TEOFANI:
WUJUD PENAMPAKAN ALLAH PADA MANUSIA
Allah menampakan diri kepada umatNya, tidak hanya melalui mimpi atau penglihatan saja. Allah juga bisa menampakan diri secara langsung.
Penampakan Sosok Ilahi dalam wujud malaikat, atau dalam wujud manusia atau dalam wujud benda yang ditulis dalam Alkitab Perjanjian Lama disebut sebagai teofani. Teofani berasal dari bahasa Yunani teofania (θεοφάνεια).
Istilah Teofani kemudian dipakai oleh umat Kristen dan Yahudi sebagai istilah khusus bagi manifestasi Allah pencipta langit dan bumi, yang merupakan sesembahan Abraham, kepada manusia, dengan tanda-tanda indra manusia yang mengisyaratkan kehadiranNya.
Teofani merupakan bentuk perhatian dan kepedulian Allah bagi umatNya.
1. WUJUD ALLAH DALAM BENTUK MALAIKAT
Teofani yang pertama dalam Alkitab terjadi kepada Hagar. Allah menampakan diri-Nya dalam wujud malaikat (Kej. 16: 7, 9, 10 dan 11).
Melalui ungkapannya, menunjukkan Hagai sadar bahwa ia berbicara dengan Allah, katanya, "Engkaulah El-Roi." Sebab katanya: "Bukankah di sini kulihat Dia yang telah melihat aku?" (Kej. 16:13).
Lalu Allah menampakan diri-Nya kepada Hagar sebagai malaikat untuk yang kedua kali ketika Hagar diusir oleh Sara. Kali ini, Malaikat Allah datang dan berjanji bahwa Allah akan memberkati dan menjadikan Ismael, anak Hagar, sebagai bangsa yang besar (Kej. 21: 8-21).
Setelah Hagar, Allah juga menampakan diri-Nya dalam wujud malaikat kepada Abraham di Bukit Moria (Kej. 22:1-19).
Ketika itu, Allah memerintahkan Abraham untuk mempersembahkan anak yang dikasihinya, yaitu Ishak. Abraham pun taat dan membawa Ishak ke tempat yang Tuhan perintahkan. Ketika hendak menyembelih Ishak di bukit Moria (Yerusalem), Malaikat Allah berseru dari surga kepada Abraham untuk membatalkan persembahannya, sebab Allah hanya ingin menguji iman Abraham.
Dari nada bicara dan sumpah-Nya kepada Abraham, dapat diketahui bahwa malaikat yang berbicara dengan Abraham di bukit Moria itu adalah Allah sendiri (Kej. 22: 15-18).
Selain Hagar dan Abraham, penampakan wujud Allah dalam bentuk Malaikat juga terjadi pada Manoah dan istrinya. Kisahnya ditulis dalam Hakim-hakim 3: 1-25.
2. WUJUD ALLAH DALAM BENTUK MANUSIA
Dalam Kejadian 18: 1-15 menceritakan bahwa Allah menampakan diri-Nya dalam bentuk manusia kepada Abraham. Suatu ketika, tiga orang laki-laki mengunjungi Abraham dan Sara di kemah mereka yang berada di Mamre. Kemudian Abraham menjamu mereka makan di bawah sebuah pohon.
Ternyata salah satu dari tiga orang tamu Abraham tersebut adalah Allah sendiri. Hal ini nampak dari perkataan dan janji-Nya yang akan memberikan Abraham dan Sara seorang anak (Kej. 18:10). Selain itu, Abraham juga sadar bahwa sosok yang berbicara di hadapannya adalah Allah (Kej. 18:23-32).
Kemudian ada Yakub yang menyaksikan wujud Allah dalam bentuk manusia (Kej. 32: 22-32). Suatu ketika Yakub bergulat dengan seorang laki-laki hingga fajar menyingsing. Pergulatan tersebut membuat Yakub berjalan pincang karena pangkal pahanya patah ketika bergulat.
Laki-laki tersebut kemudian memberkati Yakub dan mengganti namanya menjadi Israel. Dari perkataan-Nya yang mengatakan bahwa Yakub bergumul dengan Allah (Kej. 32:28), serta kesadaran Yakub sendiri bahwa la berhadapan dengan Allah (Kej. 32: 30), jelas menunjukan bahwa laki-laki itu adalah Allah. Bahkan Nabi Hosea juga mengidentifikasi laki-laki tersebut sebagai Malaikat sekaligus Allah (Hosea 12:3-4).
Lalu ada Yosua yang melihat Allah dalam wujud manusia. Kisahnya dituliskan dalam Yosua 5:13-15. Ketika itu Yosua bertemu dengan seorang laki-laki yang tidak dikenalnya. Yosua, yang merupakan pemimpin Israel, bertanya kepada orang tersebut apakah ia seorang kawan atau lawan. Orang tersebut menjawab bahwa ia adalah Panglima Balatentara Tuhan. Maka Yosua pun sujud menyembahnya.
Lalu Panglima Balatentara Tuhan itu meminta Yosua menanggalkan kasutnya, sebab tempat di mana ia berdiri adalah kudus. Panglima Balatentara Tuhan ini adalah Allah sendiri, sebab la menerima penyembahan Yosua, yang mana tidak akan dilakukan oleh malaikat atau manusia.
3. WUJUD ALLAH DALAM SEMAK DURI YANG MENYALA
Ketika Musa sedang menggembalakan kambing domba ayah mertuanya di Midian, Malaikat Tuhan menampakkan diri kepada Musa melalui semak duri yang menyala-nyala tetapi tidak dimakan api (Keluaran 3). Hal ini terjadi di Gunung Horeb.
Dari tengah-tengah belukar yang menyala-nyala itu, Allah berbicara kepada Musa dan memperkenalkan diri-Nya sebagai Allah Abraham, Ishak, dan Yakub, nenek moyang bangsa Israel. Allah juga meminta Musa menanggalkan kasutnya, sebab tempat di mana ia berdiri adalah kudus.
Di sini Tuhan juga menyatakan nama-Nya kepada Musa, sebagai “Jehovah atau Yahweh - AKU ADALAH AKU (Kel. 12: 14), serta mengutus Musa untuk membebaskan bangsa lsrael dari Mesir. Dari Keluaran 3, jelas bahwa Allah sendiri yang menampakkan diri-Nya dan berbicara kepada Musa.
4. WUJUD ALLAH DALAM TIANG AWAN TIANG API
Allah menyatakan kehadiran dan perlindungan-Nya kepada bangsa Israel dengan menuntun mereka keluar dari Mesir dan melintasi padang gurun Sinai dalam wujud tiang awan pada siang hari dan tiang api pada malam hari (Kel. 13: 21-22, Neh. 9: 19).
Namun tiang ini bukanlah dua, melainkan satu. Wujudnya berubah tergantung pada waktu. Ketika siang hari, tiang itu berwujud sebagai awan dan pada malam hari berwujud api.
Dalam perjalanan menuju tanah Kanaan selama 40 tahun, Bangsa Israel harus diiringi berbagai tantangan, baik dari pihak luar, maupun dari sesama mereka sendiri. Mereka harus maju berperang, dikejar musuh, kehabisan air minum, berselisih, dan lain-lain.
Namun, Tuhan hadir dan melindungi mereka di setiap tantangan tersebut. Pada siang hari, tiang awan melindungi mereka dari sengatan matahari. Sementara pada malam hari, tiang api menghangatkan tubuh mereka dari dinginnya angin padang gurun. Cahayanya juga menerangi jalan sehingga mereka tidak terantuk atau terjatuh.
TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari sebagai tiang awan untuk menuntun jalan mereka, dan dalam tiang api untuk menerangi mereka pada waktu malam, sehingga mereka dapat berjalan siang maupun malam. Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu (Kel. 13: 21-22).
Jika Allah dapat berbicara kepada mereka di masa lalu, maka Allah juga dapat berbicara kepada kita. Terlebih lagi di masa sekarang ini, kita memiliki Alkitab dimana Firman-Nya telah banyak ditulis di dalamnya.