Kesaksian Pribadi

 



“Kesaksian Pribadi”


Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna. (Mat. 5:48)

Kesaksian pribadi adalah cara paling efektif yang ditunjukkan Tuhan untuk membawa jiwa kepada Tuhan Yesus. Kesaksian pribadi ini bukan mengenai kekayaan yang diraih, bukan mengenai gelar dan kedudukan yang dicapai. Meskipun hal-hal ini memiliki pengaruh dan peran yang tidak dapat dianggap ringan, kesaksian pribadi yang dimaksud Alkitab sebagai “surat Kristus” (2Kor. 3:3) adalah kesaksian dalam kehidupan pribadi yang melibatkan seluruh perilaku kita, yaitu setiap perkataan yang diucapkan, keputusan dan tindakan yang menciptakan kondisi atau keadaan hidup yang baik atau bernilai di mata manusia. Orang yang gagal dalam karier, miskin, sakit-sakitan dianggap tidak bernilai oleh orang lain. Kalau yang disaksikan adalah kehidupan yang buruk, maka hasilnya negatif; orang tidak mau menjadi percaya kepada Tuhan Yesus. Tetapi kalau yang ditampilkan ialah kehidupan yang baik, maka akan menggiring orang ke dalam Kerajaan Surga.

Kehidupan di sini menyangkut seluruh keberadaan kita. Seseorang bisa memiliki kelakukan baik, tetapi kalau hidup ekonominya bermasalah menjadi beban bagi orang lain tidak akan bisa memiliki kesaksian yang baik. Sebaliknya juga seseorang yang keadaannya dianggap berhasil di mata manusia tetapi berkelakuan buruk pun tidak dapat menjadi berkat bagi orang lain juga. Kedua aspek ini sebaiknya seimbang, sebab ini akan membuat seseorang makin efektif dengan kesaksian pribadinya untuk mengubah orang lain.

Kesaksian pribadi yang baik tidak dibangun dalam satu hari atau satu bulan, bahkan tidak cukup beberapa tahun; tetapi dibangun dari perjalanan panjang sejak dini atau sejak muda. Jelaslah betapa pentingnya mempersiapkan generasi muda untuk menjadi agen-agen perubahan di hari esok melalui perjuangan hidup sejak dini. Seorang yang menyadari bahwa hidupnya harus berfungsi sebagai garam dan terang dunia yang mengubah orang lain (Mat. 5:13–14) akan berusaha dengan sungguh-sungguh. Itu menyangkut dua hal. Pertama, bagaimana ia mampu berkelakuan dan berbudi pekerti seperti Tuhan Yesus. Kedua, berusaha dengan segala cara, kerja keras dan mengoptimalkan semua potensi untuk tidak dipandang sebagai manusia gagal di mata manusia lain. Sebab kalau sudah dipandang gagal di mata manusia lain, bagaimana mungkin ia dapat bersaksi?

 


Jaminsen

Welcome, TO BE LIKE JESUS

Post a Comment

Previous Post Next Post