Perjuangan sebagai anak Allah bukan berarti anugerah jadi kurang penting, justru tanpa anugerah usaha sebesar apapun tidak ada gunanya. Anugerah adalah: salib, matrai Roh Kudus dan Penggarapan Allah, Perjuangan kita dalam mengerjakan keselamatan adalah bentuk RESPON terhadap ANUGERAH yang diberikan Tuhan kepada kita. Tanpa respon kita yang proporsional berarti kita menolak anugerah yang sangat mahal itu.
Di dalam Roma 8:28-29, terdapat penjelasan
penting untuk membuktikan dan menunjukkan bahwa Allah tidak secara sepihak
memilih dan menentukan orang-orang tertentu masuk surga dan yang lain masuk
neraka. Roma 8:28-29 menuliskan: “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut
bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang
mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari
semula untuk menjadi serupa dengan
gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara
banyak saudara. Kesalahan memahami ayat ini bisa membangun teologi
yang menyimpang dari kebenaran.
Dari tulisan Paulus ini, diperoleh
pelajaran rohani bahwa melalui setiap peristiwa atau kejadian, Allah
bekerja menggunakan semua hal untuk mendatangkan kebaikan bagi orang yang
mengasihi Dia. Dalam hal ini, Allah membutuhkan sarana untuk mendewasakan
orang percaya. Secara tidak langsung, hal ini mengisyaratkan bahwa perubahan
hidup orang percaya haruslah menuju kedewasaan agar layak menjadi anggota
keluarga Kerajaan Surga. Perubahan ini tidak dapat berlangsung dengan mudah
atau secara otomatis. Ada sarana yang Allah gunakan dalam proses perubahan
tersebut. Di pihak lain juga ada perjuangan, baik dari pihak Allah melalui Roh
Kudus, dan orang percaya yang menerima penggarapan Allah tersebut. Hal ini
memberi petunjuk pentingnya respons manusia dalam menyambut anugerah
keselamatan yang Tuhan berikan. Karena hal “mengasihi Allah” merupakan
hal yang bersifat pribadi, maka Allah tidak berintervensi di dalam hati manusia
sehingga manusia kehilangan kebebasannya.
Dalam Roma 8:29 tertulis: “Sebab
semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari
semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara
banyak saudara.” Kalimat “orang yang dipilih-Nya dari semula”
menunjuk kepada orang yang hidup di zaman Perjanjian Baru, mendengar Injil
dengan benar, dan memiliki potensi jasmani dan rohani untuk bisa merespons
Injil dengan benar. Orang-orang yang memiliki kesempatan untuk mendengar Injil
yang benar, diharapkan merespons dengan benar sehingga benar-benar terpilih
agar mengalami dan memiliki keselamatan, yaitu dikembalikan ke rancangan Allah
semula, yang berkeadaan sebagai anak-anak Allah seperti Yesus.
Betapa hebat status orang percaya dalam
bingkai keselamatan, karena orang percaya disebut sebagai saudara bagi Yesus
(Rm. 8:28-29). Dengan status dan sebutan ini, secara tidak langsung dikemukakan
bahwa sejak semula, memang Adam adalah anak Allah dan diharapkan semua manusia
menjadi anak-anak Allah yang memiliki kodrat ilahi atau mengenakan kekudusan
Allah (1Ptr. 1:3-4; Ibr. 12:9-10). Dengan hal ini, orang percaya dipanggil
untuk hidup tidak bercacat dan tidak bercela atau memiliki kekudusan seperti
Allah (1Ptr. 1:16). Untuk mencapai standar kehidupan ini, bukanlah suatu hal
yang mudah, dibutuhkan perjuangan yang sungguh-sungguh, sebab banyak yang
berusaha diselamatkan tetapi sedikit yang mencapainya atau memperolehnya (Luk.
13:23-24).
Dalam Roma 8:29, terdapat kalimat “menjadi
yang sulung di antara banyak saudara,” kalimat ini menunjukkan bahwa Yesus
telah memulai dan berhasil menjadi manusia sesuai dengan rancangan Allah
semula. Hal ini berimplikasi kepada semua orang yang percaya kepada Yesus,
harus juga mengikuti jejak-Nya, atau mencapai apa yang Yesus capai. Semua
orang yang berkesempatan mendengar Injil dan berjuang sungguh-sungguh merespons
kasih karunia dengan benar, dapat mencapai standar kehidupan seperti yang
dicapai oleh Yesus. Itulah sebabnya, orang percaya ditentukan untuk memiliki
standar serupa dengan Yesus. Standar ini tidak boleh diturunkan. Memang
sejak semula, Allah menghendaki manusia berkeadaan seperti yang Dia
kehendaki. Untuk itu, orang percaya harus taat kepada-Nya. Panggilan
untuk taat kepada Allah menunjukkan syarat yang harus dipenuhi untuk mengalami
dan memiliki keselamatan. Orang yang mengaku percaya kepada-Nya harus
mengikuti jejak Yesus, yaitu hidup seperti Dia sebagai Pokok Keselamatan (Ibr.
5:7-9). Dalam hal ini orang percaya dipanggil untuk tidak serupa dengan dunia
ini, tetapi harus hanya serupa dengan Yesus.
Dalam Efesus 1:4, Firman Tuhan tertulis: “supaya
kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” Ayat ini menunjukkan
bahwa orang yang mendengar Injil harus memiliki respons yang memadai atau yang
benar untuk bisa kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam hal ini, orang
percaya harus memiliki perjuangan yang sungguh-sungguh agar dapat mencapai
maksud keselamatan diberikan, yaitu segambar dan serupa dengan Yesus, yang
sama artinya dengan hidup tidak bercacat dan tidak bercela. Itulah sebabnya,
Firman Tuhan di dalam 1 Tesalonika 4:7 tertulis: “Allah memanggil kita
bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus. Karena itu
siapa yang menolak ini bukanlah menolak manusia, melainkan menolak Allah yang
telah memberikan juga Roh-Nya yang kudus kepada kamu.” Orang Kristen
yang tidak berjuang untuk hidup kudus berarti menolak keselamatan yang Tuhan
berikan.