Segala sesuatu yang membuat hati kita terikat selain daripada terikat kepada didikan Tuhan, akan membelenggu kita dalam mengikut langkah Tuhan Yesus, salah satu diantarnya adalah harta atau berkat jasmani yang bersifat fana yang cukup menyita hati kita, sebab hati kita terikat pada hal-hal yang fana dan merasa tidak aman dan tidak bahagia tanpa memilikinya.
Kalau Tuhan Yesus mengatakan bahwa orang kaya sukar masuk surga, bukan berarti orang miskin mudah masuk surga. Orang-orang miskin secara materi yang masih ingin kaya karena berharap kekayaan dapat membahagiakan hidupnya adalah juga orang-orang yang sukar masuk surga. Menjadi orang kaya bukanlah kesalahan atau dosa. Idealnya, sebaiknya orang percaya secara materi berkeadaan kaya. Kekayaan membuat seseorang lebih efektif bagi pekerjaan Allah. Oleh sebab itu, kalau seseorang mau menjadi kaya, bukan supaya lebih bernilai dan memiliki Firdaus di bumi dengan fasilitas uang banyak tersebut, melainkan karena mau berbuat banyak bagi Tuhan atau efektif bagi Tuhan. Dalam hal ini, firman Tuhan mengatakan bahwa orang percaya dipanggil untuk memuliakan Allah dengan hartanya. Sejujurnya, sangat sedikit orang kaya yang memuliakan Allah dengan hartanya. Biasanya, orang kaya memuliakan dirinya sendiri dengan hartanya.
Orang kaya dalam Matius 19:21-23 diperintahkan untuk menjual segala miliknya, kemudian memberikannya kepada orang miskin, lalu mengikut Yesus. Karena, ia tidak bisa mengikut Yesus kalau tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya. Tuhan tahu hatinya masih terbelenggu dengan harta kekayaan (Luk. 14:33). Dalam kenyataan hidup ini, banyak orang kaya yang terikat dengan kekayaannya, tetapi ada pula yang tidak terikat kekayaan. Sebaliknya, banyak orang miskin yang masih terikat kekayaan. Baik orang kaya maupun orang miskin yang masih terikat kekayaan adalah orang-orang yang sukar masuk surga. Diharapkan pelayanan gereja dapat membuat seseorang tidak terikat dunia lagi, tetapi mengarah diri kepada Tuhan.
Kita harus jujur melihat diri kita sendiri, apakah kita masih terikat dengan dunia ini? Orang yang terikat dengan dunia ini hidupnya pasti digairahkan hanya untuk mencari uang. Setiap kali kita bangun tidur pada pagi hari, kita bertanya apa yang membuat kita bergairah hari itu. Sesuatu yang membuat seseorang bergairah itulah yang menjadi isi dan tujuan hidup. Orang percaya harus berani berprinsip bahwa bagi dirinya Tuhan adalah segalanya. Orang percaya seperti ini berani berkata: “Aku bahagia memiliki Tuhan. Tuhan satu-satunya kebahagiaanku.” Orang percaya seperti ini tidak memperhitungkan sesuatu sebagai yang dapat menggembirakan atau membahagiakan hatinya. Orang percaya yang memiliki sumber kebahagiaan selain Allah berarti memiliki berhala atau ilah lain. Inilah yang Alkitab katakan sebagai perzinaan atau percabulan rohani. Kalau ada orang Kristen terkadang seperti ini, berarti ia tidak menjadi perawan suci di hadapan Allah. Ini berarti juga orang tersebut tidak layak menjadi mempelai Tuhan.
Sebagai orang percaya, kita harus memiliki langkah yang berani, yaitu berprinsip bahwa hanya Tuhan yang menjadi kebahagiaan kita. Kita harus berani melepaskan diri dari segala ikatan, kemudian lambat laun, selera jiwa kita pasti berubah. Dalam hal ini, memang dibutuhkan proses. Perubahan diri tidak bisa berlangsung secara cara cepat atau instant. Dari kitab Kejadian mengenai penciptaan alam semesta, tampak sekali tatanan Allah yaitu Allah bekerja dalam proses bertahap. Tatanan ini juga berlaku dalam proses pendewasaan. Tidak ada cara mudah untuk menjadi dewasa atau tidak ada cara gampang untuk menjadi orang yang berkenan kepada Allah. Salah satu ciri dari ajaran yang tidak sesuai Alkitab adalah keselamatan sebagai sesuatu yang dapat diterima secara instantly. Keselamatan harus dipahami sebagai suatu proses, yaitu usaha Allah mengembalikan manusia ke rancangan-Nya semula. Hal ini bukanlah hasil penentuan Allah atas individu-individu tertentu, melainkan respons individu tersebut terhadap keselamatan yang Allah sediakan atau anugerah yang Allah telah berikan melalui karya salib Kristus. Dengan demikian, keselamatan adalah sesuatu yang harus diperjuangkan.
Untuk memperoleh hidup yang kekal, yang sama dengan memiliki hidup sesuai dengan rancangan Allah semula, orang kaya dalam Matius 19 harus memperjuangkannya. Ini berarti keselamatan bukan sesuatu yang murahan. Memang keselamatan disediakan Allah melalui Putra Tunggal-Nya secara gratis, tetapi proses menerima dan mengalami keselamatan itu adalah perjuangan, bukan sesuatu yang gratis. Seandainya orang kaya dalam Matius 19 tersebut menjual segala hartanya dan membagikannya kepada orang miskin, bukan berarti secara otomatis selera jiwanya berubah seketika. Jiwa orang ini bisa berubah, yaitu terlepas dari ikatan dunia, juga melalui proses yang yang tidak sebentar. Perubahan seseorang akan terjadi atau berlangsung secara bertahap, setelah melalui proses pendewasaan atau pemuridan. Untuk ini, seseorang harus belajar kebenaran secara benar dan mengalami proses pendewasaan melalui berbagai pengalaman hidup yang Allah izinkan terjadi di dalam hidupnya (Rm. 8:28-29). Dalam hal ini, Tuhan sendiri membutuhkan peristiwa-peristiwa kehidupan untuk dapat mengubah anak-anak-Nya. Tentu saja, anak-anak-Nya harus memberi diri untuk digarap oleh Allah. Kalau respons memberi diri digarap oleh Allah ditunda, hal ini bisa merupakan bentuk penolakan terhadap lawatan Allah.
Dapat disimpulkan bahwa orang yang tidak menyerahkan dirinya secara total untuk digarap Tuhan dalam proses perwujudan rencana Allah bagi orang percaya yaitu mengembalikan manusia sebagaimana Allah merancang manusia pada mulanya yaitu segambar dan serupa dengan diri-Nya sendiri sebagaimana tertulis dalam kejadian 1:26, adalah bentuk penolakan terhadap anugerah yang sangat berharga yang disediakan bagi kita anak-anakNya.