1. HUKUM KEHIDUPAN
Dalam lingkungan orang beragama berbicara mengenai hukum selalu dikaitkan dengan “perintah atau peraturan atau syariat”. Berbeda dalam Kekristenan, kalau diteliti dengan cermat, Alkitab bukan hanya menunjukkan adanya hukum dalam arti perintah atau peraturan atau syariat. tetapi juga berbicara mengenai kodrat atau natur atau ketetapan. Dalam kehidupan fisik di alam ini juga terdapat adanya hukum-hukum, seperti hukum gravitasi. hukum Archimedes dan lain sebagainya. Hukum-hukum alam ini bukan berbicara mengenai peraturan atau perintah yang ditujukan langsung kepada manusia untuk ditaati. tetapi fakta kehidupan yang harus dipahami dengan benar dan dihargai. Dan manusia mau tidak mau tunduk kepadanya. sebab hukum-hukum tersebut mengikat. Hukum dalam arti ini bisa juga berarti sebuah tatanan.
Dari
pengertian dan penghargaan terhadap hukum-hukum alam tersebut manusia harus mau
menaatinya karena tidak bisa menghindarinya, dan memang tidak boleh
menghindarinya. Mengapa tidak bisa dihindari? Sebab memang semua itu merupakan
fakta yang bertalian langsung dalam kehidupan manusia. Manusia hidup pasti
berurusan dengan hukum-hukum tersebut. Oleh sebab itu manusia harus memahaminya
dengan benar. Dengan memahaminya dengan benar, maka manusia bisa memanfaatkan
bagi kesejahteraannya. Seperti misalnya dengan memahami hukum Archimedes maka
orang bisa membuat kapal dan lain sebagainya.
Sebagaimana
manusia harus memahami secara mutlak hukum-hukum alam yang bertalian dengan
hidup mereka setiap hari di dunia ini, maka manusia juga harus memahami hukum kehidupan
yang bertalian dengan Allah guna kehidupan kekal dan hubungan harmoninya dengan
Pribadi Agung tersebut. Hukum kehidupan ini disebut sebagai hukum
rohani. Hukum rohani memuat fakta-fakta dalam alam rohani yang pasti membawa
dampak pula pada kehidupan jasmani atau hukum-hukum alam ini. Dengan demikian
hukum rohani bisa dikatakan lebih bernilai dari hukum alam yang kelihatan yang
bisa dibuktikan secara ilmiah. Adapun hukum rohani bisa dibuktikan kebenarannya
secara sempurna nanti dalam penghakiman terakhir. Dengan memahami hukum rohani ini, manusia dapat menempatkan diri
secara pantas di hadapan Tuhan dan menempatkan Tuhan secara terhormat.
Hukum
rohani menyangkut ketetapan yang Allah tentukan yang berasal dari diri pribadi
Allah Bapa yang Mahakudus, Mahabijaksana dan Mahaadil. Dalam hukum rohani
terdapat ketetapan-ketetapan yang harus dihargai, baik oleh pihak Allah maupun
pihak manapun atau siapapun. Allah juga konsekuen atas hukum yang
ditetapkan-Nya tersebut yang menjadi semacam rule of the game kehidupan ini.
Kalau orang-orang Kristen yang baru dan orang-orang beragama pada umumnya berorientasi pada hukum Allah dalam pengertian perintah peraturan atau syariat, tetapi orang percaya yang dewasa Berorientasi Pada hukum dalam pengertian kodrat, natur atau ketetapan. Inilah yang membuat orang percaya bukan saja bisa melakukan hukum (to do), tetapi bisa memahami hukum kehiduan ini sehingga bisa berkeadaan melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah (to be). Dalam hal ini kesucian bukan hanya berarti tidak berbuat dosa, tetapi tidak bisa berbuat dosa. Kesucian bukan berangkat dari melakukan perintah, peraturan atau syariat Tuhan, tetapi melakukan kehendak-Nya, memuaskan dan menyenangkan hati-Nya.
Kalau orang-orang Kristen yang baru dan orang-orang beragama pada umumnya berorientasi pada hukum Allah dalam pengertian perintah peraturan atau syariat, tetapi orang percaya yang dewasa Berorientasi Pada hukum dalam pengertian kodrat, natur atau ketetapan. Inilah yang membuat orang percaya bukan saja bisa melakukan hukum (to do), tetapi bisa memahami hukum kehiduan ini sehingga bisa berkeadaan melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah (to be). Dalam hal ini kesucian bukan hanya berarti tidak berbuat dosa, tetapi tidak bisa berbuat dosa. Kesucian bukan berangkat dari melakukan perintah, peraturan atau syariat Tuhan, tetapi melakukan kehendak-Nya, memuaskan dan menyenangkan hati-Nya.
“Dalam hukum rohani terdapat ketetapan-ketetapan yang harus dihargai, baik oleh pihak Allah maupun pihak manapun atau siapapun”
Dengan
memahami hukum dalam pengertian yang kedua, maka kita akan menemukan jawaban mengapa
Allah menciptakan manusia, mengapa harus ada dua buah pohon di taman
Eden. mengapa Tuhan Yesus harus mati, apa arti kebangkitan-Nya
itu, dan lain sebagainya. Hal ini akan membuka pengertian kita terhadap
kebenaran Alkitab yang menakjubkan dan membuktikan bahwa Kekristenan memuat
kebenaran Allah yang tidak tertandingi.
ADA HUKUM DALAM DIRI ALLAH
Pernah
timbul pertanyaan yang sulit untuk menemukan jawabnya: Mengapa ketika Lusifer beserta para malaikat yang dihasut
memberontak kepada Allah, Allah tidak segera membinasakan mereka seketika itu
juga dan menghukumnya? Kalau pada waktu mereka memberontak, Allah segera atau
seketika itu membinasakan mereka, maka tidak akan ada kejatuhan manusia dalam
dosa. Dunia tidak akan menghadapi bencana oleh sepak terjang Lusifer
dan para malaikat yang jatuh tersebut.
Dalam
kitab Wahyu 12:7-9, dikatakan bahwa malaikat-malaikat Allahlah yang berperang
melawan “naga” yang adalah gambaran Lusifer beserta dengan malaikat-malaikatnya.
Mengapa bukan Allah sendiri yang bertindak, tetapi malaikat-malaikat-Nya yang
berperang? Sulit dibantah, bahwa terkesan begitu alot untuk dapat menaklukkan
Lusifer. Bukankah dengan jentikan jari Allah Bapa bisa memusnahkan Lusifer? Mengapa
Ia tidak melakukannya? Memang di
kitab Yehezkiel, terdapat catatan seakan-akan atau terkesan Allah langsung
membuang Lusifer, tetapi kalau diamati dengan teliti ayat-ayat itu menunjuk
ringkasan dari akhir hidup Lusifer. Di dalam ayat-ayat tersebut tidak
diungkapkan mekanisme pengusiran tersebut dan kapan hal itu terjadi (Yeh.
28:16-19). Sebagai buktinya, di Perjanjian Lama Iblis masih bisa ada di surga
di tengah-tengah
anak-anak Allah, yaitu para malaikat (Ay.
l:6). Ini berarti Iblis belum bisa diusir.
Ternyata
pada akhirnya bukan malaikat-malaikat Allah yang bisa mengalahkan Iblis, tetapi
darah Tuhan Yesus dan perkataan
kesaksian mereka yang dikatakan “tidak menyayangkan nyawanya” (ini menunjuk
orang percaya yang mengikuti gaya hidup Tuhan Yesus; Why. 12:11). Pada
prinsipnya, jelas sekali bahwa Allah Bapa tidak segera membinasakan Lusifer
yang memberontak kepada-Nya. Seakan-akan ada yang menahan Allah bertindak membinasakan Iblis seketika itu. Jawaban mengapa Allah tidak membinasakan Lusifer seketika
itu. akan dikemukakan secara panjang lebar dalam tulisan ini. Dengan demikian
harus ditegaskan bahwa yang dapat mengalahkan Iblis adalah Tuhan Yesus dan
orang percaya yang memiliki kualitas seperti Tuhan Yesus sendiri.
“harus
ditegaskan bahwa yang dapat mengalahkan Iblis adalah Tuhan Yesus dan orang
percaya yang memiliki kualitas seperti Tuhan Yesus sendiri.”
Di balik
fenomena di atas, kita memperoleh pengertian adanya suatu hukum kehidupan yang luar
biasa, sekaligus menemukan hakikat Allah yang Mahaagung yang sangat
mengagumkan. Mengapa Allah tidak segera mengampuni Adam pada waktu itu sehingga
tidak perlu mengusirnya dari Eden? Setiap kesalahan harus ada sangsinya. Allah
memang Mahakasih dan penyayang, tetapi Ia juga Allah yang adil. Allah tidak
mungkin menyangkali hakikat keadilan-Nya. Keadilan Allah menuntut setiap
tindakan mendapat ganjarannya, juga setiap kesalahan harus ada konsekuensi dan
sangsinya. Firman Tuhan mengatakan bahwa apa yang ditabur orang itu juga yang
akan dituainya (Gal.
6:7; Nah. 1:3). Jadi,
harus ada yang memikul kesalahan tersebut demi supaya manusia dapat diampuni
dan kembali diterima oleh Dia.
Firman
Tuhan mengatakan bahwa upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup
yang kekal dalam Kristus Yesus (Rm. 6:23). Kalau Allah dengan mudah mengampuni
kesalahan Adam dan Hawa, berarti Ia adalah Allah atau Pribadi yang tidak adil,
Allah yang tidak tertib, Allah yang tidak memiliki tatanan dan aturan. Tetapi
yang benar. Allah adalah Allah yang memiliki integritas yang sempurna. Di dalam
diri Allah yang juga merupakan hakikat-Nya terdapat hukum (rule), sistem dan
aturan. Ia adalah Allah yang tertib dan ber integritas, maka Allah tidak
bertindak sembarangan tanpa aturan.
“Kalau
Allah dengan mudah mengampuni kesalahan Adam dan Hawa, berarti Ia adalah Allah
atau Pribadi yang tidak adil, Allah yang tidak tertib, Allah yang tidak
memiliki tatanan dan aturan”
Dalam
sejarah, Tuhan Yesus tampil menggantikan tempat manusia yang harus dihukum
dengan memikul atau menanggung dosa manusia. Hal ini dilakukan-Nya untuk
memenuhi atau menjawab keadilan Allah. Hanya dalam Kekristenan terdapat
mekanisme keselamatan semacam ini. Itulah sebabnya hanya Kekristenan yang
memiliki konsep keselamatan “hanya oleh anugerah” (Lat. sola gracia, Ing. only by
grace). Wujud anugerah
itu adalah pemberian Anak Tunggal Allah Bapa untuk menyelamatkan manusia.
Dengan demikian kalau seseorang menolak keselamatan dalam Yesus Kristus, maka
ia memandang Allah sebagai Allah yang tidak memiliki aturan.
Dengan hal
ini kita mengerti mengapa keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain
di dalam Dia (Yesus Kristus). sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama
lain yang dibenarkan kepada
manusia yang olehnya manusia dapat diselamatkan (Kis. 4:12). Hanya dengan jalan
penebusan doa yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus, manusia memperoleh pengampunan.
Dalam hal ini pengampunan tidak hanya berangkat dari kesediaan Allah Bapa
mengampuni. tetapi juga terpenuhinya persyaratan pengampunan, yaitu adanya
oknum yang bersedia menggantikan tempat manusia memikul hukuman atas kesalahan
manusia.
Mekanisme keselamatan dalam
Kekristenan adalah mekanisme yang logis, jujur, adil dan cerdas.
“pengampunan
tidak hanya berangkat dari kesediaan Allah Bapa mengampuni. tetapi juga
terpenuhinya persyaratan pengampunan, yaitu adanya oknum yang bersedia menggantikan
tempat manusia memikul hukuman atas kesalahan manusia”
Tidak bisa
disalahkan kalau ada agama sebelum zaman penggenapan tidak memiliki konsep ini
dan tidak mengenakannya dalam kehidupan mereka, sebab mereka tidak tahu. Tetapi
kalau ada manusia yang hidup pada zaman anugerah atau zaman penggenapan ini.
mendengar Injil tetapi berusaha membangun kebenarannya sendiri.
maka ia akan menjadi alat Lusifer
menyerang Kekristenan (Yoh. 9:41; 5:24). Dalam hal ini Tuhan
Yesus menyatakan bahwa pasti akan ada penyesat (Mat. 18:7). Dalam bagian lain di Alkitab
tegas sekali menyatakan bahwa dunia pasti ada antikris, bisa suatu kekuatan
atau gerakan politik atau komunitas agama yang akan menyerang Kekristenan.
Lusifer akan selalu memiliki antek-antek untuk menyerang kebenaran.
Dari
pemahaman sejarah kehidupan manusia, di mana tindakan-tindakan Allah tercatat
dalam Alkitab dengan jelas, dapat ditarik suatu kesimpulan seperti yang
telah dijelaskan di atas bahwa Allah tidak bertindak tanpa aturan; Ia adalah
Allah yang adil, Allah yang tertib. Allah yang memiliki tatanan dan aturan. Hal
ini akan memberi inspirasi kepada kita untuk tidak bertindak sembrono dalam hidup
ini.
Manusia
terikat dengan hukum kehidupan yang ditetapkan oleh Allah, bahkan Allah sendiri
juga konsekuen terhadap diri-Nya sendiri dengan apa yang telah ditetapkannya
sebagai “rule of the live"
2. MENGENAL OKNUM LUSIFER
RAJA BABEL
Kita tidak bisa membantah bahwa dari aspek historis, oknum yang dikemukakan dalam Yesaya 14:12-19 adalah raja Babel, yaitu Nebukadnesar II. Ia memerintah sekitar tahun 605-562 sM. Kerajaannya berkembang menjadi kuat pada zaman tahun-tahun Yehuda mengalami kemerosotan. Pada akhirnya Yehuda jatuh ke tangan Babel pada tahun 586 sebelum Masehi. Dan penduduk Yerusalem ditawan dalam pembuangan.
Kita
mengambil secara parsial bagian yang memuat pesan Tuhan mengenai oknum Lusifer
yang jatuh dari Yesaya 14 tersebut. Hal ini berarti kita tidak menghubungkan
Babel dengan sejarah yang terjadi berikutnya, yaitu penaklukan Media dan Persia
terhadap Babel Yang terjadi pada sekitar tahun 539 sM dan lain sebagainya. Kita
hanya mengambil secara parsial Yesaya 14, sama seperti Matius mengambil Hosea
11:1 yang dikutip dalam Matius 2:15. Kalau secara penuh sejarah raja Babel ini
disejajarkan atau diparalelkan dengan oknum Lusifer, tentu salah. Sama seperti
Hosea 11:1 dengan Matius 2:15 tidak bisa disejajarkan secara penuh, sebab
pribadi Yesus tidaklah paralel dengan bangsa Israel. Yang diparalelkan hanya
keluarnya bangsa Israel dari Mesir dengan kepulangan keluarga Yusuf dengan
keluarga dari Mesir.
Tuhan
mewahyukan sejarah oknum Lusifer dari sebagian sejarah raja Babel ini. Tipologi
seperti ini hanya bisa dilakukan secara sangat terbatas. yaitu beberapa ayat
Perjanjian Lama. Yesaya 14:4 tertulis: maka engkau akan memperdengarkan ejekan
ini tentang raja Babel, dan berkata: “Wah, sudah berakhir si penindas, sudah
berakhir orang lalim! Kata ejekan dalam teks aslinya adalah mashal. Kata mashal juga digunakan
dalam amsal Salomo yang menunjuk kata-kata bijaksana yang memuat teguran,
nasihat, peringatan dan lain sebagainya. Kata mashal juga digunakan Salomo
sebelum memulai amsal-amsalnya (Ams. 1:1). jadi tidaklah tepat kalau kata mashal
dalam Yesaya 14:4 ini hanya diartikan ejekan. Terjemahan ejekan untuk kata mashal mendangkalkan maksud teks
tersebut. Kata mashal lebih tepat diterjemahkan sebagai proverb. Itulah
sebabnya dalam terjemahan Alkitab bahasa Inggris diterjemahkan proverb bukan
scornftdly, mock dan sejenisnya.
Sedangkan mengejek dalam teks aslinya adalah hathal
dan laab Jadi, kalimat-kalimat dalam Yesaya 14 harus lebih dimengerti sebagai
dekrit hukuman yang dijatuhkan kepada oknum yang memberontak, bukan sekadar
ejekan.
Dalam
Yesaya 14:12 tertulis: “Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur,
putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan
bangsa-bangsa. Dalam ayat ini oknum yang jatuh tersebut disebut sebagai Bintang Timur Putera Fajar (Ibr.
helel ben sakhar). Tidak terlalu jelas, apakah nama ini adalah nama sebelum
oknum tersebut memberontak atau nama yang diberikan sesudah memberontak. Apakah
nama tersebut sejajar dengan nama Mikhael dan Gabriel? Dalam kitab-kitab yang
tidak dimasukkan (dikanonkan) dalam Alkitab, terdapat nama-nama malaikat
lainnya seperti Haniel, Raphael, Raque, Sariel dan Uriel. Kita tidak perlu
mempersoalkan nama-nama malaikat dari kitab yang tidak diakui atau dikanonkan
sebagai Firman Tuhan. Perlu ditambahkan catatan di sini bahwa Tuhan Yesus tidak
menyebut atau memanggil oknum ini Bintang Timur, Tuhan Yesus menyebutnya dengan
berbagai sebutan lain.
Makhluk surgawi yang jatuh ini mendapat julukan sebagai Bintang Timur Putera Pajar (Ibr. helel ben sakhar) star of the morning, son of the dawn. Adapun kalau kemudian hari muncul nama Lusifer, yang kemudian menjadi julukan umum dan sangat populer bagi makhluk surgawi yang jatuh itu, sebenarnya dari bahasa latin “lousifur”. Sebutan ini digunakan Jerome dalam Alkitab terjemahan bahasa latin (Vulgata) pada sekitar abad keempat. Yesaya 14:12 dalam Vulgata diterjemahkan: quomodo cecidisti de caelo Lusifer qui mane oriebaris corruisti in terram qui vulnerabas gentes.
Kata Lusifer bila diuraikan dari bahasa Latin lux berarti cahaya dan fer berarti pembawa. Jadi lusifer berarti pembawa cahaya atau terang. Apakah ia diciptakan untuk menjadi terang? Kalau pun benar, terang yang bagaimana? Sulit menemukan landasan kuatnya. Dalam penjelasan di bagian lain ditunjukkan bahwa Bintang Timur menunjuk kepada kekuasaan. Kata Lusifer ini juga diterjemahkan sebagai Crescent Moon. Di Indonesia dikenal sebagai bulan sabit.
Makhluk surgawi yang jatuh ini mendapat julukan sebagai Bintang Timur Putera Pajar (Ibr. helel ben sakhar) star of the morning, son of the dawn. Adapun kalau kemudian hari muncul nama Lusifer, yang kemudian menjadi julukan umum dan sangat populer bagi makhluk surgawi yang jatuh itu, sebenarnya dari bahasa latin “lousifur”. Sebutan ini digunakan Jerome dalam Alkitab terjemahan bahasa latin (Vulgata) pada sekitar abad keempat. Yesaya 14:12 dalam Vulgata diterjemahkan: quomodo cecidisti de caelo Lusifer qui mane oriebaris corruisti in terram qui vulnerabas gentes.
Kata Lusifer bila diuraikan dari bahasa Latin lux berarti cahaya dan fer berarti pembawa. Jadi lusifer berarti pembawa cahaya atau terang. Apakah ia diciptakan untuk menjadi terang? Kalau pun benar, terang yang bagaimana? Sulit menemukan landasan kuatnya. Dalam penjelasan di bagian lain ditunjukkan bahwa Bintang Timur menunjuk kepada kekuasaan. Kata Lusifer ini juga diterjemahkan sebagai Crescent Moon. Di Indonesia dikenal sebagai bulan sabit.
Dalam
Alkitab Perjanjian Lama, yang diterjemahkan dalam bahasa Yunani (Septuaginta),
kata bintang timur ini diterjemahkan sebagai ho heosphoros Oknum ini disebut
sebagai tunggal dengan kata ho (é). Sedangkan putra fajar dalam bahasa Yunani
diterjemahkan: ho proi anatellon, yang artinya pembawa fajar atau pagi hari
(bringing the morning). Lengkapnya Yesaya 14:13 diterjemahkan pos eksepesen ek
tou ouranou ho eosphoros ho proi anatellon sunetribe eis ten gne , ho apostello
pros panta ta ethne. Heosphoros selain berarti bintang timur juga berarti “yang
membawa fajar pagi” (bringing the morning). Dari sebutan ini dikesankan bahwa
ada sejarah baru yang diciptakannya.
“Kata Lusifer bila diuraikan dari bahasa Latin Lux berarti cahaya dan fer berarti pembawa. Jadi Lusifer berarti pembawa cahaya atau terang”
Ditinjau dari namanya, Bintang Timur, lebih menunjuk bahwa ia mirip atau bisa sama dengan bintang yang dikenal sekarang ini sebagai Bintang Kejora. Bintang yang terbit pada dini hari. Bintang Kejora juga disebut sebagai Bintang Timur. Orang juga memahaminya sebagai Venus. Sekilas ada kesan bahwa ia ditempatkan secara istimewa dan khusus. Hal ini bisa menunjuk keanggunan “bintang” tersebut. Bintang Timur menunjukkan kemewahan yang dimiliki oknum ini sebelum jatuh. Tuhan Yesus berkata: Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit (Luk.10:1)._Apakah ini menunjukkan jatuhnya Lusifer dari langit (ouranos)? Sangat besar kemungkinannya adalah benar. Ia disebut bintang karena hendak menunjukkan kedudukan atau posisinya yang ada di tempat tinggi atau di atas.
Kalau Yesaya 14:12 mengatakan “ jatuh dari langit”, hal ini jelas menunjukkan bahwa ia bukan mahkluk yang datang dari bumi. Kata “langit” di dalam teks aslinya adalah shamayim, yang dalam terjemahan bahasa Yunaninya adalah ouranos. Jatuh ke bumi mengisyaratkan bahwa oknum itu bukan berasal dari bumi. Kata “bumi” dalam teks aslinya adalah erets. Tentu saja landasan untuk mengatakan bahwa oknum ini bukan berasal dari bumi bukan hanya didasarkan hanya pada ayat ini, tetapi banyak landasan lain.
Dikatakan
pula bahwa oknum ini hendak naik ke langit dan mendirikan takhtanya di antara
bintang-bintang, mengatasi ketinggian dan hendak menyamai Yang Mahakuasa. Sosok
ini hendak menyamai Yang Mahatinggi dengan pernyataannya: Engkau yang tadinya berkata dalam
hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi
bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di
sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai
Yang Mahatinggi (Yes. 14:13-14) siapa oknum ini kalau bukan makhluk
surgawi yang mengerti dan mengenal siapa yang Mahatinggi itu? Raja Babel adalah
raja kafir yang tidak mengenal siapa Allah yang memiliki takhta di tempat yang
Mahatinggi. Babel memiliki dewanya sendiri seperti dewa An, Baal, Isytar dan
lain sebagainya. Logikanya kalau mau bersaing, maka raja Babel akan lebih
mempromosikan dewanya lebih dari Elohim Yahwe. Tetapi di ayat ini jelas
mengatakan bahwa dirinya sendiri yang hendak menyamai Elohim Yahwe.
“Lusifer memberontak kepada Allah, dan sebagai akibatnya ia akan dihukum karena pemberontakannya. Ia tidak mendapat bagian lagi di surga, sehingga ia harus dibuang atau diturunkan ke dalam dunia orang mati yang paling dalam”
Bukit pertemuan dalam teks aslinya adalah moed yang dapat diterjemahkan sebagai appointed place atau sacred season (tempat yang ditunjuk atau ditentukan dan waktu yang kudus). Kata yang sama ditemukan dalam 2 Tawarikh 8:13 yaitu kata moadot Kata ini menunjuk hari raya di mana bangsa Isrel mengadakan hari rayanya bagi atau di hadapan Allah. Sulit mengatakan kalau oknum ini sepenuhnya adalah raja kafir. Kalau pun raja Babel pernah memiliki niat tersebut, hal ini sungguh sangat aneh. Jadi, fakta ini sangat tepat untuk menjadi gambaran Lusifer.
Lusifer
memberontak kepada Allah, dan sebagai akibatnya ia akan dihukum karena
pemberontakannya. Ia tidak mendapat bagian lagi di surga, sehingga ia harus
dibuang atau diturunkan ke dalam dunia orang mati yang paling dalam. Siapa dia
yang berada di bagian terbawah kades? Ini bukan sebuah gaya bahasa atau sastra
atau sebuah figuratif, sebab membaca seluruh pasal Yesaya 14, juga pasal
sebelum dan sesudahnya, bukanlah figuratif.
Firman Tuhan mengatakan: Sebaliknya, ke dalam dunia orang mati engkau diturunkan, ke tempat yang paling dalam di liang kubur (Yes. 14:15). Liang kubur dalam teks aslinya adalah adalah borsedangkan paling dalam pada teks aslinya adalah yerekah (F1913), yang artinya sangat ekstrem atau bagian paling ekstrem (extreme parts). Dalam terjemahan bahasa Yunani bagian paling bawah juga diterjemahkan sebagai the recesses of the pit (lubang yang paling ekstrem 1 dalamnya). Tempat paling mengerikan ! ini menunjuk tempat yang sangat ekstrem dahsyatnya. Lebih bisa : diterima kalau tempat ini bukan untuk manusia, tetapi untuk oknum sumber segala kejahatan.
Firman Tuhan mengatakan: Sebaliknya, ke dalam dunia orang mati engkau diturunkan, ke tempat yang paling dalam di liang kubur (Yes. 14:15). Liang kubur dalam teks aslinya adalah adalah borsedangkan paling dalam pada teks aslinya adalah yerekah (F1913), yang artinya sangat ekstrem atau bagian paling ekstrem (extreme parts). Dalam terjemahan bahasa Yunani bagian paling bawah juga diterjemahkan sebagai the recesses of the pit (lubang yang paling ekstrem 1 dalamnya). Tempat paling mengerikan ! ini menunjuk tempat yang sangat ekstrem dahsyatnya. Lebih bisa : diterima kalau tempat ini bukan untuk manusia, tetapi untuk oknum sumber segala kejahatan.
“Bintang Timur hendaknya tidak dapat dipahami sebagai nama diri, tetapi lebih menunjukkan sebuah gelar, sebab setelah kejatuhan oknum ini, maka ia tidak pernah disebut lagi sebagai bintang timur”
Bintang Timur hendaknya tidak dipahami sebagai nama diri, tetapi lebih menunjuk sebuah gelar, sebab setelah kejatuhan oknum ini, maka ia tidak pernah disebut lagi sebagai bintang timur. Malahan di kemudian hari Tuhan Yesus pun mengaku sebagai Bintang Timur (Why. 22:16). Gelar lengkapnya adalah Bintang Timur yang Gilang Gemilang (Yun. é damp 6 Xapnpbc b npw’ivéq; ho aster ho lampros ho proinos). Tetapi penggunaan kata Bintang Timur dalam kitab Wahyu tidak sama dengan Bintang Timur terjemahan Septuaginta. Dalam Septuaginta diterjemahkan heosphoros (éwocpépoq) yang juga memiliki sebutan lain ho proi anatellon (6 npw‘t dvaréva); pembawa terang atau fajar pagi. Sebutan Lusifer (dari bahasa Latin) memiliki konotasi yang sangat negatif. Itulah sebabnya sebutan itu tidak boleh dikenakan bagi Tuhan Yesus.
RAJA TIRUS
Dalam Yehezkie128:12 tertulis: Hai anak manusia, ucapkanlah suatu ratapan mengenai raja Tirus dan katakanlah kepadanya: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Gambar dari kesempurnaan engkau, penuh hikmat dan maha indah. Sangat penting untuk dikemukakan bahwa firman yang ditujukan kepada raja Tirus bukanlah cemoohan atau sebuah ejekan. Dalam hal ini hendaknya kita tidak berpikir salah, seakan-akan Tuhan kekanak-kanakan “mengejek” Raja Tirus dengan perkataan yang begitu serius. Kalau ada yang menganggap bahwa pernyataan-pernyataan Tuhan ini adalah sebuah ejekan kepada raja Tirus, mereka tidak memahami bahwa Alkitab jelas mengatakan itu ratapan. Jelas sekali teks Alkitab di atas menulis “ucapkanlah suatu ratapan”.
“Sangat penting untuk dikemukakan bahwa firman yang ditujukan kepada raja Tirus bukanlah cemoohan atau sebuah ejekan. Dalam hal ini hendaknya kita tidak berpikir salah, seakan-akan Tuhan kekanak-kanakan
”mengejek” Raja tirus dengan
perkataan yang begitu serius”
Kalau jujur, sebenarnya sulit untuk mengenali siapa sebenarnya raja Tirus yang dimaksud oleh Yehezkiel tersebut. Tetapi kalau kita mengamati dengan teliti tulisan Yehezkiel 28:12-19, raja Tirus yang disebut Yehezkiel pasti bukan menunjuk makhluk manusia atau raja yang hidup di bumi ini. Begitu pentingkah raja Tirus ini sampai Yehezkiel harus menyampaikan suara kenabiannya? Siapa dia ini sebenarnya secara historis? Raja Tirus bukanlah raja besar sehebat Nebukadnezar. Justru pada saat itu menurut catatan sejarah, Tirus baru Sedang merayap mau menjadi kuat, tetapi belum menjadi negara yang benar-benar besar dan kuat. Dan pada akhirnya Tirus juga ditundukkan oleh Babel.
“Kita mengambil secara parsial bagian yang memuat pesan 'Ihhan mengenai oknum Lusifer yang jatuh dari bagian Yehezkiel 28. Hal ini berarti kita tidak perlu atau tidak boleh menghubungkannya dengan sejarah hidup raja Tirus secara utuh dan hal-hal yang menyangkut kerajaannya secara historis”
Kita hanya mengambil secara parsial pragraf Yehezkiel 28:12-19, sama seperti Matius mengambil Hosea 11:1 yang dikutip dalam Matius 2:15. Kalau secaiapenullseiarah raialirus ini disejajarkan atau diyaralelkan dengan oknum Lusifer, tentu salah dan tidak mungkin ada kesejajaran. Oleh karena itu kita hanya mengambil satu paragraf secara terbatas. Dari paragraf yang terbatas tersebut (Yeh. 28:12-19) kita dapat menemukan kebenaran. Oleh sebab itu, sangatlah mutlak kalau kita tidak perlu atau tidak boleh menghubungkan Yehezkiel 28:12-19 dengan pasal sebelum dan sesudahnya. Tidak bisa tidak, kita harus melepaskan Yehezkiel 28:12-19 dari konteksnya. Hal ini sama dengan yang dilakukan oleh Matius ketika memungut kitab Hosea 11 dan menempatkannya dalam Matius 2:15 dengan melepaskannya dari konteks sama sekali.
Tuhan
mewahyukan sejarah oknum Lusifer dari sebagian sejarah raja Tirus (Yeh.
28:12-19). Tipologi seperti ini hanya bisa dilakukan secara sangat terbatas,
yaitu beberapa ayat dalam Perjanjian Lama. Hampir tidak pernah kita bisa
melakukan hal ini kecuali untuk konteks ini saja. Raja Tirus tersebut
personifikasi atau menunjuk oknum “istimewa” dan “khusus”, yaitu Iblis atau
Lusifer. Jadi, raja Tirus hanya sebuah gersonifikasi, bukan dalam arti
harafiah. Penggunaan nama ini sebagai personifikasi Setan atau Iblis sebenarnya
masih sulit dipahami. Tetapi bagaimanapun bukti bahwa raja Tirus adalah personifikasi
Iblis atau Lusifer dapat dijelaskan di bawah ini.
Dalam
Yehezkiel 28:12 tertulis: “Hai anak manusia, ucapkanlah suatu ratapan mengenai
raja Tirus dan katakanlah kepadanya: Beginilah firman Bahan Allah: Gambar dari
kesmpumaan engkau, penuh hikmat dan maha indah (Yeh. 28:12). Pernyataan tidak
mungkin ditujukan kepada manusia, apalagi untuk raja kafir yang tidak mengenal
Allah. Pernyataan ini ditujukan kepada oknum yang memang luar biasa
keberadaannya. Raia Tirus hanya menjadi tipologi saja dari sosok oknum
tersebut, yang tak lain adalah Iblis, anak Allah yang jatuh.
Dalam Yehezkiel 28:13-14 tertulis: Engkau di taman Eden, yaitu taman Allah penuh segala batu permata yang berharga: yaspis merah, krisolit dan yaspis hijau, permata pirus, krisopras dan nefrit, lazun't, ham darah dan malakit. Tempat tatahannya diperbuat dari ema: dan disediakan pada hari penciptaanmu, Kuberikan tempatmu dekat kerubyang berjaga, di gunung kudus Allah engkau berada dan berjalan-jalan di tengah batu-batu yang bercahaya-cahaya. lala sekali pernyataan Tuhan bahwa Tuhan memberikan tempatnya dekat Kerub yang berjaga di gunung kudus Allah. Pernyataan ini bukan sedang bercanda atau sebuah ejekan. Tidak mungkin Allah berdusta dan mengucapkan kata yang sia-sia. Ini adalah sebuah realitas untuk menunjukkan anak Allah yang luar biasa ini, yang nantinya karena memberontak maka ia menjadi Iblis.
Dalam Yehezkiel 28:13-14 tertulis: Engkau di taman Eden, yaitu taman Allah penuh segala batu permata yang berharga: yaspis merah, krisolit dan yaspis hijau, permata pirus, krisopras dan nefrit, lazun't, ham darah dan malakit. Tempat tatahannya diperbuat dari ema: dan disediakan pada hari penciptaanmu, Kuberikan tempatmu dekat kerubyang berjaga, di gunung kudus Allah engkau berada dan berjalan-jalan di tengah batu-batu yang bercahaya-cahaya. lala sekali pernyataan Tuhan bahwa Tuhan memberikan tempatnya dekat Kerub yang berjaga di gunung kudus Allah. Pernyataan ini bukan sedang bercanda atau sebuah ejekan. Tidak mungkin Allah berdusta dan mengucapkan kata yang sia-sia. Ini adalah sebuah realitas untuk menunjukkan anak Allah yang luar biasa ini, yang nantinya karena memberontak maka ia menjadi Iblis.
“Raja Tirus adalah personifikasi Lusifer yang ditempatkan di taman Allah yang penuh degala batu permata yang berharga”
Yehezkiel
mengatakan bahwa raja Tirus ada di Eden. taman Allah (Yeh. 28:13 TW; Eden).
Tentu taman Allah tidak dapat dimasuki oleh manusia, kecuali makhluk surgawi
yang mendapat tempat khusus di hadapan Tuhan. Eden dalam teks ini tentu bukan
Eden di bumi. sebab setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa tidak ada lagi Eden
di bumi. Eden telah tertutup untuk manusia. Eden dijaga oleh beberapa Kerub;
malaikat penjaga (Kej. 3:24). Jadi, sangatlah mungkin kalau Eden di sini adalah
Eden di taman Tuhan di surga, bukan di bumi. Raja Tirus adalah personifikasi
Lusifer yang ditempatkan di taman Allah yang penuh segala batu permata yang
berharga: yaspis merah, krisolit dan yaspis hijau, permata pirus, krisopras dan
nefrit. lazurit, batu darah dan malakit. Taman Tuhan yang sangat luar biasa.
Dalam Yehezkiel 28:13 tertulis bahwa tempat tatahannya dari emas, menunjuk kepada ornamen-ornamen atau perhiasannya. Dari pernyataan ini Lusifer pasti pada mulanya sangat besar kemungkinan berbentuk iisik, bukan berkeadaan roh seperti malaikat. Kalau tatahannya emas, menunjuk sesuatu yang bersifat materi, berarti bukan roh dan bukan alam roh. Tatahan emas juga hendak menunjukkan bahwa ia adalah makhluk ciptaan, sangat berbeda dengan Allah Anak yang “keluar dari Bapa”. ]adi sehebat apa pun Lusifer, sebagai mahkluk ciptaan, ia tidak akan bisa menandingi Allah Anak dan tidak sama levelnya dengan Tuhan Yesus. Allah Anak sangat jauh berbeda dengan Lusifer, bukan beda tipis. Allah Anak adalah majikannya. Lusifer diciptakan untuk melayani Allah Bapa dan Allah Anak. Sebelum kelahiran oknum Lusifer ini, Alkitab mencatat bahwa Allah mempersiapkan ornamen-ornamennya untuk hari penciptaannya (Yeh. 28:13-14). Betapa hebat kelahiran atau penciptaan makhluk ini.
Dalam Yehezkiel 28:13 tertulis bahwa tempat tatahannya dari emas, menunjuk kepada ornamen-ornamen atau perhiasannya. Dari pernyataan ini Lusifer pasti pada mulanya sangat besar kemungkinan berbentuk iisik, bukan berkeadaan roh seperti malaikat. Kalau tatahannya emas, menunjuk sesuatu yang bersifat materi, berarti bukan roh dan bukan alam roh. Tatahan emas juga hendak menunjukkan bahwa ia adalah makhluk ciptaan, sangat berbeda dengan Allah Anak yang “keluar dari Bapa”. ]adi sehebat apa pun Lusifer, sebagai mahkluk ciptaan, ia tidak akan bisa menandingi Allah Anak dan tidak sama levelnya dengan Tuhan Yesus. Allah Anak sangat jauh berbeda dengan Lusifer, bukan beda tipis. Allah Anak adalah majikannya. Lusifer diciptakan untuk melayani Allah Bapa dan Allah Anak. Sebelum kelahiran oknum Lusifer ini, Alkitab mencatat bahwa Allah mempersiapkan ornamen-ornamennya untuk hari penciptaannya (Yeh. 28:13-14). Betapa hebat kelahiran atau penciptaan makhluk ini.
“Jadi sehebat apa pun Lusifer, sebagai mahluk ciptaan, ia tidak akan bisa menandingi Allah Anak dan tidak sama levelnya dengan Tuhan Yesus. Allah Anak sangat jauh berbeda dengan Lusifer, bukan beda tipis”
Dengan demikian jelas sekali bahwa raja Tirus di sini bukanlah makhluk bumi, tetapi menunjuk makhluk surgawi. Ia ditempatkan di dekat kerub. Ini berarti Lusifer bukanlah Kerub. Ia tidak sejajar dengan malaikat penjaga. Sangat besar kemungkinan justru dialah yang dijagai di taman Tuhan itu. Namun ada juga penerjemah yang menerjemahkan Yehezkeiel 28:14 bahwa Lusifer diurapi seperti Kerub (Ing. You were anointed as a guardian cherub). Namun kalimat ini juga tidak menunjukkan bahwa Lusifer sama dengan Kerub. Pengurapan ini menunjukkan keistimewaan oknum tersebut.
Kata diurapi dalam teks aslinya adalah mimshakh (11217913) yang artinya juga mengembangkan. Kalimat ini, jujur saja, sebenarnya sulit dipahami sebab tidak ada catatan mengenai hal ini, tetapi yang pasti pernyataan ini mengarah pada fakta bahwa oknum ini diberi suatu keadaan yang luar biasa. Dengan penjelasan ini maka sulit ayat ini dikenakan bagi raja kafir, seperti manusia raja Tirus. Iadi, yang penting di sini harus ditegaskan bahwa raja Tirus yang dimaksud dalam paragraf ini bukanlah manusia di bumi. Ia adalah Lusifer, makhluk istimewa yang tidak sama pula dengan malaikat. Malaikat jumlahnya banyak, tetapi oknum ini tunggal. Dalam kitab Yesaya disebut sebagai ho eospheros, berbentuk tunggal. Ia diciptakan dengan cara yang istimewa,
Dalam Yehezkiel 28:15 tertulis: Engkau tak bercela di dalam tingkah lakumu sejak hari penciptaanmu sampai terdapat kecurangan padamu. Pernyataan ini tidak mungkin menunjuk raja Tirus secara pribadi. Dalam hal ini seakan-akan Tuhan hanya menggunakan nama raja Tirus. Raja Tirus sendiri sebagai manusia tidak mungkin pernah berkeadaan tak bercela dalam tingkah lakunya. Dalam teks aslinya kata tidak bercela adalah tamim (1377313), yang bisa berarti complete dan innocent (lengkap dan tak bersalah). Keadaan ini tidak dimiliki semua keturunan Adam yang sudah jatuh dalam dosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Salah satu Alkitab terjemahan bahasa Ingris menerjemahkan sebagai berikut: You were blameless in your waysfrom the day you were created. Tidak ada manusia yang terlahir dalam keadaan tidak bercela. Semua manusia telah mewarisi kodrat dosa sehingga tidak mampu mencapai kesucian Tuhan. Martin Luther menggambarkan keadaan manusia sebagai non posse non peccare.
Dalam
Yehezkiel 28:2-3 tertulis: Hai anak manusia, katakanlah kepada raja Tirus:
Beginilah firman Tuhan ALLAH: Karena engkau menjadi tinggi hati, dan berkata:
Aku adalah Allah! Aku duduk di takhta Allah di tengah-tengah lautan. Padahal
engkau adalah manusia, bukanlah Allah, walau hatimu menempatkan diri sama
dengan Allah. Memang hikmatmu melebihi hikmat Daniel; tiada rahasia yang
terlindung bagimu. Apakah Allah sedang berolok dengan pernyataanNya ini? Ielas
sekali dikatakan bahwa hikmat yang dimiliki oknum ini lebih dari Daniel. Siapa
yang bisa melebihi hikmat Daniel pada zamannya? Zaman Yehezkiel tidak berbeda
jauh dari zaman Daniel. Tentu saja Alkitab sedang menunjukkan adanya suatu
oknum yang luar biasa, melebihi dari raja Tirus itu sendiri secara harafiah,
bahkan melebihi Daniel.
Dalam
Yehezkiel 28:17 tertulis: Engkau sombong karena kecantikanmu, hikmatmu kau
musnahkan demi semarakmu. Ke bumi kau Kulempar, kepada raja-raja engkau
Kuserahkan menjadi tontonan bagi matanya. Tegas dikatakan bahwa ia dilemparkan
ke bumi. Kata bumi dalam tesk aslinya adalah erets (10,13). Narasi ini sejajar
dengan Yesaya 14:12. Kepastian bahwa makhluk ini bukan dari bumi nyata melalui
pernyataan dalam Yesaya 14:12, bahwa ia “ jatuh ke bumi”. Kalimat “jatuh ke
bumi” dalam teks aslinya ditulis “nafaltq mishshamayim” (DPT; \y D IJ '? S) ;
). Kata nafalta dari akar kata nafal yang dapat diterjemahkan to fall atau to
cast. Lusifer yang memberontak itu dijatuhkan atau dibuang ke bumi. Hal ini
menunjukkan bahwa ia bukan berasal dari bumi ini.
Kalau
setan berasal dari bumi kita ini, tentu tidak dikatakan oleh Alkitab bahwa ia
dibuang ke bumi ini. Apa yang dikemukakan Yehezkiel ini sejajar dengan yang
dikemukakan oleh Yesaya. Yesaya mengatakan “ jatuh dari langit”, hal ini jelas
menunjukkan bahwa ia bukan makhluk yang datang dari bumi. Kata “langit” di sini
dalam teks aslinya adalah shamayim (mm?) yang dalam terjemahan bahasa Yunaninya
adalah ouranos (obpavoc). Kata “bumi” dalam teks aslinya adalah erets (Y'yg).
Kata erets dalam Yesaya 14:12, sama dengan kata yang terdapat dalam Yehezkiel
28:17.
“Kalau
setan berasal dari bumi kita ini, tentu tidak dikatakan oleh Alkitab bahwa ia
dibuang ke bumi ini”
Lusifer adalah makhluk yang diciptakan. Dalam Kolose 1:16 Alkitab menyatakan: “. . . karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di surga dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Kata “Dia” dalam ayat tersebut menunjuk kepada pribadi Allah Anak. Lusifer adalah makhluk surgawi diciptakan oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus bukan hanya menciptakan langit dan bumi kita bersama Bapa, tetapi juga menciptakan segala sesuatu yang di surga, termasuk Lusifer.
“Ketika Adam jatuh dalam dosa ia gagal untuk menjadi sempurna atau lengkap seperti yang Allah inginkan. Iblis merusak rencana Allah menjadikan manusia serupa dengan dirinya.”
Kata
mengalahkan dalam teks aslinya nigdata (13 $31133), dari akar kata gada (V11)
yang artinya memangkas atau memotong
(Ing. cut down). Kata ini biasanya dihubungkan dengan memotong pohon. Seperti
yang kita tahu bahwa oknum ini berhasil membujuk Adam untuk memberontak kepada
Allah. Hal ini menunjukkan bahwa Adam
seperti pohon yang dipotong, sehingga sebagai akibatnya semua
keturunannya pun ikut terpotong. Hal ini mengisyaratkan bahwa Adam, manusia
pertama, sebenarnya mengalami progresifltas secara mental kerohaniannya. Ketika
Adam jatuh dalam dosa ia gagal untuk menjadi sempurna atau lengkap seperti yang
Allah inginkan. Iblis merusak rencana Allah menjadikan manusia serupa dengan
diri-Nya. Karena kejatuhannya, manusia kehilangan kemuliaan Allah. Seluruh
keturunan Adam pun menjadi rusak atau yang sama dengan dapat ditaklukkan atau
dikalahkan.
LUSIFER BUKAN MALAIKAT
Selama ini
hampir semua orang mengatakan bahwa Lusifer adalah malaikat yang jatuh. Ini
pengertian yang salah. Lusifer bukanlah malaikat. Salah satu indikasi bahwa Lusifer bukanlah malaikat adalah bahwa ia
memiliki keadaan yang sempurna. Dalam Alkitab dikatakan bahwa Lusifer
berkeadaan tidak bercela. Dalam Yehezkiel 28:15 tertulis: Engkau tak bercela di
dalam tingkah lakumu sejak hari penciptaanmu sampai terdapat kecurangan padamu.
Disebutkan tidak bercela berarti ini adalah makhluk yang sempurna, bukan
seperti manusia yang telah jatuh dan rusak. Kata tidak bercela dalam teks
aslinya adalah tamim (EPD El ), yang dapat diterjemahkan bukan saja without
blemish, tetapi juga dapat diterjemahkan complete, full, perfect, without spot
(lengkap, penuh, sempurna tanpa noda).
“Lusifer tidak bisa dikatakan sebagai malaikat, sebab malaikat berarti utusan Allah”
Dalam Alkitab versi King Iames keadaan Lusifer ini diterjemahkan dengan kalimat Thou was perfect in thy ways. Lusifer juga dikatakan sebagai sempurna dalam kecantikan. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan perfect in beauty. Kata ini dalam bahasa Ibrani terjemahan dari uklil yofi (“57 '77'291). Kata sempurna dalam teks aslinya adalah kali! (5"?29), hal ini menunjuk keadaan yang sangat luar biasa. Dengan pernyataan ini Alkitab menunjukkan bahwa Lusifer adalah makhluk yang sangat luar biasa. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa dengan keadaan ini mengisyaratkan bahwa komponen yang ada pada Allah juga ada padanya. Dalam teks Bahasa Inggris diterjemahkan the model of perfection full of wisdom and perfect in beauty. Dalam seluruh Alkitab malaikat tidak pernah dikatakan seperti ini.
Lusifer tidak bisa dikatakan sebagai malaikat, sebab malaikat berarti utusan Allah. Kata malaikat itu sendiri dalam bahasa Ibrani adalah malakh (18:77; ). Kata ini sejajar dengan kata anggelos (awekoq), dalam teks Yunaninya. Baik malakh maupun anggelos berarti utusan atau pesuruh (Ing. Ambassador, angel, messenger). Oknum-oknum ini dinamai sebagai “utusan”, sebab tugas malaikat adalah utusan Allah.
Dalam Alkitab tidak pernah ditemukan Lusifer menjadi
utusan Allah atau pernah berfungsi sebagai utusan Allah bagi manusia atau bagi
siapapun. Dalam catatan Alkitab juga tidak pernah ditemukan bahwa
ia diciptakan untuk menjadi utusan Allah. Walau selama ini banyak orang sering
menyebut Lusifer sebagai malaikat (malaikat yang jatuh), tetapi ia tidak bisa
disejajarkan dengan malaikat. Salah kaprah menyebut Lusifer sebagai malaikat
yang jatuh ini menyebabkan orang berpikir bahwa Lusifer adalah malaikat, seakan-akan ini
Alkitabiah, padahal bukan.
“Dalam
Alkitab tidak pernah ditemukan Lusifer menjadi utusan Allah atau pernah
berfungsi sebagai utusan Allah bagi manusia atau bagi siapapun. Dalam catatan
Alkitab juga tidak pernah ditemukan bahwa ia diciptakan untuk menjadi utusan
Allah”
Kalau dalam tulisan Paulus terdapat kalimat bahwa Iblis bisa menyamar sebagai malaikat terang, hal itu bukan berarti Iblis adalah malaikat, lagi pula tidak pernah Alkitab mengatakan adanya malaikat yang gelap. Allah tidak pernah memiliki utusan yang gelap atau utusan yang jahat. Dalam 2 Korintus 11:13-14 tertulis: Sebab orang-orang itu adalah rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang, yang menyamar sebagai rasul-rasul Kristus. Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblis pun menyamar sebagai malaikat terang. Tulisan Paulus ini sebenarnya hanya hendak memberi peringatan kepada jemaat bahwa terdapat “pelayan-pelayan Tuhan” yang palsu. Hal ini dimaksudkan agar jemaat berhati-hati dan waspada.
Penjelasan
bahwa Iblis tidak sama dengan malaikat juga diinformasikan secara tidak
langsung oleh Ayub 1:6. Dalam
ayat tersebut dikatakan bahwa ada anak-anak
Allah, yang tidak lain adalah para malaikat, dan Iblis yang tidak
dikatakan sebagai malaikat yang jatuh atau malaikat yang murtad. Cukup
julukannya adalah Iblis. Dalam teks aslinya disebut satan (191?). Ditinjau dari
piktogram Ibrani, kata satan berarti adversary. Dalam bahasa Ibrani terdiri
dari 3 huruf untuk satan ini (WE). Sin (VJ), piktogramnya adalah consume or
destroying. Tet (D), piktogramnya adalah snake, surround. Nun (J) piktogramnya
adalah life. Jadi nama itu berarti the consuming and destroying snake that
surround the whole life.
Jika kita membaca cara penciptaan Lusifer, sungguh sangat luar biasa dan menakjubkan sekali. Kalimat “tempat tatahannya diperbuat dari emas dan disediakan pada hari penciptaanmu” (Yeh. 28:13), menunjukkan betapa istimewanya makhluk ini. Dalam teks bahasa Inggris versi NIV tertulis: Your settings and mountings were made of gold; on the day you were created they were prepared. Keindahan taman Eden surgawi disiapkan untuk hari penciptaan Lusifer. Sungguh sangat kontras, kalau Tuhan Yesus datang ke dunia dibungkus kain lampin dan dibaringkan di palungan di sebuah kandang binatang, tetapi Lusifer di taman Tuhan, Eden yang penuh dengan ornamen-ornamen permata serta emas.
Kata menciptakan dalam dalam ayat tersebut (Yeh. 28:13) dalam teks aslinya adalah bara (N13), artinya menciptakan tanpa bahan, sama seperti ketika Allah menciptakan manusia (Kej. 1:27). Allah mempersiapkan berbagai ornamen yang sangat mewah sebelum menciptakan makhluk yang satu ini. Hal tersebut menunjukkan keagungan makhluk Lusifer ini. lni sama dengan manusia yang diciptakan. setelah Allah menyiapkan Eden di bumi. Makhluk ini diciptakan sendiri tidak bersamaan dengan mahluk lain Dahmtelcsaslima ata "mu' untuk Lusifer berbentuk tunggal. Lusifer tidak diciptakan bersama dengan para malaikat. Ia makhluk khusus. tunggal dan istimewa. Ini sama dengan penciptaan Adam. Adam pada mulanya diciptakan sendiri.
“Lusifer
tidak diciptakan bersama dengan para malaikat. Ia makhluk khusus. tunggal dan
istimewa. Ini sama dengan penciptaan Adam. Adam pada mulanya diciptakan
sendiri”
Ternyata Lusifer adalah makhluk yang diurapi oleh Allah. Dalam teks bahasa Indonesia tertulis: Kuberikan tempatmu dekat kerub yang berjaga, di gunung kudus Allah engkau berada dan berjalan-jalan di tengah batu-batu yang bercaha-cahaya (Yeh. 28:14). Dalam terjemahan aslinya “yang diurapi” adalah Lusifer sendiri, bukan Kerub-nya. Itulah sebabnya dalam teks Inggris versi King James diterjemahkan: Thou art the anointed cherub that covereth; and I have set thee so: thou wast upon the holy mountain of God; thou hast walked up and down in the midst of the stones of fire. Dalam terjemahan bahasa Inggris ada yang menerjemahkan bahwa ia diurapi seperti Kerub atau ia mendapat pengurapan dekat Kerub.
Terjemahan
Yehezkiel 28:14 akan menjadi lebih tepat kalau kita memperhatikan teks aslinya.
Sekaligus pembahasan mengenai Lusifer akan lebih tajam bila memperhatikan kata
“urapan”, sebab kata “berjaga” dalam teks aslinya
adalah mimshakh (H9290), yang artinya diurapi anointed. Kata
mimshach adalah kata yang digunakan
untuk tindakan mengurapi imam
atau seorang raja dalam
banyak sekali ayat di Alkitab Perjanjian Lama; seperti misalnya dalam Keluaran
29:29 ketika keturunan Harun menjabat sebagai imam dan pelayan bait Allah. Juga
dalam 1 Samuel 16:13 pada waktu Samuel mengurapi Daud. Kata urapan dalam dua
kasus itu menggunakan kata mimshach.
Sudah
sangat jelas bila Alkitab berbicara mengenai urapan, maka yang diuraui adalah
seorang yang akan dijadikan penguasa atau raja: Ini berarti Lusifer pada mulanya ditahbiskan sebagai
penguasa atau penghulu. Itulah sebabnya ia secara tipologi disebut sebagai raja Tirus (lbr. 11!
127955) ; al melekh tsor). Di pihak lain, seperti yang disinggung di atas, nama Bintang Timur juga menunjukkan
Pemerintahan atau kekuasaan.
Selanjutnya kita perlu memperhatikan kata”kuberikan tempatmu”. Kata “kuberikan tempatmu” dalam teks aslinya memuat kata nathan ('II'IJ). Dalam terjemahan bebasnya adalah memberikan suatu tempat atau mengatur sebuah tempat. Hal ini menunjukkan bahwa Lusifer pada mulanya memiliki wilayah. Kata ditempatkan mengisyaratkan adanya pentahbisan sebagai penguasa, penghulu atau raja. Tentu kekuasaan Lusifer tidak melampaui Allah yang menempatkan dia. Fakta ini lebih menegaskan bahwa Lusifer tidak bisa digolongkan sebagai malaikat. Bisa dimengerti bahwa dengan kekuasaan yang dimiliki Lusifer, maka ia berpotensi atau membuka peluang oknum ini menyeret malaikat-malaikat untuk menjadi pengikutnya.
Di tempat di mana ia ditempatkan atau ditahbiskan, ia “berjalan-jalan”, yang dalam teks aslinya adalah hithallaketta (13 g‘zan c'j), dari akar kata halak (1571), yang memiliki banyak pengertian (Yeh. 28:14). Tetapi pada umumnya kata ini berarti berjalan-jalan. Kata halak menunjukkan suatu kesibukan kegiatan hidup. Bukan kegiatan hidup yang menakutkan atau kegiatan hidup yang menyakitkan, tetapi sebuah kegiatan hidup secara umum. Hal ini menunjukkan bahwa Lusifer ditempatkan di mana ia menikmati suatu kehidupan yang baik dan indah. Hal ini bisa menunjukkan pula bahwa Lusifer adalah putera mahkota. Tidak tertutup kemungkinan ia dapat dijadikan seorang penguasa untuk maksud tertentu. Dalam Yehezkiel 28:2 terdapat kata “raja” (dalam teks bahasa Indonesia), yang sebenarnya adalah nagid (1’3; ), yang berarti “pangeran”. Barulah di ayat 12 sebutan “raja” dalam arti “raja” yang sebenarnya; melek (lbr. T279 ). Pesan yang hendak disampaikan di sini adalah bahwa memang Lusifer dipersiapkan menjadi pangeran, tetapi ia melampaui batas kewenangannya. Ia mau menjadi raja, maka Allah pun juga menyebut dia raja, bukan pangeran Allah lagi. Sebab kalau ia mau menjadi raja, berarti ia mau menyamai raja segenap alam yaitu Tuhan Yesus sendiri yang memang pemerintahan-Nya sejak zaman purbakala, sejak zaman dahulu kala (Mik. 5:1-2).
“Lusifer diciptakan. sangat luar biasa. Ia diciptakan segambar dengan Allah sendiri. Alkitab mencatat bahwa ia adalah gambar dari kesempurnaan, penuh hikmat dan mahaindah”
Seperti yang dijelaskan terdahulu bahwa Kerub adalah makhluk surgawi yang menjaga kemuliaan Tuhan. Lusifer ada di sekitar Kerub berjalan di batu-batu yang bercahaya. Kalimat “di tengah batu-batu yang bercahaya”, menunjukkan tempat yang istimewa. Batu-batu yang bercahaya ini menunjuk tempat yang benar-benar istimewa. Batu yang bercahaya dalam teks bahasa aslinya adalah the stone of fire (batu api).
“Lusifer
diciptakan sangat luar biasa. Ia diciptakan segambar dengan Allah sendiri.
Alkitab mencatat bahwa ia adalah gambar dari kesempurnaan, penuh hikmat dan
mahaindah”
Mengapa ia diurapi? Hal ini sangatlah logis, sebab Lusifer diciptakan. sangat luar biasa. Ia diciptakan segambar dengan Allah sendiri. Alkitab mencatat bahwa ia adalah gambar dari kesempurnaan, penuh hikmat dan mahaindah. Makhluk Lusifer ini ciptaan Tuhan yang memiliki keberadaan seperti Allah. Kesempurnaan menunjuk kepada kualitas Allah sendiri. Ada agenda Allah yang luar biasa atas makhluk ini sebenarnya. Tetapi agenda itu dibatalkannya sendiri (Yeh. 28:17).
Bertalian dengan segambaran dengan Allah ini, perbedaannya dengan manusia adalah manusia diciptakan… (tselem) dan rupa (demuth) Allah, tetapi kalau Lusifer diciptakan dalam bentuk sudah mapan sempurna sesuai dengan pernyataan Alkitab ini: You were the model of perfection, full of wisdom and perfect in beauty (Yeh. 28:12 NIV). Sangat besar kemungkinan (tetapi ini tidak pasti), Lusifer tidak mengalami proses pendewasaan atau penyempurnaan, keadaan kesempurnaannya sudah permanen, maka ia dikatakan sebagai the model of perfection full of wisdom and perfect in beauty (model kesempurnaan penuh kebijaksanaan atau hikmat dan sempurna dalam keindahan atau kecantikan).
Dari penjelasan di atas, untuk mendapatkan jawabannya, dapat ditemukan suatu pertimbangan bahwa Lusifer bukanlah malaikat. Ia adalah makhluk yang sangat istimewa. Ia memiliki nama khusus “Bintang Timur, Putera Fajar” (Ibr. helel ben sakhar 10m; ???). Dalam Alkitab hanya malaikat penghulu yang memiliki nama. Jadi bisa dimengerti mengapa di dalam Yehezkiel, raja Tirus dipakai sebagai tipologi sosok Lusifer. Raja menunjuk jabatan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ia bukan malaikat, ia bisa merupakan kekuasaan di atas penghulu malaikat.
“Lusifer tidak bisa dikatakan sebagai malaikat, sebab malaikat berarti utusan Allah”
Dalam Alkitab versi King Iames keadaan Lusifer ini diterjemahkan dengan kalimat Thou was perfect in thy ways. Lusifer juga dikatakan sebagai sempurna dalam kecantikan. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan perfect in beauty. Kata ini dalam bahasa Ibrani terjemahan dari uklil yofi (“57 '77'291). Kata sempurna dalam teks aslinya adalah kali! (5"?29), hal ini menunjuk keadaan yang sangat luar biasa. Dengan pernyataan ini Alkitab menunjukkan bahwa Lusifer adalah makhluk yang sangat luar biasa. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa dengan keadaan ini mengisyaratkan bahwa komponen yang ada pada Allah juga ada padanya. Dalam teks Bahasa Inggris diterjemahkan the model of perfection full of wisdom and perfect in beauty. Dalam seluruh Alkitab malaikat tidak pernah dikatakan seperti ini.
Lusifer tidak bisa dikatakan sebagai malaikat, sebab malaikat berarti utusan Allah. Kata malaikat itu sendiri dalam bahasa Ibrani adalah malakh (18:77; ). Kata ini sejajar dengan kata anggelos (awekoq), dalam teks Yunaninya. Baik malakh maupun anggelos berarti utusan atau pesuruh (Ing. Ambassador, angel, messenger). Oknum-oknum ini dinamai sebagai “utusan”, sebab tugas malaikat adalah utusan Allah.
Kalau dalam tulisan Paulus terdapat kalimat bahwa Iblis bisa menyamar sebagai malaikat terang, hal itu bukan berarti Iblis adalah malaikat, lagi pula tidak pernah Alkitab mengatakan adanya malaikat yang gelap. Allah tidak pernah memiliki utusan yang gelap atau utusan yang jahat. Dalam 2 Korintus 11:13-14 tertulis: Sebab orang-orang itu adalah rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang, yang menyamar sebagai rasul-rasul Kristus. Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblis pun menyamar sebagai malaikat terang. Tulisan Paulus ini sebenarnya hanya hendak memberi peringatan kepada jemaat bahwa terdapat “pelayan-pelayan Tuhan” yang palsu. Hal ini dimaksudkan agar jemaat berhati-hati dan waspada.
Jika kita membaca cara penciptaan Lusifer, sungguh sangat luar biasa dan menakjubkan sekali. Kalimat “tempat tatahannya diperbuat dari emas dan disediakan pada hari penciptaanmu” (Yeh. 28:13), menunjukkan betapa istimewanya makhluk ini. Dalam teks bahasa Inggris versi NIV tertulis: Your settings and mountings were made of gold; on the day you were created they were prepared. Keindahan taman Eden surgawi disiapkan untuk hari penciptaan Lusifer. Sungguh sangat kontras, kalau Tuhan Yesus datang ke dunia dibungkus kain lampin dan dibaringkan di palungan di sebuah kandang binatang, tetapi Lusifer di taman Tuhan, Eden yang penuh dengan ornamen-ornamen permata serta emas.
Kata menciptakan dalam dalam ayat tersebut (Yeh. 28:13) dalam teks aslinya adalah bara (N13), artinya menciptakan tanpa bahan, sama seperti ketika Allah menciptakan manusia (Kej. 1:27). Allah mempersiapkan berbagai ornamen yang sangat mewah sebelum menciptakan makhluk yang satu ini. Hal tersebut menunjukkan keagungan makhluk Lusifer ini. lni sama dengan manusia yang diciptakan. setelah Allah menyiapkan Eden di bumi. Makhluk ini diciptakan sendiri tidak bersamaan dengan mahluk lain Dahmtelcsaslima ata "mu' untuk Lusifer berbentuk tunggal. Lusifer tidak diciptakan bersama dengan para malaikat. Ia makhluk khusus. tunggal dan istimewa. Ini sama dengan penciptaan Adam. Adam pada mulanya diciptakan sendiri.
Ternyata Lusifer adalah makhluk yang diurapi oleh Allah. Dalam teks bahasa Indonesia tertulis: Kuberikan tempatmu dekat kerub yang berjaga, di gunung kudus Allah engkau berada dan berjalan-jalan di tengah batu-batu yang bercaha-cahaya (Yeh. 28:14). Dalam terjemahan aslinya “yang diurapi” adalah Lusifer sendiri, bukan Kerub-nya. Itulah sebabnya dalam teks Inggris versi King James diterjemahkan: Thou art the anointed cherub that covereth; and I have set thee so: thou wast upon the holy mountain of God; thou hast walked up and down in the midst of the stones of fire. Dalam terjemahan bahasa Inggris ada yang menerjemahkan bahwa ia diurapi seperti Kerub atau ia mendapat pengurapan dekat Kerub.
Selanjutnya kita perlu memperhatikan kata”kuberikan tempatmu”. Kata “kuberikan tempatmu” dalam teks aslinya memuat kata nathan ('II'IJ). Dalam terjemahan bebasnya adalah memberikan suatu tempat atau mengatur sebuah tempat. Hal ini menunjukkan bahwa Lusifer pada mulanya memiliki wilayah. Kata ditempatkan mengisyaratkan adanya pentahbisan sebagai penguasa, penghulu atau raja. Tentu kekuasaan Lusifer tidak melampaui Allah yang menempatkan dia. Fakta ini lebih menegaskan bahwa Lusifer tidak bisa digolongkan sebagai malaikat. Bisa dimengerti bahwa dengan kekuasaan yang dimiliki Lusifer, maka ia berpotensi atau membuka peluang oknum ini menyeret malaikat-malaikat untuk menjadi pengikutnya.
Di tempat di mana ia ditempatkan atau ditahbiskan, ia “berjalan-jalan”, yang dalam teks aslinya adalah hithallaketta (13 g‘zan c'j), dari akar kata halak (1571), yang memiliki banyak pengertian (Yeh. 28:14). Tetapi pada umumnya kata ini berarti berjalan-jalan. Kata halak menunjukkan suatu kesibukan kegiatan hidup. Bukan kegiatan hidup yang menakutkan atau kegiatan hidup yang menyakitkan, tetapi sebuah kegiatan hidup secara umum. Hal ini menunjukkan bahwa Lusifer ditempatkan di mana ia menikmati suatu kehidupan yang baik dan indah. Hal ini bisa menunjukkan pula bahwa Lusifer adalah putera mahkota. Tidak tertutup kemungkinan ia dapat dijadikan seorang penguasa untuk maksud tertentu. Dalam Yehezkiel 28:2 terdapat kata “raja” (dalam teks bahasa Indonesia), yang sebenarnya adalah nagid (1’3; ), yang berarti “pangeran”. Barulah di ayat 12 sebutan “raja” dalam arti “raja” yang sebenarnya; melek (lbr. T279 ). Pesan yang hendak disampaikan di sini adalah bahwa memang Lusifer dipersiapkan menjadi pangeran, tetapi ia melampaui batas kewenangannya. Ia mau menjadi raja, maka Allah pun juga menyebut dia raja, bukan pangeran Allah lagi. Sebab kalau ia mau menjadi raja, berarti ia mau menyamai raja segenap alam yaitu Tuhan Yesus sendiri yang memang pemerintahan-Nya sejak zaman purbakala, sejak zaman dahulu kala (Mik. 5:1-2).
“Lusifer diciptakan. sangat luar biasa. Ia diciptakan segambar dengan Allah sendiri. Alkitab mencatat bahwa ia adalah gambar dari kesempurnaan, penuh hikmat dan mahaindah”
Seperti yang dijelaskan terdahulu bahwa Kerub adalah makhluk surgawi yang menjaga kemuliaan Tuhan. Lusifer ada di sekitar Kerub berjalan di batu-batu yang bercahaya. Kalimat “di tengah batu-batu yang bercahaya”, menunjukkan tempat yang istimewa. Batu-batu yang bercahaya ini menunjuk tempat yang benar-benar istimewa. Batu yang bercahaya dalam teks bahasa aslinya adalah the stone of fire (batu api).
Mengapa ia diurapi? Hal ini sangatlah logis, sebab Lusifer diciptakan. sangat luar biasa. Ia diciptakan segambar dengan Allah sendiri. Alkitab mencatat bahwa ia adalah gambar dari kesempurnaan, penuh hikmat dan mahaindah. Makhluk Lusifer ini ciptaan Tuhan yang memiliki keberadaan seperti Allah. Kesempurnaan menunjuk kepada kualitas Allah sendiri. Ada agenda Allah yang luar biasa atas makhluk ini sebenarnya. Tetapi agenda itu dibatalkannya sendiri (Yeh. 28:17).
Bertalian dengan segambaran dengan Allah ini, perbedaannya dengan manusia adalah manusia diciptakan… (tselem) dan rupa (demuth) Allah, tetapi kalau Lusifer diciptakan dalam bentuk sudah mapan sempurna sesuai dengan pernyataan Alkitab ini: You were the model of perfection, full of wisdom and perfect in beauty (Yeh. 28:12 NIV). Sangat besar kemungkinan (tetapi ini tidak pasti), Lusifer tidak mengalami proses pendewasaan atau penyempurnaan, keadaan kesempurnaannya sudah permanen, maka ia dikatakan sebagai the model of perfection full of wisdom and perfect in beauty (model kesempurnaan penuh kebijaksanaan atau hikmat dan sempurna dalam keindahan atau kecantikan).
Dari penjelasan di atas, untuk mendapatkan jawabannya, dapat ditemukan suatu pertimbangan bahwa Lusifer bukanlah malaikat. Ia adalah makhluk yang sangat istimewa. Ia memiliki nama khusus “Bintang Timur, Putera Fajar” (Ibr. helel ben sakhar 10m; ???). Dalam Alkitab hanya malaikat penghulu yang memiliki nama. Jadi bisa dimengerti mengapa di dalam Yehezkiel, raja Tirus dipakai sebagai tipologi sosok Lusifer. Raja menunjuk jabatan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ia bukan malaikat, ia bisa merupakan kekuasaan di atas penghulu malaikat.
3. PELUANG YANG DIMANFAATKAN LUCIFER
Allah
tidak akan pernah bertindak secara sembarangan tanpa aturan, tanpa hukum atau
rule. Allah adalah Allah yang tertib
dan selalu bertindak dalam tatanan-Nya yang konsisten dan sempurna. Di
dalam diri-Nya ada hukum. aturan, sistem atau kebijakan-kebijakan dari
kecerdasanNya yang sempurna. Dalam bertindak ada hukum atau semacam "The
rule of game” (aturan main) atau "The rule of the Iife (hukum kehidupan) yang
oleh kedaulatan-Nya sendiri Allah tetapkan. Allah bertindak sesuai dengan hukum
atau aturan tersebut.
“Allah adalah Allah yang tertib dan bertindak dalam tatanan-Nya yang konsisten dan sempurna. Di dalam dirin-Nya ada hokum, aturan, sistiem atau kebijakan-kebijakan dari kecerdasan-Nya yang sempurna”
Hukum atau tatanan dalam diri Allah inilah yang pasti dipahami oleh oknum yang disebut Lusifer sehingga ia berani memberontak kepada Allah. Ia tahu bahwa Allah terikat dengan hukum dalam diri-Nya dan Ia tidak dapat menyangkalinya. Lusifer memanfaatkan realitas tersebut untuk mewujudkan keinginannya.
Seharusnya pemahaman terhadap hakikat Allah dimaksudkan agar makhluk ciptaan melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Inilah yang Allah Bapa kehendaki, menciptakan makhluk yang segambar dengan diri-Nya dengan kemampuan mengenal hakikat-Nya agar bertindak seperti Dia bertindak, sehingga dapat menyenangkan atau memuaskan hati Allah Bapa. Tetapi Lusifer memanfaatkan pengenalan akan hakikat-Nya tersebut untuk memberontak kepada-Nya. Seharusnya dengan mengenal seluk beluk Allah (hakikat-Nya), anak-anak-Nya meninggikan, memuliakan dan mengkokohkan takhta-Nya, tetapi Lusifer sebaliknya menemukan celah untuk bisa merebut takhta-Nya serta mencari kemuliaan bagi dirinya sendiri.
Memang hal ini tidak tertulis secara eksplisit (terang-terangan), tetapi inilah fakta yang bisa ditangkap secara logis yang bisa menjawab pertanyaan di atas (mengapa Allah tidak bisa segera membinasakan Iblis?). Dari menganalisa secara jujur, mendalam dan analitis atas tindakan-tindakan Allah yang ditulis dalam Alkitab, maka kita dapat memperoleh pemahaman yang tepat berkenaan dengan diri Allah dan hukum kehidupan ini.
Sangatlah logis kalau dipahami bahwa tidak mungkin Lusifer berani melawan Allah Bapa tanpa alasan atau dasar yang kuat. Ternyata Lusifer melihat celah peluang atau kemungkinan untuk bisa memenangi perlawanan terhada Allah, sebab Allah tidak bisa bertindak di luar hukum
keadilan-Nya. Lusifer mencoba mencari kesempatan untuk mendapat keuntungan dari realitas tersebut. Ia membawa dirinya dengan Allah pada suatu “pertarungan”. Lusifer “berjudi” dengan keputusannya sendiri.
“Mengapa Allah tidak bisa membinasakan Lusifer saat itu juga ketika ia memberontak? Sebab tindakan Lusifer belum bisa dikatakan salah, selama tidak ada verifikasi atau pembuktian bahwa Lusifer bersalah.”
Ia berharap bisa memperoleh apa yang diinginkan, yaitu mengangkat diri sebagai penguasa menyamai Allah. Itulah sebabnya dikatakan dalam Yehezkiel 28:16, bahwa ia berdagang. Berdagang artinya melakukan suatu usaha untuk memperoleh keuntungan tetapi masih bersifat “spekulatif” (untung-untungan). Di manapun, aktivitas perdagangan memiliki unsur spekulatif ini.
Mengapa Allah tidak bisa membinasakan Lusifer saat itu juga ketika ia memberontak? Sebab tindakan Lusifer belum bisa dikatakan salah, selama tidak ada verifikasi atau pembuktian bahwa Lusifer bersalah. Harus ada semacam “corpus delicti”. Istilah corpus delicti ini sebenarnya diambil dari istilah hukum, tetapi dibawa ke ranah teologi. Pertama yang menggunakan istilah ini adalah Dr. J. Verkuyl dalam bukunya Etika Kristen. Dalam tulisannya, Dr. I. Verkuyl menyatakan bahwa hukum Taurat adalah corpus delicti. Tanpa hukum Taurat maka pelanggaran tidak terbukti sebagai pelanggaran. Harus ada corpus delicti untuk membuktikan, suatu kesalahan.
Kalau merunut etimologi, maka kata corpus delicti berasal dari bahasa Latin. Corpus artinya tubuh atau badan, sedangkan delicti artinya pelanggaran. Secara sempit corpus delicti artinya bukti suatu kejahatan. Corpus delicti adalah fakta penting dalam dunia hukum, untuk menegakkan suatu keadilan, bahwa suatu tindakan seseorang tidak bisa dikatakan salah dan orang tersebut tidak bisa dihukum sebelum terbukti kesalahannya. Dengan demikian corpus delicti menunjuk fakta yang membuktikan bahwa suatu kesalahan atau kejahatan telah dilakukan.
Sama
seperti kasus bagaimana bisa membuktikan bahwa suatu benda warnanya putih kalau
tidak ada verifikasi
warna lain. Terkait dengan corpus delicti, dalam tulisannya rasul Paulus
menulis: Karena hukum Taurat membangkitkan murka, tetapi di mana tidak ada hukum Taurat, di situ tidak ada juga
pelanggaran (Rm. 4:15). Ingat di ayat yang lain ia menulis: Sebab sebelum hukum Taurat
ada, telah ada dosa di dunia. Tetapi dosa itu tidak diperhitungkan kalau tidak
ada hukum Taurat (Rm. 5:13). Dari apa yang dipaparkan Roma 4:15; 5:13 membuka
pikiran kita untuk memahami bahwa Allah bertindak dengan aturan yang sempurna.
Seperti misalnya dalam menunjukkan kesalahan dan menghukum harus ada
pembuktian. Itulah sebabnya Taurat diberikan juga untuk membuktikan bahwa
manusia terbukti bersalah (Rm. 4:15; 5:13).
Demikian
pula Lusifer yang jatuh, tidak akan terbukti bersalah sebelum ada
pembuktiannya. Kalau kesalahan
manusia dalam perilaku konkretnya dapat dibuktikan dengan Taurat,
tetapi bagaimana dengan kesalahan Lusifer? Dalam
pemberontakannya, Ia ingin menyamai Allah. Dalam dirinya mulai
muncul hasrat yang bertentangan dengan keinginan Allah. Kesalahan Lusifer
berangkat dari dalam dirinya, sesuatu yang tidak bisa dibuktikan dengan hukum
yang tertulis. Lusifer tidak menempatkan diri sebagai makhluk
ciptaan yang tunduk di hadapan Allah. Untuk membuktikan kesalahannya, harus ada
makhluk yang memiliki ketaatan dan penghormatan yang benar kepada Allah dan
memiliki persekutuan dengan Dia secara benar. Makhluk yang memiliki ketaatan
kepada Bapa itulah sebagai “corpus delicti”. Dengan adanya corpus delicti akan
membungkam Iblis sehingga tidak bisa mengelak, sebab Iblis terbukti melakukan
suatu kesalahan. Inilah rule of the game (life)-nya.
Yehezkiel mencatat bahwa pada mulanya Lusifer tak bercela di dalam tingkah lakunya sejak hari penciptaannya, sampai terdapat kecurangan padanya. Ini jelas menunjukkan bahwa pada mulanya ia bukan makhluk yang rusak. Lusifer pada mulanya bukan ciptaan yang buruk. Allah tidak menciptakan makhluk yang buruk, jahat dan rusak. Itulah sebabnya pernyataan Tuhan Yesus dalam Yohanes 8:44 mengatakan bahwa ia adalah pembunuh sejak semula”, hal ini tidak boleh dimengerti secara salah. Pembunuh sejak semula maksudnya adalah membunuh kehidupan manusia itu Adam. Lusifer tidak diciptakan sebagai pembunuh, tetapi karena pilihannya, ia menjadi pemberontak dan menjadi pembunuh manusia juga. Dalam teks aslinya
ayat ini tertulis: ekeinos anthropoktonos en ap arkhe... (éKeIVOq dvepwnoxrévoc I'lv in' dpxm).
Pengertian ap arkhe (dm'&pxhq) tidak boleh dipahami sebagai sejak diciptakan ia sudah jahat. Jika demikian, maka ini merupakan tuduhan bahwa Allah jahat dengan menciptakan penjahat seperti Lusifer. Kata pembunuh dalam teks aslinya adalah anthropoktonos (depwnoxrdvoq), selain berarti pembunuh (murderer) bisa juga berani pembantai manusia (a man slayer). Iblis, yang tadinya adalah Lusifer, tidak diciptakan sebagai makhluk yang jahat, karena Penciptanya juga bukan pribadi yang jahat. Tetapi Lusifer diciptakan dalam keadaan bisa mengambil keputusan, apakah mau menjadi baik atau sebaliknya. Faktanya, ia memilih memberontak.
Kalimat “sampai terdapat” menunjukkan adanya perubahan (Yeh. 28:15). Dalam Yehezkiel 28:15 berkenaan dengan kalimat “sampai terdapat” kita temui kata matsa (N373), kata ini selain berarti menemukan atau ditemukan juga berarti mencapai (Ing. attain to). Hal ini menunjukkan adanya proses menuju suatu keadaan yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Kata matsa menunjukkan suatu kejadian baru yang berlangsung. Kalau oknum ini disebut sebagai “pembawa fajar” (‘10 @174), apakah ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa ia membawa sejarah baru dalam kehidupan makhluk surgawi di surga dan manusia di bumi?
Kata kecurangan dalam Yehezkiel 28:15 adalah awlata (nn'ny) yang artinya iniquity, unjust, wicked, unrighteousness (kejahatan, ketidakadilan), perverseness (sifat keras kepala). Kejahatan Lusifer ini berasal dari diri sendiri, dan karena memang diciptakan dengan kemungkinan demikian. Tetapi harus dicatat bahwa seharusnya ia bisa tidak berbuat demikian, sebab tidak mungkin Allah merancang Lusifer untuk memberontak. Allah tidak merancang Lusifer untuk memberontak. Demikian pula dengan malaikat-malaikat yang mengikuti jejak Lusifer. Mereka seharusnya tidak ikut memberontak. Kenyataannya, tidak semua malaikat memberontak, hanya sebagian yang menggunakan kehendak bebasnya untuk memberontak kepada Allah Bapa (Why. 12). Sama seperti Lusifer, terdapat juga malaikat yang keluar dari batas-batas kewewenangan atau wilayah hidupnya (Yud. 1:6), Dan bahwa Ia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, tetapi yang meninggalkan tempat kediaman mereka, dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman sampai penghakiman pada hari besar).
Lusifer pada mulanya berkeadaan tidak bercela. Ia dimateraikan dalam keadaan penuh hikmat dan kecantikan yang sempurna. Dalam terjemahan bahasa Inggris diterjemahkan: You had the seal of perfection, Full of wisdom and perfect in beauty. The zeal of perfection terjemahan dari khotem tokhm't (1173913 anin). Hal ini jelas sekali menunjukkan bahwa makhluk Lusifer ini diciptakan dalam keadaan yang sempurna. Selanjutnya disebutkan bahwa ia tidak bercela, yang berarti ia adalah makhluk yang sempurna, bukan seperti manusia yang telah jatuh dan rusak. Kata tidak bercela dalam teks aslinya adalah tamim (D’D 13 ) yang dapat diterjemahkan bukan saja without blemish, tetapi juga dapat diterjemahkan complete, full, perfect, without spot (lengkap, penuh, sempurna tanpa noda). Dalam Alkitab versi King James diterjemahkan dengan kalimat than was perfect in thy ways. Hal ini menunjukkan bahwa pada mulanya
Allah tidak menciptakan makhluk yang jahat, tetapi oleh kehendak bebasnya Lusifer memilih untuk mengambil jalannya sendiri yang bertentangan dengan kehendak Bapa.
“Dengan mencari keuntungan bagi diri sendiri tersebut maka lusifer menjadi Jahat. Lusifer tidak lagi mengabdi kepada Tuhan, sesuai dengan maksud dirinya diciptakan, tetapi berusaha mencari keuntungan sendiri dalam bentuk kemuliaan bagi dirinya sendiri”
Pada mulanya ia tidak bercela dan benar adanya dalam segala jalannya. Kata jalan dalam teks aslinya adalah derek ('n'-!). Kata derek bisa berarti sebuah jalan panjang (road) atau bisa berarti sebuah perjalanan panjang (journey). Dalam perjalanan sejarah hidup Lusifer, di kemudian waktu ia melakukan kecurangan. Kata kecurangan dalam teks aslinya adalah awla (n'zqy), yang juga berarti ketidakbenaran (unrighteousnesi). kesalahan (wrong), ketidakadilan (injustice), kejahatan (wickedness) dan kekerasan (violen). Kata-kata ini cukup mengartikan bahwa ia tidak melakukan apa yang sesuai dengan kehendak Allah. Ini berarti Lusifer memberontak kepada Allah, Penciptanya.
Upaya untuk menyamai Tuhan itulah yang dalam Yehezkiel 28:15 disebutkan sebagai “didapati kecurangan” (wickedness). Dia diciptakan untuk mengabdi, tetapi ternyata ia berdagang atau “trading" (Yeh. 28:16). Dalam teks aslinya kata “berdagang” terjemahan dari rekulotka (lbr. 333???), yang bisa diterjemahkan merchandise. Trading menunjuk tindakan mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Dengan mencari keuntungan bagi diri sendiri tersebut maka Lusifer menjadi jahat. Lusifer tidak lagi mengabdi kepada Tuhan, sesuai dengan maksud dirinya diciptakan, tetapi sebaliknya berusaha mencari keuntungan sendiri dalam bentuk kemuliaan bagi dirinya sendiri (Yeh. 28: 16).
Jelas sekali bahwa Lusifer adalah makhluk ciptaan yang seharusnya dibawahi atau didominasi oleh Allah ini mencoba untuk menolak hidup dalam kedaulatan dan kekuasaan Allah. Ia ingin berdaulat sendiri
Tindakan Lusifer tersebut merupakan bentuk kesombongan yang ditentang oleh Allah. Dalam hal ini kita temukan bahwa sebenarnya maksud Tuhan menciptakan Lusifer dan para malaikat adalah untuk melayani diri-Nya. bukan diri mereka sendiri. Tetapi mereka memberontak dengan membangun kerajaan sendiri untuk memperoleh kemuliaan bagi diri mereka sendiri. Hal ini memberi pelayaran yang sangat berharga bagi kita. bahwa seseorang yang berusaha melakukan segala sesuatu bagi dirinya sendiri adalah seorang pemberontak. Allah menentang orang sombong (lPtr. 5:5).
Apa yang dikemukakan dalam Yehezkiel 28:15-16 sama dengan yang dikemukakan Yesaya 14:13-14. Engkau yang tadinya berkaita dalam hatimu: Aku hendak naik ke Iangit, aku hendak mendirikan tahtaku mengatasi bintang-bintang Allah dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan jauh di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi etinggian awan-awan hendak menyamai Yang Mahatinggi.
Jelas sekali bahwa Lusifer adalah makhluk ciptaan yang seharusnya dibawahi atau didominasi oleh Allah ini mencoba untuk menolak hidup dalam kedaulatan dan kekuasaan Allah. Ia ingin berdaulat sendiri. Hal ini nampak dalam tulisan Yesaya, bahwa ia mau mendirikan takhtanya sendiri. Kata mendirikan (takhta) dalam teks aslinya adalah “arim” (1318) yang lebih berarti menaikkan ke atas, Dalam bahasa Inggris kata ini diterjemahkan exalt atau lift up.
Sikap menyamai Tuhan atau menempatkan diri sebagai Tuhan nampak dalam tulisan Yesaya 14:13-14, bahwa ia akan duduk di atas bukit pertemuan. Bukit pertemuan dalam teks aslinya adalah moed (133113), yang dapat diterjemahkan sebagai appoin ted place atau sacred season (tempat yang ditunjuk atau ditentukan dan waktu yang kudus). Kata yang sama ditemukan dalam 2 Tawarikh 8:13 yaitu kata moadot (11ng113). Kata ini menunjuk hari raya di mana bangsa Israel mengadakan hari rayanya bagi atau di hadapan Allah. Di sini Lusifer mau menduduki tempat yang diduduki oleh Allah.
Lusifer bukan tidak memiliki takhta. Allah telah menempatkannya di suatu posisi tertentu. ia sudah memiliki tempat yang sama dengan tahtahnya sendiri (tentu di bawah kedaulatan dan kekusaan takhta Allah). Tetapi Lusifer mau menaikkan ke atas. Rupanya ia mau berdaulat sendiri, sama seperti Allah berdaulat. Dalam hal ini Lusifer keluar dari batas-batas kekuasaannya. Lusifer mau mengatasi bintang-bintang Allah. Kata mengatasi dalam teks aslinya adalah maal (by); ), yang berarti lebih tinggi atau di bagian atas. Sedangkan bintang-bintag Allah (the stars of God) menunjuk malaikat atau oknum-oknum yang juga diberi kekuasaan. Kata bintang dalam teks aslinya adalah kokhav (21913). Terdapat catatan bahwa kata ini adalah kata yang tidak biasa digunakan (unusual word). Kokhav memiliki beberapa pengertian antara lain: bintang, yang diurapi dan saudara laki-laki. Dengan demikian kata kokhav ini bisa berarti makhluk-makhluk surgawi. Makhluk surgawi bisa menunjuk kepada para malaikat dan penghulu-penguhulunya.
Dikatakan juga bahwa Lusifer mau naik ke langit, artinya ia melanggar batas wilayah di mana ia ditempatkan. Kata naik dalam teks aslinya adalah ‘lh (715),). Kata ‘lh ini juga memiliki pengertian mendaki. Langit yang didaki adalah shamayim (BUM? ). Timbul pertanyaan: Apakah Lusifer tidak di surga pada waktu itu? Tentu pada waktu itu ia di surga, tetapi harus dipahami bahwa surga pun memiliki tingkatan. Maksudnya naik ke langit adalah Lusifer menginginkan tempat atau kedudukan yang lebih tinggi. Lebih tinggi dari bintang-bintang Allah. Hal ini memberi kesan bahwa Lusifer tidak mau dibawahi, tetapi ia mau membawahi bintang tanpa harus ada di kedaulatan siapapun. Lusifer mau menjadi kepala pemerintahan. Itulah sebabnya ia ingin menaikkan takhtanya.
Lusifer mau menyamai yang Mahatinggi. Kata menyamai dalam teks aslinya adalah damak (71731), yang lebih berarti sama (like) dalam posisi atau kedudukan. Dalam salah satu terjemahan bahasa Inggris diterjemahkan I will be like the most High. Dari hal ini kita bisa memahami mengapa ia membujuk manusia pertama untuk menjadi sama seperti Allah. Bujukan Iblis membawa manusia berpikir bahwa dirinya tidak perlu dibawahi oleh Tuhan atau ada dalam kedaulatan Allah.
Sama dengan penciptaan manusia. Manusia diciptakan untuk mengabdi kepada Tuhan, hidup sebagai sekutu Tuhan dan mengabdi kepada-Nya. Tetapi manusia memberontak mengikuti jejak Setan, menolak mengabdi kepada Tuhan. Sebagai Akibatnya, manusia telah kehilangan maksud dan tujuan dirinya diciptakan
Terkait dengan hal di atas ini perlu diketahui, bahwa sebenarnya Iblis atau Lusifer bukan bermaksud mau pergi ke neraka dan mengajak makhluk ciptaan Allah lainnya untuk bersama dengan dirinya, baik malaikat dan manusia, ke neraka. Lusifer sendiri juga tidak mau masuk neraka. Ia mau memiliki “surga” di mana ia bisa menggelar pemerintahannya. Tetapi ia gagal, ia tidak mungkin bisa keluar dari kodratnya sebagai makhluk ciptaan yang harus mengabdi kepada penciptanya.
Sama dengan penciptaan manusia. Manusia diciptakan untuk mengabdi kepada Tuhan, hidup sebagai sekutu Tuhan dan mengabdi kepada-Nya. Tetapi manusia memberontak mengikuti jejak Setan, menolak mengabdi kepada Tuhan. Sebagai Akibatnya, manusia telah kehilangan maksud dan tujuan dirinya diciptakan Tuhan. Keselamatan dalam Yesus Kristus, hendaknya tidak Saja menjadikan kita berstatus anak Tuhan, tetapi terutama menjadi pribadi yang melayani Bapa, Allah semesta alam yang menciptakan kita semua.
Alkitab mengatakan bahwa Lusifer melanggar kekudusan tempat kudusnya (Yeh. 26:18). Kata tempat kudus dalam teks ini dapat diterjemahkan the places of worship (Ibr. miqdash). Kata miqdash dapat diterjemahkan chapel. Chapel menunjuk untuk tempat ibadah. Seharusnya Lusifer tidak melampaui batas wilayah yang dipatok Tuhan baginya, tetapi ia melanggar batas kekuasaannya, sehingga ia dihukum. Lusifer juga menyeret malaikat-malaikat untuk memberontak kepada Allah.
Dan bahwa Ia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, tetapi yang meninggalkan tempat kediaman mereka, dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman sampai penghakiman pada hari besar (Yud. 6). Sebagai akibat pemberontakannya, ia dibuang ke dalam gua-gua yang gelap.
Lusifer menjadikan tempat di mana ia menyembah Tuhan sebagai sarana untuk mencari pujian dan penyembahan untuk dirinya sendiri. Dalam kitab Wahyu pemberontakan bintang timur ini disinggung dalam Wahyu 12:3-4 (Maka tampaklah suatu tanda yang lain di langit dan lihatlah, seekor naga merah padam yang besar, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan diatas kepalanya ada tujuh mahkota. Dan ekornya menyeret sepertiga dari bintang-bintang di langit dan melemparkannya keatas bumi. Dan naga itu berdiri di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, untuk menelan Anaknya, segera sesudah perempuan itu melahirkan-Nya). Apa yang dikemukakan dalam perikop ini hendak membuka tabir pemberontakan yang terjadi di kediaman para malaikat kudus di surga dan kediaman Allah.
Dalam Wahyu 12:3-4 jelas sekali dikatakan bahwa “naga besar” itu adalah Setan itu sendiri. Hal ini dapat dijumpai dalam Wahyu 12:9, Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya. Sedangkan bintang-bintang yang diseret tidak lain adalah makhluk surgawi, yaitu para malaikat dan penghulu-penghulunya. Itulah sebabnya timbul peperangan di surga, Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu dibantu oleh malaikat-malaikatnya (Why. 12:7).
“Allah adalah Allah yang tertib dan bertindak dalam tatanan-Nya yang konsisten dan sempurna. Di dalam dirin-Nya ada hokum, aturan, sistiem atau kebijakan-kebijakan dari kecerdasan-Nya yang sempurna”
Hukum atau tatanan dalam diri Allah inilah yang pasti dipahami oleh oknum yang disebut Lusifer sehingga ia berani memberontak kepada Allah. Ia tahu bahwa Allah terikat dengan hukum dalam diri-Nya dan Ia tidak dapat menyangkalinya. Lusifer memanfaatkan realitas tersebut untuk mewujudkan keinginannya.
Seharusnya pemahaman terhadap hakikat Allah dimaksudkan agar makhluk ciptaan melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Inilah yang Allah Bapa kehendaki, menciptakan makhluk yang segambar dengan diri-Nya dengan kemampuan mengenal hakikat-Nya agar bertindak seperti Dia bertindak, sehingga dapat menyenangkan atau memuaskan hati Allah Bapa. Tetapi Lusifer memanfaatkan pengenalan akan hakikat-Nya tersebut untuk memberontak kepada-Nya. Seharusnya dengan mengenal seluk beluk Allah (hakikat-Nya), anak-anak-Nya meninggikan, memuliakan dan mengkokohkan takhta-Nya, tetapi Lusifer sebaliknya menemukan celah untuk bisa merebut takhta-Nya serta mencari kemuliaan bagi dirinya sendiri.
Memang hal ini tidak tertulis secara eksplisit (terang-terangan), tetapi inilah fakta yang bisa ditangkap secara logis yang bisa menjawab pertanyaan di atas (mengapa Allah tidak bisa segera membinasakan Iblis?). Dari menganalisa secara jujur, mendalam dan analitis atas tindakan-tindakan Allah yang ditulis dalam Alkitab, maka kita dapat memperoleh pemahaman yang tepat berkenaan dengan diri Allah dan hukum kehidupan ini.
Sangatlah logis kalau dipahami bahwa tidak mungkin Lusifer berani melawan Allah Bapa tanpa alasan atau dasar yang kuat. Ternyata Lusifer melihat celah peluang atau kemungkinan untuk bisa memenangi perlawanan terhada Allah, sebab Allah tidak bisa bertindak di luar hukum
keadilan-Nya. Lusifer mencoba mencari kesempatan untuk mendapat keuntungan dari realitas tersebut. Ia membawa dirinya dengan Allah pada suatu “pertarungan”. Lusifer “berjudi” dengan keputusannya sendiri.
“Mengapa Allah tidak bisa membinasakan Lusifer saat itu juga ketika ia memberontak? Sebab tindakan Lusifer belum bisa dikatakan salah, selama tidak ada verifikasi atau pembuktian bahwa Lusifer bersalah.”
Ia berharap bisa memperoleh apa yang diinginkan, yaitu mengangkat diri sebagai penguasa menyamai Allah. Itulah sebabnya dikatakan dalam Yehezkiel 28:16, bahwa ia berdagang. Berdagang artinya melakukan suatu usaha untuk memperoleh keuntungan tetapi masih bersifat “spekulatif” (untung-untungan). Di manapun, aktivitas perdagangan memiliki unsur spekulatif ini.
Mengapa Allah tidak bisa membinasakan Lusifer saat itu juga ketika ia memberontak? Sebab tindakan Lusifer belum bisa dikatakan salah, selama tidak ada verifikasi atau pembuktian bahwa Lusifer bersalah. Harus ada semacam “corpus delicti”. Istilah corpus delicti ini sebenarnya diambil dari istilah hukum, tetapi dibawa ke ranah teologi. Pertama yang menggunakan istilah ini adalah Dr. J. Verkuyl dalam bukunya Etika Kristen. Dalam tulisannya, Dr. I. Verkuyl menyatakan bahwa hukum Taurat adalah corpus delicti. Tanpa hukum Taurat maka pelanggaran tidak terbukti sebagai pelanggaran. Harus ada corpus delicti untuk membuktikan, suatu kesalahan.
Kalau merunut etimologi, maka kata corpus delicti berasal dari bahasa Latin. Corpus artinya tubuh atau badan, sedangkan delicti artinya pelanggaran. Secara sempit corpus delicti artinya bukti suatu kejahatan. Corpus delicti adalah fakta penting dalam dunia hukum, untuk menegakkan suatu keadilan, bahwa suatu tindakan seseorang tidak bisa dikatakan salah dan orang tersebut tidak bisa dihukum sebelum terbukti kesalahannya. Dengan demikian corpus delicti menunjuk fakta yang membuktikan bahwa suatu kesalahan atau kejahatan telah dilakukan.
Yehezkiel mencatat bahwa pada mulanya Lusifer tak bercela di dalam tingkah lakunya sejak hari penciptaannya, sampai terdapat kecurangan padanya. Ini jelas menunjukkan bahwa pada mulanya ia bukan makhluk yang rusak. Lusifer pada mulanya bukan ciptaan yang buruk. Allah tidak menciptakan makhluk yang buruk, jahat dan rusak. Itulah sebabnya pernyataan Tuhan Yesus dalam Yohanes 8:44 mengatakan bahwa ia adalah pembunuh sejak semula”, hal ini tidak boleh dimengerti secara salah. Pembunuh sejak semula maksudnya adalah membunuh kehidupan manusia itu Adam. Lusifer tidak diciptakan sebagai pembunuh, tetapi karena pilihannya, ia menjadi pemberontak dan menjadi pembunuh manusia juga. Dalam teks aslinya
ayat ini tertulis: ekeinos anthropoktonos en ap arkhe... (éKeIVOq dvepwnoxrévoc I'lv in' dpxm).
Pengertian ap arkhe (dm'&pxhq) tidak boleh dipahami sebagai sejak diciptakan ia sudah jahat. Jika demikian, maka ini merupakan tuduhan bahwa Allah jahat dengan menciptakan penjahat seperti Lusifer. Kata pembunuh dalam teks aslinya adalah anthropoktonos (depwnoxrdvoq), selain berarti pembunuh (murderer) bisa juga berani pembantai manusia (a man slayer). Iblis, yang tadinya adalah Lusifer, tidak diciptakan sebagai makhluk yang jahat, karena Penciptanya juga bukan pribadi yang jahat. Tetapi Lusifer diciptakan dalam keadaan bisa mengambil keputusan, apakah mau menjadi baik atau sebaliknya. Faktanya, ia memilih memberontak.
Kalimat “sampai terdapat” menunjukkan adanya perubahan (Yeh. 28:15). Dalam Yehezkiel 28:15 berkenaan dengan kalimat “sampai terdapat” kita temui kata matsa (N373), kata ini selain berarti menemukan atau ditemukan juga berarti mencapai (Ing. attain to). Hal ini menunjukkan adanya proses menuju suatu keadaan yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Kata matsa menunjukkan suatu kejadian baru yang berlangsung. Kalau oknum ini disebut sebagai “pembawa fajar” (‘10 @174), apakah ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa ia membawa sejarah baru dalam kehidupan makhluk surgawi di surga dan manusia di bumi?
Kata kecurangan dalam Yehezkiel 28:15 adalah awlata (nn'ny) yang artinya iniquity, unjust, wicked, unrighteousness (kejahatan, ketidakadilan), perverseness (sifat keras kepala). Kejahatan Lusifer ini berasal dari diri sendiri, dan karena memang diciptakan dengan kemungkinan demikian. Tetapi harus dicatat bahwa seharusnya ia bisa tidak berbuat demikian, sebab tidak mungkin Allah merancang Lusifer untuk memberontak. Allah tidak merancang Lusifer untuk memberontak. Demikian pula dengan malaikat-malaikat yang mengikuti jejak Lusifer. Mereka seharusnya tidak ikut memberontak. Kenyataannya, tidak semua malaikat memberontak, hanya sebagian yang menggunakan kehendak bebasnya untuk memberontak kepada Allah Bapa (Why. 12). Sama seperti Lusifer, terdapat juga malaikat yang keluar dari batas-batas kewewenangan atau wilayah hidupnya (Yud. 1:6), Dan bahwa Ia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, tetapi yang meninggalkan tempat kediaman mereka, dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman sampai penghakiman pada hari besar).
Lusifer pada mulanya berkeadaan tidak bercela. Ia dimateraikan dalam keadaan penuh hikmat dan kecantikan yang sempurna. Dalam terjemahan bahasa Inggris diterjemahkan: You had the seal of perfection, Full of wisdom and perfect in beauty. The zeal of perfection terjemahan dari khotem tokhm't (1173913 anin). Hal ini jelas sekali menunjukkan bahwa makhluk Lusifer ini diciptakan dalam keadaan yang sempurna. Selanjutnya disebutkan bahwa ia tidak bercela, yang berarti ia adalah makhluk yang sempurna, bukan seperti manusia yang telah jatuh dan rusak. Kata tidak bercela dalam teks aslinya adalah tamim (D’D 13 ) yang dapat diterjemahkan bukan saja without blemish, tetapi juga dapat diterjemahkan complete, full, perfect, without spot (lengkap, penuh, sempurna tanpa noda). Dalam Alkitab versi King James diterjemahkan dengan kalimat than was perfect in thy ways. Hal ini menunjukkan bahwa pada mulanya
Allah tidak menciptakan makhluk yang jahat, tetapi oleh kehendak bebasnya Lusifer memilih untuk mengambil jalannya sendiri yang bertentangan dengan kehendak Bapa.
“Dengan mencari keuntungan bagi diri sendiri tersebut maka lusifer menjadi Jahat. Lusifer tidak lagi mengabdi kepada Tuhan, sesuai dengan maksud dirinya diciptakan, tetapi berusaha mencari keuntungan sendiri dalam bentuk kemuliaan bagi dirinya sendiri”
Pada mulanya ia tidak bercela dan benar adanya dalam segala jalannya. Kata jalan dalam teks aslinya adalah derek ('n'-!). Kata derek bisa berarti sebuah jalan panjang (road) atau bisa berarti sebuah perjalanan panjang (journey). Dalam perjalanan sejarah hidup Lusifer, di kemudian waktu ia melakukan kecurangan. Kata kecurangan dalam teks aslinya adalah awla (n'zqy), yang juga berarti ketidakbenaran (unrighteousnesi). kesalahan (wrong), ketidakadilan (injustice), kejahatan (wickedness) dan kekerasan (violen). Kata-kata ini cukup mengartikan bahwa ia tidak melakukan apa yang sesuai dengan kehendak Allah. Ini berarti Lusifer memberontak kepada Allah, Penciptanya.
Upaya untuk menyamai Tuhan itulah yang dalam Yehezkiel 28:15 disebutkan sebagai “didapati kecurangan” (wickedness). Dia diciptakan untuk mengabdi, tetapi ternyata ia berdagang atau “trading" (Yeh. 28:16). Dalam teks aslinya kata “berdagang” terjemahan dari rekulotka (lbr. 333???), yang bisa diterjemahkan merchandise. Trading menunjuk tindakan mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Dengan mencari keuntungan bagi diri sendiri tersebut maka Lusifer menjadi jahat. Lusifer tidak lagi mengabdi kepada Tuhan, sesuai dengan maksud dirinya diciptakan, tetapi sebaliknya berusaha mencari keuntungan sendiri dalam bentuk kemuliaan bagi dirinya sendiri (Yeh. 28: 16).
Jelas sekali bahwa Lusifer adalah makhluk ciptaan yang seharusnya dibawahi atau didominasi oleh Allah ini mencoba untuk menolak hidup dalam kedaulatan dan kekuasaan Allah. Ia ingin berdaulat sendiri
Tindakan Lusifer tersebut merupakan bentuk kesombongan yang ditentang oleh Allah. Dalam hal ini kita temukan bahwa sebenarnya maksud Tuhan menciptakan Lusifer dan para malaikat adalah untuk melayani diri-Nya. bukan diri mereka sendiri. Tetapi mereka memberontak dengan membangun kerajaan sendiri untuk memperoleh kemuliaan bagi diri mereka sendiri. Hal ini memberi pelayaran yang sangat berharga bagi kita. bahwa seseorang yang berusaha melakukan segala sesuatu bagi dirinya sendiri adalah seorang pemberontak. Allah menentang orang sombong (lPtr. 5:5).
Apa yang dikemukakan dalam Yehezkiel 28:15-16 sama dengan yang dikemukakan Yesaya 14:13-14. Engkau yang tadinya berkaita dalam hatimu: Aku hendak naik ke Iangit, aku hendak mendirikan tahtaku mengatasi bintang-bintang Allah dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan jauh di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi etinggian awan-awan hendak menyamai Yang Mahatinggi.
Jelas sekali bahwa Lusifer adalah makhluk ciptaan yang seharusnya dibawahi atau didominasi oleh Allah ini mencoba untuk menolak hidup dalam kedaulatan dan kekuasaan Allah. Ia ingin berdaulat sendiri. Hal ini nampak dalam tulisan Yesaya, bahwa ia mau mendirikan takhtanya sendiri. Kata mendirikan (takhta) dalam teks aslinya adalah “arim” (1318) yang lebih berarti menaikkan ke atas, Dalam bahasa Inggris kata ini diterjemahkan exalt atau lift up.
Sikap menyamai Tuhan atau menempatkan diri sebagai Tuhan nampak dalam tulisan Yesaya 14:13-14, bahwa ia akan duduk di atas bukit pertemuan. Bukit pertemuan dalam teks aslinya adalah moed (133113), yang dapat diterjemahkan sebagai appoin ted place atau sacred season (tempat yang ditunjuk atau ditentukan dan waktu yang kudus). Kata yang sama ditemukan dalam 2 Tawarikh 8:13 yaitu kata moadot (11ng113). Kata ini menunjuk hari raya di mana bangsa Israel mengadakan hari rayanya bagi atau di hadapan Allah. Di sini Lusifer mau menduduki tempat yang diduduki oleh Allah.
Lusifer bukan tidak memiliki takhta. Allah telah menempatkannya di suatu posisi tertentu. ia sudah memiliki tempat yang sama dengan tahtahnya sendiri (tentu di bawah kedaulatan dan kekusaan takhta Allah). Tetapi Lusifer mau menaikkan ke atas. Rupanya ia mau berdaulat sendiri, sama seperti Allah berdaulat. Dalam hal ini Lusifer keluar dari batas-batas kekuasaannya. Lusifer mau mengatasi bintang-bintang Allah. Kata mengatasi dalam teks aslinya adalah maal (by); ), yang berarti lebih tinggi atau di bagian atas. Sedangkan bintang-bintag Allah (the stars of God) menunjuk malaikat atau oknum-oknum yang juga diberi kekuasaan. Kata bintang dalam teks aslinya adalah kokhav (21913). Terdapat catatan bahwa kata ini adalah kata yang tidak biasa digunakan (unusual word). Kokhav memiliki beberapa pengertian antara lain: bintang, yang diurapi dan saudara laki-laki. Dengan demikian kata kokhav ini bisa berarti makhluk-makhluk surgawi. Makhluk surgawi bisa menunjuk kepada para malaikat dan penghulu-penguhulunya.
Dikatakan juga bahwa Lusifer mau naik ke langit, artinya ia melanggar batas wilayah di mana ia ditempatkan. Kata naik dalam teks aslinya adalah ‘lh (715),). Kata ‘lh ini juga memiliki pengertian mendaki. Langit yang didaki adalah shamayim (BUM? ). Timbul pertanyaan: Apakah Lusifer tidak di surga pada waktu itu? Tentu pada waktu itu ia di surga, tetapi harus dipahami bahwa surga pun memiliki tingkatan. Maksudnya naik ke langit adalah Lusifer menginginkan tempat atau kedudukan yang lebih tinggi. Lebih tinggi dari bintang-bintang Allah. Hal ini memberi kesan bahwa Lusifer tidak mau dibawahi, tetapi ia mau membawahi bintang tanpa harus ada di kedaulatan siapapun. Lusifer mau menjadi kepala pemerintahan. Itulah sebabnya ia ingin menaikkan takhtanya.
Lusifer mau menyamai yang Mahatinggi. Kata menyamai dalam teks aslinya adalah damak (71731), yang lebih berarti sama (like) dalam posisi atau kedudukan. Dalam salah satu terjemahan bahasa Inggris diterjemahkan I will be like the most High. Dari hal ini kita bisa memahami mengapa ia membujuk manusia pertama untuk menjadi sama seperti Allah. Bujukan Iblis membawa manusia berpikir bahwa dirinya tidak perlu dibawahi oleh Tuhan atau ada dalam kedaulatan Allah.
Sama dengan penciptaan manusia. Manusia diciptakan untuk mengabdi kepada Tuhan, hidup sebagai sekutu Tuhan dan mengabdi kepada-Nya. Tetapi manusia memberontak mengikuti jejak Setan, menolak mengabdi kepada Tuhan. Sebagai Akibatnya, manusia telah kehilangan maksud dan tujuan dirinya diciptakan
Terkait dengan hal di atas ini perlu diketahui, bahwa sebenarnya Iblis atau Lusifer bukan bermaksud mau pergi ke neraka dan mengajak makhluk ciptaan Allah lainnya untuk bersama dengan dirinya, baik malaikat dan manusia, ke neraka. Lusifer sendiri juga tidak mau masuk neraka. Ia mau memiliki “surga” di mana ia bisa menggelar pemerintahannya. Tetapi ia gagal, ia tidak mungkin bisa keluar dari kodratnya sebagai makhluk ciptaan yang harus mengabdi kepada penciptanya.
Sama dengan penciptaan manusia. Manusia diciptakan untuk mengabdi kepada Tuhan, hidup sebagai sekutu Tuhan dan mengabdi kepada-Nya. Tetapi manusia memberontak mengikuti jejak Setan, menolak mengabdi kepada Tuhan. Sebagai Akibatnya, manusia telah kehilangan maksud dan tujuan dirinya diciptakan Tuhan. Keselamatan dalam Yesus Kristus, hendaknya tidak Saja menjadikan kita berstatus anak Tuhan, tetapi terutama menjadi pribadi yang melayani Bapa, Allah semesta alam yang menciptakan kita semua.
Alkitab mengatakan bahwa Lusifer melanggar kekudusan tempat kudusnya (Yeh. 26:18). Kata tempat kudus dalam teks ini dapat diterjemahkan the places of worship (Ibr. miqdash). Kata miqdash dapat diterjemahkan chapel. Chapel menunjuk untuk tempat ibadah. Seharusnya Lusifer tidak melampaui batas wilayah yang dipatok Tuhan baginya, tetapi ia melanggar batas kekuasaannya, sehingga ia dihukum. Lusifer juga menyeret malaikat-malaikat untuk memberontak kepada Allah.
Dan bahwa Ia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, tetapi yang meninggalkan tempat kediaman mereka, dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman sampai penghakiman pada hari besar (Yud. 6). Sebagai akibat pemberontakannya, ia dibuang ke dalam gua-gua yang gelap.
Lusifer menjadikan tempat di mana ia menyembah Tuhan sebagai sarana untuk mencari pujian dan penyembahan untuk dirinya sendiri. Dalam kitab Wahyu pemberontakan bintang timur ini disinggung dalam Wahyu 12:3-4 (Maka tampaklah suatu tanda yang lain di langit dan lihatlah, seekor naga merah padam yang besar, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan diatas kepalanya ada tujuh mahkota. Dan ekornya menyeret sepertiga dari bintang-bintang di langit dan melemparkannya keatas bumi. Dan naga itu berdiri di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, untuk menelan Anaknya, segera sesudah perempuan itu melahirkan-Nya). Apa yang dikemukakan dalam perikop ini hendak membuka tabir pemberontakan yang terjadi di kediaman para malaikat kudus di surga dan kediaman Allah.
Dalam Wahyu 12:3-4 jelas sekali dikatakan bahwa “naga besar” itu adalah Setan itu sendiri. Hal ini dapat dijumpai dalam Wahyu 12:9, Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya. Sedangkan bintang-bintang yang diseret tidak lain adalah makhluk surgawi, yaitu para malaikat dan penghulu-penghulunya. Itulah sebabnya timbul peperangan di surga, Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu dibantu oleh malaikat-malaikatnya (Why. 12:7).
4. AGENDA ALLAH DALAM PENCIPTAAN MANUSIA
KETIKA IBLIS memberontak melawan Allah, Allah tidak seketika bisa membinasakannya. Ada “rule” atau hukum tau aturan untuk bisa menunjukkan bahwa Iblis bersalah dan pantas dihukum. Rupanya pada waktu itu belum ada pembuktian bahwa tindakan Iblis bersalah dan patut dihukum, sebab jika pada Waktu itu sudah bisa terbukti Iblis bersalah, niscaya Iblis sudah dihukum. Bagaimana membuktikan bahwa Iblis bersalah? Jawaban Yang paling logis adalah Allah harus menciptakan makhluk yang melakukan kehendak-Nya , menjadi makhluk seperti yang dikehendaki-Nya atau yang dirancang-Nya. Untuk ini Allah melahirkan atau menciptakan anak-Nya yang lain, yaitu Adam.
Kesalahan Iblis bukan kesalahan yang hanya menyangkut tindakan yang nampak, tetapi terutama dari sikap hati yang ingin menyamai Allah. Dalam Alkitab kita tidak menemukan bentuk konkret pemberontakan secara fisik. Pada dasarnya Lusifer tidak menempatkan diri sebagai ciptaan yang harus hidup dalam ketaatan kepada Allah, secara mutlak dan total dari sikap batin sampai tindakan luarnya Dengan tindakan hendak menyamai Tuhan tersebut, Lusifer bersikap tidak menghormati Allah. Manusia yang diciptakan ini diharapkan dapat menampilkan suatu kehidupan yang bersekutu dengan Bapa, taat, menghormati, memuliakan Allah dan meninggikan Allah Bapa serta mengabdi dan melayani-Nya secara pantas. Manusia harus menampilkan diri sebagai makhluk ciptaan yang berlaku benar sebagai ciptaan; diciptakan hanya untuk mengabdi dan melayani Penciptanya. Hal tersebut dapat menjadi bukti terhadap kesalahan Lusifer sehingga ia bisa dihukum. Inilah rule of the game-nya.
Kalau ada pertanyaan mengapa bukan malaikat lain yang tidak jatuh untuk membuktikan kesalahan Lusifer, mengapa harus manusia sehingga Allah harus menciptakan makhluk ini? awabnya adalah bahwa Lusifer bukanlah malaikat tetapi anak Allah yang diciptakan secara khusus untuk tugas-tugas istimewa seperrti yang telah dijelaskan pada bab terdahulu. Iblis bukan hanya berbentuk roh yang melayani. Iblis memiliki keberadaan yang istimewa yang juga bisa berbentuk fisik. Itulah sebabnya Allah harus menciptakan anak-Nya yang lain yang memiliki keberadaan serupa (Yeh. 28:12-19).
Ternyata Allah mencptakan manusia bukan sekadar ingin memiliki makhluk yang segambar dengan diri-Nya ditempatkan dalam sebuah taman untuk mengelolanya. tentu tidak sesederhana itu. Ada rancangan atau agenda yang lebih besar dari hal tersebut. Ternyata manusia diciptakan untuk menggenapi rencana Bapa yaitu mengalahkan Iblis dengan membuktikan bahwa ia bersalah (sebagai corpus delicti). Itulah sebabnya bahan dasar yang dimiliki manusia pada hakikatnya adalah dari dalam Allah sendiri, yaitu melalui hembusan nafas-Nya (roh manusia). Manusia diciptakan segambar dan serupa dengan diri-Nya sendiri. Sangat luar biasa. Hal itu dilakukan Bapa agar manusia bisa mengalahkan Lusifer yang jatuh tersebut. Di sini manusia menjadi alat dalam tangan Tuhan untuk mengakhiri sepak terjang Lusifer.
Ternyata manusia diciptakan untuk menggenapi rencana Bapa yaitu mengalahkan Iblis dengan membuktikan bahwa ia bersalah (sebagai corpus delicti).
Dalam teks ini nampak sekali mandat untuk berperang melawan musuh Allah dan mengalahkannya. Beranak cucu (le “$; pera) dan bertambah banyak (lbr. nm; urevu) dimaksudkan agar yang berhak mewarisi Kerajaan-Nya adalah manusia. Allah hendak menggantikan posisi Lusifer dengan manusia. Penuhi bumi dalam teks aslinya adalah umil’u (Ibn 1N'?D1). Kata ini selain berarti mengiSi atau memenuhi (tajil! befull) juga bisa berarti menyelesaikan (accomplish; b. at end) dan juga berarti menguduskan (consecrate). Bumi harus dipenuhi oleh keturunan Adam dan menyingkirkan makhluk lain yang membuat tidak kudus. Kata “taklukkan” dalam teks lbraninya adalah wekivshuha (33an dari akar kata kavash (PJIJ). Kata ini bukan hanya berarti menaklukkan (to conquer). tetapi juga menguasai dan memperbudak (bring into bondage, force, keep under, subdue, bring into subjection). Dan manusia harus berkuasa atas makhluk ciptaan. Ini berarti manusia dijadikan raja oleh Allah. Manusia dikehendaki menjadi tuan bagi kemuliaan Allah. Kata berkuasa dalam teks aslinya adalah uredu (TIT!) dari akar kata radah (7111), artinya memerintah (come to, make to have dominion prevail against, reign, (bear, make to) rule, take).
Dari penjelasan di atas ini yang penting yang hendak dikemukakan adalah, bahwa manusia harus menghadapi segala rintangan kehidupan. Bukan hanya yang material tetapi juga yang non material. Justru yang non material inilah yang lebih berat, yaitu Lusifer dengan malaikat-malaikat yang jatuh (Yes. 14:12: Yeh. 28:18). Di bumi ini manusia harus bisa mengalahkan atau menaklukkannya.
Dalam perjalanan sejarah kehidupan, ternyata manusia gagal memenangkan pergumulan melawan Lusifer. Manusia malah mengikuti jejak atau jalan Lusifer, manusia juga ingin menjadi seperti Allah. Ada sebagian jejak Iblis yang ditularkan kepada manusia (Kej. 3). Hal inilah yang membuat manusia tidak bisa lagi mencapai kesucian Allah. Manusia telah kehilangan kemuliaan Allah. Manusia pertama gagal menggenapi rencana Allah.
Untuk membuktikan kesalahan Lusifer agar ia pantas dihukum; harus ada mahkluk yang diciptakan oleh Allah yang memiliki segambaran dengan Allah yang bisa hidup dalam persekutuan dengan Allah. Mahkluk yang diciptakan untuk membuktikan kesalahan Lusifer yang jatuh tersebut adalah manusia. Dengan demikian sejatinya Adam di taman Eden bukan hanya dididik untuk bisa taat, tetapi bisa mencapai suatu persekutuan yang ideal dengan Allah untuk membuktikan bahwa Lusifer bersalah dan pantas dihukum.
Kegagalan manusia pertama menyisakan persoalan, siapakah yang dapat mengalahkan Iblis atau membuktikan bahwa Iblis bersalah dan pantas untuk dihukum? Tidak ada jalan lain, kecuali Anak Tunggal yang bersama-sama dengan Bapa. Anak Tunggal Bapa harus turun ke bumi menjadi manusia (Adam terakhir), di mana dalam segala halnya Ia disamakan dengan manusia (Ibr. 2:17). Allah Anak menjadi manusia untuk membuktikan bahwa ada pribadi yang bisa taat tanpa syarat kepada Bapa dan mengabdi sepenuhnya (Flp. 2:5-11; Yoh. 4:34). Hal ini akan membuktikan bahwa tindakan Iblis salah dan patut dihukum.
5. AGENDA ALLAH DI BALIK PERJALANAN WAKTU
HAL DAHSYAT yang tidak pernah diperhatikan oleh banyak orang adalah Allah menciptakan waktu. Benda-benda penerang yang Allah ciptakan bukan hanya berfungsi sebagai penerang, tetapi juga berfungsi “menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap, hari-hari dan tahun-tahun”. Hal ini menunjukkan adanya realitas perjalanan waktu.
Jadi seandainya tidak ada matahari apakah bumi tidak ada terang, tentu tetap ada terang sebab Tuhan bisa menciptakan terang dari sumber lain selain matahari. Harus diingat bahwa sebelum Tuhan menciptakan matahari dan sarana penerang lainnya, Tuhan sudah menciptakan “fakta terang” itu (Kej. 1:3). Kalau Tuhan menaruh matahari ternyata mempunyai fungsi penting lain, yaitu menunjukkan masa-masa yang tetap, hari-hari dan tahun-tahun. Tuhan menciptakan benda-benda penerang untuk realitas adanya perjalanan waktu. Dalam hal ini jelas ada sesuatu yang Tuhan hendak kerjakan melalui penetapan masa atau adanya realitas perjalanan waktu tersebut.
Perjalanan waktu diadakan seiring dengan diciptakannya manusia, yaitu makhluk-makhluk yang memiliki keadaan kekal, tetapi juga fana. Kekal rohnya, tetapi fisiknya bisa fana yaitu bila tidak hidup dalam ketaatan kepada Bapa. Fakta ini membawa manusia kepada sebuah “pergulatan hebat”. Dunia ternyata menjadi tempat seleksi siapakah makhluk-makhluk yang akan menjadi sekutu Tuhan dalam kemuliaan abadi atau sekutu Iblis dalam kengerian abadi. Manusia diperhadapkan kepada pilihan untuk taat kepada Bapa atau memberontak seperti Lusifer. Bila manusia taat kepada Bapa, maka manusia menjadi anak-anak Bapa di keabadian. Dengan ketaatan tersebut manusia juga bisa membuktikan bahwa Iblis bersalah, sebab sebelum ada pribadi yang bisa taat, maka kesalahan Iblis belum terbukti. Adamlah yang menerima mandat ini; mengalahkan Iblis.
Dari “keadaan tidak berwaktu”, Iblis dimasukkan ke dalam “keadaan yang berwaktu”. Cara inilah yang dipakai Allah Bapa untuk membinasakan dan menghukum Iblis.
Dari surga yang tidak terikat waktu dibawa ke dalam dunia yang ada dalam perjalanan waktu. Tentu perjalanan waktu ini akan berakhir. Dan akhir perjalanan waktu ini merupakan akhir dari perjalanan petualangan Lusifer dan para malaikatnya. Dengan demikian dapat disimpulkan lagi lebih tegas bahwa diciptakannya perjalanan waktu adalah untuk membinasakan Iblis dan mem persiakan pengganti Lusifer yang jatuh, yaitu pejabat-pejabaat yang akan memerintah di Kerajaan Bapa.
Kalau Tuhan menciptakan perjalanan waktu hal ini bisa mengisyaratkan bahwa Tuhan memberi waktu kepada manusia untuk melakukan tugas dari Allah dan menyelesaikannya. Tidak mungkin Peralanan waktu tidak memiliki makna penting pada zaman sebelum manusia jatuh dalam dosa. Perjalanan waktu juga memiliki arti atau makna yang penting bagi Tuhan maupun bagi manusia sebelum manusia jatuh dalam dosa. Logisnya, bisa terjadi ada jangka waktu yang ditentukan Allah bagi manusia untuk membuktikan bahwa Iblis bersalah.
Perjalanan waktu juga bisa mengisyaratkan adanya batas waktu yang disediakan untuk suatu tugas tertentu. Harus diingat bahwa Sabat telah diciptakan Tuhan sebelum manusia jatuh dalam dosa. Ini berarti Adam dan Hawa harus tertib dan ketat memerhatikan perjalanan hari, sebab pada hari ketujuh mereka harus berhenti bekerja atau beristirahat. Jadi Allah juga dengan tertib bergaul dengan manusia dalam perjalanan waktu yang bergulir. Hal ini dikemukakan oleh Pengkhotbah dengan kalimat “segala sesuatu ada masanya” (Ing. There is a timefor everything, and a season for every activity under heaven).
Mengenai waktu yang dijelaskan diatas, memang tidak tersurat secara tegas dan eksplisit, tetapi bila dianalisa secara teliti hal ini sangat logis untuk dimengerti dan diterima. Implikasi dari penjelasan ini adalah bahwa sekarang ini manusia juga menghadapi realitas limitasi Waktu yang diberikan oleh Tuhan kepada masing-masing individu. Kalau dalam kurun waktu yang tersedia, apabila manusia tidak mencapai apa yang dikehendaki oleh Allah, masing-masing harus memikul resikonya. Adam telah bertindak di luar jadwal Allah, ia ingin segera seperti Allah sesuai dengan jadwalnya sendiri. Padahal, tentu Tuhan menghendaki agar manusia menerima pengertian mengenai kebenaran dari sumber yang benar, yaitu dari Allah sesuai dengan jadwal-Nya.
Harus ditegaskan pandangan di atas ini hendaknya tidak menjadi suatu pandangan yang dianggap final, yang lebih final adalah bahwa kejatuhan manusia ke dalam dosa sehingga kehilangan kemuliaan Allah adalah perjalanan waktu yang membawa manusia kepada keadaan yang tidak bisa diperbaiki. Jika kemungkinan kedua ini terjadi, maka waktu bukanlah masalah dan tidak menentukan. Jadi, yang menjadi masalah adalah keadaan (state) di mana manusia pada suatu level yang tidak dapat berbalik menjadi baik atau diperbaiki lagi. Pada prinsipnya kejatuhan manusia ke dalam dosa adalah karena Adam lebih mengisi pikirannya dengan suara yang bukan berasal dari Allah. Inilah yang membawa diri manusia kepada dosa atau kemelesetan, sampai manusia tidak mampu mencapai standar kesucian yang Allah kehendaki.
6. MAKNA BUAH DUA POHON DI TENGAH DI EDEN
Berbicara mengenai mitos dalam pengertian umum adalah cerita atau dongeng yang tidak faktual, artinya bukan suatu kejadian yang sebenarnya. Biasanya berbicara mengenai mitos asumsi orang sudah negatif, sebab dikaitkan dengan dongeng-dongeng masyarakat kuno Yang tidak berlogika secara sehat. Mitos selalu dikaitkan dengan hal-hal yang tidak logis, mistik dan okultisme. Inilah pengertian mitos secara umum.
“Sebenarnya kata mitos juga memiliki pengertian yang lain, yaitu suatu cara untuk menjelaskan suatu kebenaran yang tidak bisa dijelaskan apa adanya berhubung keterbatasan si penerima kebenaran atau karena faktor-faktor lain.”
Sebenarnya kata Initus Juga memiliki pengertian yang lain. yaitu suatu cara untuk menjelaskan suat u kebenaran yang tidak bisa dijelaskan apa adanya berhubung keterbatasan al penerima kebenaran atau karena faktur faktur lain. ini pengertian mitos secara khusus yang digunakan untuk memahami Alkitab, khususnya kitab Kejadian. Seperti seorang anak umur 5 tahun bertanya: Dari mana adiknya berasal? Orang tua akan memberi berbagai jawaban yang "tidak apa adanya”. Orang tua harus menjelaskan dengan cara lain yang bisa dimengerti dan diterima oleh anak-anak. Ada orang tua yang menjawab membeli di rumah sakit, dibawa burung dari langit atau Tuhan yang mengirim ke rumah. ]awaban-jawaban ini bisa disebut mitos dalam pengertian yang kedua; mitos secara khusus. ]awaban-jawaban tersebut tidak bermaksud untuk berdusta, tetapi menjelaskan suatu fakta dengan cara atau isi yang berbeda atau “tidak apa adanya”. Tetapi yang penting maknanya bisa ditangkap. Hal ini dilakukan mengingat ketidakmampuan pikiran si penerima untuk menangkap dan memahami hal tersebut.
Dalam kitab Kejadian, kisah Adam dan Hawa, bila diterima dan dipahami secara harafiah, maka Alkitab menjadi buku mitos dalam pengertian umum. Itu berarti Alkitab menjadi buku yang berkualitas rendah. sama dengan buku yang memuat dongeng-dongeng dari agamaagama primitif. Tetapi sebenarnya sangatlah lebih mungkin kalau kisah Adam dan Hawa adalah mitos dalam pengertian kedua yaitu suatu cara untuk menjelaskan suatu kebenaran yang tidak bisa dijelaskan apa adanya berhubung keterbatasan si penerima atau karena banyak faktor. Kalau hal ini sukar atau tidak bisa diterima, tentu tidak perlu dipaksakan, sebab selama ini semua orang Kristen atau hampir semua orang Kristen menerima dan memahami kisah Adam dan Hawa secara harafiah. Mereka berpikir sangat sederhana, bahwa karena Adam makan buah yang dilarang Tuhan untuk dikonsumsi secara fisik dan harafiah, maka mereka jatuh dalam dosa dan menjadi rusak. Sejauh ini, hanya Kejadian 1 dan 2 yang dikemukakan oleh Tuhan dengan cara figuratif. Sedangkan kisah lain bukanlah figuratif Magi nyata, harafiah dan terverifikasi secara historis.
Pada mulanya kitab Kejadian ditulis oleh Musa sekitar tahun 1440 sebelum Masehi yaitu ketika bangsa Israel keluar dari Man Sulitlah menjelaskan suatu kebenaran sesuai fakta “apa adanya” kepada suatu bangsa yang selama 430 tahun tertindas sebagai budak di Mesir. Itulah sebabnya Tuhan dalam kebijaksanaanNya yang luar biasa menggunakan cara lain untuk menjelaskan suatu kebenaran kepada bangsa primitif yang kurang beradab dan berbudaya tersebut. Inilah cara mitos pengertian kedua. jika tidak demikian, mereka tidak memahami pesan dan makna 4 Yang hendak disampaikan Tuhan kepada mereka. Mereka memahami kisah Adam dan Hawa secara praktis dan sederhana. bahwa Tuhan memberikan kehendak bebas untuk mengambil keputusan. yaitu ketaatan yang bisa mendatangkan berkat sedangkan ketidaktaatan mendatangkan kutuk.
Kisah itu sendiri memiliki fleksibilitas dan dinamisitas Yang luar biasa untuk dipahami maknanya. Akhirnya yang penting bukan kisah itu sendiri, tetapi maknanya untuk kita. Tentu hal ini tidak perlu diperdebatkan tajam sehingga memecah belah persekutuan kita. Kalau seseorang masih menerima Kejadian 1 dan 2 secara harafiah kita menghargainya dan tidak memperdebatkannya. Orang Kristen Yang belum dewasa dan tidak bertumbuh menjadi cerdas menerima kisah Adam dan Hawa seperti anak-anak Sekolah Minggu dengan pemikiran yang sangat terbatas dangkal dan berbau mitos secara umum. Tetapi kalau kita bertumbuh dewasa dan menjadi cerdas, maka kita dapat memahami kisah Adam dan Hawa dengan pemikiran yang mendalam, cerdas dan tepat. Kalau kisah tersebut dipahami secara harafiah, maka implementasi dan aplikasinya tidak mendalam dan kuat dibanding kalau kisah tersebut dipahami tidak secara harafiah.
MAKNA BUAH DUA POHON DI TENGAH EDEN
Dalam Kejadian 2:9 tertulis: Lalu TUHAN Allah menambahkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Dari catatan tersebut dapat diperoleh fakta bahwa dalam taman Eden terdapat 3 jenis buah, yaitu: pertama, buah dari berbagai pohon yang baik untuk dimakan guna pemenuhan kebutuhan jasmani, kedua adalah pohon kehidupan dan buah yang ketiga adalah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.
Dalam ayat tersebut terdapat dua kalimat. Pertama, lalu TUHAN Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi: yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; Kalimat kedua adalah dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Dalam teks aslinya kedua kalimat tersebut dipisahkan oleh kata “dan” yang dalam bahasa Ibrani waw (1), yang mengesankan bahwa buah yang pertama adalah buah yang berbeda jenisnya dengan buah yang kedua dan ketiga. Terkait dengan hal ini ada hal yang patut mendapat perhatian kita, bahwa semua pohon yang baik untuk dimakan (buah yang pertama) ditumbuhkan dari tanah. Penulis kitab Kejadian tidak menggunakan kata bumi, yang dalam bahasa Ibrani erets (vw), tetapi menggunakan kata tanah yang dalam bahasa Ibraninya adalah adamah (DUI N). Kata adamah juga digunakan untuk menjadi bahan tubuh manusia (Kej. 2:7). Kata adamah lebih tepat diterjemahkan ground atau c115; (tanah atau debu) atau soil (tanah liat). Hal ini hendak menegaskan bahwa untuk makanan fisik menggunakan adamah, hal ini sinkron dengan tubuh manuisia yang dibuat dari debu tanah; dalam bahasa Ibraninya afar min ha adamah (ma'! N0 ']D 19 ).
Buah yang tumbuh dari adamah adalah buah yang dikonsumsi untuk tubuh manusia. Tetapi buah dari pohon kehidupan dan pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat bukanlah buah yang dikonsumsi untuk fisik, tetapi untuk dikonsumsi jiwa atau pikiran. Buah ini sebenarnya sebuah figuratif, menunjuk pada pengaruh jahat Lusifer yang jatuh. Buah tentang pengetahuan yang baik dan jahat adalah suara bukan dari Allah. Terkait dengan hal ini Paulus menyingkapkan rahasia dua pohon di tengah taman tersebut dengan tulisannya: Sebab aku cemburu kepada kamu dengan cemburu ilahi. Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus. Tetapi aku takut, kalau-kalau PIKIRAN KAMU DISESATKAN dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti HAWA DIPERDAYAKAN oleh ular itu dengan kelicikannya (2Kor. 11:2-4).
Bisa saja orang berpikir bahwa penyesatan di sini maksudnya adalah Adam dan Hawa terbujuk makan buah yang dilarang Tuhan tersebut. Logikanya sangatlah dangkal kalau penyesatan hanya sedemikian sederhana. Kalau secara harafiah lebih tepat menggunakan kata penipuan atau bujukan yang salah. Tetapi kalau berbicara mengenai penyesatan, hal ini menunjuk kepada pemahaman dalam pikiran yang bertalian dengan proses yang tidak singkat. Jadi, sangatlah cerdas dan logis kalau pohon kehidupan adalah bentuk figuratif.
Kalau kisah Adam dan Hawa tidak dipahami secara benar, maka kisah Adam dan Adam dan Hawa adalah dongeng yang berunsur mitos dalam pengertian umum. Bagaimana mungkin makan buah mengakibatkan pikirannya yang terbuka? (Kej. 3:7). Logisnya kalau makan buah tentu perut yang menjadi kenyang, bukan pikiran yang diisi. Ada sangat banyak pohon buah-buahan yang bisa berjumlah puluhan ribu sampai ratusan ribu jenis bahkan jutaan, tetapi tidak perlu disebutkn namanya. Mereka dikelompokkan pada buah yang dimakan untuk fisik, tetapi dua buah yang terletak di tengah taman tersebut perlu disebutkan namanya, sebab jenisnya berbeda dari buah secara harafiah.
Dalam hal ini buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat sebenarnya adalah figuratif (Ing. the tree of knowledge of good and evil, Ibr. we’ets hadda’ath tov wara”; 5’11 310 nm TJ Y))"; ). Namanya saja sudah mengisyaratkan sesuatu atau mengandung pesan. Kenapa tidak disebut misalnya buah pir, apel atau rambutan? Sebagai perbandingan, seandainya ada buah yang dinamai “bangun terlampau pagi bisa masih mengantuk”, pasti ini maksudnya kurang tidur, karenanya jangan kurang tidur. Juga pohon kehidupan (Ing. the tree of life; Ibr. we’ets hakhayim; D'?!) u'J Y))! ).
Demikianlah bahwa dua buah pohon yang ada di tengah taman, yaitu pohon kehidupan dan pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat, tentu bukan buah untuk makanan atau konsumsi fisik tetapi jiwa. Manusia diperhadapkan pada pilihan, apakah mengisi pikirannya dengan kebenaran sehingga bisa mengerti kehendak Allah dengan sempurna atau mengisi pikiran dengan filosofi yang tidak berstandar kebenaran Allah yang sempurna sehigga memiliki pengertian (understanding) yang mengakibatkan manusia tidak bisa mencapai kesucian Allah.
Kita tidak tahu berapa lama selang waktu antara makan “buah” yang dilarang tersebut, artinya mengkonsumsi sesuatu yang tidak berstandar kebenaran, Allah sampai “matanya terbuka menyadari ketelanjangan mereka” (Kej. 3). Buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat menunjuk kepada “filosofi” yang bertentangan dengan kebenaran Allah. Jika dikonsumsi maka mata terbuka, ini berarti “pola berpikir atau pengertian” menjadi salah yang mengakibatkan manusia tidak mampu memahami kehendak Allah, yaitu apa yang baik, yang berkenan dan yang sempurna. Ini sama artinya manusia tidak bisa mencapai level sebagai corpus delicti.
Sebagai ilustrasi, sama seperti anak-anak usia di bawah 3 tahun tidak malu mandi bersama bertelanjang dengan lawan jenisnya, tetapi ketika sudah menginjak usia di atas tujuh tahun sudah mulai malu. Mengapa? Sebab di dalam dirinya terdapat pengertian-pengertian yang membuat dirinya menjadi malu. Alkitab juga menggunakan ilustrasi ini, yaitu Adam dan Hawa sadar mereka telanjang (Kej. 3:7). Ini berarti ada sesuatu dikonsumsi di dalam pikiran mereka yang membuat cara berfikir mereka berubah.
Tentu saja penyesatan pikiran bisa terjadi melalui suatu proses Panjang, demikian pula dengan proses kejatuhan Adam. Seperti yang dikatakan oleh Paulus dalam suratnya bahwa ia takut kalau-kalau pikiran orang percaya disesatkan dari kesetiaan yang sejati kepada Kristus sama seperti Hawa diperdaya oleh ular (2Kor. 11:2-4). Manusia diperdaya melalui pikirannya atau pikirannya disesatkan. Hal ini membuka rahasia mengenai fragmen di taman Eden, bahwa sejatinya pergumulan manusia pertama adalah pergumulan dalam pikirannya.
Penyesatan pikiran tentu terjadi melalui perjalanan waktu yang tidak singkat. Hal ini bisa dipahami kalau kita memandang kisah mengenai Adam dan Hawa dengan kaca mata dewasa,
artinya memahami buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat serta buah kehidupnan sebagai konsumsi bukan untuk fisik tetapi jiwa. Dalam hal ini manusia diperhadapkan, apakah mengkonsumsi kebenaran yang berasal dari Allah atau suara yang berasal dari sumber lain.
Implikasinya bagi kita hari ini adalah, bahwa perjalanan Waktu seperti sebuah arena, dimana kita diperhadapkan kepada lawan yang harus kita kalahkan atau kita yang kalah. Peperangan itu merupakan sebuah kompetisi (persaingan), antara Tuhan dan kuasa jahat. Penerangan itu dimulai dari pikiran. Siapa yang paling banyak mewarnai pikiran kita, dialah pemenangnya. Apakah seseorang memberi peluang Tuhan sebagai pemenang untuk memiliki kehidupan ini atau kuasa lain yang memilikinya. Kalau kita member diri untuk dimiliki oleh Tuhan, berarti kita harus mengisi pikiran dengan kebenaran Firman Tuhan sehingga kita mengerti kehendak Allah. Ini adalah prestasi yang baik untuk kekekalan. Dalam hal ini waktu adalah anugerah, modal kehidupan untuk mencapai prestasi rohani yang memiliki nilai kekal.
Allah masuk dalam arena perjalanan waktu bersama dengan manusia, untuk itu manusia juga harus serius memerhatikan dan menghargai waktu yang diciptakan Tuhan tersebut di mana manusia hidup di dalamnya. Tentu Allah hadir di Eden bersama dengan Adam dan Hawa untuk mengajar mereka kebenaran melalui Roh-Nya. Tetapi Roh Allah undur ketika anak-anak Allah ( keturunan Set yang masih dipimpin oleh Roh-Nya) melakukan kawin campur dengan anak-anak manusia, yaitu keturunan kain (kej.6:1-4).
Ular yang adalah personifikasi dari Lusifer menawarkan pengetahuan apa yang baik dan yang jahat “menurut versinya”. Ular berkata: ”Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui; bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” (Kej 3:5). Manusia terkecoh oleh ular, dari pernyataan ular seakan-akan Allah menyembunikan suatu rahasia kepada manusia karena takut disaingi. Kecurigaan inilah yang mengerakkan manusia memilih yang lain bukan kebenaran yang disediakan Allah.
Allah bukan tidak ingin manusia pertama tersebut mengerti apa yang baik dan jahat. Allah menghendaki agar manusia memiliki pengertian mengenai apa yang baik dan yang jahat dari Allah “melalui proses perjalanan waktu (sekolah kehidupan)” yang ditetapkan oleh Allah. Allah mengajar kebenaran selalu melalui proses yang bertahap.Tentu kehendak Allah Bapa, Adam menjadi serupa dengan Allah atau seperti Allah. Tetapi seperti Allah versi Allah Bapa bukan versi yang lain. Allah Bapa menghendaki Adam memahami apa yang baik dan yang jahat versi Allah bukan versi Iblis.
Tetapi Adam bertindak di luar kehendak Allah, ia ingin segera menjadi seperti Allah sesuai dengan kehendaknya sendiri dan besar kemungkinan juga di luar jadwal Allah. Padahal, tentu Tuhan menghendaki agar manusia menerima pengertian mengenai kebenaran dari sumber yang benar, yaitu dari Allah sesuai dengan jadwal-Nya. Tetapi kejatuhan manusia ke dalam dosa pada prinsipnya adalah karena Adam lebih mengisi pikirann dengan suara yang bukan berasal dari Bapa. Inilah yang membawa diri manusia kepada dosa atau kemelesetan (Rm. 3:23). Manusia tidak mampu mencapai standar kesucian yang Allah kehendaki. Memang hal ini tidak tersurat secara tegas, tetapi bila dianalisa secara teliti hal ini sangat logis untuk dimengerti dan diterima. Implikasi dari penjelasan ini adalah bahwa sekarang ini manusia juga menghadapi realitas limitasi waktu yang diberikan oleh Tuhan kepada masing-masing individu. Kalau dalam kurun waktu yang tersedia manusia tidak mencapai apa yang dikehendaki Allah, masing-masing individu harus memikul resikonya.
7. PROGRESIVITAS MANUSIA
KETIKA TUHAN menciptakan manusia, tidak dikatakan bahwa manusia adalah manusia yang sempurna. Mengapa? Setelah usai menciptakan segala sesuatu termasuk manusia Tuhan berkata sungguh amat baik. Tetapi bukan berarti manusia tidak bisa rusak. Manusia diciptakan sebagai makhluk dengan kehendak bebas. kalau manusia diciptakan dalam keadaan sempurna seperti Tuhan, berati manusia tidak bisa berbuat dosa dan tidak perli pertumbuhan lagi. Kalau manusia diciptakan dalam keadaan sempurna tanpa bisa berbuat suatu kesalahan dari dirin a sendiri, berarti kejatuhan manusia dalam dosa adalah rekayasa Allah. Allah menciptakan makhluk yang dirusak sendiri oleh tangan-Nya. Tetapi yang benar tidaklah demikian.
Manusia dikatakan oleh Alkitab sebagai segambar dengan Allah, berarti manusia memiliki kemampuan seperti Allah, tetapi tidak dikatakan manusia sama dengan Allah (Kej. 1:26-27). Ketidaksamaannya dengan Allah terletak pada Allah yang tidak mungkin berbuat sesuatu yang salah atau jahat. Allah sudah sempurna, sehingga tidak perlu ada perubahan dan perkembangan. Sedangkan manusia bisa melakukan sesuatu kesalahan, sebab manusia adalah makhluk yang diberi kehendak dan kehendaknya bebas. Kehendak . bebas di sini maksudnya adalah manusia diberi kemungkinan untuk menentukan keadaan atau takdirnya sendiri. Ini sama seperti malaikat. Malaikat pun diberi kehendak bebas.
Manusia diciptakan dalam keadaan berpotensi untuk berubah dan mengalami perkembangan. Dalam hal ini Adam dan Hawa juga mengalami proses perubahan, bahkan fisiknya pun mengalami perkembangan tetapi tidak mengalami proses penuaan. Dalam proses ini manusia harus memilih taat kepada Bapa dan bisa sepikiran dengan Allah atau memberontak. Opsi yang lain adalah mendengar suara “ular” yang sama dengan mengkonsumsi buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Dalam hal ini kisah mengenai Adam dan Hawa harus dipahami secara cerdas.
Dalam Alkitab tidak dijelaskan sampai seberapa jauh keserupaan dengan Allah yang dimaksud Alkitab tersebut. Juga tidak ,ditulis sampai sejauh mana manusia dapat mengembangkan diri. Ini
bisa berarti, selain potensi moralnya yang luar biasa, manusia juga 'memiliki kemampuan yang luar biasa seperti kemampuan Allah sendiri untuk mengelola ciptaan-Nya. Tentu kemampuan manusia tidak akan sama dengan Allah, sebab manusia adalah ciptaan yang secara permanen hidup dalam kekuasaan Allah. Manusia adalah hamba dan Allah adalah Majikan. Manusia diciptakan untuk mengabdi kepada-Nya.
Dari kenyataan bahwa bumi berkeadaan harus dikembangkan (Kej. V 7 1:28-29) dan dalam proses penciptaan Tuhan menciptakan dengan tahapan-tahapan yang ketat, maka bukan tidak tertutup kemungkinan manusia secara individu juga harus mengembangkan diri sedemikian rupa. Sehingga manusia menjadi dewasa atau mengembangkan W semua potensi yang telah ditaruh Tuhan di dalam dirinya untuk dapat menemukan dan mengembangkan alam ciptaan Tuhan, yaitu potensi moralnya dan potensi yang lain di dalam dirinya.
Potensi moral artinya bahwa manusia dapat mengembangkan diri, dapat memiliki moral yang makin sempurna seperti Bapa di Surga. Bagaimana seandainya manusia tidak jatuh dalam dosa, apakah manusia tidak mengerti apa yang baik dan apa yang jahat? Apakah manusia dapat memahami apa yang baik dan jahat baru setelah berbuat dosa? Kemungkinan yang paling bisa diterima adalah bahwa melalui perjalanan waktu manusia dapat menjadi dewasa dan lebih bijaksana. jadi, manusia juga bisa mengalami proses untuk menjadi dewasa atau lebih sempurna. Seandainya manusia dapat melampauN cobaan di taman Eden, bisa jadi manusia dapat mengungguli Ibn; Manusia menjadi lebih cerdas dan lebih sempurna dalam moralnyi Barangkali ada pergumulan lain menghadapi pencobaan selain aPa yang dikisahkan dalam Kejadian 3. Melalui segala pergumulan dag, berjalannya waktu, manusia dapat menjadi sempurna. Penjelasan ini Sulit diterima sebab selama ini pengertian kita, bahwa manusia yang diciptakan Tuhan adalah manusia yang sempurna yang tidak perlu ada perkembangan lagi. Bukan tidak mungkin, akhirnya manusia dapat mengetahui apa yang baik dan yang jahat seperti Tuhan, tetam tidak berbuat jahat.
KEMAMPUAN UNTUK MENANG
Mengapa manusia jatuh dalam dosa waktu menghadapi pencobaan Iblis? Apakah manusia diciptakan hanya dengan kemampuan yang terbatas sehingga manusia pasti jatuh dalam dosa? Logikanya, manusia dilengkapi kemampuan untuk menang atau mengungguli musuh atau mantigia memiliki kemungkinan dalam kemampuannya untuk menang artinya taat kepada Allah. Tetapi kemampuan itu harus dikembangkan atau ditingkatkan sehingga tidak bisa jatuh dalam dosa, bahkan bisa mengungguli musuh. Kalau Tuhan tidak memberi kemungkinan manusia memenangkan pergumulan untuk taat, berarti manusia adalah produk gagal.
Dalam ketulusan hati Tuhan dan kesucian-Nya, Tuhan tidak merancang manusia untuk jatuh dalam dosa. Tuhan menghendaki manusia menjadi teman atau sahabat dan sekutu-Nya di keabadian, tanpa pembrontakan. Lebih besar kemungkinan bagi manusia bahwa manusia harus mengalami proses pendewasaan atau penyempurnaan sehingga bisa tidak akan berbuat dosa melanggar kehendak-Nya, daripada pemikiran bahwa manusia diciptakan dalam kondisi tidak bisa berubah lagi, statis tetapi ternyata kalah unggul dengan Iblis. Pemahaman ini penting agar orang percaya yang terpilih, mengembangkan diri untuk menjadi sempurna seperti Bapa.
Walaupun manusia sudah jatuh dalam dosa, tetapi manusia masih bisa berkarya sangat menakjubkan. Hari ini kita dapat menyaksikan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditemukan manusia sangat menakjubkan. Inilah makhluk cerdas yang Tuhan ciptakan. Tidak bisa dibayangkan betapa dahsyatnya, seandainya manusia tidak jatuh dalam dosa. Betapa luar biasa prestasi yang dapat dicapai manusia untuk mengelola bumi ini dan atas semua ciptaan Tuhan yang lain, yaitu kalau manusia tidak jatuh dalam dosa. Dalam hal ini Tuhan tidak membuat pembatasan. Kalau manusia dijadikan kawan sekerja Allah, tentu manusia dilengkapi dengan segala kemampuan yang luar biasa. Demikian pula dengan moral. Walaupun manusia sudah jatuh dalam dosa tetapi manusia masih bisa menyusun moralnya dengan baik dan bisa menakjubkan (tetapi tidak akan bisa mencapai standar kesempurnaan Allah tanpa keselamatan dalam Yesus Kristus).
Ternyata alam yang diciptakan Tuhan ini menyimpan berjuta misteri kekayaan yang bisa tiada batas. Sebab Allah yang menciptakan alam ini adalah Allah yang Mahacerdas, maka hasil karya-Nya pun pasti luar biasa. Karena alam adalah karya dari pribadi yang Mahacerdas, maka manusia juga harus cerdas. Kecerdasan manusia harus dapat mengimbangi kecerdasan Tuhan yang menciptakan alam semesta ini. Tentu mengimbangi di sini bukan bermaksud manusia bisa melampaui Tuhan. Itulah sebabnya manusia harus menandatangani “kontrak kerja” dengan Tuhan (Kej. 2:15). Manusia harus bekerja dan menghasilkan karya-karya yang luar biasa. Dan dalam kerja tersebut manusia mengembangkan diri, yatu potensi di dalam diri selain potensi moralnya.
Hal ini sejajar dengan kenyataan bahwa cara Tuhan menciptakan alam semesta ini juga dalam tahapan-tahapan proses yang ketat dari hari pertama sampai hari keenam. Hal kedua. bahwa bumi diciptakan dalam keadaan yang masih harus digarap. Tidak Stam. tetapi berpotensi progresif. Tentu progresif sesuai dengan jadwal Tuhan dan untuk kemuliaan-Nya. Dalam kitab Kejadian dikisahkan keturunan Kain orang berdosa lebih berprestasi dari pada keturunan Set yang benar (Kej. 4:20-22). Apakah dalam hal ini keturunan Set lebih bodoh? Tentu tidak. Keturunan Set dalam jalur kehendak Tuhan ghingga progresivitasnya juga progresivitas yang baik, sesuai dengan irama 'Ihhan. Hari ini kita melihat progresivitas manusia yang tidak terkendali. Satu sisi teknologi berkembang, tetapi tidak membuat manusia nyaman dan aman. Hal ini tidak akan terjadi di dunia yang akan datang.
Sekarang ini kita dapat membuktikan bahwa di balik apa yang kelihatan mudah oleh mata manusia, Tuhan menaruh kekayaan alam yang tiada batas. Ini adalah teknologi 'Ihhan atau kecerdasan Tuhan yang harus ditemukan oleh manusia dan manusia harus menemukan dan mengelolanya secara bijaksana. Seandainya manusia tidak jatuh dalam dosa, manusia akan beranak cucu dan memenuhi bumi. Tentu saja manusia yang tidak bisa mati akan membuat bumi tidak mampu menampung populasi manusia. Bagaimana penyeiesaiannya? Tentu mudah sekali, sebab manusia yang tidak berdosa dengan kecerdasan seperti Allah mampu menanggulanginya. Kejatuhan manusia ke dalam dosa berakibat bukan hanya rencana Allah tertunda, tetapi juga rencana Pengembangan alam semesta oleh manusia juga tertunda. Dari hal ini kita dapat nmahami betapa dahsyat akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa.
Kegagalan manusia menjadi makhluk ciptaan yang menempatkan diri secara benar di hadapan Allah juga merupakan kegagalan manusia membangun gambar diri. ]adi sebenarnya gambar diri yang dikehendaki Allah untuk dikenakan atau dimiliki manusia belum pernah dapat dicapai oleh manusia sampai kemudian Tuhan Yesus sebagai manusia seratus persen menampilkan peragaan dari sosok manusia yang segambar dengan Allah. Manusia yang dikehendaki oleh Allah. Itulah sebabnya jika kita berbicara mengenai gambar diri, seharusnya yang menjadi modelnya hanya satu, yaitu Tuhan Yesus. Sama seperti Dia telah menang menjadi manusia yang dikehendaki oleh Allah, maka orang percaya juga diberi kemampuan yang sama untuk itu.
8. KEHENDAK BEBAS MANUSIA
Apa sebenarnya kehendak Allah itu? Dalam istilah bahasa in, kehendak bebas disebut Iiberum arbitrium. Liber artinya bebas sedangkan arbitrium artinya kehendak. Inilah kehendak bebas atau fee will Yang Sang Khalik taruh dalam diri Musin. Kata lain darikehendakadalah mam hasrat dan keinginan. Dalam “Ihsan mi lebih banyak menggunakan T W h“ k'thendak. Inilah keistimewaan manusia. Manusia diciptakan “mu kehendak dan kehendaknya bebas. Jika tidak demikian, maka % tida]: memiliki nilai yang tinggi. Dengan menaruh dan menetapkan kehendak bebas dalam diri manusia, Sang Kahlik sendi“ yaitu Allah semesta alam, Elohim yang mulia menghargai manusiax ciptaan-Nya.
Kehendak bebas juga bisa didefinisikan sebagai konsep yang menyatakan bahwa keadaan perilaku manusia tidak mutlak ditentukan oleh kausalitas di luar dirinya, tetapi merupakan akibat atau hasil dari keputusan dan pilihan yang dibuat melalui sebuah aksi dari diri sendiri. Keputusan dan pilihan tersebut ditentukan oleh komponen dalam diri manusia. Allah memberi manusia komponen untuk dapat membuat pilihan yang pasti akan menentukan atau paling tidak
memengaruhi keadaan mereka. Komponen itu adalah pikiran dan perasaan. Dari pikiran perasaan ini seseorang memiliki kemampuan mempertimbangkan sesuatu. Dari hasil pertimbangannya tersebut seseorang dapat mengambil keputusan atau memilih. Inilah kehendak bebas. ]ika manusia tidak memiliki pikiran dan perasaan, maka manusia tidak memerlukan kehendak bebas. Iustru karena ada pikiran dan perasaan tersebut manusia dapat memiliki atau harus memiliki kehendak bebas.
Dengan demikian kehendak bebas adalah kemampuan yang dimiliki setiap individu untuk membuat pilihan secara sukarela, terbebas dari semua faktur tlnrl luar diri individu itu. Kehendak beban um will) mlnlnh auutu latlluh juga yang ada dalam dunia filsafat, mengenal sejenis kapasitas tertentu dari pelaku pelaku rasional, untuk menentukan dan memlllh tindakan di antara berbagai alternatif tindakan. Memang ada fuktnr-fuktur di luar diri manusia dalam mengambil keputusan. juga pimpinan Roh Kudus di dalam diri manusia itu. tetapi pada akhirnya keputusan akhir ditentukan oleh manusia itu sendiri. Kehendak bebas artinya manusia dapat memilih taat kepada Allah atau memberontak kepada-Nya. Dengan demikian kehendak bebas berarti manusia menentukan nasib dan keadaan diri sendiri. Dalam hal ini manusia bisa mengasihi Allah dengan segenap hati (secara proporsional) atau tidak mengasihi Thhan secara proporsional berarti belum mengasihi Tuhan secara pantas. Dalam kehendak bebas tersebut manusia dengan pilihannya dapat membenci Allah dan tidak menghormati-Nya.
Pilihan seperti di atas ini tidak ditentukan oleh penyebab di luar dirinya, namun ditentukan oleh motif dari diri sendiri, hasil dari pertimbangan nalar atau rasio yang dimilikinya. Adapun pertimbangan yang dimiliki seseorang sangat ditentukan oleh apa yang masuk ke dalam pikirannya melalui jendela mata dan telinganya atau panca inderanya.
Kalau seseorang tidak mengakui fakta ini berarti ia menjadi mistis atau berpikir secara supranatural, seakan-akan tindakan manusia ditentukan oleh faktor yang bersifat adikodrati. Ada kecenderungan orang beragama berpikir mistis seperti ini. Itulah sebabnya mereka yang tidak memahami kebenaran yang murni berdasarkan Alkitab mengenai kehendak bebas, memberi pernyataan bahwa kehendak bebas adalah ajaran yang tidak bisa dipahami secar;l jelas, sebab di balik ajaran ini ada campur tangan Allah yang secara mistis memengaruhi dan mengendalikan tindakan manusia. Oleh karena dihubungkan dengan intervensi Allah di balik keputusan manusia, maka doktrin ini menjadi absurd (tidak masuk akal dan kacau).
Salah satu keistimewaan yang diberikan Tuhan kepada manusia adalah kehendak. Tidak ada makhluk hidup yang diberi kehendak seperti yang dimiliki oleh manusia. Ini adalah harta yang sangat berharga dan sangat istimewa yang tidak bisa diintervensi oleh siapa pun, bahkan oleh Tuhan sendiri. Kalau dinyatakan bahwa Tuhan sendiri tidak mengintervensi kebebasan yang manusia terima dari pada-Nya, bukan bermaksud mengurangi hormat terhadap supremasi atau keunggulan Tuhan dalam kedaulatan-Nya. Tuhan sendiri dalam kedaulatan-Nya dengan rela memberikan kedaulatan kepada manusia untuk menentukan keadaannya. Sekecil apa pun, manusia adalah manusia yang telah diberi kedaulatan dalam wilayah hidupnya yang juga dihargai oleh Tuhan. Dengan menghargai kedaulatan manusia, berarti Tuhan menghargai kedaulatan-Nya sendiri. Dalam hal ini Tuhan menunjukkan konsekuensi-Nya dalam menciptakan manusia dengan keberadaan manusia tersebut.
Kehendak bebas harus dipahami sebagai anugerah dari Tuhan, di mana manusia diberi kemam-uan mem-ertimb'anzkan sesuatu yang oleh karenanya diberi rasio. Tuhan menghargai manusia bahwa “manusia yang membuat keputusan akhir.” Tentu saja ini menjadi kehormatan yang tiada tara bagi manusia. Tetapi sekaligus membawa manusia menjadi makhluk yang beresiko sangat tinggi. Dalam hal ini jelaslah bahwa anugerah selalu disertai dengan tanggung jawab. Iika anugerah tanpa tanggung jawab membuat anugerah itu sendiri tidak berharga. Seperti bumi ini diciptakan dalam keindahan dan kesempurnaan, diberikan kepada manusia, tetapi manusia harus mengelolanya. Demikian pula dengan anugerah yang lain, yaitu keadaan manusia yang luar biasa. Manusia diciptakan serupa dan segambar dengan Allah. Dengan keberadaan ini manusia diberi tanggung jawab untuk dengan rela dan suka cita memilih untuk mengabdi kepada Allah, Bapa dan Penciptanya.
Kisah kejatuhan manusia ke dalam dosa adalah gambaran Yang jelas mengenai kenyataan bahwa manusia memiliki kehendak bebas (Kej. 3). Tentu Tuhan yang Mahahadir, mengetahui apa yang sedang terjadi di Eden ketika terjadi dialog antara Hawa dan ular yang merupakan awal kejatuhan manusia ke dalam dosa. Tuhan bukan saja tidak memagari pohon terlarang di tengah taman tersebut agar tidak dimakan, tetapi juga membiarkan terjadinya dialog antara Hawa dan
ular van: berbuntut keiatuhan manusia yang sangat tragis. Tuhan memberi peringatan dengan perkataan; “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas. tetapipohon pengetahuan tentangyang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kej. 12:16-17).
Hal ini merupakan gambaran yang jelas mengenai tatanan atas kehidupan manusia. Fragmen yang terjadi di taman Eden adalah gambaran kehidupan manusia, bukan hanya bagi manusia pertama, tetapi juga bagi manusia di segala tempat dan di sepanjang zaman; Bahwa manusia dikendalikan oleh kehendak bebasnya atau free will (Lat. Liberum Arbitrium) dalam menentukan nasib atau keadaan dirinya. Tuhan sebagai hakim menegakkan hukum itu dengan segala resiko dan konsekuensinya, baik bagi manusia maupun bagi Tuhan sendiri. Ketika manusia jatuh dalam dosa, maka manusia kehilangan kemuliaan Allah, dan Allah sendiri yang harus turun menyelamatkannya.
Adam dan Hawa diciptakan Allah sebagai makhluk yang bebas. Kebebasan ini ditunjukkan Tuhan melalui keberadaan pohon “pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat”, yang ada di dalam
Eden dan manusia bebas memetiknya (Kej. 2). Dosa yang
dimulai datang dari godaan “ular” yang diresponi Hawa merupakan tindakan yang
menunjukkan bahwa manusia memiliki kebebasan (Kej. 3). Dalam hal ini jelas
bahwa manusia bukanlah makhluk yang netral. Tetapi manusia adalah makhluk yang
harus mengambil keputusan. Peristiwa di taman Eden jelas menunjukkan bahwa
Allah memberi kebebasan kepada manusia untuk menentukan kehidupannya. Dari
peristiwa di Eden itulah nampak jelas Allah memberi tanggung jawab kepada manusia.
Dalam tanggung jawab terkandung pengertian penyebab dari apa yang dialami
manusia. Orang bertanggung jawab atas sesuatu yang disebabkan oleh keputusan
dari tindakannya. Orang yang tidak menjadi penyebab dari suatu akibat tidak
bertanggung jawab atas sesuatu. Dalam hal ini keadaan manusia hari ini adalah
hasil atau akibat dari keputusannya. Tuhan tidak bisa dipersalahkan.
Berkali-kali orang bertanya, mengapa Tuhan menaruh pohon pengetahuan yang baik dan jahat di tengah taman? Apakah ini bukan usaha menjerat manusia atau upaya Tuhan untuk menjatuhkan manusia? Apakdm Tuhan tidak tahu bahwa manusia akan jatuh dalam dosa? Mengapa Tuhan tidak menghindarkannya? Apakah Tuhan Mm yang merancang kejatuhan itu? Pertanyaan-pertanyaan ini akan terus menggiring manusia kepada kecurigaan kepada Tuhan, bahkan tuduhan Tuhan bermaksud jahat kepada mahkota ciptaan-Nya itu, Dari pandangan negatif bisa timbul pertanyaan itu. Tetapi dengan kaca mata positif, dapat dilihat bahwa manusia adalah makhluk yang terhormat yang diberi kebebasan untuk dapat menentukan nasibnya sendiri. Memang dari satu sisi, manusia adalah makhluk yang memikul resiko dan tanggung jawab yang berat, sebab manusia diperhadapkan berkat atau kutuk, rahmat atau laknat. Tetapi sisi lain, manusia adalah makhluk yang sangat luar biasa. Luar biasa, sebab manusia adalah makhluk yang berdaulat atas dirinya sendiri.
Berkali-kali orang bertanya, mengapa Tuhan menaruh pohon pengetahuan yang baik dan jahat di tengah taman? Apakah ini bukan usaha menjerat manusia atau upaya Tuhan untuk menjatuhkan manusia? Apakdm Tuhan tidak tahu bahwa manusia akan jatuh dalam dosa? Mengapa Tuhan tidak menghindarkannya? Apakah Tuhan Mm yang merancang kejatuhan itu? Pertanyaan-pertanyaan ini akan terus menggiring manusia kepada kecurigaan kepada Tuhan, bahkan tuduhan Tuhan bermaksud jahat kepada mahkota ciptaan-Nya itu, Dari pandangan negatif bisa timbul pertanyaan itu. Tetapi dengan kaca mata positif, dapat dilihat bahwa manusia adalah makhluk yang terhormat yang diberi kebebasan untuk dapat menentukan nasibnya sendiri. Memang dari satu sisi, manusia adalah makhluk yang memikul resiko dan tanggung jawab yang berat, sebab manusia diperhadapkan berkat atau kutuk, rahmat atau laknat. Tetapi sisi lain, manusia adalah makhluk yang sangat luar biasa. Luar biasa, sebab manusia adalah makhluk yang berdaulat atas dirinya sendiri.
Dalam hal
tersebut manusia ditantang untuk menundukkan diri kepada Tuhan; hidup di bawah
kedaulatan Tuhan, atau hidup dalam kedaulatannya sendiri sehingga menjadi budak
dosa. Dari hal kejatuhan manusia jelas ditunjukkan bahwa manusia adalah makhluk
yang diberi tanggung jawab. Tanggung jawab untuk menentukan “nasibnya” atau
takdirnya.
Dalam memahami pengertian takdir, pada umumnya orang berasumsi bahwa manusia tidak memiliki kedaulatan sama sekali dalam menentukan keadaan hidupnya, sebab Tuhan telah mempersiapkan segala kejadian yang akan dialami atau dilaluinya dalam hidup. Manusia hanya menerima saja yang disediakan baginya. Demikianlah kita dapat temukan bila sesorang mengalami musibah misalnya suatu kecelakaan, kematian orang yang dikasihinya, jatuh miskin. sakit yang tak tersembuhkan sampai kematian dan lain' lain maka mereka menerimanya sebagai takdir. Di dalamnya Tuhan dianggap sebagai kausalitas prima (penyebab utama), kasarnya biang masalah. Meniadi berkanbang lagi dalam kasus lain disimpulkan bahwa jodoh ada di tangan Tuhan, sehat sakit, kaya miskin, gemuk atau kurus» surga atau neraka, semua hanya Tuhan yang menentukan.
Dalam memahami pengertian takdir, pada umumnya orang berasumsi bahwa manusia tidak memiliki kedaulatan sama sekali dalam menentukan keadaan hidupnya, sebab Tuhan telah mempersiapkan segala kejadian yang akan dialami atau dilaluinya dalam hidup. Manusia hanya menerima saja yang disediakan baginya. Demikianlah kita dapat temukan bila sesorang mengalami musibah misalnya suatu kecelakaan, kematian orang yang dikasihinya, jatuh miskin. sakit yang tak tersembuhkan sampai kematian dan lain' lain maka mereka menerimanya sebagai takdir. Di dalamnya Tuhan dianggap sebagai kausalitas prima (penyebab utama), kasarnya biang masalah. Meniadi berkanbang lagi dalam kasus lain disimpulkan bahwa jodoh ada di tangan Tuhan, sehat sakit, kaya miskin, gemuk atau kurus» surga atau neraka, semua hanya Tuhan yang menentukan.
Bila kita
berbicara mengenai mkdir maka mau tidak mau kita harus belajar mengenai sifat
hakikat manusia sekaligus menyinggung mengenai sifat hakikat Allah. Berangkat
dari pemahaman tentang sifat hakikat manusia maka kita dapat memiliki pijakan
pandangan yang benar terhadap masalah takdir. Salah satu persoalan yang harus
dibedah menyangkut hakikat manusia adalah: Apakah kemudahan kedaulatan Allah
(Sovereignty of God) mengakibatkan manusia tidak Mulliki kehendak bebas sama
sekali? Sekaligus dipertanyakan apakah kedaulatan Allah menenggelamkan manusia
secara mam di dalam penentuan segala sesuatu dan harus hanya diterima “i' deh
manusia tanpa dapat menolak atau menghindarinya? Imp! ”baliknya. kalau manusia
memiliki kehendak bebas, sejauh mana kebebasannya tersebut atau apa batas
kehendak bebasnya?
Adam dan Hawa diciptakan Allah sebagai mahluk yang bebas. Apakah kita bisa menutup mata terhadap realitas adanya pilihan? ketika Tuhan melarang manusia pertama untuk tidak memakan buah pohon Pengaahuan tentang yang baik dan yang jahat, tetapi tidak menyembunyikan pohon tersebut, hal itu merupakan signal yang jelas adanya kebebasan memilih. Di dalamnya Tuhan menghargai keputusan yang diambil oleh manusia tersebut, baik benar maupun salah, baik penurutan maupun pemberontakan. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa manusia harus menentukan keadaannya sendiri, khususnya menyangkut keselamatan kekalnya. Hal ini akan membuat seseorang menyikapi hidup dengan sikap dewasa dan bertanggung jawab. Hidup adalah perjuangan antara membawa diri kepada kehidupan kekal atau kebinasaan kekal. Inilah resiko kehidupan bagi manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Keserupaan tersebut juga menyangkut kehendak bebasnya.
Kehendak bebas ini syarat mutlak yang harus dimiliki manusia sebagai corpus delicti. Dalam hal ini manusia harus memiliki keberadaan seperti Lusifer, yaitu memiliki kehendak bebas. Seperti yang dijelaskan terdahulu bahwa Lusifer diciptakan dalam keadaan memiliki kehendak bebas. Di dalam diri Lusifer terdapat potensi untuk menaati Allah atau untuk memberontak, menghormati Allah atau membangun kehormatannya sendiri. Sebagaimana Lusifer dapat menentukan takdirnya sendiri, demikian juga manusia. Demikianlah manusia juga memiliki keberadaan yang mirip itu. Dengan demikian manusia dapat menjadi makhluk yang berpotensi untuk menjadi corpus delicti.
Adam dan Hawa diciptakan Allah sebagai mahluk yang bebas. Apakah kita bisa menutup mata terhadap realitas adanya pilihan? ketika Tuhan melarang manusia pertama untuk tidak memakan buah pohon Pengaahuan tentang yang baik dan yang jahat, tetapi tidak menyembunyikan pohon tersebut, hal itu merupakan signal yang jelas adanya kebebasan memilih. Di dalamnya Tuhan menghargai keputusan yang diambil oleh manusia tersebut, baik benar maupun salah, baik penurutan maupun pemberontakan. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa manusia harus menentukan keadaannya sendiri, khususnya menyangkut keselamatan kekalnya. Hal ini akan membuat seseorang menyikapi hidup dengan sikap dewasa dan bertanggung jawab. Hidup adalah perjuangan antara membawa diri kepada kehidupan kekal atau kebinasaan kekal. Inilah resiko kehidupan bagi manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Keserupaan tersebut juga menyangkut kehendak bebasnya.
Kehendak bebas ini syarat mutlak yang harus dimiliki manusia sebagai corpus delicti. Dalam hal ini manusia harus memiliki keberadaan seperti Lusifer, yaitu memiliki kehendak bebas. Seperti yang dijelaskan terdahulu bahwa Lusifer diciptakan dalam keadaan memiliki kehendak bebas. Di dalam diri Lusifer terdapat potensi untuk menaati Allah atau untuk memberontak, menghormati Allah atau membangun kehormatannya sendiri. Sebagaimana Lusifer dapat menentukan takdirnya sendiri, demikian juga manusia. Demikianlah manusia juga memiliki keberadaan yang mirip itu. Dengan demikian manusia dapat menjadi makhluk yang berpotensi untuk menjadi corpus delicti.
9. TUHAN MENUNJUKKAN PEMBANDING
Selama ini hamper semua orang beragama yang mempercayai kisah Adam dan Hawa beranggapan bahwa taman Eden dimana mereka pertama kali ditempatkan Allah adalah taman yang nyaman sekali tanpa masalah. Hidup mereka bergulir tanpa peq'uangan. Itulah surga manusia. Pemikiran ini muncul karena yang dibayangkan adalah taman yang penuh dengan buah-buahan yang segar, bunga-bunga yang bermekaran dan wangi, air gemericik yang bersih untuk diminum tanpa perlu difllter, semua binatang yang tidak membahayakan sebagai teman dan lain sebagainya. Pandangan ini sebenarnya salah atau tidak tepat. Sejatinya, di taman itu bukan hanya ada keindahan seperti yang digambarkan di atas, tetapi manusia juga diperhadapkan pada pergumulan dalam perjuangan menyelamatkan dirinya dan keturunannya melawan suatu kuasa yang sangat jahat.
Ternyata
Adam ditempatkan di suatu tempat, di mana ia haru, berhadapan dengan Iblis, si
ular tua. Manusia harus menentukan nasib dirinya dan keadaan semua
keturunannya, bahkan nasib bumi ini Di taman itu manusia harus mengemban tugas
besar dari Bapa. Tugas besar itu adalah membuktikan bahwa Iblis bersalah dan
patut dihukum. Dengan cara bagaimana
manusia membuktikan bahwa Iblis bersalah kepada Bapa dan patut dihukum? Dengan
pembuktian dalam bentuk cara hidup Adam yang menaati Bapa dan menghormati Bapa
sepantasnya, itulah yang sama dengan memuliakan Bapa. Dengan kehidupan Adam
yang benar, maka terbukti bahwa yang pernah dilakukan oleh Iblis salah.
Dengan demikian, sebenarnya Eden adalah taman perjuangan, di mana manusia harus
bergumul melawan kuasa jahat.
Manusia
belum bisa hidup nyaman selama oknum jahat itu belum dihukum. Taman Eden juga
adalah taman harapan, artinya diharapkan suatu saat nanti dalam taman itu tidak
lagi ada “oknum jahat” yang berusaha menjatuhkan manusia. Kalau
manusia menang terhadap Iblis dengan
ketaatan kepada Bapa, maka manusia bisa berkata bahwa segala kuasa di bumi ada
dalam tangan manusia. Jika demikian barulah taman tersebut menjadi taman yang
benar-benar indah tanpa masalah. Tetapi dalam perjalanan sejarah
manusia ternyata manusia jatuh dalam dosa, manusia kalah. Tuhan Yesus yang
tampil dan mengalahkan Iblis dengan ketaatan-Nya. Tuhan Yesus yang mengatakan
segala kuasa di surga dan di bumi dalam tanganNya (Mat. 28:18-20). Bumi ini
akhirnya akan menjadi lautan api dan umat pilihan ditempatkan di taman yang
lain (langit yang baru dan bumi yang baru).
AYUB SEBAGAI PEMBANDING
Dalam kisah Ayub ada satu kebenaran yang lolos dari pengamatan banyak orang. Padahal kebenaran itu justru inti kitab Ayub. Ternyata dalam kisah Ayub, Allah hendak menunjukkan bahwa Ia mencari pembanding untuk menunjukkan keberadaan atau kesalahan Lusifer. Satu hal yang harus diperhatikan adalah pertanyaan Allah kepada Iblis ketika Iblis ada di tengah-tengah anak-anak Allah: “Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.” (Ay. l:7; 2:7). Tentu yang dilakukan Allah ini bukan sekadar hendak memuji Ayub. Di balik pujian tersebut pasti ada sesuatu yang sangat penting yang kita harus pahami. Ternyata Tuhan membanggakan Ayub sebab Tuhan menjadikan Ayub sebagai “ jago” untuk bertarung melawan Iblis. Sejak “pujian” itu diberikan Tuhan kepada Ayub, maka terjadilah ujian hebat atas Ayub. Hal ini juga dialami oleh Tuhan Yesus. Setelah Allah Bapa membanggakan Tuhan Yesus dengan pernyataan: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan” (Mat. 3:17), maka Tuhan Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai (Mat, 4:1-11). Roh di sini tentu Roh Allah. Dibawa dari teks aslinya anago yang juga berarti dituntun. Pertanyaan yang kita harus munculkan adalah mengapa Allah sengaja menuntun Tuhan Yesus untuk dicobai? Ini sama dengan Ayub yang didorong masuk ajang pertempuran atau percobaan dan sama dengan Adam dan Hawa yang harus menghadapi kenyataan adanya pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat di tengah taman.
Alkitab menyatakan bahwa walaupun Ayub kehilangan segala sesuatu di bumi ini, yaitu kekayaan, anak dan istri bahkan kesehatannya, tetapi ia tetap setia kepada Allah Yahwe. Ujian atas Ayub atau pencobaan yang dialami hanya sampai di flsik, tetapi nyawanya terpelihara (Ay. 2:6). Penderitaan yang dialami Ayub sebagai alat pertaruhan, apakah ia tetap setia kepada Yahwe atau tidak. Sampai ujian yang terberat dalam hidupnya Ayub tetap menunjukkan kesetiaannya. Setelah Ayub bisa melewati semua itu, maka Ayub bisa tampil sebagai juru syafaat bagi teman-temannya (Elifas, Bildad, dan Zofar; Ay. 42:9). Hal ini sejajar dengan Tuhan Yesus, setelah menyelesaikan tugas penyelamatan-Nya. Ia menjadi Iuru Syafaat bagi kita.
Apa yang
dikemukakan dalam kitab Ayub hendak membuka mata pengertian kita terhadap
kebutuhan pembanding. Pembanding juga menggiring pada fakta bahwa Iblis
bersalah. Pembanding itu juga
berfungsi sebagai corpus delicti, itulah sebabnya harus ada makhluk
ciptaan yang taat kepada Bapa di Surga, mengasihi Bapa, hidup dalam Persekutuan
dan pengabdian kepada Allah Bapa. Sosok seperti inilah yang kemudian hari
ditampilkan oleh Tuhan Yesus Kristus sebagai Adam kedua atau Adam terakhir. Ia
dapat menampilkan kehidupan yang taat kepada Bapa bahkan mati di kayu salib
(lKor. 15:45). Tuhan Yesus menghadapi ujian dan pencobaan bukan hanya sampai di
fisik-Nya
seperti Ayub, tetapi sampai pada nyawa-Nya (Plp. 2:5-8). Tuhan Yesus menang
atas segala pencobaan sehingga keselamatan manusia dapat tersedia. Keselamatan
adalah usaha Tuhan mengembalikan manusia kepada rancangan-Nya semula atau
tujuan awal.
HARUS SAMPAI MATI
Dalam Alkitab kita menemukan usaha Iblis untuk mencegah Tuhan Yesus dari kematian di kayu salib, tetapi Tuhan Yesus dalam integritas-Nya yang tinggi tetap taat sampai mati di kayu salib untuk menyelesaikan tugas penyelamatan. Pertama, Iblis berusaha mencegah Tuhan Yesus memikul salib dengan Cara menawarkan keindahan dan kemuliaan dunia Luk. 4:5-8 . Berikutnya, Iblis memakai nama Allah melalui Petrus untuk mencegah Tuhan Yesus ke Yerusalem (Mat. 16:21-23). Selanjutnya bebera kali Tuhan Yesus hendak diangkat jadi raja oleh orang-oran Yahudi (Yoh. 6:15; 12:1-13). Iblis menjanjikan hidup tanpa penderitaan di bumi. Di taman Getsemani Tuhan Yesus menghadapi pergumulan antara melakukan kehendak Bapa atau kehendakNya sendiri (Mat. 26:38-44). Tuhan Yesus juga menghadapi situasi di mana Ia bisa memanggil malaikat-malaikat-Nya untuk menyelamatkan diri-Nya dari pasukan Roma yang menangkapnya (Mat. 26:53). Tetapi Ia tetap pada pendirian-Nya, yaitu minum cawan (penderitaaan) yang harus dialami-Nya. Akhirnya di kayu salib, Ia bukan tidak bisa turun dari salib (kalau Ia mau, Ia bisa), ketika Ia ditantang untuk turun dari salib (Mat 27:40-42). Tetapi sekali lagi Ia tetap teguh dengan pendirian-Nya, mati di kayu salib.
Kematian Tuhan Yesus di kayu salib dalam ketaatan kepada Bapa di surga adalah kematian yang sangat mengerikan bagi Lusifer. Karena dengan hal itu ia terbukti bersalah dan hukuman baginya ditentukan. Ada semacam “rule of the game” dalam pergulatan antara Kerajaan Terang dan kerajaan kegelapan. Kalau ada yang bisa melakukan kehendak Bapa dengan sempurna berarti Lusifer kalah dan harus dihukum, tetapi kalau tidak ada, maka Lusifer beroleh kemenangan. Ia akan menguasai jagad raya, manusia dan Tuhan Yesus Kristus sendiri.
Manusia yang disebut sebagai Adam terakhir yang menjadi “jagonya” Allah Bapa adalah Tuhan Yesus. Kalau Tuhan Yesus gagal, maka tidak bisa dibayangkan betapa rusaknya jagad raya ini, karena surga dan bumi dalam kekuasaan Lusifer. Ia akan menjadi “Bintang Timur yang gilang gemilang”, artinya akan menerima kekuasaan baik di surga maupun di bumi (Why. 22:16). Tetapi kemenangan Tuhan Yesus menjadikan Ia berhak memproklamirkan kekuasaan-Nya bahwa gagah kuasa di surga dan di bumi ada dalam tangan-Nya dan Ia adalah Bintang Timur yang gilang gemilang itu.
Kalau Tuhan Yesus bisa dicegah atau dihindarkan dari kematian salib dalam ketaatan kepada Bapa di surga, maka berarti itu kemenangan bagi Lusifer, sehingga apa yang diidam-idamkannya yaitu takhta Bapa dapat dicapainya. Dalam hal ini kita dapat menyaksikan dua putera Allah yang sedang berjuang untuk merebut kemenangan. Lusifer adalah putera Allah yang memberontak dan Tuhan Yesus Kristus Putra Tunggal yang berdiri di pihak Bapa untuk melakukan hendaknya.
Kehidupan Tuhan Yesus seperti sebuah gelanggang pertandingan untuk menentukan siapa pemenangnya. Tuhan Yesus adalah Pertaruhan Allah Bapa. Kalau Ia kalah berarti tidak ada keselamatan atas umat ciptaanoNya. Kalah di sini maksudnya bahwa Tuhan Yesus gagal hidup dalam ketaatan yang sempurna kepada Bapa di surga (lbr. 29). Kalau Tuhan Yesus tidak taat kepada Bapa, berarti kalah atau gagal. maka cita-cita Lusifer berkuasa menyamai Allah bisa tercapai. ltulah yang memang diingini dan terus diupayakan oleh oknum jahat tersebut. Dalam hal ini betapa berat beban yang dipikul oleh Tuhan Yesus. Ia harus menang untuk menjadi Tuhan “bagi kemuliaan Allah Bapa” (Flp. 2:11), tetapi kalau Tuhan Yesus kalah maka Iblis menjadi “tuhan” untuk kemuliaan dirinya sendiri. Untuk ini Tuhan Yesus harus menang untuk merebut “Bintang Timur” (Why. 22:16)
10. MAKNA KEBANGKITAN TUHAN YESUS
Mengapa
Tuhan Yesus bangkit? Apakah karena kuasa Allah yang luar biasa yang
membangkitkanNya? Kalau karena kuasa Allah yang membangkitkan tanpa
mempertimbangkan kelakuan dalam kehidupan Tuhan Yesus, maka berarti Allah tidak
adil dan nepotisme. Sejatinya Tuhan Yesus bangkit karena Tuhan Yesus “saleh”. Dalam Ibrani 5:7 tersurat: Dalam
hidup-Nya sebagai manusia Ia telah
mempersembahkan doa dan permohonan dengan ""“? tangis dan keluhan
kepada Dia, yang sanggup WWamatW' Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia
telah didengarkam Perhatikan kalimat “karena kesalehan-N a Ia telah
diden;arkan”.
Kalau
Tuhan Yesus tidak saleh Ia akan tetap ada dalam kubur tapi kebangkitan
Tuhan Yesus adalah prestasi-Nya sendiri yang menyediakan diri untuk hidup dalam
kesalehan. Kebangkitan-Nya bukti bahwa
ia “lulus”, taat kepada Bapa,
bahkan taat sampai mati di kayu salib. Itu adalah prestasi-Nya sendiri,
maksudnya adalah bahwa Bapa tidak memberikan kemudahan-kemudahan agar Ia dapat
menang atau bisa hidup saleh dengan mudah. Alkitab menegaskan bahwa dalam segala hal Ia disamakan
dengan saudara-saudara-Nya, maksudnya adalah dengan manusia lbr.
2:17 . Ia juga walaupun Anak (Anak Tunggal Allah), Ia belajar taat dari apa
yang diderita-Nya (lbr. 5:8). Dalam hal ini kita bisa mengerti mengapa Ia
sampai menaikkan doa dengan ratap tangis dan keluhan.
Kata saleh
dalam teks aslinya adalah prosenengkas (npooevéyyxaq) dari akar kata prospheno
(npompepw) yang lebih bisa berarti menyerahkan diri atau mengarahkan diri (to
bear towards; bring (to. unto). deal with, do, ojer (unto, up), present unta,
put to). Tentu maksud mengarahkan diri atau menyerahkan diri di sini adalah
mengarahkan diri atau menyerahkan diri kepada kehendak Allah Bapa. Hal ini
sebenarnya menunjuk pada pengakuan Tuhan Yesus di taman Getsemani bahwa Ia
menyerah kepada kehendak Bapa, bukan kehendakNya sendiri.
Bicara
mengenai kuasa kebangkitan Tuhan (Flp. 3:9-10), hendaknya kita tidak
menghubungkannya dengan kuasa spektakuler ah yang bersifat 5133315 atau
adikodragi. Kebangkitan Tuhan Yesus bukan karena kuasa Allah yang spektakuler
adikodrati yang mampu membangkitkan tubuh dari kematian, tetapi karena
ketaatan-Nya kepada Bapa (Ibr. 5:7). Jadi, kuasa kebangkitan Tuhan Yesus
terletak kepada ketaatan-Nya kepada Bapa. Ketaatan ini bukan sekadar ketaatan
melakukan hukum, tetapi ketaatan kepada apa yang diingini oleh Bapa. Ada
semacam rule an; harus ditegakkan. Kalau Tuhan Yesus tidak taat kepada Bapa,
maka Bapa tidak akan membangkitkan-Nya Kalau Bapa membangkitkan Tuhan Yesus
karena Ia adalah Anak Allah bukan karena ketaatan-Nya, berarti Allah bersikap
nepotisme dan curang.
Allah
adalah Allah yang berintegritas sempurna. Allah konsekuen dengan hukum keadilan
yang ada pada diri-Nya yang juga merupakan hakikat-Nya. Ingatkah saudara dengan
pengusiran Adam dan Hawa dari Eden (Kej 3:23)? Ini adalah bentuk atau bukti
keagungan integritas Allah yang sangat sempurna. Ia harus “tega” mengusir Adam
dan Hawa, anak-anak yang sangat dikasihi-Nya, demi keadilan yang harus digelar.
Allah tidak akan “menjilat ludah Sendiri”. Ia tegas berkata bahwa pada hari
manusia makan buah itu pasti akan mati, maka Allah konsekuen dengan
ketetapan-Nya tersebut. karena kesalahannya, manusia “harus mati”. Hal ini juga
diberlakukan Allah dalam sepanjang sejarah kehidupan manusia, bahkan pada diri
Tuhan Yesus sendiri Anak Tunggal-Nya. Ketika Tuhan Yesus harus menebus dosa
manusia, menggantikan tempat kita karena kesalahan kita, maka Bapa benar-benar
meninggalkan Anak-Nya. Sehingga Ia harus berseru, ”eloi-eloi lama sabakhtani”
(Mrk. 15:34). Sebenarnya kita yang seharusnya ditinggalkan oleh Bapa karena
kejahatan dag pemberontakan kita, tetapi Anak Allah mengambil dan menggantikan
tempat kita.
Demikian pula dengan hal kebangkitan Tuhan Yesus. Pasti dengan tegasnya Allah menetapkan kalau seandainya Tuhan Yesus tidak taat sampai mati, maka Ia tidak akan pernah dibangkitkan. Apakah Bapa bisa tega? Tentu. Sebagaimana Bapa tidak menyayangkan Lusifer, pangeranNya dengan membuangnya ke bumi dan nantinya akan terbuang ke dalam kegelapan abadi, demikian pula Bapa pasti bertindak tegas pula kepada Anak Tunggal-Nya kalau Ia tidak taat. Haleluyah, Anak Domba Allah telah menang. Kemenangan-Nya adalah kemenangan bagi Bapa dan semua manusia.
Demikian pula dengan hal kebangkitan Tuhan Yesus. Pasti dengan tegasnya Allah menetapkan kalau seandainya Tuhan Yesus tidak taat sampai mati, maka Ia tidak akan pernah dibangkitkan. Apakah Bapa bisa tega? Tentu. Sebagaimana Bapa tidak menyayangkan Lusifer, pangeranNya dengan membuangnya ke bumi dan nantinya akan terbuang ke dalam kegelapan abadi, demikian pula Bapa pasti bertindak tegas pula kepada Anak Tunggal-Nya kalau Ia tidak taat. Haleluyah, Anak Domba Allah telah menang. Kemenangan-Nya adalah kemenangan bagi Bapa dan semua manusia.
Kebangkitan
Tuhan Yesus adalah bukti bahwa akan adanya kebangkitan bagi semua manusia untuk
menjadi “orang hidup”. Kalau Tuhan Yesus gagal mengemban tugas kemesiasan-Nya,
sehingga tidak ada kebangkitan, maka tidak akan ada “orang yang hidup”. Tidak
terbayangkan apa jadinya jagad raya ini kalau tidak ada orang yang hidup. sebab
Allah adalah Allah orang hidup bukan Allah orang mati (Mat. 22:32; Mrk. 12:27;
Luk. 20:38). Dalam hal ini kita mengerti mengapa Tuhan Yesus mengatakan bahwa
Dia datang untuk memberi hidup dan Ia menyatakan bahwa Iblis adalah pembunuh.
Dengan kebangkitan-Nya, Ia memberi pengharapan kepada semua orang yang percaya.
Untuk
memiliki kebangkitan seperti kebangkitan Tuhan Yesus ' dengan kualitas
kebangkitan-Nya (dan mungkin juga dengan kualitas tubuh kemuliaan seperti
'Ihhan Yesus), seseorang harus memiliki ketaatan seperti ketaatan-Nya. Itulah
sebabnya dikatakan bahwa kita harus menang tepati Dia menang (W hy.
2:7,ll.l7,26; 3:S,12,2l). Kebangkitan Tuhan Yesus bisa terjadi bukan karena
kedahsyatan kuasa Allah dan kuasa Wuhan Yesus sendiri (soal kedahsyatan kuasa
Allah tidak perlu diragukan). tetapi sesungguhnya kebangkitan Tuhan Yesus
karena …an-Nya. Ketaatan sampai mati, sebuah ketaatan mutlak dan tak bersyarat
kepada Bapa (artinya apa pun yang terjadi Ia tetap taat yang merupakan kunci
kemenangan atau syarat kemenangan-Nya).
Inilah
yang dimaksud dengan pedombaan yang diwajibkan hgikmpedombm ituadalah mengambil
bagiandalamkekudusanNY! lulu mengenakan kodrat Ilahi. Ini juga yang dimaksud
Paulus dengan memikirkan dan mencari perkara-perkara yang di atas (Kol. 3:14)
Inilah inti Kekristenan, yaitu mengikut Tuhan Yesus Kristus. Mengikut Tuhan
Yesus Kristus berarti mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya, persekutuan dalam
penderitaan-Nya, di mana seseorang menjadi serupa dengan Dia dalam
kematian-Nya_ Persekutuan dalam penderitaan berarti berjuang untuk kepentingan
Injil, yaitu penyelamatan jiwa-jiwa. Tentu jiwa kita sendiri terlebih dahulu,
baru kemudian jiwa orang lain. Keselarnatan ini berarti usaha Tuhan men
;embalikan manusia ke . ada rancan1an semula atau tu'uaTl ayal. Hal ini sama
dengan mengenakan kodrat Ilahi atau mengambil bagian dalam kekudusan Allah.
Untuk
meraih kualitas hidup seperti yang dijelaskan di atas dibutuhkan perjuangan
yang sangat berat. Tentu saja tidak ada barang mulia dengan harga murah.
Dituntut keberanian untuk melakukan barter. Paulus menyatakan bahwa ia
melepaskan semuanya supaya memperoleh Kristus (Flp. 3:8). Berada dalam Tuhan
artinya dalam persekutuan dengan Allah sebagai sekutu-Nya, bukan karena
kebenaran sendiri yaitu melakukan hukum, tetapi karena penyerahan diri kepada
kehendak-Nya yaitu iman kepada Kristus (Flp. 3:9). Iman adalah penyerahan diri
sepenuh kepada pihak yang dipercayai: Hendaknya Filipi 3:9 tidak dipahami
seakan-akan seseorang boleh mengabaikan hukum, justru sebaliknya, orang percaya
bukan hanya hidup dalam kebenaran moral hukum tetapi hidup dalam kebenaran
moral Allah yaitu mengambil bagian dalam kekudusan Allah; memiliki pola
berpikir-Nya. Dengan kualitas hidup seperti ini semua tindakannya sesuai dengan
keinginan Tuhan.
11. KETAATAN SEBAGAI KUNCINYA
Mengapa
Karya keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus harus membawa Tuhan Yesus sampai
kepada kematian? Bagaimana kalau Tuhan Yesus tidak mati? Sekilas pertanyaan ini
konyol atau dianggap mengada-ada, padahal ini termasuk pertanyaan prinsip dan
sangat fundamental. Jawaban atas pertanyaan ini tidak sederhana. Tuhan Yesus harus sampai kepada kematian
untuk membuktikan kesetiaan dan ketaatan-Nya kepada Bapa. Kalau Ayub
membuktikan kesetiaannya kepada Allah hanya saampai pada tubuhnya
yang sakit, tetapi Tuhan Yesus sampai kepada kematian. Berhubung KEBANGKITAN merupakan sarana PEMBUKTIN
Tuhan Yesus benar-benar TAAT dan SALEH atau tidak, maka Tuhan Yesus harus mengalami kematian.
Keselamatan ini kita memahami
mengenai darah Yesus yang berkuasa,
dan salib sebagai puncak karya keselamatan dan
kebangkitan Tuhan Yesus sebagai bukti kemenangan-Nya atas maut, kita
terpaku pada “kuasa Allah Yang luar biasa” yang membuat semua itu terjadi
Sebenarnya di balik semua karya Allah tersebut ada satu kata penting Yang
menjadi kuncinya. Kata itu adalah “ketaatan”
Tuhan Yesus Kristus kepada
Bapa. Iblis tidak takut darah Yesus
sebelum Ia menaati Bapa sampai mati di kayu salib. Karena ketaatan-Nya
kepada Bapa, maka darah Yesus bisa mengusir Iblis dari lingkungan para malaikat
di surga (Why. 12:9-ll). Salib
tidak ada artinya kalau Tuhan Yesus tidak taat kepada Bapa, dan tidak akan ada
kebangkitan tanpa kesalehan atau kesucian yang memenuhi standar Allah.
Ternyata hanya darah Anak Domba yaitu darah Tuhan
Yesus Kristus yang bisa mengalahkannya (Why. 12:10-11). Demikian pula
dengan pengampunan yang bisa
diberikan kepada manusia, harus ada sarananya. Sarana satu-satunya agar manusia
beroleh pengampunan adalah pengorbanan darah Anak Allah yang tidak bersalah,
yang taat sampai mati di kayu salib.
Jadi, di
sini yang membuat Tuhan Yesus berhasil menyelesaikan tugas-Nya adalah
ketaatan-Nya dan sikap hormat-Nya secara pantas kepada Bapa. Harus dipahami
bahwa bukan karena Tuhan Yesus adalah Anak Allah, maka Bapa memberikan
kemenangan dengan memberikan kemampuan-kemampuan ekstra. Dalam segala hal 13
disamakan dengan manusia (lbr. 2:17). Jika tidak demikian, maka kemenangan
Tuhan Yesus bukanlah kemenangan yang adil, tetapi kemenangan yang tidak adil.
Ini berarti pula Ia tidak bisa mengklaim bahwa kemenangan-Nya adalah kemenangan
dari perjuangan-Nya
sendiri. Alkitab menulis bahwa
sekalipun la
Allah Anak, tetapi la belajar taat kepada Bapa dari apa yang diderita-Nya (Ibr.5:8-9). Dengan cara inilah maka
Iblis bisa dikalahkan dan tidak mendat tempat ladi di surga. Iblis bisa dinyatakan bersalah
kalau ada pembuktianya.
Dalam Ibrani 5:7 dikatakan bahwa dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Tuhan Yesus memohon kepada Bapa agar Ia dapat dihindarkan dari maut atau bisa dibangkitkan. Alkitab mencatat, karena kesalehanNya maka doa-Nya didengar atau dikabulkan. Dikabulkannya doa Tuhan Yesus bukan karena Ia adalah Anak Allah (Ibr. 5:8-9), tetapi karena Ia saleh atau taat kepada Bapa di surga. Ini sebuah pertaruhan yang luar biasa. Kalau Tuhan Yesus tidak taat, maka Ia tidak akan dibangkitkan. Kalau Ia tidak dibangkitkan berarti Ia menjadi milik kerajaan kegelapan. Tetapi akhirnya setelah perjuangan-Nya, Tuhan Yesus menang. Kemenangan-Nya adalah juga kemenangan surga dan dunia, Kemenangan-Nya adalah keselamatan surga dan dunia, sebab dengan kemenangan-Nya segala kuasa di surga dan di bumi ada dalam tangan Tuhan Yesus.
Yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus adalah taat kepada Bapa untuk membuktikan bahwa Iblis patut dipersalahkan dan dihukum. Dengan hal ini manusia bisa ditebus dari kuasa dan hukum dosa. Dari kuasa dosa artinya manusia bisa dihindarkan dari neraka abadi, sedangkan hukum dosa adalah keadaan di mana manusia tidak bisa menca-ai kesucian .n; dikehendaki oleh Allah. Hal ini tidak ada dalam agama dan kepercayaan manapun. Harus ditegaskan bahwa Allah tidak bisa mengampuni tanpa sarana. Itulah sebabnya Allah belum bisa menyelesaikan dosa Adam di taman Eden ketika jatuh dalam dosa.
Dalam Ibrani 5:7 dikatakan bahwa dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Tuhan Yesus memohon kepada Bapa agar Ia dapat dihindarkan dari maut atau bisa dibangkitkan. Alkitab mencatat, karena kesalehanNya maka doa-Nya didengar atau dikabulkan. Dikabulkannya doa Tuhan Yesus bukan karena Ia adalah Anak Allah (Ibr. 5:8-9), tetapi karena Ia saleh atau taat kepada Bapa di surga. Ini sebuah pertaruhan yang luar biasa. Kalau Tuhan Yesus tidak taat, maka Ia tidak akan dibangkitkan. Kalau Ia tidak dibangkitkan berarti Ia menjadi milik kerajaan kegelapan. Tetapi akhirnya setelah perjuangan-Nya, Tuhan Yesus menang. Kemenangan-Nya adalah juga kemenangan surga dan dunia, Kemenangan-Nya adalah keselamatan surga dan dunia, sebab dengan kemenangan-Nya segala kuasa di surga dan di bumi ada dalam tangan Tuhan Yesus.
Yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus adalah taat kepada Bapa untuk membuktikan bahwa Iblis patut dipersalahkan dan dihukum. Dengan hal ini manusia bisa ditebus dari kuasa dan hukum dosa. Dari kuasa dosa artinya manusia bisa dihindarkan dari neraka abadi, sedangkan hukum dosa adalah keadaan di mana manusia tidak bisa menca-ai kesucian .n; dikehendaki oleh Allah. Hal ini tidak ada dalam agama dan kepercayaan manapun. Harus ditegaskan bahwa Allah tidak bisa mengampuni tanpa sarana. Itulah sebabnya Allah belum bisa menyelesaikan dosa Adam di taman Eden ketika jatuh dalam dosa.
Pengampunan
dosa dan penyelesaiannya tidak bisa dengan perbuatan baik. Kalau pengampunan dosa bisa dilakukan dengan perbuatan baik, artinya
perbuatan baik bisa menebus dosa manusia, maka Allah akan melakukan itu sejak
Adam jatuh dalam dosa. Tuhan akan menyusun hukum-hukum dan memerintahkan Adam untuk
melakukannya, sebab dengan cara itu Adam bisa diselamatkan. Penciptaan manusia
bukan untuk melakukan hukum-hukum,
tetapi supaya manusia segambar dengan diri Allah sendiri dan dapat bertindak
dalam kebenaran dan kesucian seperti Bapanya. Nilai tertinggi kehidupan ini
bukan pada hukum-hukum, tetapi pada Allah Bapa. Oleh sebab itu manusia normal
adalah manusia yang menjunjung tinggi kehendak-Nya. Ini lebih dari sekadar
melakukan hukum.
Kematian
Tuhan Yesus juga merupakan penggantian atas kematian manusia yang berdosa.
Manusia yang seharusnya mati terpisah dari Allah, tetapi Tuhan Yesus
menggantikan tempat kita di hadapan Tuhan. Ketika Tuhan Yesus berkata, “Eloi,
eloi lama sabakhtani” (Allahku, Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku), Ia
harus meninggalkan persekutuan dengan Bapa sesaat demi menggantikan tempat
kita.
Dalam hal
tersebut kita menemukan kehidupan Tuhan Yesus yang diarahkan sepenuhnya kepada
kehendak Bapa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tuhan Yesus sebelumnya,
“Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan
pekerjaan-Nya (Yoh. 4:34). Filosofi ini
bertentangan atau kebalikan dari filosofinya Lusifer. Filosofmya Lusifer
adalah, “Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang
Mahatinggi (Yes. 14:14). Dua pribadi yang sangat kontras. Orang percaya ditantang
untuk memilih yang mana. Mau ikut siapa? Setiap kita harus menentukan sikap,
tidak bisa menghindarinya.
Hendaknya
kita tidak terkecoh dengan tawaran Iblis untuk menikmati dunia seperti anak dunia
menikmatinya, sehingga kita berkategori menyembah Iblis. Dalami Lukas 4:6,
Tuhan Yesus menerimai kenyataan bahwa Iblis memiliki kekuasaan atas “materi”,
yaitu dunia. Ketika Iblis berkata: “Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan
kuberikan kepada-Mu, sebab semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku
memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki”. Kata diserahkan dalam teks
aslinya para dedetai (Ing. & has been delivered), yang artinya sudah
dilepaskan.
“Kekayaan dunia ini dapat menjadi semacam umpan yang jitu untuk menjerat manusia supaya binasa”
Bapa
melepaskan atau mengijinkan Iblis juga bisa menguasai materi (tentu bukan tanpa
batas, sebab Iblis tidak mahakuasa). Dalam hal ini dapat dimengerti mengapa
Iblis dapat memberikan kekayaan kepada siapa pun yang dikehendakinya. Jadi
kekayaan dunia ini dapat menjadi semacam umpan yang jitu untuk menjerat manusia
supaya binasa. Cara inilah yang dipakai oleh Iblis untuk mencoba menjerat
Yesus. Dalam Lukas 4:7 Iblis berkata kepada Tuhan Yesus: ". .. sembah aku,
seluruh harta dunia akan kuberikan kepada-Mu”. Iblis bisa membeli manusia dan
menyita imannya dengan menggunakan ham dunia ini. Manusia dibuat menjadi
manusia yang tidak mulia dengan jerat harta dunia. Berapa banyak di antara
manusia yang sudah dibeli oleh lbhs? Ini bukan berarti salah kalau kita menjadi
kaya atau orang kaya pasti terjerat harta. Kesalahannya adalah kalau karena
harta kita gagal melakukan kehendak Bapa.
Tuhan
memang memerhatikan bangsa Israel dengan memberkati mereka secara jasmani.
Tetapi setelah masuk zaman
penggenapan atau Israel rohani (Ef. 2:11-22), yaitu: umat Perjanjian
Baru. maka berkat jasmani bukanlah prioritas. Tujuan Tuhan
memilih agar kita mewarisi Kerajaan Allah
yang akan datang, bukan kerajaan dunia ini. Hal ini yang sering kurang
ditekankan oleh banyak orang Kristen. bahkan oleh hamba-hamba Tuhan. Kita telah
terlalu jauh mentolerir praktik hidup
yang sebenarnya sangat duniawi menurut ukuran Tuhan. Tidak sedikit kegiatan-kegiatan
rohani yang digerakkan oleh semangat duniawi ini. Orang-orang yang menyadari
hal ini tidak akan meratap tatkala ia tidak berkesempatan seperti yang
lain yang dapat memenuhi hrdupnya
dengan kekayaan dunia. Harus dicamkan
benar-benar bahwa harta dunia telah turun
dari takhtanya, dan sekarang yang boleh disebut satu-satunya harta adalah Tuhan Yesus… Kalau
kita diberkati secara jasmani dan memperoleh segala keberhasilan, maka semuanya
harus menjadi alat bagi kemuliaan Tuhan, bukan sarana membangun keangkuhan
hidup.
Seperti Yesus tegas menolak bujukan untuk menyembah dan berbakti kepada Iblis, dengan mengesampingkan perkara'perkara dunia ini, maka kita juga harus bersikap demikian. Kehidupan Tuhan Yesus merupakan teladan yang harus kita ikuti. Inilah kemenangan Tuhan Yesus. Kalau Tuhan Yesus menyerah kepada keinginan Iblis maka tidak akan ada kemenangan sama sekali. Ia pun menjadi pecundang yang kalah. Tetapi Ia telah membuktikan keperkasaan-Nya, yaitu ketaatan-nya kepada bapa di surga. Ia taat, bahkan sampai mati di kayu salib (Flp. 2:5-11). Itulah kemenangan-Nya.
Seperti Yesus tegas menolak bujukan untuk menyembah dan berbakti kepada Iblis, dengan mengesampingkan perkara'perkara dunia ini, maka kita juga harus bersikap demikian. Kehidupan Tuhan Yesus merupakan teladan yang harus kita ikuti. Inilah kemenangan Tuhan Yesus. Kalau Tuhan Yesus menyerah kepada keinginan Iblis maka tidak akan ada kemenangan sama sekali. Ia pun menjadi pecundang yang kalah. Tetapi Ia telah membuktikan keperkasaan-Nya, yaitu ketaatan-nya kepada bapa di surga. Ia taat, bahkan sampai mati di kayu salib (Flp. 2:5-11). Itulah kemenangan-Nya.
Kemenangan-Nya
bukan pada waktu Ia membuat mukjizat, termasuk pada waktu Tuhan Yesus mengusir
setan, tetapi terletak pada ketaatan-Nya yang mutlak kepada Bapa di surga. Tuhan Yesus berkata
bahwa barangsiapa menang akan didudukkan bersama dengan Dia dalam kemuliaan
(Why. 3:21). Demikianlah, hanya kalau kita sungguh-sungguh bersikap seperti
Yesus, maka kita dapat menjadi manusia rohani dan menjadi pemenang yang sejati.
Dengan demikian kita akan dibuat makin memahami kebenaran-kebenaran Allah.
Kedewasaan kita akan bertumbuh cepat dan normal. Di tengah-tengah suasana dunia
yang materialistis ini, kita harus tetap berpegang teguh kepada kebenaran
Allah. Pada suatu hari nanti kita akan menerima kemuliaan bersama-sama dengan
Tuhan Yesus.
Kemenangan
terhadap Iblis adalah ketika seseorang tidak memberi Iblis pangkalan dalam
hidupnya, yaitu dalam hati dan pikiran (Ef. 4:27). Kata tempat di sini dalam
teks aslinya adalah topan (place) atau tempat berpijak (foothold). Maksudnya
adalah membiarkan hati dan pikiran kita dihinggapi rencananya sehingga
menghalangi rencana Tuhan (Mat. 16:21-23). Bangsa Israel yang melawan Musa
dengan berniat menikmati Mesir menghalangi rencana Allah membawa bangsa itu ke
Kanaan. Sama dengan orang Kristen yang berniat menikmati dunia dan kesenangan
hari ini, menghalangi rencana Tuhan membawa orang percaya kepada kemuliaan
kerajaan-Nya.
Untuk ini
ada perjuangan berat yang harus dilakukan. Ini tidak dikerjakan oleh Tuhan
Yesus lagi, tetapi kitalah yang mengerjakannya. Kitalah yang harus bergumul.
Tidak ada mahkota tanpa salib (no crown without cross). Jangan berpikir bahwa
Tuhan Yesus memborong semua perjuangan dan setelah menang menyerahkannya kepada
kita. Ada bagian yang dikerjakan
Tuhan Yesus yang kita tidak akan dapat mengerjakannya, tetapi ada bagian kita yang tidak akan
dikerjakan oleh Tuhan Yesus. Kalau semua pekerjaan diperjuangkan
oleh Tuhan Yesus, maka tidak ada mahkota untuk kita
12. POKOK KESELAMATAN
PERNAHKAH KITA mempersoalkan mengapa manusia Perketurunan setelah jatuh dalam dosa? Bukankah mandat prokreasi atau perintah untuk beranak cucu diberikan Tuhan kepada manusia sebelum manusia jatuh di dalam dosa? Jujur saja hampir tidak dapat ditemukan jawabnya. Hal ini menjadi misteri yang tidak terjawab selama berpuluh tahun bahkan beratus-ratus tahun. Namun sekarang ada satu jawaban yang paling logis, yaitu karena manusia belum menyelesaikan tugasnya mengalahkan Iblis dengan membuktikan bahwa ada makhluk ciptaan yang bisa taat kepada Allah.
Seandainya manusia pertama tidak jatuh dalam dosa, maka anak cucu manusia tidak akan berkeadaan seperti yang dialami manusia dan bumi hari ini. Dengan demikian, sebenarnya Adamlah Yang dirancang menjadi Juruselamat semua manusia. Sebab kalau manusia pertama tidak jatuh dalam dosa, ia bukan saja menyelamatkan keturunannya dari perbudakan dosa, tetapi juga dapat menjadi teladan kehidupan semua manusia di seluruh jagad raya ini. Adamlah Yang seharusnya menjadi “role model” yang dicontoh semua manusia Yang hidup. Dalam hal ini Adam yang harus menjadi pokok keselamatan bagi manusia lain, tetapi ia gagal. Tuhan Yesus adalah Adam terakhir yang kemudian menyelesaikan tugas penyelamatan, Dialah yang menjadi pokok keselamatan bagi semua orang yang taat kepada-Nya (lbr. 5:7-9). Jadi sekarang, kalau ada yang bersedia dikembalikan kepada rancangan semula atau tujuan awal Allah menciptakan manusia, maka manusia itu harus mengikuti jejak-Nya.' Adam adalah yang ”sulung” yang tidak bisa diikuti atau diteladani. Adam terakhir yaitu Tuhan Yesus yang dapat diikuti dan diteladani.
Dalam teks aslinya kata pokok di sini adalah aitios yang bisa berarti causer atau author, yang berarti penyebab atau pembuat. Pokok keselamatan artinya sumber atau penyebab atau pemberi keselamatan. Ditambahkan ”bagi yang taat kepada' Nya”. Keselamatan itu disediakan, tetapi manusia harus meresponi keselamatan yang disediakan. Taat di sini berarti mengikuti jejak-Nya atau jalan-Nya.
Dalam rancangan semula Alla)4 kan menciptakan makhluk WW disebut manusia dalam jumlah yaw %tidak terbatas. T entu makhluk manila“? ini diharapkan berkeadaan SCPCW''penciptanya. Pribadi yang paling bertanggung jawab atas keadaan sauna manusia yang akan dilahirkan ini adalah Adam. Nasib semua manusia ada di tangan Adam sebagai manusia pertama atau nenek moyang pertama semua manusia yang akan dilahirkan. Kalau Adam menang terhadap Iblis, maka semua keturunannya selamat, tetapi kalau Adam kalah, karena tidak taat kepada Bapa, maka seluruh keturunannya pun juga ikut menanggung kegagalannya. Dengan demikian manusia yang paling menentukan nasib manusia lain sejatinya adalah Adam. Adam bisa menjadi juruselamat nasib semua manusia atau menjadi penyebab kesengsaraan semua manusia.
Dikatakan dalam Firman Tuhan dalam Roma 5:19: [adi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang sem ua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar. Oleh anugerah Allah Bapa, Tuhan Yesus datang ke dunia menyelesaikan tugas yang seharusnya dikerjakan dan diselesaikan oleh Adam. Tuhan Yesus Adam kedua atau terakhir yang berhasil menyelamatkan umat manusia. Ia taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib. Oleh ketaatan-Nya kepada Bapa di surga dan hidup-Nya yang memberikan kehormatan kepada Bapa di surga secara pantas, membuktikan bahwa tindakan Iblis memberontak kepada Allah Bapa itu merupakan salah besar dan akhirnya Lusifer pantas dihukum.
Banyak
orang tidak menyadari bahwa ketika seseorang menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan
dan Juru
Selamat, maka ia dimasukkan ke dalam proyek Ilahi. Proyek itu adalah proyek
yang memproses manusia menjadi manusia Allah (man of God). Tentu hal ini hanya
bisa dikerjakan oleh Allah sendiri. Tetapi manusia juga harus memberi diri
secara aktif digarap oleh Tuhan.
Setelah
Tuhan Yesus menang atas semua godaan dan menang atas maut maka Tuhan Yesus
dapat menggarap orang percaya menjadi sempurna seperti diri-Nya. Tetapi ini
hanya berlaku bagi mereka Yang taat. Kata taat di sini adalah hupakouousin,
yang juga bisa berarti dengar-dengaran (to listen attentively). Dalam hal ini
jelas, bahwa respon seseorang terhadap anugerah Tuhan itu sangat
penting. Orang yang memberi diri digarap oleh Tuhan Yesus harus
dengar-dengaran kepada-Nya, artinya dengan giat belajar segala sesuatu yang
diajarkan. Nya (Mat. 28:18-20).
“Proses belajar sebagai murid Tuhan Yesus tidak mudah, sebab akan merenggut seluruh kehidupan seseorang”
Proses
belajar sebagai murid Tuhan Yesus tidak mudah, sebab akan merenggut seluruh
kehidupan seseorang. Proses ini tidak bisa menjadi “proyek sambilan”. Ini
adalah proyek yang menyita seluruh perhatian dan potensi kita. Semua yang ada
pada kita harus dikorbankan dan dipertaruhkan. Tanpa kesediaan untuk melepaskan
segala sesuatu (Luk 14:33), seseorang tidak pernah menjadi pribadi yang
bertumbuh menjadi manusia Allah. Itulah sebabnya Tuhan Yesus menegaskan bagi
orang yang mau mengikut Dia adalah “hitung dahulu anggarannya” (Luk 14:28).
Untuk
sebuah proyek yang harus sungguh diperhitungkan anggarannya menunjukkan bahwa
proyek itu mahal. Proyek yang tidak sembarangan. Kalau seseorang mau pergi ke
suatu tempat yang jaraknya hanya 2 km, biasanya tidak perlu membuat anggaran,
tetapi kalau hendak pergi ke lain benua dengan jarak ribuan kilometer, maka ia
harus duduk dulu membuat anggarannya. jadi, ini berarti bahwa mengiring Tuhan
adalah berat, menuntut biaya yang sangat tinggi. Kalau seseorang berani
membayar harganya, maka anugerah keselamatan menjadi lengkap dan utuh
dimilikinya. Ia menjadi anak Allah yang diubahkan secara luar biasa. Ia menjadi
seorang yang bermoral Tuhan, melayani Tuhan dengan segenap hati dan hidup dalam
persekutuan dengan Tuhan. Inilah tanda yang jelas seseorang akan menerima
kemuliaan bersama Tuhan Yesus.
Pernah
kita mendengar seorang hamba Tuhan berkata: “Christianity is not a religion,
but the way of life”, “Kekristenan bukanlah sebuah agama, tetapi jalan hidup”.
Apa maksudnya? Kekristenan tidaklah cukup diisi dengan kegiatan seremonial
agama dan peraturan-peraturan, tetapi ketaatan kepada kehendak Bapa seperti
yang telah dilakukan oleh Tuhan Yesus sepanjang hidup-Nya di bumi ini. walaupun
Ia bisa saja tidak dengar-dengaran kepada Bapa-Nya. Kehidupan Tuhan Yesus
menjadi pola yang harus diteladani secara penuh dan sebagai keharusan.
Sedangkan
kepuasan orang yang merasa sudah menjadi anakanak Allah, kepuasan bagi orang
yang merasa sudah diselamatkan, telah membutakan pengertian yang benar tentang
keselamatan dan membuat orang tidak hidup dalam jalan keselamatan yang
sesungguhnya.
Tuhan Yesus menjadi pokok keselamatan. Kata pokok dalam teks ini adalah aitios (lbr 5:9). Aitios artinya penggubah. Ia sebagai Peuggubah atau penyusun atau pembentuk manusia hingga menjadi s!fpel'ti yang Bapa kehendaki. Ini sama artinya bahwa Tuhan Yesus merancang ulang (redesign) manusia yang mau taat kepada-Nya, Bagi setiap orang yang mau diselamatkan, berarti harus memberi dm untuk diubah, dibentuk dan diserupakan dengan Tuhan Yesus sebaga gambaran utama manusia. Di sini kita menemukan gambaran dari suatu proses pembentukan individu. Oleh sebab itu hendaknya kita tidak berpikir bahwa menjadi Kristen itu yang penting rajin beribadah ke gereja. Memang hal itu penting, tetapi kehidupan kita setiap hari merupakan sekolah kehidupan sesungguhnya, di mana kebenaran. kebenaran yang kita dengar dalam ibadah harus kita terapkan.
Tuhan Yesus menjadi pokok keselamatan. Kata pokok dalam teks ini adalah aitios (lbr 5:9). Aitios artinya penggubah. Ia sebagai Peuggubah atau penyusun atau pembentuk manusia hingga menjadi s!fpel'ti yang Bapa kehendaki. Ini sama artinya bahwa Tuhan Yesus merancang ulang (redesign) manusia yang mau taat kepada-Nya, Bagi setiap orang yang mau diselamatkan, berarti harus memberi dm untuk diubah, dibentuk dan diserupakan dengan Tuhan Yesus sebaga gambaran utama manusia. Di sini kita menemukan gambaran dari suatu proses pembentukan individu. Oleh sebab itu hendaknya kita tidak berpikir bahwa menjadi Kristen itu yang penting rajin beribadah ke gereja. Memang hal itu penting, tetapi kehidupan kita setiap hari merupakan sekolah kehidupan sesungguhnya, di mana kebenaran. kebenaran yang kita dengar dalam ibadah harus kita terapkan.
Gereja
harus menjadi pusat kebenaran, yang membawa jemaat untuk masuk dalam proses
keselamatan. Di sini pelayan Tuhan dituntut untuk tampil sebagai teladan atau
contoh dari seseorang yang mengaku dimuridkan oleh Tuhan Yesus. Karena keselamatan itu proses maka kita semua
adalah murid yang masih
harus belajar, bertumbuh dan memperagakan
kebenaran. Kita tetap manusia
dengan segala kelemahan dan
kekurangan yang ada, tetapi (in tidak boleh tetap tinggal di dalaw yekura fm
Ngan dan kelemahan, kita harus terus belajar sebagai murik Pai kita berkat, “hidupku bukannya aku lagi,
tetapi Kristus yang
hidup di dalam
aku”.
13. PANGGILAN HIDUP DALAM TATA LAKSANA YANG BENAR
SEBENARNYA INTI
Kekristenan adalah mengajarkan atau menunjukkan bagaimana tata laksana
kehidupan yang dikehendaki oleh Allah Bapa. Tata laksana kehidupan yang benar
artinya bagaimana menyelenggarakan hidup yang diciptakan oleh Allah sesuai
dengan kehendak-Nya. Inilah sebenarnya bentuk atau warna hidup ideal yang
dikehendaki oleh Allah untuk dikenakan dalam hidup setiap manusia. Tentu saja
sejak semula Allah sudah memiliki rancangan bagaimana seharusnya manusia
menyelenggarakan hidupnya. Sayang sekali, tata laksana kehidupan yang benar
tidak dimiliki oleh manusia yang telah berdosa (Rm. 3:23). Tata laksana
kehidupan ini tidak dimiliki atau tidak pernah dimiliki manusia, sebab Adam
belum pernah mencapai kualitas kehidupan seperti yang dikehendaki oleh Allah,
manusia sudah berdosa. Berdosa artinya meleset atau tidak kena sasaran (Yun.
Hamartia), kemelesetan tersebm sudah cukup membuat manusia kehilangan kemuliaan
Allah.
Kalau
manusia hidup dalam tata laksana kehidupan yang benar, maka manusia memiliki
kemuliaan Allah, sebab tata laksa…a kehidupan yang dirancang oleh Allah adalah
tata laksana kehidupan Yang memancarkan kemuliaan Allah atau keagungan
Penciptanya. Bila manusia berhasil memiliki tata laksana kehidupan ideal
seperti yang dikehendaki oleh Allah maka Lusifer dapat dibuktikan berbuat salah
Dalam hal ini tidak atau belumlah cukup Tuhan Yesus menunjukkan kesalahan
Lusifer, sebab apakah manusia juga dapat melakukannya? Kalau manusia (umat
pilihan) dapat membuktikannya, maka lengkaplah pembuktian terhadap kesalahan
Lusifer.
Dalam
Alkitab dikatakan bahwa Adam adalah anak Allah (Luk. 3:38). Lebih tegas lagi,
Paulus menyatakan bahwa manusia adalah keturunan Allah (Kis. 17:28-29). Kata
keturunan dalam teks aslinya adalah genos (yévoc) yang artinya keturunan (Ing.
ofspring, race, stock, descendants). kata yang sama digunakan untuk pengertian keturunan
secara umum. Pernyataan ini bukan bermaksud meninggikan derajat manusia dan
melecehkan Allah. Paulus sendiri, yang kita percayai memiliki karunia untuk
menyampaikan pesan Allah, menyatakan demikian. Pernyataan Paulus ini bukan
tidak berdasar, sebab kalau kita memerhatikan kisah penciptaan manusia maka
kita dapati bahwa “roh” manusia bukanlah sesuatu yang berasal dari sumber lain. Roh manusia bukan diciptakan tetapi “dikeluarkan dari dalam diri Allah. Jadi roh manusia
adalah roh yang berasal dari Allah sendiri.
Roh manusia tidak bisa dikatakan diciptakan,
sebab keluar dari diri Allah ketika Allah menghembuskan nafas-N a (Kej. 2:7) . Tentu
saja ketika Allah menghembuskan “sesuatu” tidak perlu menarik nafas terlebih
dahulu. Dalam hal ini berarti ada sesuatu yang berasal dari
dalam diri Allah mengalir keluar. Itulah sebabnya dikatakan dalam Yakobus 4:5 bahwa roh yang
ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu. Ia
menghendaki roh manusia sebab roh itu milik-Nya. Dalam Ibrani 12:9 dikatakan bahwa Allah adalah Bapa segala roh, artinya semua roh yang ada
berasal dari Dia, termasuk roh manusia berasal dari Allah Bapa. Itulah sebabnya
pula dengan tegas Alkitab menyatakan bahwa orang percaya adalah “manusia Allah” (Ing man of God. Yun. Anthrope tou
theou; é’wOpwne 101') 9806 ; 1
Tim. 6:11). Maksudnya manusia
Allah di sini bukan berarti manusia sejajar dengan Allah atau bisa menjadi
Allah, tetapi manusia bisa memiliki karakter atau moral seperti Allah yang
adalah Bapanya. Sebagaimana Lusifer tentu memiliki roh dari Allah,
demikian pula manusia. Perlu diingatkan lagi bahwa semua roh berasal dari Allah
Bapa (lbr. 12:9).
Keselamatan
dalam Tuhan Yesus Kristus hendak mengembalikan manusia kembali kepada
rancangan-Nya semula, yaitu menciptakan manusia dengan kedaulatan yang tidak
terbatas atas moralnya, sehingga dapat kembali mencapai kesucian Tuhan. Hal
inilah yang dimaksud oleh Firman Tuhan dengan mengambil bagian dalam kodrat Ilahi (2Ptr. 1:3-4) atau sama
dengan maksud penulis kitab Ibrani, yaitu
beroleh bagian dalam kekudusan-Nya (lbr. 12:10). Itulah sebabnya Firman
Tuhan jelas sekali menyatakan agar orang percaya memiliki pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus
(Flp. 2:5-7). Memiliki pikiran dan perasaan Kristus artinya bahwa orang percaya
mampu bertindak, mengambil keputusan dalam segala pertimbangannya seperti Tuhan
Yesus yang dalam segala tindakan-Nya sesuai dengan kehendak Bapa. jika hal ini dicapai
berarti seseorang menjadi corpus delicti seperti Dia.
Keselamatan
dalam Tuhan Yesus Kristus kembali memungkinkan manusia menjadi anak-anak Allah.
Keselamatan dalam Tuhan Yesus
Kristus menyediakan kuasa (Yun. exousia), supaya mereka yang percaya bisa
menjadi anak-anak Allah (Yoh. 1:11-13). Kuasa supaya menjadi anak-anak Allah
tidak otomatis dapat membuat seseorang berkeadaan sebagai anak-anak Allah
dengan moral tanpa batas sesuai dengan moral Tuhan. Dalam hal ini setiap orang
harus menjadi murid Tuhan Yesus. Tuhan Yesus tegas menyatakan bahwa orang
percaya harus menjadikan semua bangsa menjadi murid Tuhan Yesus. Bukan murid
manusia. Dalam hal ini pelayanan gereja hanya sampai wilayah tertentu
membimbing umat kepada kebenaran Tuhan oleh tuntunan Roh Kudus, selanjutnya
setiap pribadi harus belajar dari Tuhan Yesus, bagaimana memiliki pikiran dan
perasaan Tuhan.
Memang
bila ditinjau dari standar kesucian Tuhan dan maksud Allah menciptakan manusia,
yaitu bagaimana manusia harus menampilkan satu pribadi yang taat kepada Bapa,
sepikiran dan seperasaan dengan Bapa, menghormati Bapa dan melakukan kehendak
serta rencana-Nya dengan sempurna, maka kebaikan yang dicapai oleh manusia
tidak dapat atau belum dapat membuktikan kesalahan Lusifer.
Umat pilihan yang tidak mencapai standar tata laksana hidup seperti yang dikehendaki oleh Allah adalah umat yang dinilai gagal. Gagal di sini bukan berarti manusia menjadi biadab seperti hewan, tetapi manusia berkeadaan tidak menjadi persis seperti yang Allah Bapa kehendaki. Standar yang benar atau tepat seperti yang Allah kehendaki adalah kehidupan yang diperagakan oleh Tuhan Yesus. Kehidupan Tuhan Yesus adalah kehidupan dalam ketaatan yang tidak bersyarat kepada Allah Bapa (Flp. 2:710), penghormatan yang sempurna kepada Bapa dan kasih cinta-Nya yang sangat mendalam kepada Allah Bapa tanpa batas. Kurang dari standar hidup tersebut berarti manusia gagal menjadi corpus delicti.
Gagal menjadi corpus delicti maksudnya tidak bisa membuktikan bahwa Iblis bersalah. Sebenarnya Iblis sebagai makhluk ciptaan dirancang untuk bersikap seperti yang Tuhan Yesus peragakan. Tetapi Iblis memilih jalannya sendiri. Ia tidak bisa dihukum sebelum dibuktikan kesalahannya. Pembuktiannya adalah bila ada pribadi yang menunjukkan bagaimana seharusnva makhluk ciptaan hidup dihadapan Allah Bapa sebagai Penciptanya. Manusia (Adam) yang seharusnya bisa membuktikan kesalahan Iblis telah gagal, karena manusia tidak menampilkan kehidupan yang Allah Bapa inginkan. Manusia gagal mencapai target tersebut. Kerusakan tersebut menempatkan manusia sebagai makhluk yang gagal memuaskan hati Bapa, walaupun manusia masih bisa memiliki moral yang baik, tidak seperti hewan. Manusia mengecewakan Allah karena tidak memuaskan keinginanNya. Kehidupan yang dimiliki manusia“ menjadi tidak ideal.
Umat pilihan yang tidak mencapai standar tata laksana hidup seperti yang dikehendaki oleh Allah adalah umat yang dinilai gagal. Gagal di sini bukan berarti manusia menjadi biadab seperti hewan, tetapi manusia berkeadaan tidak menjadi persis seperti yang Allah Bapa kehendaki. Standar yang benar atau tepat seperti yang Allah kehendaki adalah kehidupan yang diperagakan oleh Tuhan Yesus. Kehidupan Tuhan Yesus adalah kehidupan dalam ketaatan yang tidak bersyarat kepada Allah Bapa (Flp. 2:710), penghormatan yang sempurna kepada Bapa dan kasih cinta-Nya yang sangat mendalam kepada Allah Bapa tanpa batas. Kurang dari standar hidup tersebut berarti manusia gagal menjadi corpus delicti.
Gagal menjadi corpus delicti maksudnya tidak bisa membuktikan bahwa Iblis bersalah. Sebenarnya Iblis sebagai makhluk ciptaan dirancang untuk bersikap seperti yang Tuhan Yesus peragakan. Tetapi Iblis memilih jalannya sendiri. Ia tidak bisa dihukum sebelum dibuktikan kesalahannya. Pembuktiannya adalah bila ada pribadi yang menunjukkan bagaimana seharusnva makhluk ciptaan hidup dihadapan Allah Bapa sebagai Penciptanya. Manusia (Adam) yang seharusnya bisa membuktikan kesalahan Iblis telah gagal, karena manusia tidak menampilkan kehidupan yang Allah Bapa inginkan. Manusia gagal mencapai target tersebut. Kerusakan tersebut menempatkan manusia sebagai makhluk yang gagal memuaskan hati Bapa, walaupun manusia masih bisa memiliki moral yang baik, tidak seperti hewan. Manusia mengecewakan Allah karena tidak memuaskan keinginanNya. Kehidupan yang dimiliki manusia“ menjadi tidak ideal.
Tata
laksana kehidupan yang dirancang Allah Bapa untuk dikenakan dalam hidup manusia
hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang hidup pada zaman Perjanjian Baru, sebab Terang
itu datang pada zaman penggenapan. Dalam Dia ada hidup, dan hidup itu terang
manusia (Yoh. l:4). Hidup di sini adalah tata laksana kehidupan yang
dikehendaki oleh Allah. Di dalam diri Tuhan Yesus ada tata laksana kehidupan
yang Allah Bapa kehendaki dan Tuhan Yesus memperagakannya dengan sangat
sempurna. Terang itu menunjuk tata laksana kehidupan yang dikehendaki oleh
Allah Bapa. Berjalan atau hidup dalam terang artinya memahami tata laksana
kehidupan.
Tata laksana kehidupan ideal ini adalah kehidupan yang dalam segala geraknya mempermuliakan Allah (lKor. 10:31). Kehidupan yang memuliakan Allah adalah kehidupan yang diperagakan oleh Tuhan Yesus. Bukan pada nyanyian, bukan pada liturgi atau misa, tetapi pada Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Berkenaan dengan ini justru tata cara liturgi atau ritual agama apa pun bentuknya bisa berpotensi menyesatkan (kalau dipahami keliru), sebab seakan-akan bisa menggantikan ruangan untuk mempermuliakan Tuhan. Pujian, sanjungan dan penyembahan dengan gerak dan mulut bagi Tuhan justru menjijikkan kalau tidak disertai tindakan setiap hari yang membuat orang lain diberkati. Diberkati artinya membuat seseorang mengenal Allah yang benar dan bisa berperilaku baik. Malang sekali banyak orang Kristen merasa bahwa ia sudah melaksanakan tata laksana hidup yang benar karena sudah menghiasi hidupnya dengan pergi ke gereja. Apalagi kalau sudah mengambil bagian dalam kegiatan pelayanan gereja, mereka merasa bahwa mereka telah memiliki standar hidup yang diinginkan oleh Tuhan. Justru mereka yang merasa diri menjadi hamba Tuhan tersesat oleh gambar diri yang salah ini. Mereka merasa sudah melayani Tuhan sebagai hamba Khan, diakui masyarakat sebagai hamba Tuhan atau wakil Tuhan dan memiliki kegiatan yang dikategorikan sebagai “imam” bagi umat Tuhan. Padahal tata laksana hidup yang benar bukan ditandai dengan jabatan dan kegiatan lahiriah, tetapi pada sikap batiniah (segala sesuatu yang kita lakukan sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah).
Tata laksana kehidupan ideal ini adalah kehidupan yang dalam segala geraknya mempermuliakan Allah (lKor. 10:31). Kehidupan yang memuliakan Allah adalah kehidupan yang diperagakan oleh Tuhan Yesus. Bukan pada nyanyian, bukan pada liturgi atau misa, tetapi pada Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Berkenaan dengan ini justru tata cara liturgi atau ritual agama apa pun bentuknya bisa berpotensi menyesatkan (kalau dipahami keliru), sebab seakan-akan bisa menggantikan ruangan untuk mempermuliakan Tuhan. Pujian, sanjungan dan penyembahan dengan gerak dan mulut bagi Tuhan justru menjijikkan kalau tidak disertai tindakan setiap hari yang membuat orang lain diberkati. Diberkati artinya membuat seseorang mengenal Allah yang benar dan bisa berperilaku baik. Malang sekali banyak orang Kristen merasa bahwa ia sudah melaksanakan tata laksana hidup yang benar karena sudah menghiasi hidupnya dengan pergi ke gereja. Apalagi kalau sudah mengambil bagian dalam kegiatan pelayanan gereja, mereka merasa bahwa mereka telah memiliki standar hidup yang diinginkan oleh Tuhan. Justru mereka yang merasa diri menjadi hamba Tuhan tersesat oleh gambar diri yang salah ini. Mereka merasa sudah melayani Tuhan sebagai hamba Khan, diakui masyarakat sebagai hamba Tuhan atau wakil Tuhan dan memiliki kegiatan yang dikategorikan sebagai “imam” bagi umat Tuhan. Padahal tata laksana hidup yang benar bukan ditandai dengan jabatan dan kegiatan lahiriah, tetapi pada sikap batiniah (segala sesuatu yang kita lakukan sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah).
Tidak ada
hal yang lebih prinsip dalam hidup ini selain “berkenan kepada Allah”. Justru
keagungan entitas manusia sebagai extra Allah atau mahkota ciptaan Allah
terlihat ketika manusia hidup berkenan di hadapan-Nya. Untuk menjadi seorang
yang berkenan kepada Allah Bapa. seseorang harus mengerti dan melakukan kehendakNya.
Untuk mengerti kehendak Allah seseorang harus memasuki fase untuk selalu
mempersoalkan apakah yang dilakukan mai dengan keinginan Allah Bapa; sesuai
dengan selera-Nya atau tidak. Hal ini harus dipraktikkan mulai dari hal-hal
sederhana yang terjadi dalam kehidupan ini. Hal-hal kecil yang selama ini lolos
dari Dengan serius haru.
mempersoalkan
apakah sesuatu Yang dilakukan bukan saja tidak melanggar hukum, tidak
mzlukkaallczesama, tetapi apakah bisa menyenangkan hati Tuhan atau men u nw”.
Tuhan Yesus menghendaki agar orang percaya memiliki hidup Yang luar biasa dalam
kelakuan (Mat. 5:20). Dalam Matlus 5:20, Tuhan Yesus berkata: “Bila hidup
keagamaanmu tidak lebih benar dari hidup keagamaan ahli taurat dan orang Farisi
sesungguhnya kamu tidak akan masuk dalam kerajaan Allah”. Ayat ini menunjukkan
bahwa kita dipanggil untuk hidup secara luar biasa. Luar biasa di sini tentu
jangan diartikan secara duniawi.
Kita
dipanggil untuk hidup secara luar biasa dalam kelakuan. Kata “hidup
keagamaanmu” dalam Matius 5:20 adalah dikaiosune (Stxatom'wn), yaitu kebenaran
yang berkaitan dengan tingkah laku, baik yang nampak di luar maupun yang tidak
nampak, yaitu sikap hati, sikap batin dan pola berpikir kita, dalam bahasa
Inggris diterjemahkan .sebagai righteousness. Dalam ayat ini Tuhan Yesus tidak
menggunakan kata aletheia (&MiOeta) seperti yang digunakan dalam Yohanes
14:6; Akulah :
jalan, kebenaran dan kehidupan. Kata kebenaran dalam ayat ini dalam bahasa Inggris diterjemahkan truth. Kita dipanggil untuk hidup secara luar biasa dalam kelakuan yang berstandar Allah sendiri. Allah adalah Allah yang sempurna dalam kelakuan, maka jelas kita dipanggil untuk sempurna seperti Allah dalam kelakuan kita.
jalan, kebenaran dan kehidupan. Kata kebenaran dalam ayat ini dalam bahasa Inggris diterjemahkan truth. Kita dipanggil untuk hidup secara luar biasa dalam kelakuan yang berstandar Allah sendiri. Allah adalah Allah yang sempurna dalam kelakuan, maka jelas kita dipanggil untuk sempurna seperti Allah dalam kelakuan kita.
Oleh sebab
itu dalam Matius 5:21-47, Tuhan Yesus membandingkan hukum atau kelakuan yang
berstandar dunia atau manusia pada umumnya dan hukum yang diberlakukan bagi
anak-anak Kerajaan Surga yang dipanggil untuk sempurna“. Dalam Matius 5:17,
Tuhan Yesus berkata bahwa Ia datang bukan untuk meniadakan hukum taurat tetapi
Ia datang untuk menggenapinya atau menyempurnakan. Dalam teks bahasa Yunaninya
terjemahan dari plerosai (nxnpdmal) dari akar kata pleroo (nknpéw). Dalam
bahasa Inggris kata ini diterjemahkan to fulfill. Tuhan Yesus menggenapi bukan saja dalam pengertian menambahkan
jumlah
butir hukumnya tetapi Ia memberi pengertian yang benar terhadap
hukum itu. Dalam Alkitab terjemahan Good News tertulis: to make their teachings
come true (Mat. 5:17). Selanjutnya Tuhan memberi potensi untuk dapat melakukan
hukum-hukum tersebut.
Kehidupan
yang luar biasa ini telah diperagakan oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus adalah :
rototi . manusia n; dikehendaki Allah, manusia yang berkenan di hadapan Allah.
Kepada Tuhan Yesus, Allah Bapa berkata: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi
kepada-Nya Aku berkenan” (Mat. 3:17; Kol. 1:15). Dengan demikian kita dipanggil
dan dikehendaki menjadi seperti Yesus (Rm. 8:29; Ef. 4:13; 2Kor. 13:11). Allah
datang ke dalam dunia bukan saja hendak menyelamatkan jiwa kita, tetapi juga
watak kita. Kita bukan saja dipanggil untuk dibenarkan, tetapi juga supaya
menjadi benar. Seperti Yesus dalam kelakuan-Nya, seperti Yesus dalam perkenanan
Allah. Allah mau kita menjadi sebuah pribadi yang kepada kita Allah juga
berkata “Inilah anak-Ku yang Ku-kasihi, kepadanya aku berkenan”. Menjadi
kehendak Tuhan agar kita bukan hanya menjadi anak kesayangan Bapa, tetapi juga
anak kesukaan-Nya, yaitu anak-anak Tuhan yang memperkenan hati-Nya. Hanya
dengan demikian orang percaya dapat menjadi corpus delicti.
14. ALLAH MEMBANGUN KELUARGA
PSIKOLOGI, SOSIOLOGI dan berbagai bidang ilmu lain mengakui bahwa manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia adalah makhluk yang harus memiliki kebersamaan, relasi dan persekutuan dengan sesamanya. Tentu kita semua juga mengakuinya, karena kita manusia yang bisa merasakan atau membuktikan. Menjadi kebutuhan setiap insan untuk ber-fellowship dengan manusia lain, dikasihi dan mengasihi, diperhatikan dan memperhatikan, disenangkan dan menyenangkan. Masing-masing pribadi harus menemukan tempatnya bagi sesamanya dan menempatkan sesamanya sesuai dengan tempat dan kedudukannya. Jika demikian maka terjalin suatu hubungan yang harmonis. Dinamika hidup seperti ini sangat indah dan membahagiakan.
Jika Firman Tuhan menunjukkan bahwa manusia diciptakan
menurut gambar dan rupa Allah, maka itu berarti Allah sendiri juga memiliki pribadi atau natur seperti ini. Allah
menginginkan Obyek untuk dikasihi dan mengasihi, untuk ber-fellowship dengan
pribadi lain, diperhatikan dan memperhatikan, disenangkan dan menyenangkan. Allah pasti menemukan tempat-Nya
bagi pribadi
anak-anak-Nya dan menempatkan mereka sesuai dengan tempat dan kedudukannya. Dan
anakanak-Nya harus menempatkan Allah Bapa di tempat-Nya. Jika demikian relasi
keduanya akan terjalin indah yaitu suatu hubungan yang harmonis; persekutuan
yang sangat luar biasa membahagiakan.
Karena
hakikat Allah tersebutlah yang menjadi kausalitas diciptakan-Nya Lusifer dan
manusia yang adalah anak-anak-Nya Lusifer dan manusia adalah anak-anak-Nya. Hal
ini didasarkan pada apa yang dikatakan dalam Firman Tuhan bahwa Allah Bapa
adalah Bapa
segala roh (Ibr. 12:9). Tidak ada roh
yang bukan berasal dari Bapa; semua pribadi yang memiliki roh dan memiliki
kehidupan adalah berasal dari Allah Bapa. Di dalamnya termasuk para malaikat,
tetapi malaikat hanyalah roh-roh yang melayani (Ibr. 1:14). Lusifer bukanlah
berjenis malaikat. Ia diciptakan “tunggal” di taman Tuhan di mana ada malaikat (kerub) yang
menjagainya. Ia diciptakan serupa dengan Allah sendiri (Yeh. 28).
Penciptaan dan kelahiran anak-anak-Nya (Lusifer dan manusia) didasarkan pada alasan-alasan ini, pertama bahwa menciptakan sesuatu dengan tujuan yang besar dan cerdas. Kedua, apa yang diciptakan Allah pasti bertujuan untuk kepentingan atau kesukaan-Nya. Ketiga, segala sesuatu yang diciptakan Tuhan pasti berasal dari hakikat dan nilai-nilai keindahan yang ada pada diri Allah.
Salah satu kemungkinan yang paling kuat yang bisa
dipercayai berkenaan dengan maksud Allah menciptakan pribadi-pribadi yang hidup
seperti Lusifer dan manusia adalah karena Allah Bapa adalah pribadi yang
berkehendak membangun suatu keluarga dan menikmati kehidupan bersama-sama
dengan keluarga yang dibangun-Nya tersebut. Inilah awal dari
sejarah Kerajaan Allah. Kerajaan Allah adalah peta dari rencana Allah yang
besar dan cerdas, bagi kemuliaan-Nya dan menunjukkan hakikat dan nilai-nilai
keindahan Allah yang menakjubkan. Dalam hal ini nilai-nilai tersebut bertumpu
pada hakikat Allah yang luar biasa, bukan hanya kuasa-Nya, tetapi juga kasih-Nya.
“Allah Bapa adalah pribadi yang berkehendak membangun suatu keluarga dan menikmati kehidupan bersama-sama dengan keluarga yang dibangun-Nya tersebut.”
Keluarga yang dibangun oleh Allah Bapa,
haruslah keluarga memiliki kerelaan untuk menjadi objek untuk dikasihi
dan subjek yang
mengasihi Allah Bapa pribadi untuk bisa
ber-fellowship (bersekutu). dengan Allah Bapa diperhatikan dan memperhatikan disenangkan dan menyenangkan serta mengabdi kepada Allah
Bapa sebagai Allah-Nya. Hal ini
dimaksudkan agar relasi antara Bapa dan anak-anak adalah relasi harmonis yang
tidak dipaksakan; natural sempurna.
Relasi
harmonis antara Allah Bapa dan anak-anak-Nya didasarkan pada kasih yang
merupakan hakikat Allah sendiri (lYoh. 4:8). Tentu kasih yang tulus ikhlas.
Itulah sebabnya Allah
menciptakan pribadi-pribadi tersebut sebagai makhluk yang benar-benar
memiliki “kehendak bebas”, artinya bahwa makhluk-makhluk tersebut dapat
bertindak serta mengambil keputusan dan pilihan-pihan sendiri tanpa dipaksa
oleh faktor di luar dirinya. Pribadi-pribadi tersebut bukan seperti robot yang
diatur dan digerakkan oleh remote control. Baik Lusifer maupun Adam diberi
kemungkinan untuk taat atau memberontak. Keberadaan inilah yang juga memberi
nilai keagungan
manusia sekaligus menunjukkan keagungan
Allah Bapa. Kalau
anak-anak Allah Bapa tidak memiliki kehendak bebas, maka mereka bukanlah
makhluk yang memiliki nilai agung.
Betapa tidak bernilainya kalau keluarga yang dibangun Allah itu terdiri dari robot-robot yang mengasihi Allah Bapa karena telah diprogram atau di-setting untuk mengasihi Allah Bapa, tunduk, taat dan melayani Dia. Kalau Lusifer dan Adam diciptakan tanpa kehendak bebas, berarti Lusifer dan Adam adalah ciptaan yang gagal. Kegagalan bukan pada pihak Lusifer atau Adam, tetapi pada pihak Allah sebagai Sang Pencipta. Tetapi faktanya adalah pribadi-pribadi ciptaan Allah itu memiliki kehendak bebas untuk menentukan keadaan dan pilihannya; Anak-anak Allah diperhadapkan pilihan apakah mau menjadi sekat? Tuhan atau seteru-Nyar Tuhan memberi kebebasan untuk menentukan pilihan tersebut tanpa memaksa dan memengaruhi.
Kalau anak-anak Allah tidak diberi kehendak bebas dalam keluarga Allah atau Kerajaan Allah, maka semua berlangsung dalam alunan cerita yang telah ditetapkan oleh sang sutradara yaitu Allah sendiri, masing-masing menjalankan perannya tanpa perasaan yang mengalir dengan tulus ikhlas. Jika demikian, maka pribadi-pribadi tersebut tidak saling merasakan kasih yang tulus ikhlas, baik antara Allah dan anak-anak-Nya maupun antar anak-anak-Nya tersebut.
Hanya pribadi yang “jiwanya” sakit yang membangun keluarga dengan keberadaan seperti ini; semua hanyalah sandiwara. Dinamika kehidupan seperti itu tidak indah, hanya seperti sebuah cerita film yang telah disusun skenarionya. Semua serba otomatis sesuai dengan program seperti boneka mainan. Memang tidak bisa dikatakan munafik, tetapi otomatisasi itu tidak mengisyaratkan adanya kehidupan konkrit dan riil. Betapa kaku dan lucunya. Tidak mungkin Allah Bapa yang Mahaagung, Mahamulia dan Mahasempurna menciptakan keluarga seperti itu.
Betapa tidak bernilainya kalau keluarga yang dibangun Allah itu terdiri dari robot-robot yang mengasihi Allah Bapa karena telah diprogram atau di-setting untuk mengasihi Allah Bapa, tunduk, taat dan melayani Dia. Kalau Lusifer dan Adam diciptakan tanpa kehendak bebas, berarti Lusifer dan Adam adalah ciptaan yang gagal. Kegagalan bukan pada pihak Lusifer atau Adam, tetapi pada pihak Allah sebagai Sang Pencipta. Tetapi faktanya adalah pribadi-pribadi ciptaan Allah itu memiliki kehendak bebas untuk menentukan keadaan dan pilihannya; Anak-anak Allah diperhadapkan pilihan apakah mau menjadi sekat? Tuhan atau seteru-Nyar Tuhan memberi kebebasan untuk menentukan pilihan tersebut tanpa memaksa dan memengaruhi.
Kalau anak-anak Allah tidak diberi kehendak bebas dalam keluarga Allah atau Kerajaan Allah, maka semua berlangsung dalam alunan cerita yang telah ditetapkan oleh sang sutradara yaitu Allah sendiri, masing-masing menjalankan perannya tanpa perasaan yang mengalir dengan tulus ikhlas. Jika demikian, maka pribadi-pribadi tersebut tidak saling merasakan kasih yang tulus ikhlas, baik antara Allah dan anak-anak-Nya maupun antar anak-anak-Nya tersebut.
Hanya pribadi yang “jiwanya” sakit yang membangun keluarga dengan keberadaan seperti ini; semua hanyalah sandiwara. Dinamika kehidupan seperti itu tidak indah, hanya seperti sebuah cerita film yang telah disusun skenarionya. Semua serba otomatis sesuai dengan program seperti boneka mainan. Memang tidak bisa dikatakan munafik, tetapi otomatisasi itu tidak mengisyaratkan adanya kehidupan konkrit dan riil. Betapa kaku dan lucunya. Tidak mungkin Allah Bapa yang Mahaagung, Mahamulia dan Mahasempurna menciptakan keluarga seperti itu.
Sebenarnya Allah Bapa telah memiliki keluarga dengan
Putra Tunggal yang telah bersama-sama dengan Dia sejak kekekalan, Bapa bersama dengan Sang Putra
dalam kebahagiaan sempurna. Kebahagiaan itu bisa terganggu oleh
karena pemberontakan oknum yang diciptakanNya, yang dikenal sebagai Lusifer dan
malaikat yang dihasutnya (Ay. 4:28; Yes. 14:12-19; Yeh. 28:12-19; Why. 12:
1-6).
Lusifer berkehendak untuk berkuasa melampaui kewenangannya dan berniat mengungguli segala bintang. Tentu di antaranya adalah Bintang di atas segala bintang yaitu Anak Tunggal Bapa yang telah memiliki kemuliaan sebelum dunia dijadikan (Yoh. 17:5,24). Memang pada mulanya ia memiliki nama “sebagai Bintang Timur Putera Fajar (Ibr. helel ben sakhar .. ""]ng '7'270; star of the morning, son of the dawn). Adapun nama Lusifer adalah dari bahasa Latin. Sejak ia jatuh& ia tidak lagi memiliki nama itu. Rupanya nama itu menunjukkan kekuasaan. Akhirnya gelar itu disandang oleh Tuhan Yesus, sebab segala kuasa di surga dan bumi ada dalam tangan-Nya (Mat. 28:18-20; Why. 22:16)
Lusifer berkehendak untuk berkuasa melampaui kewenangannya dan berniat mengungguli segala bintang. Tentu di antaranya adalah Bintang di atas segala bintang yaitu Anak Tunggal Bapa yang telah memiliki kemuliaan sebelum dunia dijadikan (Yoh. 17:5,24). Memang pada mulanya ia memiliki nama “sebagai Bintang Timur Putera Fajar (Ibr. helel ben sakhar .. ""]ng '7'270; star of the morning, son of the dawn). Adapun nama Lusifer adalah dari bahasa Latin. Sejak ia jatuh& ia tidak lagi memiliki nama itu. Rupanya nama itu menunjukkan kekuasaan. Akhirnya gelar itu disandang oleh Tuhan Yesus, sebab segala kuasa di surga dan bumi ada dalam tangan-Nya (Mat. 28:18-20; Why. 22:16)
Untuk menyelesaikan
masalah pemberontakan
Lusifer, Allah menciptakan anak yang lain, yaitu Adam. Adam diciptakan keluar
dari Diri-Nya sendiri atau bisa dikatakan dilahirkan oleh Allah sendiri kej. 2:7; Kis.
17:28-29; Luk. 3:38 . Sulit dibantah bahwa proses ini seperti proses “kloning
roh”. Itulah sebabnya dikatakan bahwa manusia diciptakan segambar dengan Allah
(Kej. 1:26-27).
Allah
menciptakan manusia pertama yaitu Adam bukan tanpa tujuan dan bukan tanpa misi
serta tanggung jawab yang harus diembannya. Manusia dipanggil untuk membela
kepentingan Bapa. Kalau Anak Tunggal-Nya yaitu Sang Logos bersama-sama
dengan Bapa menciptakan dunia ini (Yoh. 1:1-10), tetapi anak-anak Allah yang
lain, yaitu Adam dan Hawa dipersiapkan untuk mengalahkan Iblis agar “nama Bapa
dimuliakan, Kerajaan-Nya atau pemerintahan-Nya datang dan kehendak-Nya
dijunjung tinggi secara mutlak di bumi ini ". Manusia diciptakan juga
dengan maksud tertentu. Manusia menerima mandat yaitu untuk berkembang biak
memenuhi bumi dan menaklukkannya. Tentu di dalamnya juga diberi mandat untuk
mengalahkan anak Allah yang jatuh (Lusifer) yang ada di bumi. Dalam hal ini
kita menemukan bahwa tidak ada sesuatu yang gratis. Manusia sebagai anak Allah
harus berjuang.
Namun ternyata manusia pertama telah gagal untuk
melaksanakan kehendak Bapa, maka Allah mengutus Putra Tunggal-Nya yang
mengalahkan Iblis dan menyelamatkan manusia untuk menjadi keluarga
Kerajaan-Nya. Bapa menciptakan
anak-anak-Nya yang lain untuk bersama-sama dalam kenyataan
hidup ini bersama dengan Diri-Nya dan Putra Tunggal-Nya menikmati
kemuliaan-Nya. Inilah yang
dimaksud dengan kemuliaan yang disediakan sebelum dunia dijadikan. Inilah keinginan Bapa segala roh, Allah semesta
alam. Anak-anak yang lain di sini adalah kita umat pilihan-Nya yang harus
mengikuti jejak Tuhan Yesus sebagai pemenang, agar Tuhan Yesus menjadi yang
sulung di mm banyak saudara (Rm. 8:28-29).
Untuk menjadi keluarga Allah, kita harus menjadi pemenang, artinya hidup seperti Tuhan Yesus hidup. Harus mengalami …gan seperti Dia yang juga telah mengalami kemenangan; taat sampai mati bahkan mati di kayu salib. Suatu kehidupan Yang dipersembahkan kepada Allah sepenuhnya. Hanya orang yang menang melawan Lusifer yang menjadi anggota Kerajaan. Dan untuk menjadi pemenang seseorang harus memiliki gairah hidup Anak Allah. Inilah “rule of the game” nya.
Kepada kita diberi kesempatan untuk menentukan atau memilih apakah mau mengasihi Tuhan atau tidak. Mereka yag mengasihi Tuhan akan digarap Allah menjadi anggota keluarga-Nya (Rm. 8:28; 1Kor. 2:9). Tetapi mereka yang tidak mengasihi Tuhan akan terkutuk (lKor. 16:22). Dalam hal ini kita menemukan betapa indahnya hidup ini. Indahnya hidup ini terletak pada kesempatan yang Tuhan berikan untuk mengasihi Allah Bapa supaya kita masuk anggota keluarga-Nya. Itulah sebabnya hukum terutama adalah mengasihi Allah dengan segenapnya dan sesama manusia seperti diri sendiri. Hal ini paralel dengan pertanyaan Tuhan Yesus kepada Simon Petrus, “apakah engkau mengasihi Aku?”, lalu Tuhan berkata lagi “gembalakan domba-domba-Ku”.
Untuk menjadi keluarga Allah, kita harus menjadi pemenang, artinya hidup seperti Tuhan Yesus hidup. Harus mengalami …gan seperti Dia yang juga telah mengalami kemenangan; taat sampai mati bahkan mati di kayu salib. Suatu kehidupan Yang dipersembahkan kepada Allah sepenuhnya. Hanya orang yang menang melawan Lusifer yang menjadi anggota Kerajaan. Dan untuk menjadi pemenang seseorang harus memiliki gairah hidup Anak Allah. Inilah “rule of the game” nya.
Kepada kita diberi kesempatan untuk menentukan atau memilih apakah mau mengasihi Tuhan atau tidak. Mereka yag mengasihi Tuhan akan digarap Allah menjadi anggota keluarga-Nya (Rm. 8:28; 1Kor. 2:9). Tetapi mereka yang tidak mengasihi Tuhan akan terkutuk (lKor. 16:22). Dalam hal ini kita menemukan betapa indahnya hidup ini. Indahnya hidup ini terletak pada kesempatan yang Tuhan berikan untuk mengasihi Allah Bapa supaya kita masuk anggota keluarga-Nya. Itulah sebabnya hukum terutama adalah mengasihi Allah dengan segenapnya dan sesama manusia seperti diri sendiri. Hal ini paralel dengan pertanyaan Tuhan Yesus kepada Simon Petrus, “apakah engkau mengasihi Aku?”, lalu Tuhan berkata lagi “gembalakan domba-domba-Ku”.
15. MENGENAKAN GAIRAH HIDUP ANAK ALLAH
Perhatikan kalimat dalam 2 Korintrus 5:17: “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku”, inilah kehidupan seorang yang kehilangan nyawa. Nyawa dalam teks aslinya adalah psukhe, yang artinya jiwa. Dalam jiwa terdapat pikiran, perasaan dan kehendak. Iadi sebagai orang yang ditebus oleh Tuhan Yesus, seseorang harus rela melepaskan gairah atau semangat pribadi dan mengisi jiwanya dengan “gairah atau semangat hidup Anak Allah, yaitu Tuhan Yesus Kristus”. Kalau tersurat “bukan aku sendiri yang hidup”, artinya gairah yang ada Padaku bukanlah gairah yang lahir dari diriku sendiri.
Gairah
dari diri sendiri adalah gairah yang diwarisi dari nenek moyang dan yang
diserap dari lingkungan. Tetapi “Kristus Yang hidup di dalam aku” artinya
gairah yang dimiliki Tuhan Yesus tika mengenakan tubuh insan, juga kita kenakan
dalam hidup ini. Gairah atau semangat hidup Tuhan Yesus sebagai Anak Allah
adalah “melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yoh 4:24).
Ini adalah
konsekuensi sebagai anak tebusan. Inilah rule of the game, nya. Kalau
berkeberatan mengenakan kehidupan Tuhan Yesus (gairah, semangat dan semua
filosofi hidupnya), berarti kita bukanlah anak tebusan, Seseorang yang telah
ditebus oleh darah Tuhan Yesus harus berani menyatakan dirinya bukan miliknya
sendiri, tetapi sepenuhnya dimiliki oleh Tuhan yang menebusnya (1 Kor.
6:19-20).
Kalau seseorang merasa dan mengakui bahwa dirinya milik Tuhan, maka ia harus bersedia diperlakukan apa saja oleh sang Pemilik. Pemilik menghendaki agar seluruh filosofi hidup ini diubah. Inilah yang disebut mengenakan Yesus sebagai perlengkapan senjata terang (Rm. 13:14). Inilah hidup baru dalam Tuhan. Filosofi yang diubah akan mengubah peta kehidupan seseorang, sehingga memiliki dunia baru. Bagaimana bisa menjadi anak Allah bila menolak menjalani hidup baru dalam Tuhan?
Banyak orang Kristen yang merasa dan mengaku telah hidup baru dalam Tuhan padahal belum sama sekali. Hidup baru yang dipahami oleh mereka sangatlah dangkal dan miskin, bahkan salah lni berarti terjadi pemalsuan terhadap Injil. Injil yang dipalsukan tidalk mengajar kebenaran ini, mereka mengesankan bahwa seakan-akan orang Kristen bisa mengalami keselamatan tanpa mengenakan gairah atau semangat Tuhan Yesus. Orang Kristen yang benar-benar selamat akan ditandai dengan mengenakan semangat atau gairah hidup Tuhan Yesus dengan segala filosofi atau kebenaran-Nya. Oleh sebab itu untuk mengenakan semangat atau gairah Tuhan Yesus harus belajar filosofi atau kebenaran-Nya yang tertulis di dalam Perjanjian Baru.
Kalau seseorang merasa dan mengakui bahwa dirinya milik Tuhan, maka ia harus bersedia diperlakukan apa saja oleh sang Pemilik. Pemilik menghendaki agar seluruh filosofi hidup ini diubah. Inilah yang disebut mengenakan Yesus sebagai perlengkapan senjata terang (Rm. 13:14). Inilah hidup baru dalam Tuhan. Filosofi yang diubah akan mengubah peta kehidupan seseorang, sehingga memiliki dunia baru. Bagaimana bisa menjadi anak Allah bila menolak menjalani hidup baru dalam Tuhan?
Banyak orang Kristen yang merasa dan mengaku telah hidup baru dalam Tuhan padahal belum sama sekali. Hidup baru yang dipahami oleh mereka sangatlah dangkal dan miskin, bahkan salah lni berarti terjadi pemalsuan terhadap Injil. Injil yang dipalsukan tidalk mengajar kebenaran ini, mereka mengesankan bahwa seakan-akan orang Kristen bisa mengalami keselamatan tanpa mengenakan gairah atau semangat Tuhan Yesus. Orang Kristen yang benar-benar selamat akan ditandai dengan mengenakan semangat atau gairah hidup Tuhan Yesus dengan segala filosofi atau kebenaran-Nya. Oleh sebab itu untuk mengenakan semangat atau gairah Tuhan Yesus harus belajar filosofi atau kebenaran-Nya yang tertulis di dalam Perjanjian Baru.
Mengenakan
hidup yang diisi oleh gairah atau semangat Anak Allah sama dengan mengembalikan
kepada manusia rancangan semula. Ini bukanlah kehidupan yang menakutkan dan
membuat seseorang menjadi aneh serta tidak bisa menikmati kehidupan hari ini.
Justru sebaliknya, inilah kehidupan yang sangat luar biasa. Hal ini tidak bisa
dialami oleh mereka yang tidak mengenal Tuhan Yesus dan mendengar ajaran-Nya.
Oleh sebab itu dapat mewujudkan hal ini berarti anugerah yang tiada ternilai.
Inilah kabar baik itu.
Sama
seperti Nuh ketika menerima suara Tuhan untuk membuat bahtera. Satu sisi
berarti Nuh harus memikul sebuah tanggung jawab yang besar, tetapi sisi lain
Nuh mendapat kasih karunia untuk diselamatkan bersama dengan orang-orang yang
dia cintai. Itulah yang dikatakan oleh Alkitab: Tetapi Nuh mendapat kasih
karunia di mata TUHAN (Kej. 6:8). Dalam hal ini kasih kammia mengandung atau
memuat tanggung jawab yang besar. Selama ini Yang diajarkan kepada banyak orang
Kristen adalah kasih karunia tanpa tanggung jawab. Mereka khawatir kalau ada
semacam tindakan sebagai tanggung jawab, maka kasih karunia tersebut berkurang
nilainya.
Panggilan
untuk mengenakan kehidupan Tuhan Yesus bukanlah beban. Bukanlah sesuatu yang
membuat seseorang merasa tertekan dan teraniaya. Justru itulah kasih karunia.
Hanya sayang sekali. banyak orang Kristen menganggap bahwa kasih karunia
berarti tidak perlu memiliki keaktifan dan respon. Sehingga mereka gaga] untuk
menerima kasih karunia tersebut. Perlu dicatat serius bahwa sesungguhnya tidak
banyak orang yang memiliki kesempatan yang luar biasa ini. Inilah yang disebut
sebagai umat pilihan, yaitu umat yang mendapat kesempatan menemukan hidup yang
sesungguhnya. Untuk itu kita bergereja. berarti belajar untuk memahami dan
melakukan juklak (petunjuk pelaksanaan) kehidupan sebagai anakanak Allah.
Sayang
sekali. banyak pengajaran yang kontra produktif dengan kebenaran Injil yang
murni ini. Injil diberitakan sebagai jalan untuk memperoleh kemudahan hidup dan
kelimpahan berkat hsmani. Penyimpangan ini berakibat sangat fatal, sebab dengan
tidak ditekankannya pengajaran mengenai mengenakan pola kehidupan Wham Yesus.
maka banyak fokus lain yang memenuhi pikiran orang Kristen, sehingga mereka
tidak menemukan Injil yang murni. Ini berarti mereka tidak pernah masuk proses
keselamatan. ironisnya mereka merasa bahwa mereka telah memiliki keselamatan.
Kebodohan ini adalah kebodohan yang membinasakan. Mereka tidak pernah mengerti
apa artinya melakukan kehendak Bapa.
16. KEMENANGAN YANG SEJATI
Dewasa ini begitu mudah banyak orang Kristen mengklaim dirinya sebagai umat pemenang. Hal ini disebabkan oleh karena banyak pembicara-pembicara Kristen dan para pemimpin puji-pujian dalam kebaktian yang mengajarkan bahwa semua orang yang mengaku percaya berarti sudah menjadi umat Pemenang. Seakan-akan menjadi umat pemenang adalah sesuatu yang Otomatis melekat pada diri mereka setelah mengaku percaya kepada Tnhan Yesus. Mereka juga diajar untuk menunjuk orang lain sesama orang Kristen di dalam gereja sebagai umat pemenang. Ironisnya, inereka tidak memahami apa yang dimaksud oleh Alkitab dengan lebih dari orang-orang yang menang”. Tentu saja keadaan ini membuat orang'oral'lg Kristen terbiasa mengucapkan kalimat tersebut sebagal Pengakuan atas hal-hal yang mereka sendiri tidak memahaminya Secara jelas masing-masing orang Kristen bisa memiliki Pengertiannya sendiri-sendiri, sehingga sebenarnya terjadi kekacauan pengertian atau konsep tanpa disadari oleh banyak orang. Seharusnya keadaan ini disadari oleh gereja, sehingga jemaat disadarkan terhadap kebodohan mereka. Tetapi kalau pemimpin gereja sendiri tidak mengerti kebenaran, maka semua menjadi sesat.
Kalau hal
tersebut di atas terus berlangsung, maka akan menciptakan orang-orang Kristen
yang bodoh, tetapi tidak menyadari kebodohonnya; orang-orang yang tidak
mengerti kalau mereka sebenarnya tidak mengerti. Mereka merasa mengerti apa
yang sebenarnya mereka tidak mengerti. Hal ini membangun pemikiran bahwa
seakan-akan setiap orang berhak memiliki pengertiannya sendiri dan sejahtera
atau nyaman dengan apa yang dianggap sebagai kebenaran dalam dirinya. Harus
diingat bahwa kebenaranlah yang
memerdekakan. Kalau sesuatu yang bukan kebenaran diakui sebagai kebenaran dan
mereka merasa sejahtera dalam ketidakbenaran tersebut, itu berarti mereka
memarkir diri mereka di penjara atau belenggu. Hal ini sama dengan memarkir
diri di neraka. Sejatinya keadaan ini adalah sebuah penyesatan yang sanga.f
membahayakan yang harus disadari oleh pemimpin-pemimpin gereja, supaya mereka
berantisipatifterhadap keadaan tersebut. Menyedihkan banyak pemimpin-pemimpin gereja yang
merasa bahwa dirinya sudah tahu kebenaran, bahkan merasa sudah hidup di
dalamnya sebagai hamba-hamba Tuhan yang berkenan di hadapan Tuhan, padahal
belum. Betapa sulitnya menyadarkan mereka.
Jadi,
banyak orang Kristen sudah merasa sebagai umat yang lebih dari orang-orang yang
menang hanya dengan dasar bahwa mereka sudah percaya kepada Tuhan Yesus.
Sementara itu mereka tidak mengerti arti percaya yang benar itu. Pada umumnya
percaya mereka baru sampai level percaya kepada “se'arah kehidu-an Tuhan
Yesus”. Betapa mudahnya untuk memercayai sesuatu secara akali dalam aktivitas
pikiran. Percaya berarti menyerahkan diri sepenuh kepada kehendak yang
dipercayainya, dalam hal ini Tuhan Yesus. Sejatinya percaya yang benar berarti
mengikuti jejak kehidupan Tuhan Yesus, artinya hidup sama seperti Dia hidup.
Jika tidak, berarti belum dikategorikan percaya. Kalau ada gereja yang
mengesahkan orang Kristen yang hanya percaya secara akali seakan-akan sudah
memiliki percaya yang benar, gereja tersebut menyesatkan. Hal ini sama dengan
memarkir jemaat di neraka. Justru sebutan Kristen kepada orang percaya
dimaksudkan bahwa orang percaya memiliki kelakuan seperti Tuhan Yesus. Pada
akhirn a, oran; an; mengikuti 'e'ak Tuhan Yesus atau hiduse-erti Tuhan Yesuslah
an, antas disebut sebagai umat ang lebih dari oran;W Tuhan Yesus yang taat
sampai mati bahkan mati di kayu disalib. Kesetiaan kepada Bapa menuntut
pertaruhan segenap hidup. Oleh sebab itu hendaknya tidak dengan mudah orang
percaya mengklaim dirinya sebagai pemenang dan menunjuk orang lain juga sebagai
pemenang. Kemenangan seseorang sangat ditentukan oleh kualitas hidupnya dalam
menuruti kehendak Bapa.
LEBIH DARI ORANG-ORANG YANG MENANG
Banyak orang Kristen diajar oleh pembicara-pembicara yang tidak mengenal kebenaran untuk meyakini bahwa mereka telah berkeadaan sebagai umat pemenang, padahal belum tentu demikian. Keyakinan tersebut dibangun bertahun-tahun sampai mereka merasa dengan sangat kuatnya bahwa mereka sungguhsungguh adalah umat pemenang. Tentu saja mereka mendasarkan keyakinan tersebut pada ayat Alkitab, khusuan dalam Roma 8:37. Ini adalah sebuah kesalahan. Orang-orang Kristen tersebut tidak mengerti bagaimana memahami ayat Alkitab. Seharusn 4 untuk memahami makna orisinal suatu avat kita harus memerhatikan dengan teliti latar belakang kontek? a at tersebut. Roma 8:37 tersebut tidall ditujukan kepada semua orang Kristen secara sembarangan. Ayal tersebut hanya ditujukan untuk jemaat Roma atau orang-orang Kristen ”Yang memiliki kesetiaan seperti jemaat Roma. Walaupun mereka kehilangan segala sesuatu tetapi demi iman kepada Tuhan Yesusv mereka tetan setia.
Pada waktu
itu orang-orang Kristen di Roma mengalami aniaya hebat dari berbagai pihak,
antara lain dari pihak orang Yahudi yang menganggap Kekristenan adalah bidat
atau ajaran sesat dan dari orangorang non Yahudi yaitu penduduk Roma yang
mendengar fitnah dari juru bicara kekaisaran Roma bahwa orang Kristen telah
membakar kota Roma serta dari kekaisaran Roma yang memandang Kekristenan adalah
kelompok yang berbahaya sebab memiliki raja atau penguasa sendiri, yaitu Kurios
Yesus. Orang-orang mengalami keadaan yang sangat berat. Hak kewarganegaraan
mereka dicabut, mereka ditangkap untuk dipenjara, dimasukkan ke dalam kandang
binatang buas untuk menjadi umpan, dibakar hidup-hidup bahkan disalib. Di mata
masyarakat, orang-orang Kristen pada waktu itu adalah orang-orang yang kalah,
dibanding dengan penduduk Roma yang secara lahiriah, kekayaan materi dan
kehormatan lebih dari mereka.
Pada
mulanya surat Paulus yang memuat ayat tersebut ditujukan hanya untuk
orang-orang Roma yang menghadapi aniaya yang hebat dari kaisar Roma pada
sekitar tahun 57. Besar kemungkinan surat ini ditulis Paulus di Korintus
beberapa tahun sebelum Paulus mengalami hukuman pancung oleh kekaisaran Romawi.
Paulus mengatakan bahwa “kita lebih daripada orang-orang yang menang”. Kata
“kita” dalam tulisannya adalah orang-orang Roma termasuk diri Paulus sendiri.
Paulus menguatkan hati jemaat dengan mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang
yang lebih dari orang-orang yang menang. Sangat naif, kalau orang Kristen
sekarang yang tidak memiliki kesetiaan seperti orang Kristen di Roma,
menyamakan diri dengan mereka dengan mengaku sebagai pemenang. Banyak orang
Kristen Merasa bahwa dirinya sudah menjadi pemenang padahal tidak pernah
bergumul untuk memiliki kemenangan seperti jemaat Roma.
Orang
Kristen pada waktu itu menjadi warga masyarakat Yang tertindas, rendah dan
di-persona non grata-kan (tidak disukai)“ Hidup mereka selalu terancam.
Orang-orang yang memusuhi mereka Seakan-akan tampil sebagai orang-orang yang
menang. Tentu saja dengan kondisi ini orang Kristen merasa bahwa diri mereka
sebagai orang-orang yang “kalah”. Tetapi Paulus menegaskan bahwa mereka,
termasuk Paulus sendiri, adalah orang-orang yang lebih dari orang-orang yang
menang. Lebih dari orang-orang yang menang bukan menang secara politik,
finansial, kekuasaan, penampilan lahiriah dan segala sesuatu secara duniawi
dan. materi, tetapi lebih dari orang-orang Roma, karena dalam hal mereka
memiliki Tuhan Yesus yang akari memerintah sebagai Raja suatu hari» dikasihi
oleh Tuhan sehingga tidal‘ ada yang dapat memisahkan mereka dari kasih-Nya (Rm. 8:33-39). Tuharl Yesus
mengasihi mereka dengan mati di kayu salib. Selanjutnya perhatian ’l‘uhan nyata
dalam bentuk mengijinkan orang percaya dalam aniaya; aupaya melalui keadaan itu
dibentuk agar menjadi sempurna seperti Tuhan Yesus. Pada akhirnya mereka
diperkenankan untuk dimuliakan bersama dengan Tuhan Yesus.
MUSUH YANG BERBAHAYA
Sering kita mendengar orang berkata mengenai hidup sebagai pemenang mengalahkan dunia. Apa yang dimaksud dengan hidup sebagai pemenang yang mengalahkan dunia? Mengalahkan dunia bukan berarti dapat menghindarkan diri dari kesulitan hidup seperti yang dikemukakan oleh banyak pendeta dan pembicara hari ini. Menurut pandangan mereka, yang sebenarnya tidak tepat, kemenangan ditandai dengan beberapa hal ini: selalu dengan cepat menyelesaikan masalah, problem dapat dilewati kalau bisa dihindari oleh kuasa Tuhan, keuangan yang memadai bahkan berlimpah, hidup tidak berkekurangan fasilitas, terhormat dan tidak direndahkan oleh lingkungan, menjadi anggota masyarakat yang menguasai anggota masyarakat lain, menonjol dalam bidang-bidang kehidupan yang digumuli manusia, politik, ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya. Konsep ini salah dan dapat menyesatkan. Karena hal inilah banyak orang Kristen tidak mengerti bagaimana menjalani hidup Kekristenannya.
Bila
diamati dengan teliti, tidak sedikit orang Kristen menjadi frustasi dan
menyalahkan diri karena berkeadaan hidup yang dirasakan dan dipandang sebagai
gagal dikarenakan berkeadaan terbalik dari konsep berkemenangan di atas. Karena
berkeadaan tidak seperti yang diharapkan dengan konsep berkemenangan yang
salah, maka tidak sedikit orang Kristen yang bersungut-sungut dan dalam hati
kecilnya menyalahkan Tuhan ketika ada dalam situasi yang sulit tersebut.
Kelompok ini bersungut-sungut dan berkata: Mengapa Tuhan tidak adil? Mengapa
Tuhan memberi kemenangan kepada orang lain, tetapi tidak memberi kemenangan
kepadaku? Persungutan seperti ini adalah persungutan bangsa Israel ketika
mereka ada di padang gurun. Mereka tidak mengerti tujuan Tuhan membawa mereka
di gurun. Rasanya mereka lebih senang ada di Mesir, bila mungkin Tuhan
menghancurkan bangsa Mesir dan menyerahkan tanah Mesir kepada mereka sehingga
mereka dapat menikmati tanah Mesir dan tidak perlu pergi ke Kanaan (Kel. 16:3).
Untuk
menemukan pengertian yang benar apa artinya menjadi pemenang mengalahkan dunia
ini, perlulah kita menemukan terlebih dahulu siapakah musuh kita. Bagaimana
kita dapat berbicara mengenai kemenangan kalau kita tidak mengerti siapa musuh
kita? Alkitab menunjukkan bahwa musuh kita adalah kuasa gelap atau si Iblis
(Ef. 6:12). Namun perlu diketahui dengan cerdas bahwa yang membahayakan dari
Iblis dalam hidup orang percaya bukan hanya pada waktu ketika Iblis merusak
ekonomi, kesehatan, fasilitas hidup dan menyerbu dengan berbagai persoalan
hidup lainnya, tetapi ketika ia menempatkan orang percaya dalam keadaan ekonomi
baik, tubuh sehat dan keadaan nyaman. Justru itulah yang membuat orang Kristen
terlena dengan berbagai-bagai keinginan duniawi, sehingga karakter Kristus
tidak bertumbuh. Hal ini cukup membuat orang percaya hanyut dalam menikmati
dunia, sehingga menjadi tidak sungguh-ísungguh untuk bergumul agar bertumbuh
dewasa seperti Tuhan Yesus dalam melakukan kehendak Bapa. Akhirnya Tuhan
berkata kepada orang-orang seperti itu: Aku tidak mengenal kamu (lPtr. 3:8).
Oleh sebab
itu orang percaya harus berhati-hati terhadap musuh yang licik. ketika membawa
orang percaya kepada keadaan yang baik
secara ekonomi, terhormat, makmur, nyaman dan tidak berkekurangan secara materi. Dengan keadaan ini orang percaya hendaknya tidak hanyut dalam euphoria dunia. Keadaan yang baik dengan segala kelimpahan materi merupakan kesempatan untuk dapat digunakan bagi kepentingan Tuhan, yaitu bagi pelayanan pekerjaanNya guna menyelamatkan jiwajiwa; bagaimana Injil diberitakan dan diajarkan kepada banyak orang sehingga mereka mengenal kebenaran sehingga menjadi corpus delicti. Keadaan hidup yang baik merupakan hak istimewa orang percaya untuk dapat melayani Tuhan tanpa gangguan.
secara ekonomi, terhormat, makmur, nyaman dan tidak berkekurangan secara materi. Dengan keadaan ini orang percaya hendaknya tidak hanyut dalam euphoria dunia. Keadaan yang baik dengan segala kelimpahan materi merupakan kesempatan untuk dapat digunakan bagi kepentingan Tuhan, yaitu bagi pelayanan pekerjaanNya guna menyelamatkan jiwajiwa; bagaimana Injil diberitakan dan diajarkan kepada banyak orang sehingga mereka mengenal kebenaran sehingga menjadi corpus delicti. Keadaan hidup yang baik merupakan hak istimewa orang percaya untuk dapat melayani Tuhan tanpa gangguan.
WUJUD PEMBELAAN TUHAN
Kata menang artinya mengatasi lawan, mengungguli musuh, lulus, menaklukkan. Pemenang artinya orang yang menang (Rm. 8:3139). Dalam teks aslinya kata pemenang dalam Roma 8:37 adalah hupemikomen (unepvucc'buev). Dalam bahasa Inggrisnya adalah over conquer. Dalam terjemahan Good News adalah We have complete victory through Him who love us. Untuk dapat menemukan pengertian hidup berkemenangan, kita harus memperhatikan konteks Roma 8:31-39. Dengan melihat konteks dengan cermat dalam menggali Firman Tuhan akan membuat orang percaya memahami pengertian hidup berkemenangan dengan benar. Ketika Paulus berbicara mengenai kemenangan konteksnya mengenai beberapa hal di bawah ini:
• Orang percaya adalah ahli waris Kerajaan Surga atau dimuliakan bersama dengan Tuhan Yesus (Rm. 8:17)
• Orang percaya harus menderita untuk mewarisinya bersama dengan Tuhan Yesus
• Orang percaya harus diproses untuk serupa dengan Tuhan Yesus untuk dimuliakan bersama dengan Tuhan Yesus (Rm. 8:28-30), walaupun orang percaya harus mengalami aniaya yang sangat hebat dari berbagai pihak pada waktu itu.
Semua
butir-butir tersebut menunjukkan lebihnya orang percaya dibanding dengan mereka
yang hanya memiliki banyak dalam materi, tinggi dalam kehormatan dan luas dalam
kekuasaan serta elok dalam penampilan. Karena
Tuhan mengasihi dan membela orang percaya, maka Tuhan bekerja dalam segala
sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi Dia. Kebaikan di
sini adalah kesempurnaan karaktef seperti Tuhan Yesus. Kasih dg? pembelaan
Tuhan diwujudkan dalew'tindakan Tuhan mengkondisi crap; ' percaya mengalami
aniaya yang belly? % Memang sukar dimengerti, tetapi inilah faktanya. Tindakan
Tuhan tidak mudah dipahami, tetapi kalau kita percaya dan belajar mengerti,
maka kita akan memahami maksud Tuhan yang sangat cerdas dan bijaksana tersebut.
Ternyata keadaanv keadaan yang sulit yang dialami orang percaya dimaksudkan
untuk mendewasakan mereka. Keadaan-keadaan sulit itu antara lain: penindasan,
kesesakan, penganiayaan, kelaparan atau ketelanjangan, bahaya pedang, bahaya
maut sepanjang hari dan dianggap sebagai domba-domba wnbelihan. Tetapi pada
akhirnya orang vercaya dilayakkan untuk dimuliakan rsama dengan Tuhan Yesus,
sebab tidak ada mahkota tanpa salib.
Keadaankeadaan
yang sulit
bukanlah sebuah kekalahan inilah
yang salah dimengerti oleh banyak
orang Kristen. Banyak
di antara mereka yang berpikir bahwa keadaan yang sulit adalah akibat serangan Iblis. Jadi kalau
mereka berkeadaan tidak menyenangkan maka mereka merasa Sebagai
Orang-orang
yang kalah, Walaupun hal itu tidak terucap di bibir. Pada zaman Musa, sebenarnya
tidak sulit bagi Tuhan menghadapi kekerasan hati an tegar tengkuknya bangsa
Israel, sehingga sulitlah bagi Tuhan untuk dapat menaklukkan watak atau
karakter bangsa tersebut serta mendewasakannya. Hal ini berlaku sama terhadap
sebagian orang Kristen.
Tuhan
tidak sulit menyelesaikan problem atau membuat orang percaya bisa melewati
dengan mudah berbagai kesulitan hidup. Tidak sulit bagi Tuhan melimpahi orang
percaya dengan berkat materi, menjadikan mereka terhormat. Tidak sulit bagi
Tuhan untuk membuat mereka menonjol dalam bidang-bidang kehidupan yang digumuli
manusia, politik, ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya.
Tetapi, masalahnya adalah tidak mudah bagi Tuhan untuk mengubah hati orang
percaya yang memiliki banyak keinginan sehingga menjadi pangkalan Iblis. Untuk
ini hendaknya orang Kristen tidak terkecoh dengan tawaran Iblis untuk menikmati
dunia seperti anak dunia menikmati dunia sehingga mereka berkategori menyembah
Iblis. Kalau orang percaya pada abad mula-mula dimurnikan melalui aniaya yang
mereka alami, tetapi bagi orang percaya di zaman ini harus dengan komitmen yang
bulat untuk meninggalkan percintaan dunia.
17. MEMPERCEPAT KEDATANGAN TUHAN
Dalam 2
petrus 3:11-14 terdapat pernyataan yang tidak mudah dipahami, bahwa orang
percaya dapat mempercepat kedatangan hari Allah. Hari Allah maksudnya adalah
dimana hari dimana Tuhan mengakhiri sejarah dunia. Ini berarti petualangan
iblis atau Lucifer beserta pengikutnya dibuang ke dalam api abadi. Pada hari
itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsure-unsur dunia akan
hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang
lenyap. Langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena
nyalanya. Inilah yang dikatakan oleh Wahyu bahwa bumi akan menjadi lautan api
(Why. 15:20).
Hari Allah
adalah hari yang paling mengerikan bagi Iblis dan para malaikat yang
memberontak. Itulah sebabnya mereka berusaha agar hari itu bisa ditunda selama
mungkin. Untuk itu Iblis dan pengikutnya berusaha menghambat terlaksananya
eksekusi hukuman atas dirinya dan para pengikutnya. Dengan cara bagaimanakah
mereka menghambat hari Allah itu? Dengan cara mencegah orang percaya memiliki
kehidupan yang saleh tidak bercacat dan tidak bercela (2Ptr. 3:11,l4). Mengapa?
Sebab dengan kehidupan yang tidak bercacat tidak bercela berarti menjadi corpus
delicti.
Dalam ayat 2 Petrus 3:12, terdapat kalimat “mempercepat kedatangan Tuhan”. Kata “mempercepat” dalam teks aslinya adalah speudo (one66w). Kata ini juga bisa diartikan sebagai membuat tergesa-gesa (to haste atau make haste). Sulit dimengerti tetapi demikian adanya, bahwa kedatangan Tuhan Yesus untuk mengakhiri sejarah dunia bisa dipercepat oleh orang-orang percaya. Dengan demikian dikesankan bahwa orang percaya dilibatkan dalam penentuan waktu diakhirinya sejarah dunia.
Dalam ayat 2 Petrus 3:12, terdapat kalimat “mempercepat kedatangan Tuhan”. Kata “mempercepat” dalam teks aslinya adalah speudo (one66w). Kata ini juga bisa diartikan sebagai membuat tergesa-gesa (to haste atau make haste). Sulit dimengerti tetapi demikian adanya, bahwa kedatangan Tuhan Yesus untuk mengakhiri sejarah dunia bisa dipercepat oleh orang-orang percaya. Dengan demikian dikesankan bahwa orang percaya dilibatkan dalam penentuan waktu diakhirinya sejarah dunia.
Hal
tersebut di atas bisa dimengerti kalau kita mengkaitkan hal kedatangan Tuhan
Yesus dengan Wahyu 6:11, bahwa kedatangan Tuhan menunggu genap jumlah orang yang kehilangan nyawa karena dibunuh. Kata dibunuh dalam teks aslinya adalah
apokteino (dnoxtsivw). Kata ini secara metafora juga berarti memadamkan (t0extinguish)
atau menghapuskan (abolish) kehidupan atau nyawa. Dalam teks aslinya kata nyawa
terjemahan dari psukhe (\yvxrj) yang menunjuk pada pikiran, perasaan dan
keinginan atau kehendak. Kata “dibunuh” tidak harus secara fisik saja. Kalau
hanya secara fisik berarti yang bisa mengalahkan Iblis hanya mereka yang
mengalami aniaya fisik. Padahal Firman Tuhan mengatakan bahwa yang bisa
mengalahkan Iblis adalah DARAH ANAK DOMBA ALLAH dan OLEH PERKATAAN KESAKSIAN MEREKA, KARENA MEREKA TIDAK MENGASIHI NYAWA MEREKA SAMPAI KE DALAM MAUT (Why. 12:11).
Terkait
dengan pokok masalah ini penting sekali untuk mengerti apa yang dimaksud dengan
“perkataan kesaksian mereka, karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai
ke dalam maut” (Why. 12:11). Hal ini penting untuk dipelajari sebab yang bisa
mengalahkan Iblis bukan hanya darah Tuhan Yesus tetapi juga “perkataan
kesaksian mereka, karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam
maut”. Apa yang dimaksud dengan “perkataan kesaksian mereka, karena mereka
tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut?” Kalimat ini mengesankan
bahwa Iblis bisa dikalahkan oleh “perkataan kesaksian”. Kalimat “perkataan
kesaksian mereka” tidak boleh dipisahkan dengan kalimat berikut yaitu “tidak
mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut”.
Orang yang
memiliki perkataan kesaksian adalah orang yang benar-benar telah mengalami
suatu perjuangan sungguh-sungguh sampai tidak menyayangkan nyawa. Tidak
menyayangkan nyawa juga berarti tidak memiliki kesenangan atau keinginan
kecuali melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Hal ini sama
dengan berusaha menjadi corpus delicti. Sejatinya, inilah isi dan kualitas kehidupan Tuhan Yesus (Yoh. 4:34). Perjuangan seperti ini juga telah dialami
oleh Paulus, bahwa darahnya siap dicurahkan demi pelayanan bagi jemaat Tuhan
(2 Tim. 4:6-8). Inilah standar anak-anak Allah, yaitu rela melepaskan nyawa bagi
saudara-saudaranya (l Yoh. 3:16).
Dalam hal
ini kita mengerti mengapa Tuhan Yesus memberi syarat kepada pengikut-Nya untuk
tidak menyayangkan nyawa kalau mau menjadi pengikut yang benar (Mat. 10:39;
16:25). Kata nyawa dalam teks aslinya adalah psukhe (\pvxrj) yang artinya jiwa.
Dalam jiwa terdapat pikiran, perasaan dan kehendak.
Dalam jiwa ada
keinginan-keinginan dan segala hasrat. Di dalam jiwa ada berbagai pengertian dan
filosofi. Oleh sebab itu seorang yang rela kehilangan nyawa harus rela mengubah
Hlosoii hidupnya. Kesediaan berubah itu dengan cara sungguh-sungguh
mengkonsumsi kebenaran sehingga mengalami pembaharuan pikiran (Rm. 12:2).
Melalui
pembaharuan pikiran inilah gaya hidup seseorang diubah. Perubahan yang
signifikan ditandai dengan kerelaan berkorban apapun demi melakukan kehendak
Allah dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Seorang yang bisa menjadi corpus delicti
adalah orang yang benar-benar rela menjadi anggur yang tercurah dan roti yang
terpecah. Merekalah orang yang tidak menyayangkan nyawanya, seperti Majikan
Agungnya. Orang percaya seperti ini meneladani sikap hidup Tuhan Yesus yang
“tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya”. Mereka orang-orang yang
layak disebut Kristen. Seperti yang dilakukan oleh Tuhan Yesus bahwa hidup di
dunia bukan untuk wisata tetapi untuk bekerja menggenapi rencana Bapa meneruskan
tugas penyelamatan yang telah diselesaikan oleh Tuhan Yesus di kayu salib.
Tulisan
Petrus menunjukkan bahwa orang percaya dapat mempercepat kedatangan Tuhan Yesus
(2Ptr. 3:12). Kata “mempercepat” mengesankan bahwa waktu kedatangan Tuhan Yesus
yang ditentukan oleh Allah Bapa bersifat fleksibel atau relatif. Tuhan Yesus
mengatakan bahwa masa dan waktu pemulihan “Kerajaan Israel” ditetapkan oleh
Bapa menurut kuasa-Nya (Kis. 1:6-8). Kata kuasa di sini adalah exousia
(&ovoiab, yang lebih tepat dipahami sebagai hak Hal ini berhubungan dengan
pernyataan Tuhan Yesus bahwa diriNya tidak berhak memberikan posisi atau
kedudukan bagi orang percaya. Hal duduk di sebelah kanan atau di sebelah
kiri-Nya, Bapa yang berhak menyediakannya atau menentukan. Hal ini bisa
menunjukkan bahwa Bapa menentukan orang-orang-Nya, tetapi juga bisa menunjuk
jumlah orang-orang yang mempercepat kedatangan Tuhan ditentukan oleh Allah
Bapa.
Dalam hal
tersebut, Bapa menghendaki ada orang-orang yang ditentukan-Nya menjadi
orang-orang terkemuka di Kerajaan Tuhan Yesus Kristus (Mat. 20:23). Tentu saja
mereka yang ditentukan ada di pemerintahan Kerajaan-Nya adalah mereka yang
bersedia menderita bersama-sama dengan Tuhan Yesus; layak dimuliakan
bersama-sama dengan Dia (Rm. 8:17).
Orang-orang
yang tidak mengasihi nyawa di sini bukan hanya mereka yang mengalami aniaya
lisik dan dibunuh secara fisik pula, tetapi mereka yang rela tidak menikmati
dunia sama seperti anak-anak dunia. Orang-orang yang tidak menyayangkan nyawa
tersebut adalah orang-orang yang rela menderita bersama-sama dengan Tuhan.
Mereka adalah orang-orang yang menerima baptisan yang sama seperti yang Tuhan
terima, yaitu penderitaan (Mrk. 10:38-39). Dengan hal tersebut di atas jelas
sekali, Firman Tuhan menyatakan bahwa yang dibutuhkan Tuhan adalah orang-orang
yang bisa menggenapi rencana Allah. Oleh sebab itu fokus hidup dan pelayanan
kita adalah berusaha menjadi pribadi yang tidak menyayangkan nyawa, artinya
rela meninggalkan kesenangan diri sendiri. Selanjutnya menolong orang lain
untuk memiliki kualitas hidup yang sama.
Betapa sulitnya memiliki sikap hidup tidak menyayangkan nyawa pada zaman ini (Mat. 10:39; 16:25). Pada umumnya orang-orang berlomba untuk menyelamatkan nyawanya. Ini adalah irama hidup standar yang dikenakan hampir oleh semua manusia hidup. Sebaliknya, tidak menyayangkan nyawa adalah irama hidup yang dikenakan oleh Tuhan Yesus Kristus. Ia datang ke dunia melepaskan semua kemuliaan-Nya, mengosongkan diri dan berkeadaan sama seperti manusia yang berdosa (Flp. 2:5-7). Dalam segala hal Tuhan Yesus disamakan dengan manusia (Ibr. 2:17).
Betapa sulitnya memiliki sikap hidup tidak menyayangkan nyawa pada zaman ini (Mat. 10:39; 16:25). Pada umumnya orang-orang berlomba untuk menyelamatkan nyawanya. Ini adalah irama hidup standar yang dikenakan hampir oleh semua manusia hidup. Sebaliknya, tidak menyayangkan nyawa adalah irama hidup yang dikenakan oleh Tuhan Yesus Kristus. Ia datang ke dunia melepaskan semua kemuliaan-Nya, mengosongkan diri dan berkeadaan sama seperti manusia yang berdosa (Flp. 2:5-7). Dalam segala hal Tuhan Yesus disamakan dengan manusia (Ibr. 2:17).
Tuhan
Yesus bisa memperoleh dan menikmati dunia ini, tetapi Ia memilih untuk
melakukan kehendak Bapa. Ia matikan diri-Nya dari segala kesenangan dunia.
Pengakuannya adalah bahwa makanan-Nya atau rezeki-Nya adalah melakukan kehendak
Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Kata makanan atau rezeki dalam teks
aslinya adalah broma (Bptbua), yang selain berarti makanan padat (solidfood),
juga menunjukkan makanan yang berkualitas tinggi.
Iblis masih bekerja keras sebisa-bisanya untuk dapat mencegah manusia menjadi seperti Kristus yang menyerahkan nyawa-Nya untuk kemuliaan Allah Bapa; taat sampai mati di kayu salib. Bagi Iblis, orangorang baik tidak membahayakan dirinya, tetapi orangorang yang bersungguh-sungguh berusaha untuk memiliki kualitas hidup seperti Tuhan Yesus yang menakutkannya. Semakin banyak orang percaya diproses makin seperti Tuhan Yesus, berarti semakin tercukupi jumlah orang percaya yang menjadi corpus delicti. Ini berarti semakin cepat sejarah dunia berakhir dan Iblis dihukum. Itulah sebabnya Lusifer yang jatuh menciptakan berbagai ajaran, baik di dalam dan di luar gereja, untuk menghambat manusia menjadi seperti Kristus.
Iblis masih bekerja keras sebisa-bisanya untuk dapat mencegah manusia menjadi seperti Kristus yang menyerahkan nyawa-Nya untuk kemuliaan Allah Bapa; taat sampai mati di kayu salib. Bagi Iblis, orangorang baik tidak membahayakan dirinya, tetapi orangorang yang bersungguh-sungguh berusaha untuk memiliki kualitas hidup seperti Tuhan Yesus yang menakutkannya. Semakin banyak orang percaya diproses makin seperti Tuhan Yesus, berarti semakin tercukupi jumlah orang percaya yang menjadi corpus delicti. Ini berarti semakin cepat sejarah dunia berakhir dan Iblis dihukum. Itulah sebabnya Lusifer yang jatuh menciptakan berbagai ajaran, baik di dalam dan di luar gereja, untuk menghambat manusia menjadi seperti Kristus.
Ajaran-ajaran
yang diciptakan oleh Lucifer yang jatuh tersebut di antaranya bukan ajaran yang
membuat orang menjadi jahat tidak bermoral atau bertingkah tidak beradab
seperti hewan, tetapi menciptakan orang-orang beragama yang baik dan santun
dalam kehidupan, tetapi gagal menjadi corpus delicti. Hal ini berarti menutup
kemungkinan manusia dikembalikan kepada rancangan semula Allah atau menjadi
corpus delicti.
Orang
percaya yang tidak boleh terjebak dengan pola hidup keberagamaan yang
menenggelamkan orang percaya pada standar
kehidupan orang beragama yang baik, tetapi tidak menjadi corpus delicti. Orang
percaya harus berhati-hati terhadap pengajaran yang menekankan pemenuhan
kebutuhan jasman sehingga mengabaikan maksud keselamatan diberikan.
Kekristenan harus menjadi jalan hidup, dimana seseorang anak Tuhan terus-menerus
belajar mengenakan gairah hidup Anak Allah agar berkualitas sebagai corpus
delicti(Gal.2:19-20).
Kalau
seseorang percaya kepada Tuhan Yesus, Ia harus mengikuti jejak-Nya, artinya
memiliki irama hidup seperti yang Tuhan Yesus miliki. Dengan demikian yang
dimaksud dengan memenuhi rencana Tuhan adalah menjadi corpus delicti untuk
mengakhiri pekerjaan Iblis, sehingga kerajaan Allang bisa diwujudkan. Kita
harus berpikir bahwa kita adalah corpus delicti yang terakhir yang dinantikan.
Inilah kekristenan yang sejati.
Tags:
Buku