptakan
pribadi-pribadi tersebut sebagai makhluk yang benar-benar memiliki “kehendak
bebas”, artinya bahwa makhluk-makhluk tersebut dapat bertindak serta mengambil
keputusan dan pilihan-pihan sendiri tanpa dipaksa oleh faktor di luar dirinya.
Pribadi-pribadi tersebut bukan seperti robot yang diatur dan digerakkan oleh
remote control. Baik Lusifer maupun Adam diberi kemungkinan untuk taat atau
memberontak. Keberadaan inilah yang
juga memberi nilai keagungan manusia
sekaligus menunjukkan keagungan
Allah Bapa. Kalau
anak-anak Allah Bapa tidak memiliki kehendak bebas, maka mereka bukanlah
makhluk yang memiliki nilai agung.
Betapa tidak
bernilainya kalau keluarga yang dibangun Allah itu terdiri dari robot-robot
yang mengasihi Allah Bapa karena telah diprogram atau di-setting untuk
mengasihi Allah Bapa, tunduk, taat dan melayani Dia. Kalau Lusifer dan Adam
diciptakan tanpa kehendak bebas, berarti Lusifer dan Adam adalah ciptaan yang
gagal. Kegagalan bukan pada pihak Lusifer atau Adam, tetapi pada pihak Allah
sebagai Sang Pencipta. Tetapi faktanya adalah pribadi-pribadi ciptaan Allah itu
memiliki kehendak bebas untuk menentukan keadaan dan pilihannya; Anak-anak
Allah diperhadapkan pilihan apakah mau menjadi sekat? Tuhan atau seteru-Nyar
Tuhan memberi kebebasan untuk menentukan
pilihan
tersebut tanpa memaksa dan memengaruhi.
Kalau anak-anak
Allah tidak diberi kehendak bebas dalam keluarga Allah atau Kerajaan Allah,
maka semua berlangsung dalam alunan cerita yang telah ditetapkan oleh sang
sutradara yaitu Allah sendiri, masing-masing menjalankan perannya tanpa
perasaan yang mengalir dengan tulus ikhlas. Jika demikian, maka pribadi-pribadi
tersebut tidak saling merasakan kasih yang tulus ikhlas, baik antara Allah dan
anak-anak-Nya maupun antar anak-anak-Nya tersebut.
Hanya pribadi
yang “jiwanya” sakit yang membangun keluarga dengan keberadaan seperti ini;
semua hanyalah sandiwara. Dinamika kehidupan seperti itu tidak indah, hanya
seperti sebuah cerita film yang telah disusun skenarionya. Semua serba otomatis
sesuai dengan program seperti boneka mainan. Memang tidak bisa dikatakan
munafik, tetapi otomatisasi itu tidak mengisyaratkan adanya kehidupan konkrit
dan riil. Betapa kaku dan lucunya. Tidak mungkin Allah Bapa yang Mahaagung, Mahamulia dan Mahasempurna
menciptakan keluarga seperti itu.
Sebenarnya Allah Bapa telah memiliki keluarga dengan
Putra Tunggal yang telah bersama-sama dengan Dia sebelum dunia dijadikan. Entah
berapa juta atau milyar bahkan trilyun tahun, Bapa bersama dengan Sang Putra
dalam kebahagiaan sempurna. Kebahagiaan itu bisa terganggu oleh karena pemberontakan
oknum yang diciptakanNya, yang dikenal sebagai Lusifer dan malaikat yang
dihasutnya (Ay. 4:28; Yes. 14:12-19; Yeh. 28:12-19; Why. 12: 1-6).
Lusifer
berkehendak untuk berkuasa melampaui
kewenangannya
dan berniat mengungguli segala bintang. Tentu di antaranya adalah Bintang di
atas segala bintang yaitu Anak Tunggal Bapa yang telah memiliki kemuliaan
sebelum dunia dijadikan (Yoh. 17:5,24). Memang pada mulanya ia memiliki nama “sebagai Bintang Timur Putera Fajar (Ibr. helel ben
sakhar .. ""]ng '7'270; star of the morning, son of the dawn). Adapun
nama Lusifer adalah dari bahasa Latin. Sejak ia jatuh& ia tidak lagi
memiliki nama itu. Rupanya nama itu menunjukkan kekuasaan. Akhirnya gelar itu
disandang oleh Tuhan Yesus, sebab segala kuasa di surga dan bumi ada dalam
tangan-Nya (Mat. 28:18-20; Why. 22:16)
Untuk menyelesaikan
masalah pemberontakan
Lusifer, Allah menciptakan anak yang lain, yaitu Adam. Adam diciptakan keluar
dari Diri-Nya sendiri atau bisa dikatakan dilahirkan oleh Allah sendiri kej. 2:7; Kis.
17:28-29; Luk. 3:38 . Sulit dibantah bahwa proses ini seperti proses “kloning
roh”. Itulah sebabnya dikatakan bahwa manusia diciptakan segambar dengan Allah
(Kej. 1:26-27).
Allah
menciptakan manusia pertama yaitu Adam bukan tanpa tujuan dan bukan tanpa misi
serta tanggung jawab yang harus diembannya. Manusia dipanggil untuk membela
kepentingan Bapa. Kalau Anak Tunggal-Nya yaitu Sang Logos bersama-sama
dengan Bapa menciptakan dunia ini (Yoh. 1:1-10), tetapi anak-anak Allah yang
lain, yaitu Adam dan Hawa dipersiapkan untuk mengalahkan Iblis agar “nama Bapa
dimuliakan, Kerajaan-Nya atau pemerintahan-Nya datang dan kehendak-Nya
dijunjung tinggi secara mutlak di bumi ini ". Manusia diciptakan juga
dengan maksud tertentu. Manusia menerima mandat yaitu untuk berkembang biak
memenuhi bumi dan menaklukkannya. Tentu di dalamnya juga diberi mandat untuk
mengalahkan anak Allah yang jatuh (Lusifer) yang ada di bumi. Dalam hal ini
kita menemukan bahwa tidak ada sesuatu yang gratis. Manusia sebagai anak Allah
harus berjuang.
Namun ternyata manusia pertama telah gagal untuk
melaksanakan kehendak Bapa, maka Allah mengutus Putra Tunggal-Nya yang
mengalahkan Iblis dan menyelamatkan manusia untuk menjadi keluarga
Kerajaan-Nya. Bapa menciptakan
anak-anak-Nya yang lain untuk bersama-sama dalam kenyataan hidup ini
bersama dengan Diri-Nya dan Putra Tunggal-Nya menikmati kemuliaan-Nya. Inilah yang dimaksud dengan kemuliaan yang
disediakan sebelum dunia dijadikan. Inilah
keinginan
Bapa segala roh, Allah semesta
alam. Anak-anak yang lain di sini adalah kita umat pilihan-Nya yang harus
mengikuti jejak Tuhan Yesus sebagai pemenang, agar Tuhan Yesus menjadi yang
sulung di mm banyak saudara (Rm. 8:28-29).
Kepada kita
diberi kesempatan untuk menentukan atau memilih apakah mau mengasihi Tuhan atau
tidak. Mereka yag mengasihi Tuhan akan
digarap Allah menjadi anggota keluarga-Nya (Rm. 8:28; 1Kor. 2:9). Tetapi mereka yang tidak mengasihi Tuhan akan terkutuk
(lKor. 16:22). Dalam hal ini kita menemukan betapa indahnya hidup ini. Indahnya
hidup ini terletak pada kesempatan yang Tuhan berikan untuk mengasihi Allah
Bapa supaya kita masuk anggota keluarga-Nya. Itulah sebabnya hukum terutama
adalah mengasihi Allah dengan segenapnya dan sesama manusia seperti diri
sendiri. Hal ini paralel dengan pertanyaan Tuhan Yesus kepada Simon Petrus, “apakah engkau mengasihi Aku?”,
lalu Tuhan berkata lagi “gembalakan domba-domba-Ku”.