Jadi, SETIAP ORANG YANG MENDENGAR PERKATAANKU INI DAN MELAKUKANNYA IA SAMA DENGAN ORANG YANG BIJAKSANA, YANG MENDIRIKAN RUMAHNYA DI ATAS BATU. Kemudian turunlah hujan dan
datanglah banjir, lalu bertiuplah angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu
tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar
perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang
mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan
datanglah banjir, lalu bertiuplah angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah
rumah itu dan hebatlah kerusakannya.
Setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah orang
banyak itu mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang
yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka. (Mat 7:21-29)
Bacaan Pertama: 2Raj 24:8-17; Mazmur Tanggapan: Mzm
37:3-6,30-31
Yesus mengakhiri “Khotbah-Nya di Bukit” dengan memberi petuah-petuah kepada para pendengar-Nya agar mereka mencari fondasi yang layak untuk membangun kehidupan mereka. Yesus mengilustrasikan konsekuensi-konsekuensi dari pilihan-pilihan baik atau buruk dengan menceritakan sebuah perumpamaan tentang dua orang yang masing-masing mendirikan rumah. Orang yang bodoh membangun rumahnya di atas pasir, sedangkan yang bijaksana mendirikan rumahnya di atas batu. Pada waktu hujan lebat turun dan datang lah banjir, dengan mudah kita dapat mengira-ngira rumah mana yang survive, yang mampu tetap berdiri, dan rumah mana yang runtuh berkeping-keping. Pesan Yesus jelas: Apabila kamu mendirikan kehidupanmu di atas suatu fondasi berupa asap atau udara, maka bangunanmu akan runtuh.
Yesus sendiri adalah kekal, Sabda Allah yang hidup (Yoh 1:1).
Ia adalah sang Sabda yang telah diucapkan oleh Allah sejak awal waktu. Dia
adalah “gunung batu yang kekal” (Yes 26:4). Rasul Paulus menulis kepada jemaat
di Korintus: “Sesuai dengan anugerah Allah, yang diberikan kepadaku, aku
sebagai seorang ahli bangunan yang terampil telah meletakkan dasar, dan orang
lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan,
bagaimana ia harus membangun di atasnya. Karena tidak ada seorang pun yang
dapat meletakkan dasar lain daripada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus
Kristus” (1Kor 3:10-11). Setiap hal yang ilahi, dan setiap hal yang dihasrati
Allah, menjadi masuk akal dalam terang Yesus dan kasih-Nya. Oleh karena itu,
apabila kita ingin mengetahui bagaimana caranya membangun kehidupan kita, maka
kita tidak dapat melakukannya secara lebih baik selain mengambil waktu bersama
Yesus dan menjadi mengenal Dia secara intim.
Itulah sebabnya sangat penting bagi kita untuk menyediakan
waktu yang teratur setiap hari untuk membaca dan merenungkan sabda Allah di
dalam Kitab Suci teristimewa kitab-kitab Injil yang adalah “jantung hati”
segenap Kitab Suci (lihat “Katekismus Gereja Katolik, 125). Di dalam
kitab-kitab Injil ini kita berjumpa dengan Yesus, “sang Sabda yang menjadi
daging” (Yoh 1:14). Dalam kitab-kitab Injil inilah Yesus dapat berbicara secara
paling langsung kepada hati kita. Dibimbing oleh Roh Kudus selagi kita membaca
Kitab Suci, teristimewa kitab-kitab Injil, kurun waktu berabad-abad yang
memisahkan kita dengan Yesus dari Nazaret seakan dikompres sampai kita bertemu
dengan-Nya secara muka ketemu muka dalam suasana doa.
Kitab Suci jauh lebih luas daripada sekadar kumpulan
potongan-potongan informasi. Kitab Suci tidak hanya mengajar kehendak Allah,
melainkan juga memberdayakan kita untuk mengikuti jejak Yesus Kristus. Dalam
mengikuti jejak-Nya kita akan mengenal dan mengalami kebahagiaan sejati dan
pemenuhan hasrat-hasrat kita yang terdalam. Dengan mengenal Yesus secara
pribadi dan menyerupakan kehidupan kita dengan kehendak-Nya, kita menjadi
seperti orang yang bijaksana yang membangun suatu fondasi yang kokoh. Apapun
yang menghalangi jalan kita kita, fondasi ini cukup kuat untuk menangani segala
halangan yang menghadang kita. Marilah kita menaruh kepercayaan kepada Yesus,
tanpa reserve.
Santo Ireneus [130-202] yang kita peringati pada hari ini
termasuk bilangan para Bapa Gereja dan teolog terpenting pada abad ke-2. Ketika
masih muda, S. Ireneus adalah anak didik dari S. Polikarpus [+ 156] dan
pengaruh S. Polikarpus terlihat dalam ajaran-ajarannya. Buah penanya yang
terpenting adalah bantahan terhadap ajaran bid’ah Gnostik yang berjudul
Adversus Haereses. Ia diangkat menjadi uskup Lyon, menggantikan Uskup Pothinus
yang mati sebagai martir Kristus. Ada tradisi yang mengisahkan, bahwa S. Ireneus
meninggal dunia sebagai martir pula, tetapi hal ini kurang didukung dengan
bukti yang lengkap. Yang penting adalah, bahwa sebagai murid Yesus Kristus yang
baik, S. Ireneus bukanlah seorang Kristiani yang hidup kesehariannya dibebani
dengan rasa takut yang kecil-kecil dan tolol. Ia hidup dalam masa pengejaran
dan penganiayaan oleh musuh-musuh Gereja; sebagai gembala umat dan teolog
hebat, dengan berani dia berdiri tegak membela Gereja Kristus, tidak
plintat-plintut dalam mendengarkan suara hati, dalam sikap dan perilaku.
2. ALLAH MELAKUKANNYA MELALUI DIRI KITA
Lalu kata Yesus, “Beginilah hal Kerajaan Allah itu: Seumpama
orang yang menaburkan benih di tanah, lalu pada malam hari ia tidur dan pada
siang hari ia bangun, dan benih itu bertunas dan tumbuh, bagaimana terjadinya
tidak diketahui orang itu. Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula
tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir
itu. Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim
menuai sudah tiba.”
Kata-Nya lagi, “Dengan apa kita hendak membandingkan Kerajaan
Allah itu, atau dengan perumpamaan manakah kita hendak menggambarkannya? Hal
Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu
yang paling kecil daripada segala jenis benih yang ada di bumi. Tetapi apabila
ditaburkan, benih itu tumbuh dan menjadi lebih besar daripada segala sayuran
yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di
udara dapat bersarang dalam naungannya.”
Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan
firman kepada mereka sesuai dengan kemampuan mereka untuk mengerti, dan tanpa
perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya
Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri. (Mark 4:26-34)
Bacaan Pertama: Yeh 17:22-24; Mazmur Tanggapan: Mzm
92:2-3,13-16; Bacaan Kedua: 2Kor 5:6-10
Pada suatu hari di bulan Desember yang dingin tahun 1955,
seorang perempuan pekerja binatu yang bernama Rosa Parks (Rosa Louise McCauley
Parks) naik ke dalam sebuah bis umum yang penuh di Montgomery, negara bagian
Alabama, Amerika Serikat. Dalam bis ini berlaku peraturan segregasi,
orang-orang dengan kulit berwarna tidak boleh duduk di kursi yang dikhususkan
untuk orang-orang berkulit putih. Rosa Parks mengambil tempat duduk yang
diperuntukkan bagi orang-orang kulit putih. Ketika supir bis “memerintahkan”
Rosa Parks untuk pindah tempat, dia mengatakan: “Tidak!”. Sebagai akibat
tindakannya itu, Rosa ditahan, tangan-tangannya diborgol dan ia pun dijebloskan
ke dalam penjara.
Insiden ini memicu Gerakan Hak-Hak Sipil (Civil Rights
Movement). Di bawah kepemimpinan Ralph Abernathy dan Martin Luther King, Jr.,
diorganisasikanlah suatu pemboikotan bis dan demonstrasi-demonstrasi tanpa
kekerasan, yang kita tahu kemudian membuahkan hasil, yaitu dihapuskannya hukum
berkaitan dengan segregasi (boleh dibaca: diskriminasi) rasial dalam bidang
transportasi, perumahan, sekolah, rumah makan dan bidang-bidang lainnya. Pada
saat Rosa Parks secara lugas dan lugu menjawab “tidak” kepada Pak Supir bis,
sebenarnya dia memulai sesuatu yang jauh lebih signifikan daripada apa yang
mungkin dapat dibayangkan orang pada tahun 1955. Pada Freedom Festival di tahun
1965, Rosa Parks diperkenalkan sebagai First Lady of the Civil Rights Movement.
Cerita mengenai Rosa Parks ini dan keadaan yang menyedihkan
dari orang-orang berkulit hitam di Amerika Serikat (terutama di negara-negara
bagian di sebelah selatan yang justru terkenal dengan julukan the Bible belt)
sangat serupa dengan situasi umat Allah dalam bacaan-bacaan Kitab Suci hari
ini. Baik nabi Yehezkiel maupun penulis Injil Markus menulis untuk sebuah
komunitas yang sedang berada di bawah pengejaran dan penganiayaan, sebuah umat
yang kalah dalam jumlah dan ditindas oleh orang-orang di sekeliling mereka yang
tidak percaya.
Baik Yehezkiel maupun Markus menulis untuk meyakinkan para
anggota komunitas termaksud, menguatkan iman-kepercayaan mereka pada kuat-kuasa
Allah untuk menanamkan benih dan membuatnya bertumbuh menjadi sebatang pohon
yang besar, tinggi dan kuat. Hal ini tidak banyak bedanya pada zaman modern
ini. Dalam isu-isu tertentu kita, umat Kristiani, juga kalah dalam jumlah
ketimbang lawan-lawan kita, misalnya dalam soal aborsi, perceraian,
kesopan-santunan dalam entertainment di muka publik, dlsb. Seperti orang-orang
Yahudi Perjanjian Lama yang berada dalam pembuangan dan orang-orang Kristiani
awal di Roma, kita juga perlu diyakinkan, perlu dikuatkan, disemangati dalam
iman-kepercayaan kita akan kuat-kuasa Allah untuk mengambil upaya-upaya kita
yang kecil dan membuatnya bertumbuh menjadi suatu gerakan yang kuat-perkasa.
Yang diminta Allah dari diri kita adalah bahwa kita menaruh
kepercayaan kepada-Nya dan mencoba. Dia akan menyelesaikan sisanya tanpa
ribut-ribut namun dengan tekun, sehingga dengan demikian sikap dan perilaku
mementingkan diri sendiri akan dikalahkan oleh sikap dan perilaku untuk
berbagi, kejahatan akan dikalahkan oleh kebaikan, kebencian akan dikalahkan
oleh kasih. Apabila kita memiliki kesabaran dan pengharapan, maka pada akhirnya
panenan dari apa yang kita tanam akan bermunculan: bangsa-bangsa akan berdamai
satu sama lain, hak-hak azasi manusia direstorasikan, anak-anak dan para
perempuan akan terlindungi dari tindakan kekerasan, orang-orang lapar akan
memperoleh makanan secukupnya, dlsb.
Jadi, betapa kecil pun upaya-upaya kita untuk memajukan
cita-cita Kristiani, Allah akan melipat-gandakannya dengan kuat-kuasa yang
tersembunyi untuk mendatangkan hasil-hasil yang luar biasa. Allah melakukannya
bagi Yehezkiel dan Markus dan Rosa Parks. Kita harus percaya bahwa Dia dapat
melakukannya lagi melalui diri kita.
3. PARA PENGGARAP KEBUN ANGGUR YANG JAHAT
Lalu Yesus mulai berbicara kepada mereka dalam perumpamaan,
“Ada seseorang membuka kebun anggur dan membuat pagar sekelilingnya. Ia
menggali lubang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga. Kemudian Ia
menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain.
Ketika sudah tiba musimnya, ia menyuruh seorang hamba kepada
penggarap-penggarap itu untuk menerima sebagian dari hasil kebun itu dari
mereka. Tetapi mereka menangkap hamba itu dan memukulnya, lalu menyuruhnya
pergi dengan tangan hampa.
Kemudian ia menyuruh lagi seorang hamba lain kepada mereka.
Orang ini mereka pukul sampai luka kepalanya dan sangat mereka permalukan. Lalu
ia menyuruh seorang lagi seorang hamba lain, dan orang ini mereka bunuh.
Demikian juga dengan banyak lagi yang lain, ada yang mereka pukul dan ada yang
mereka bunuh. Masih ada satu orang lagi padanya, yakni ANAKNYA YANG TERKASIH.
Akhirnya ia menyuruh dia kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani.
Tetapi penggarap-penggarap itu berkata seorang kepada yang lain: Inilah
ahli waris, mari kita bunuh dia, maka warisan ini menjadi milik kita.
Mereka menangkapnya dan membunuhnya, lalu melemparkannya ke luar kebun anggur
itu. Sekarang apa yang akan dilakukan oleh tuan kebun anggur itu? Ia akan
datang dan membinasakan penggarap-penggarap itu, lalu mempercayakan kebun
anggur itu kepada orang-orang lain. Tidak pernahkah kamu membaca nas ini: Batu
yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: Hal ini
terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita.” Lalu mereka
berusaha untuk menangkap Yesus, karena tahu bahwa merekalah yang
dimaksudkan-Nya dengan perumpamaan itu. Tetapi mereka takut kepada orang
banyak. Mereka membiarkan Dia, lalu mereka pergi. (Mrk 12:1-12)
Bacaan Pertama: 2Ptr 1:1-7; Mazmur Tanggapan: Mzm
91:1-2,14-16
Dalam perumpamaan ini Yesus menggunakan gambaran kebun anggur
seperti yang digunakan oleh Yesaya sebelumnya (Yes 5:1-7). Sasaran Yesus dengan
perumpamaan ini adalah para pemimpin atau pemuka agama Yahudi. Mereka
membimbing umat Allah (kebun anggur) untuk keuntungan mereka sendiri, bukan
untuk Allah (pemilik kebun anggur). Dengan demikian Allah tidak menerima
tanggapan (buah) yang diharap-harapkannya. Yang lebih “parah” lagi adalah,
bahwa mereka menutup umat dari Yesus, sang Putera Allah.
Kita dapat menggunakan gambaran (imaji) kebun anggur ini
untuk mencerminkan bagaimana cara sikap-sikap yang keliru dapat menguasai
pikiran kita dan menghalang-halangi kita menghasilkan buah baik berupa kasih
dan kemurahan hati dlsb. Harapan-harapan sang tuan tanah pemilik kebun anggur
hancur karena kebun anggur miliknya itu dikuasai oleh para penggarap yang
bersikap memusuhi. Sesuatu yang serupa terjadi dalam relasi kita dengan Allah
ketika kita memperkenankan filsafat-filsafat (katakanlah dalam hal ini
falsafah-falsafah) dunia mengkontaminasi pemikiran kita. Barangkali kita telah
mengambil oper relativisme moral atau “yang buruk-buruk di bidang seks” dari
film, buku atau dari “dunia maya” (internet). Barangkali kita telah melibatkan
diri dalam praktek-praktek okultisme atau “new age”. Sebagai akibatnya,
kehidupan rahmat dalam diri kita menjadi rusak.
Kabar baiknya adalah bahwa Allah itu tanpa reserve dan tidak
menghitung-hitung biaya dalam upaya-Nya untuk membebaskan diri kita dari
pengaruh-pengaruh yang tidak baik seperti disebut di atas. Yesus datang untuk
membuang segala hal yang mengganggu membawa dampak buruk atas pikiran kita,
kemudian mendirikan kerajaan-Nya di dalam diri kita namun Ia tidak akan
melakukan hal tersebut sendiri. Setiap hari, Dia memanggil kita untuk menaruh
iman kita dalam kemenangan-Nya atas dosa dan kematian dan taat kepada perintah-perintah-Nya.
Tindakan menyerahkan diri kita kepada-Nya bukanlah suatu kehilangan kendali
yang tidak sehat, melainkan memperoleh kembali kendali kita. Mengapa? Karena
dengan demikian kita dipulihkan kepada pikiran kita yang benar. Selagi sabda
Allah meresap dalam kehidupan kita, kita pun dibebaskan dari tirani dosa dan
pikiran kita dipenuhi dengan “semua yang benar, semua yang adil, semua yang
suci, semua yang manis, semua yang sedang didengar, semua yang disebut
kebajikan dan patut dipuji” (Flp 4:8).
4. POKOK ANGGUR DAN RANTING-RANTINGNYA
“Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya.
Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang
berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih
karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. Tinggallah di dalam Aku dan Aku di
dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri,
kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah,
jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah
ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia
berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa
tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi
kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.
Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah
apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah
Bapa-Ku dimuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu
adalah murid-murid-Ku.” (Yoh 15:1-8).
Bacaan Pertama: Kis 15:1-6; Mazmur Tanggapan: Mzm 122:1-5
Di negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, teristimewa
di kalangan orang-orang muda sudah cukup lama ada gejala yang mengekspresikan
pandangan berikut ini: “Yesus ya, tetapi Gereja tidak!” Saya yakin dalam
masyarakat kita pun ada hal yang serupa kalau pun tidak sama.
Bagi banyak orang memang terdapat pemisahan yang sungguh riil
antara mengikuti Yesus dan menjadi anggota Gereja. Motif-motif mereka cukup
banyak. Beberapa yang cukup sering terdengar a.l. adalah: (1) Gereja terlalu
besar, formal dan impersonal; (2) Kami pergi ke gereja dan merasa seakan kami
berdiri dalam sebuah toserba atau stasiun kereta. Sedikit saja terasa adanya
kehangatan, kasih atau persekutuan; (3) Yang kami lakukan dalam gereja hanyalah
duduk, berdiri, berlutut dan sekali-kali turut bernyanyi dan menyerukan
aklamasi bersama orang-orang lain; (4) Homili atau khotbah-khotbahnya
seringkali tidak membumi, jauh dari kenyataan hidup kami sehari-hari; (5)
Bacaan-bacaan terasa aneh atau sudah kami kenal baik; (6) Kami merasa sulit
mengasosiasikan iman dan cintakasih kami kepada Yesus Kristus dengan Gereja
yang begitu melembaga
Sebaliknya, kami merasa tertarik kepada pribadi Yesus: (1)
Pesan kasih Yesus, pelayanan-Nya dalam menyembuhkan serta mengampuni, dan
keakraban-Nya dengan Bapa di surga sungguh berkesan di hati kami; (2) Kami
ingin menjadi anggota sebuah komunitas di mana kami dikasihi dan diterima; (3)
Kami tidak mau dianggap sekadar sebagai satu wajah lain lagi dalam jemaat; (4)
Kami ingin merasakan iman kami sebagai suatu kekuatan vital dalam hidup kami
sehari-hari: (5) Bukan struktur atau organisasi yang penting, melainkan relasi
kami dengan Yesus dan kasih antara kami satu sama lain; (6) Bagi banyak dari
kami, struktur adalah batu sandungan bagi pertumbuhan spritualitas.
Suatu pemisahan antara Yesus dan Gereja institusional sungguh
ironis. Konsili Vatikan II memakai banyak tenaga dan wawasan dalam
mempertimbangkan sifat dan misi Gereja. Pengharapan dari Konsili adalah untuk
melibatkan umat beriman dalam kehidupan Gereja. “Umat adalah Gereja” tidak
dimaksudkan sebagai sekadar slogan. Diharapkan bahwa umat Allah akan memainkan
peranan yang aktif dan bertanggung-jawab dalam kehidupan gereja lokal. Rasa
memiliki (sense of belonging) yang lebih besar dan identitas umat sebagai
Gereja juga diperkokoh. Visi Konsili Vatikan II masih harus terus diwujudkan.
Walaupun begitu, tidak ada orang yang dapat menyangkal bahwa berbagai kemajuan
telah berhasil diwujudkan.
Bacaan Injil hari ini memberikan kepada kita sebuah gambaran
yang indah dan kuat tentang Gereja sebagai sebuah komunitas iman dan
persekutuan (Latin: communio) dengan Yesus. Bukannya memisahkan Gereja dari
Yesus, gambaran yang diberikan justru mengasosiasikan para anggota komunitas
dengan Pribadi Yesus. Yesus bersabda: “Akulah pokok anggur dan kamulah
ranting-rantingnya” (Yoh 15:5). Gambaran tentang pokok anggur dapat kita lihat
dalam Perjanjian Lama (Yes 5:2; Yer 2:21). Pokok anggur dipahami sebagai umat
pilihan Allah. Allah mengasihi dan merawat pokok anggur itu agar menghasilkan
banyak buah. Hal ini hanya mungkin apabila komunitas itu hidup dalam relasi
yang intim dengan Yesus. Yesus berdiam dalam hati para murid-Nya, memberikan
kepada mereka rahmat yang diperlukan untuk mendatangkan karya-karya Roh
(teristimewa kasih persaudaraan). Di luar Yesus tidak akan ada pertumbuhan yang
langgeng dan/atau tahan lama. Tanpa Yesus segala upaya baik yang dilakukan cepat atau lambat dapat menjadi rusak disebabkan oleh egoisme dan
perpecahan-perpecahan.
Gambaran pokok anggur dan ranting-rantingnya tidaklah
bertentangan dengan Gereja sebagai lembaga (institusi). Gambaran ini dapat
dipakai sebagai suatu upaya indah untuk mendorong (juga mengoreksi) pertumbuhan
lebih lanjut dalam Yesus. Manakala struktur-struktur institusional menjadi
tujuan dalam dirinya, maka hal ini sama saja dengan penyembahan berhala
(Inggris: idolatry). Struktur-struktur gerejawi tetap diperlukan untuk menjaga
ajaran Gereja, penyembahan/tata ibadat, dan nilai-nilai moral. Gereja hari ini
jauh lebih besar dan jauh lebih kompleks daripada Gereja Perdana pada abad
pertama. Kita membutuhkan struktur-struktur untuk menangani jumlah anggota
jemaat yang memang tidak sedikit. Akan tetapi, kita tidak pernah boleh
memperkenankan struktur-struktur menjadi begitu dominan sehingga merusak
persekutuan dan relasi kita dengan Yesus.
Gambaran pokok anggur dan ranting-rantingnya mendorong serta
menyemangati kita untuk mempererat persekutuan dalam komunitas iman. Sebuah
komunitas iman yang dipenuhi Roh Kudus adalah sebuah komunitas yang
memperkenankan anggotanya untuk mengenal Yesus dengan lebih baik dan untuk para
anggotanya saling mengasihi sebagai saudari dan saudara dalam Yesus Kristus.
Apabila kita sungguh mengenal Yesus (bukan Yesus sebagai ide, melainkan sebagai
seorang Pribadi yang hidup dalam kehidupan kita) dan ada saling mengasihi
antara kita, maka karya-karya Roh Kudus menjadi terbukti-nyata.
Kelirulah kalau kita berpandangan “Yesus ya, tetapi Gereja
tidak!” Gereja dipanggil untuk menjadi “pengingat” historis-konkret akan kasih
Allah yang tanpa syarat kepada semua orang dan ciptaan-Nya. Gereja dipanggil
untuk semakin dalam bersatu dengan Yesus dan menghasilkan buah Roh: “kasih,
sukacita, damai-sejahtera, persekutuan dan integritas” (bdk. Gal 5:22-23). Kita
semua dipanggil untuk membantu membuat Gereja menjadi sebuah komunitas di mana
Roh Kudus berdiam dan Yesus dikenal serta dikasihi. Panggilan ilahi sedemikian
sungguh sangat menantang dan tidak pernah membosankan.
5. AKULAH POKOK ANGGUR YANG BENAR
“Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya.
Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang
berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah
bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. Tinggallah di dalam Aku dan
Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri,
kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah,
jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah
ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia
berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa
tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi
kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.
Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah
apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah
Bapa-Ku dimuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu
adalah murid-murid-Ku.” (Yoh 15:1-8).
Bacaan Pertama: Kis 9:26-31; Mazmur Tanggapan: Mzm
22:26-28,30-32; Bacaan Kedua: 1Yoh 3:18-24
Yesus bersabda, “Akulah pokok anggur yang benar dan
Bapa-Kulah pengusahanya” (Yoh 15:1). Sebagai pokok anggur yang benar, Yesus
adalah penggenapan dari segala sesuatu yang dikatakan tentang Israel sebagai
kebun anggur pilihan Allah. Semua hal ini hanyalah bayangan dari realitas yang
kita kenal sebagai Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah sungguh Putera terkasih
dari Bapa di surga, Sang Terpilih dalam artian yang sangat unik. Relasi intim
yang terjalin antara Bapa dan Yesus kemudian “diperpanjang” sampai kepada para
murid-Nya: “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya” (Yoh 15:5).
Ini adalah sebuah alegori yang agak berbeda dengan
perumpamaan dalam arti parabel (Inggris: parable). Dalam sebuah parabel, hanya
poin utama sajalah yang dimaksudkan untuk diterapkan dalam kehidupan.
Sebaliknya, dalam sebuah alegori semua detil diterapkan. Selagi alegori pokok
anggur diceritakan, para murid mendengar banyak aspek relasi Kristus dengan
mereka. Tema-tema seluruh diskursus dalam Perjamuan Terakhir dapat diringkaskan
sebagai berikut: (1) Walaupun Yesus sedang berada pada titik siap untuk
berpisah secara fisik, pekerjaan-Nya akan berlanjut; (2) para murid akan diberi
amanat untuk melanjutkan tugas-Nya; (3) mereka akan menerima energi ilahi untuk
melaksanakan tugas itu.
Pekerjaan Bapa sebagai pengusaha adalah memotong ranting yang
tidak berbuah dan membersihkan ranting yang berbuah, juga diterapkan pada
kehidupan. Pohon anggur adalah sebatang tetumbuhan yang bertumbuh dengan cepat
dan harus dipotong, dipangkas secara drastis apabila ingin menghasilkan buah
secara berlimpah. Pemangkasan ranting yang tidak berbuah mengingatkan kita
bahwa komunitas orang yang sungguh percaya itu dipisahkan dari mereka yang
telah “dipangkas” dari Kristus melalui/karena ketidak-percayaan mereka.
Pembersihan ranting yang berbuah mengingatkan kita pada proses pemurnian atau
pembersihan. Jadi, mengingatkan kita pada peristiwa pembasuhan kaki para murid
oleh Yesus sebelum Perjamuan Terakhir, ketika Yesus berkata kepada Petrus:
“Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku”
(Yoh 13:8). Akan tetapi, sekarang Yesus meyakinkan mereka kembali para murid
bahwa mereka telah dibersihkan oleh ajaran-ajaran-Nya …… “karena firman yang
telah Kukatakan kepadamu” (Yoh 15:3).
Poin berikutnya dalam alegori ini adalah kebenaran yang indah
bahwa para murid merasa nyaman dalam Kristus, seperti ranting dengan pokok
anggurnya. Rumah adalah tempat di mana kita berdiam dan di mana kita kembali
dan kembali lagi setiap kali kita di luar. Inilah bagaimana seorang murid
menemukan bahwa hidup-Nya berakar dan bertumpu pada Kristus dan dia selalu
kembali kepada Kristus untuk arti, terang dan makanan. Yesus bersabda:
“Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak,
sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5). Yang
dimaksudkan itu buah macam apa? Kita memperoleh jawabannya dalam Bacaan
Pertama: “Dan inilah perintah-Nya: supaya kita percaya kepada nama Yesus
Kristus, Anak-Nya, dan saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan
Kristus kepada kita” (1Yoh 3:23).
Percaya berarti membuat pikiran (akal budi) kita dicerahkan
oleh ajaran Yesus, untuk mempunyai kepercayaan kita yang sepenuhnya berakar pada
diri-Nya, dan memperoleh damai-sejahtera kita dalam pengampunan ilahi-Nya.
Ketika kita begitu berakar dalam Yesus, maka kita dengan sukarela akan membuka
hidup kita dalam cinta kasih praktis bagi orang-orang lain dengan kasih Yesus
sendiri.
“Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di
dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya”
(Yoh 15:7). Jawaban atas doa dijamin … namun catatlah syaratnya: “jikalau kamu
tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu”. Kenyataannya adalah
bahwa siapa saja yang begitu kokoh berakar dan bertumpu dalam Kristus hanya
akan meminta apa saja yang merupakan kehendak Allah.
Poin terakhir berurusan dengan perpanjangan kemuliaan Bapa.
Ada perasaan bahwa di mana karya Allah belum lengkap sampai kita meluaskan
Kerajaan-Nya ke setiap bagian masyarakat.
“Alegori tentang pokok anggur dan ranting-rantingnya” ini mengajar kita bahwa menjadi seorang murid Yesus Kristus merupakan suatu panggilan yang agung. Kita ditantang untuk menjadi pelayan-Nya yang menghasilkan buah di tengah dunia dewasa ini. Dengan indah kita dijamin kembali bahwa sukses dalam tugas ini adalah karena energi ilahi yang ada dalam diri kita apabila kita hidup dalam Kristus.
6. BUKALAH TELINGA KITA BAGI SUARA TUHAN YESUS
“Sesungguhnya aku berkata kepadamu: Siapa yang masuk ke dalam kandang domba tanpa melalui pintu, tetapi dengan memanjat dari tempat lain, ia adalah seorang pencuri dan seorang perampok; tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba. Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar. Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya. Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka akan lari dari orang itu, karena suara orang-orang asing tidak mereka kenal.”
Yesus mengatakan kiasan ini kepada mereka, tetapi mereka
tidak mengerti apa maksudnya Ia berkata demikian kepada mereka.
Karena itu Yesus berkata lagi, “Sesungguhnya Aku berkata
kepadamu, Akulah pintu bagi domba-domba itu. Semua orang yang datang sebelum
Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka.
Akulah pintu; siapa saja yang masuk melalui Aku, ia akan diselamatkan dan Ia
akan masuk dan keluar serta menemukan padang rumput. Pencuri datang hanya untuk
mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang supaya mereka mempunyai
hidup, mempunyainya dengan berlimpah-limpah.(Yoh 10:1-10)
Bacaan Pertama: Kis 11:1-8; Mazmur Tanggapan: Mzm
42:2-3;43:3-4
Yesus adalah sang “Gembala yang Baik” yang datang untuk
memelihara dan memimpin umat-Nya. Seperti anak-anak atau domba-domba yang
hilang dalam semak belukar di padang gurun, kita sering merasa bingung dan
dibuat takut oleh dunia di sekeliling kita. Kita bertanya-tanya kepada diri
kita sendiri, di mana sih rumah kediaman kita yang sejati? Di tengah-tengah
berbagai pertanyaan kita itu, Yesus memanggil kita agar mendengarkan suara-Nya
yang akan membimbing serta menuntun kita. Bilamana Dia melihat kita mencoba
dengan keras untuk melakukan yang terbaik, namun tetap saja jatuh tersandung,
Ia tidak menghukum kita. Sebaliknya, Yesus memanggil kita dan memimpin kita ke
luar dari rasa takut yang melanda kita, perjuangan kita yang dipenuhi
kesalahan-kesalahan, untuk menuju kehangatan kehadiran-Nya.
Karena kita diciptakan oleh Allah yang Mahakasih, maka kita
masing-masing dianugerahi kemampuan untuk dapat mengenali suara Yesus.
Kadang-kadang suara-Nya “nyaring, seperti bunyi sangkakala” (Why 1:10), atau
“bagaikan desau air bah” (Why 1:15). Namun seringkali suara-Nya datang dengan
lemah-lembut berupa “bunyi angin sepoi-sepoi basa”, seperti dialami oleh Elia
(1Raj 19:12-13); dengan lemah-lembut menyentuh hati kita dan menggerakkan kita
untuk menyerahkan diri kepada-Nya secara lebih mendalam lagi. Dia mengucapkan
sabda-Nya yang mendorong serta menyemangati, menyembuhkan dan mengampuni kita
(Yes 40:1-3; Yer 31:3). Pada saat Ia mengoreksi kita, Allah bersabda tanpa
menghukum (Yeh 18:31). Selagi kita mendengar suara-Nya, kita ditarik untuk
mengikuti-Nya.
Kita juga tentunya telah mendengar suara-suara lain yang
berusaha untuk “mengacaukan” suara Yesus. Suara Iblis selalu negatif, betapa
banyaknya pun kebenaran yang mungkin digunakan olehnya sebagai kamuflase.
Kebohongan-kebohongannya menyebabkan kegelisahan, kecemasan, rasa was-was dan
sejenisnya. Sebaliknya, suara Allah selalu positif, bahkan ketika Dia
menunjukkan dosa-dosa kita. Kadang-kadang, pemikiran-pemikiran kita sendiri pun
dapat menjadi penghalang bagi kita untuk mendengar suara Yesus; kita dapat
menjadi sedemikian sibuknya dengan berbagai tugas-kewajiban sehari-hari kita
(baik dalam dunia sekular maupun dalam lingkup gerejawi), sehingga kita luput
mendengar suara-Nya.
Akan tetapi, sekali kita mendengar suara Yesus, kita akan
mengalami rasa dahaga untuk lebih banyak lagi mendengar suara-Nya, kita
dipenuhi kerinduan untuk mengalami kehadiran-Nya setiap saat. Kita dapat mendengar
suara-Nya dalam liturgi, selagi Dia mendorong kita untuk bergabung dengan
diri-Nya dalam kasih penuh pengorbanan diri-Nya (Ekaristi). Dia mengajar kita
dalam Kitab Suci, menantang cara kita berpikir karena “begitu ‘tinggi’ tingkat
pendidikan kita di dunia ini”. Melalui sahabat-sahabat yang sungguh “caring”,
Tuhan juga mengucapkan kata-kata penghiburan bagi kita yang sedang dilanda
kesedihan karena berbagai kesusahan hidup. Bahkan dalam keindahan dan
keteraturan alam ciptaan-Nya, suara-Nya dapat didengar, memanggil-manggil kita
untuk mengangkat hati kita kepada Sang Pencipta langit dan bumi. Oh, betapa
berbahagialah kita mempunyai ‘seorang’ Allah yang selalu siap untuk berbicara
dengan kita!
7. GEMBALA YANG BAIK MEMBERIKAN NYAWANYA BAGI DOMBA-DOMBANYA
Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan
nyawanya bagi domba-dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan
yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang,
meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan
menceraiberaikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak
memperhatikan domba-domba itu. Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal
domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan
Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. Tetapi Aku
juga mempunyai domba-domba lain yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu
harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan
menjadi satu kawanan dengan satu gembala. Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku
memberikan nyawa-Ku agar Aku menerimanya kembali. Tidak seorang pun
mengambilnya dari Aku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri.
Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah perintah
yang Kuterima dari Bapa-Ku.” (Yoh 10:11-18)
Bacaan Pertama: Kis
4:8-12; Mazmur Tanggapan: Mzm 118:1,8-9,21-23,26,28-29; Bacaan Kedua: 1Yoh
3:1-2
Semua bacaan Kitab Suci dalam Misa hari ini secara bersama
mengungkapkan dan mempermaklumkan pengorbanan Yesus yang penuh kasih bagi kita.
Yesus mengatakan kepada orang-orang Yahudi bahwa Dia adalah “Gembala yang
Baik”, yang akan memberikan nyawa-Nya bagi kita, domba-domba-Nya (Yoh 10:11).
Kemudian, pada malam sebelum sengsara-Nya, Ia akan mengatakan kepada para
murid-Nya: “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada ini, yakni seseorang
memberikan nyawanya demi sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Dengan sempurna Yesus
menunjukkan kasih-Nya itu pada waktu Dia mati di kayu salib, menyerahkan nyawa-Nya
sendiri untuk menebus kita masing-masing.
Bukankah mengejutkan untuk berpikir bahwa sekiranya anda
adalah orang satu-satunya yang tinggal di dalam dunia, Yesus tetap akan dengan
sukarela memberikan hidup-Nya untuk menyelamatkan anda? Kesadaran akan hal
inilah yang kiranya memberikan kepada Petrus keberanian untuk mengatakan kepada
para imam umat dan tua-tua Yahudi: “Tidak ada keselamatan di dalam siapa pun
juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain
yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis 4:12).
Inilah alasan besar bagi kita untuk bersukacita! Hikmat
Allah, walaupun kelihatan bodoh bagi pikiran manusia, berjaya bahkan di
momen-momen paling gelap dalam kehidupan kita. Siapa lagi selain Allah yang
dapat “mentakdirkan” bahwa Yesus, Putera-Nya terkasih, akan ditolak oleh
umat-Nya sendiri, ditinggalkan oleh para pengikut-Nya yang terdekat? Ia bahkan
diabaikan dan ditinggalkan oleh Allah, Bapa-Nya sendiri! Namun demikian, inilah
hikmat Allah yang tak dapat diduga-duga oleh akal-budi manusia. Allah begitu
mengasihi kita sehingga Dia bersedia mengorbankan anak-Nya yang tunggal, yang
dikasihi-Nya di atas siapa saja dan apa saja, hanya untuk membawa kita kembali
ke dalam pelukan-Nya. Hal ini digaris-bawahi dalam bacaan kedua hari ini:
“Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga
kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah” (1Yoh
3:1).
Pada masa-masa ketika segala sesuatu terasa gelap dan tanpa harapan, kita harus melihat tangan-tangan Allah yang siap menolong kita. Bahkan di dalam peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan samasekali, Allah bekerja. Ada saat-saat di mana hikmat-Nya sungguh melampaui segala akal-budi kita sehingga tanggapan kita hanyalah dapat berupa iman dan kepercayaan. Pada saat-saat seperti itu Dia mengundang kita untuk berdoa: “Yesus, Engkaulah andalanku.” Ketika berbagai kesusahan dan kegelapan mengepung diri kita dari segala penjuru kehidupan kita, kita dapat berdoa: “Bapa surgawi, biarlah tangan-tangan kasih-Mu memegang dan menuntun aku.” Ketika kita merasakan beban hidup ini begitu berat, kita dapat memandang salib Kristus dan berkata: “Tuhan, Engkau mati untuk aku secara pribadi. Aku percaya, ya Tuhan, tolonglah ketidakpercayaanku.”
8. SEPERTI BIJI GANDUM YANG JATUH KE DALAM TANAH, MATI DAN MENGHASILKAN BANYAK BUAH
Di antara mereka yang berangkat untuk beribadah pada hari
raya itu, terdapat beberapa orang Yunani. Orang-orang itu pergi kepada Filipus,
yang berasal dari Betsaida di Galilea, lalu berkata kepadanya, “Tuan, kami
ingin bertemu dengan Yesus.” Filipus pergi memberitahukannya kepada Andreas;
lalu Andreas dan Filipus menyampaikannya kepada Yesus. Kata Yesus kepada
mereka, “Telah tiba saat Anak Manusia dimuliakan. Sesungguhnya Aku berkata
berkata kepadamu: Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia
tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.
Siapa saja yang mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi siapa
saja yang membenci nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup
yang kekal. Siapa saja yang melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku
berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Siapa saja yang melayani Aku, ia
akan dihormati Bapa. Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan?
Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke
dalam saat ini. Bapa, muliakanlah nama-Mu!” Lalu terdengarlah suara dari surga,
“Aku telah memuliakannya, dan Aku akan memuliakannya lagi!” Orang banyak yang
berdiri di situ dan mendengarkannya berkata bahwa itu bunyi guntur. Ada pula
yang berkata, “Seorang malaikat telah berbicara dengan Dia.” Jawab Yesus,
“Suara itu telah terdengar bukan oleh karena Aku, melainkan oleh karena kamu.
Sekarang berlangsung penghakiman atas dunia ini: Sekarang juga penguasa dunia
ini akan dilemparkan ke luar; dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, aku
akan menarik semua orang datang kepada-Ku.” Ini dikatakan-Nya untuk menyatakan
bagaimana caranya Ia akan mati. (Yoh
12:20-33)
Bacaan Pertama: Yer 31:31-34; Mazmur Tanggapan: Mzm
51:3-4,12-15; Bacaan Kedua: Ibr 5:7-9
“Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia
tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah”
(Yoh 12:24).
Yesus memilih untuk mati di kayu salib agar supaya kita dapat hidup. Ini adalah hakekat terdalam pesan Injil. Ia adalah sang “biji gandum” yang jatuh ke dalam tanah dan mati, yang menhasilkan banyak buah. Sekarang, kita yang telah dibaptis ke dalam kematian dan kebangkitan-Nya dipanggil untuk menyerahkan hidup kita kepada-Nya untuk mati terhadap hidup kedosaan agar supaya kita pun banyak menghasilkan buah.
Pemikiran tentang mati seperti sebutir biji gandum terkadang
dapat menjadi menakutkan. Kita takut terhadap “biaya kemuridan/pemuridan” (cost
of discipleship). Bahkan Yesus, Putera Bapa sendiri, “Sekarang jiwa-Ku terharu
dan apakah yang akan Kukatakan?” (Yoh 12:27 LAI-TB II). Beberapa contoh
terjemahan bahasa Inggrisnya adalah: “Now is My soul troubled. And what shall I
say?” (RSV); “My soul is troubled now, yet what should I say?” (NAB); “Now My
heart is troubled – and what shall I say?” (TEV); “Now My soul is troubled.
What I shall I say?” (NJB). Jadi, jiwa Yesus lebih daripada sekadar “terharu”
(mungkin kata “galau” atau “merasa susah” lebih tepat), dan ini dikatakan-Nya
tidak lama sebelum mengalami sengsara di taman Getsemani. Namun demikian, Yesus
mengetahui sekali bahwa kematian dan kebangkitan-Nya akan mampu menarik banyak
orang ke dalam kerajaan Bapa-Nya (lihat Yoh 12:32).
Penulis “Surat kepada Orang Ibrani” mengungkapkan pergumulan
Yesus dengan mengatakan: “Dalam
hidup-Nya sebagai manusia, Ia mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap
tangis dan air mata kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan
karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah
belajar taat dari apa yang telah diderita-Nya dan sesudah Ia disempurnakan, Ia
menjadi sumber keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya”
(Ibr 5:7-9).
Ini adalah buah dari penyaliban Yesus, “saat” untuk mana Dia
telah datang. Oleh kematian-Nya, Yesus membatalkan hutang dosa kita dan
memenangkan kehidupan kekal bagi kita. Allah Bapa menunjukkan kedalaman
kasih-Nya bagi kita dalam hasrat-Nya untuk membuat suatu perjanjian baru dengan
kita, suatu perjanjian yang ditulis dalam hati kita (lihat Yer 31:33). Tidak
seperti perjanjian yang lama, yang dipatahkan oleh orang-orang Israel,
perjanjian baru ini tidak dapat dipatahkan karena memang tidak tergantung pada
kelemahan hati manusia. Perjanjian yang baru adalah berdasarkan pada kuat-kuasa
Roh Kudus, yang akan memberikan rahmat kepada siapa saja yang berbalik
kepada-Nya dengan rendah hati dan penuh kepercayaan.
DOA: Tuhan Yesus, oleh Roh Kudus-Mu, mampukanlah kami
mengatasi rasa takut kami akan kematian. Seperti sebutir biji gandum,
mampukanlah kami untuk mati terhadap diri kami sendiri, sehingga dengan
demikian kami dapat menghasilkan banyak buah bagi-Mu selagi kami membangun
kerajaan-Mu di atas muka bumi ini.
Seperti Engkau memuliakan Bapa-Mu oleh ketaatan-Mu pada kehendak-Nya,
semoga kehendak kami untuk taat kepada-Nya dapat membawa kemuliaan dan
kehormatan bagi-Nya. Amin.
Karena angan-angannya tidak tepat maka berkatalah mereka satu
sama lain: “Pendek dan menyedihkan hidup kita ini, dan pada akhir hidup manusia
tidak ada obat mujarab. Marilah kita menghadang orang yang baik, sebab bagi
kita ia menjadi gangguan serta menentang pekerjaan kita.
Pelanggaran-pelanggaran hukum dituduhkannya kepada kita, dan kepada kita
dipersalahkannya dosa-dosa terhadap pendidikan kita. Ia membanggakan mempunyai
pengetahuan tentang Allah, dan menyebut dirinya anak Tuhan, Bagi kita ia
merupakan celaan atas anggapan kita, hanya melihat dia saja sudah berat rasanya
bagi kita. Sebab hidupnya sungguh berlainan dari kehidupan orang lain, dan lain
dari lainlah langkah lakunya. Kita dianggap olehnya sebagai yang tidak sejati,
dan langkah laku kita dijauhinya seolah-olah najis adanya. Akhir hidup orang
benar dipujinya bahagia, dan ia bermegah-megah bahwa bapanya ialah Allah. Coba
kita lihat apakah perkataannya benar dan ujilah apa yang terjadi waktu ia
berpulang. Jika orang yang benar itu
sungguh anak Allah, niscaya Ia akan menolong dia serta melepaskannya dari
tangan para lawannya. Mari, kita mencobainya dengan aniaya dan siksa, agar kita
mengenal kelembutannya serta menguji kesabaran hatinya. Hendaklah kita
menjatuhkan hukuman mati keji terhadapnya, sebab menurut katanya ia pasti
mendapat pertolongan.”
Demikianlah mereka berangan-angan, tapi mereka sesat, karena
telah dibutakan oleh kejahatan mereka. Maka mereka tidak tahu akan
rahasia-rahasia Allah, tidak yakin akan ganjaran kesucian, dan tidak
menghargakan kemuliaan bagi jiwa yang murni. (Keb 2:1a,12-22)
Mazmur Tanggapan: Mzm 34:17-21,23; Bacaan Injil: Yoh
7:1-2,10,25-30
Sekitar satu abad sebelum kelahiran Kristus, seorang
cendikiawan Yahudi menulis sebuah kitab dalam tradisi Raja Salomo (malah
mengatas namakan Salomo), raja Israel yang penuh hikmat itu. Penulis ini adalah
seorang yang terdidik baik dalam hikmat alkitabiah dan juga filsafat Yunani.
Dia menulis Kitab Kebijaksanaan (Salomo) ini untuk menolong komunitas Yahudi
memahami iman-kepercayaan mereka di bawah tekanan untuk berkompromi dengan
pandangan-pandangan kafir tentang kehidupan. Penulis ini menyalahkan
orang-orang yang membuang iman-kepercayaan mereka dan kemudian memeluk budaya
Yunani.
Dalam diskursus imajiner yang mengungkapkan
pemikiran-pemikiran orang-orang jahat sedemikian selagi mereka membuat
rancangan untuk mencelakakan seorang Yahudi yang saleh, sang penulis mengamati
kesalahan dan ketidakpercayaan yang melatarbelakangi kemurtadan mereka: mereka
buta terhadap kebenaran mendasar bahwa Allah memberi ganjaran kepada “jiwa yang
murni” (Keb 2:22).
Tradisi masa puasa atau Prapaskah Kristiani menafsirkan
bacaan ini sebagai suatu meditasi kenabian (profetis) atas rencana jahat
orang-orang Yahudi untuk membunuh Yesus. Mereka yang berkomplot untuk membunuh
Yesus merasakan bahwa ajaran-ajaran-Nya sungguh menantang cara-cara atau
jalan-jalan mereka yang bersifat legalistik: “Pelanggaran-pelanggaran hukum
dituduhkannya kepada kita” (Keb 2:12). Mereka marah ketika mendengar Yesus
menyapa/memanggil Allah sebagai Bapa-Nya (Keb 2:13). Otoritas mereka terancam
oleh sikap dan perilaku terbuka Yesus yang anti kemunafikan (Keb 2:16).
Biar bagaimana pun juga, ketulusan dan kebenaran pesan Yesus
membuat diri-Nya sebagai suatu teguran/celaan terhadap nurani mereka yang tidak
beres. Pikiran mereka sendiri yang menuduh diri mereka, kapan dan di mana saja
mereka bertemu dengan Yesus (Keb 2:14,15). Mereka “ngotot” untuk menolak
kebenaran Yesus, malah memandang Yesus sebagai “gangguan dan menentang
pekerjaan mereka” (lihat Keb 2:12). Dengan memelintir atau memutar-balikkan
ayat-ayat Kitab Suci, para lawan/musuh Yesus mencobai-Nya dan berkata: “Jika
orang yang benar itu sungguh anak Allah, niscaya Ia akan menolong dia serta
melepaskannya dari tangan para lawannya” (Keb 2:18). Mereka mencobai kelembutan
hati dan daya tahan Yesus, dan akhirnya menyiksa Dia sampai mati di kayu salib.
Pada tataran yang berbeda, diskursus ini dapat juga
membimbing kita dalam memeriksa hati kita sendiri. Apakah kita menghakimi atau
memperlakukan orang-orang lain dengan kekerasan, lalu merasionalisasikannya
untuk membenarkan tindakan kita itu? Apakah bagi kita ajaran-ajaran Yesus itu
sebagai teguran/celaan terhadap diri kita? Apakah Kristus yang berdiam dalam
diri kita membuat kita menjadi tidak nyaman? Apakah wejangan/nasihat-Nya terasa
sebagai teguran/celaan, sesuatu yang kita abaikan ketika tidak menyenangkan
hati kita? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini harus timbul selagi kita berjuang
untuk menangkap setiap pemikiran akan Kristus. Kebenaran tentang kecenderungan-kecenderungan
kita untuk berdosa tidak seharusnya membuat kita menjadi tertekan dan berdaya,
karena kita mengetahui benar bahwa Yesus mati di kayu salib untuk setiap orang,
bahkan untuk para lawan/musuh-Nya juga.
Marilah kita dalam masa Prapaskah ini secara khusus membawa
segala pikiran dan perbuatan kita ke hadapan “sang Kebenaran” (lihat Yoh 14:6)
dan 100% percaya akan apa yang pernah disabdakan-Nya: “Aku berkata kepadamu:
Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang
berdosa yang bertobat” (Luk 15:10).
Sebab hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang hendak
mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan
perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu
talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu
memerintahkan supaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk
pembayar hutangnya. Lalu sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah
dahulu, segala hutangku akan kulunasi. Tergeraklah hati raja itu oleh belas
kasihan, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.
Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang
hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik
kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Lalu sujudlah kawannya itu dan memohon
kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunasi. Tetapi ia menolak dan
menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai ia melunasi hutangnya.
Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu
menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Kemudian raja itu menyuruh
memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh
hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohon kepadaku. Bukankah engkau pun
harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Tuannya itu pun
marah dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunasi seluruh
hutangnya.
Demikian juga yang akan diperbuat oleh Bapa-Ku yang di surga
terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan
segenap hatimu.” (Mat 18:21-35)
Bacaan Pertama: Dan 3:25,34-43; Mazmur Tanggapan: Mzm 25:4-9
“Perumpamaan tentang Hamba yang Tak Berbelas kasih”
menyebabkan timbulnya pertanyaan yang membingungkan: Mengapa hamba yang telah
diampuni hutangnya sebesar 10.000 talenta, malah tidak mau mengampuni orang
yang hanya berhutang kepadanya sejumlah 100 dinar? Untuk informasi, satu
talenta bernilai lebih daripada upah untuk 15 (lima belas) tahun penuh. Satu
dinar adalah upah untuk bekerja satu hari lamanya. Hutang hamba yang pertama
sebesar 10.000 talenta, pada tahun 2.000 diperkirakan berjumlah US$ 3 miliar,
sungguh besar sekali, namun sang raja tetap mengampuni dengan segala
kemurahan-hati-Nya sang hamba yang berhutang tersebut. Di lain pihak hutang hamba
yang berjumlah hanya sebesar 100 dinar jelas dapat dilunasi karena hanya
bernilai 100 hari upah kerja, akan tetapi hamba yang pertama menolak untuk
mengampuni hutang tersebut.
Mungkinkah hamba pertama yang tak berbelas kasih (Inggris:
mercy = belas kasih) itu lupa samasekali bahwa dia telah diampuni dan ia ingin
menenangkan hati raja dengan uang sebanyak 100 dinari itu? Barangkali dia
merasa marah pada orang-orang seperti hamba yang kedua yang berhutang kepada
dirinya, dan menyalahkan mereka sebagai penyebab berhutangnya dia kepada raja.
Atau, apakah keseluruhan konsep belas kasih tidak mampu meresap ke dalam
dirinya, sehingga selamatnya dia beserta seluruh keluarganya dari hukuman
menjadi budak-budak masih memungkinkan kebiasaan buruknya kambuh lagi dengan
cepat – business as usual?
Sebagaimana hamba pertama yang berhutang, hukuman atas
dosa-dosa kita melampaui kemampuan apa pun yang dimiliki manusia untuk
membayarnya kembali. Akan tetapi, Yesus – Allah yang menjadi manusia dengan
sukarela membayar harga yang mahal itu dan sekarang meminta kepada kita untuk
mengampuni orang-orang lain seperti Dia telah mengampuni kita. Dia sampai
mengatakan, bahwa apabila kita tidak menunjukkan belas kasih, maka Bapa kita di
surga juga melihat kita sebagai pihak yang bertanggung jawab (Inggris:
accountable; akuntabel) dan dengan demikian tidak membebaskan kita dari
dosa-dosa kita. Allah akan berurusan dengan kita sesuai dengan ukuran
“keadilan” yang sama seperti yang kita gunakan ketika kita berurusan dengan
orang-orang lain. Dengan demikian, betapa pentinglah artinya bagi kita untuk
memperkenankan belas kasih menang atas penghahiman dan relasi-relasi kita
dengan orang-orang lain.
Anda dapat saja merasa
bahwa dirimu bukan seorang pendosa besar dan orang-orang yang telah mendzolimi
anda harusnya dihukum lebih daripada anda. Mungkin saja hal ini benar. Akan
tetapi apabila kita tidak mampu menunjukkan belas kasih, maka kita pun berada
di bawah dari apa yang telah Allah perintahkan untuk kita lakukan. Kita
dipanggil untuk menjadi seperti Yesus, sang anak Domba Allah yang tidak
pernah berdosa, namun menanggung dosa-dosa dunia. Inti permasalahannya adalah:
Maukah kita meniru Yesus dan tidak menghukum orang-orang lain, atau maukah kita
tetap menilai orang-orang lain akuntabel atas hutang-hutang mereka, sementara
kita tahu bahwa hutang-hutang kita telah diampuni?
DOA: Tuhan Yesus, berikanlah kepadaku rahmat untuk mengampuni orang-orang lain. Rohku menginginkan hal itu walaupun masih ada emosi-emosi dalam diriku yang tidak menginginkannya. Murnikanlah aku, ya Tuhan, seturut kehendak-Mu. Amin.
11. PERKENANKANLAH DIA MERANGKUL ANDA ERAT-ERAT DENGAN BELAS KASIH-NYA
Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa, semuanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Lalu bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya, “Orang ini menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka. Lalu Ia menyampaikan perumpamaan ini kepada mereka, “Ada seseorang mempunyai dua anak laki-laki. Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka. Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan ia pun mulai melarat. Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang warga negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorang pun yang memberikan sesuatu kepadanya. Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap surga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebut anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. Lalu bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap surga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebut anak bapa. Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa kemari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Ambillah anak lembu yang gemuk itu, sembelihlah dan marilah kita makan dan bersukacita. Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Lalu mulailah mereka bersukaria. Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar suara musik dan nyanyian tari-tarian. Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu. Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu yang gemuk, karena ia mendapatnya kembali dalam keadaan sehat. Anak sulung itu marah ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan membujuknya. Tetapi ia menjawab ayahnya, Lihatlah, telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu yang gemuk itu untuk dia. Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala milikku adalah milikmu. Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali” (Luk 15:1-3,11-32).
Bacaan Pertama: Mi 7:14-15,18-20; Mazmur Antar-bacaan: Mzm
103:1-4.9-12
Bacalah dengan seksama “Perumpamaan tentang Anak yang Hilang” di atas sekali lagi
walaupun anda sudah sangat familiar dengan perumpamaan tersebut, lalu
bayangkanlah dirimu sebagai salah seorang “karakter” dalam kisah itu –
barangkali sebagai seorang hamba/pelayan yang bekerja dalam rumah tangga sang
ayah. Anda berada di dekat TKP pada saat si anak bungsu menuntut bagian warisan
dari sang ayah, sehingga dia dapat meninggalkan rumah. Anda memang kaget
melihat bagaimana si anak bungsu itu tega-teganya meminta hal seperti itu
kepada ayahnya. Terasa ada rasa kurang hormat di pihak si anak bungsu itu.
Gambaran saat perpisahan mereka tetap ada dalam hati anda untuk jangka waktu
yang lama.
Beberapa bulan setelah itu, anda sedang berada bersama sang
tuan rumah ketika dia melihat anak bungsunya dari kejauhan, lalu berlari
mendapatkan anak bungsunya itu dan merangkul serta menciumnya. Walaupun baju
anak itu compang-camping tak keruan dan memancarkan aroma yang tidak sedap,
sang ayah menangis haru dan penuh sukacita selagi dia merangkul si anak bungsu.
Anda mendengar si anak bungsu mengaku kepada sang ayah, bahwa dirinya telah
berdosa dan tidak layak disebut anak oleh sang ayah. Apakah anda berpikir,
bahwa anak bungsu ini bahkan tidak pantas menjadi orang upahan seperti diri
anda? Atau anda merasa lega, bahwa si anak bungsu sudah kembali baik-baik ke
rumah?
Cobalah menggambarkan sukacita dan rasa lega sebagaimana
kelihatan pada wajah sang ayah. Ia begitu berbahagia, sehingga langsung saja
dia mengajak orang-orangnya untuk menyiapkan perjamuan besar-besaran dengan
menyembelih lembu, dan kemudian merayakannya bersama seluruh isi rumah. Selagi
sang ayah membawa anaknya yang sudah bertobat itu ke dalam rumah, dan dia
memerintahkan anda menyiapkan air untuk mandi si anak bungsu dan mencari
pakaian yang terbaik baginya; apakah anda pikir anda akan tersenyum kepada si
anak bungsu (tanpa terpaksa) seperti yang telah ditunjukkan oleh ayahnya?
Kemudian ketika anda pergi ke luar untuk membuang air kotor bekas mandi si anak
bungsu, anda berpapasan dengan anak yang sulung. Si anak sulung itu menjadi
marah ketika dia mendengar tentang kembalinya adik laki-lakinya dan
diselenggarakannya pesta makan-minum untuk kehormatan si adik. Anda tentu
memahami kemarahan si anak sulung, namun anda pun mulai mengerti pengampunan
sang ayah. Anda masuk ke ruang pesta perjamuan dan membisikkan informasi
penting kepada sang ayah, yaitu bahwa anak sulungnya marah besar terhadap
segala sesuatu yang telah terjadi dan tengah berlangsung pada saat itu.
Sang ayah langsung pergi ke luar dan merangkul anak
sulungnya. Dapatkah anda melihat kasih yang terpancar keluar dari wajah sang
ayah? Bagaimana kiranya adegan terakhir ini menyentuh anda? Sampai meluluhkan
hati andakah?
Kita semua merobek-robek atau mencabik-cabik hati Bapa kita
di surga pada saat kita pergi meninggalkan Dia seperti yang dilakukan si anak
bungsu. Pertanyaan yang harus diajukan adalah apakah kita mengatakan kepada
Bapa surgawi bahwa tidak mungkinlah kita diampuni karena sudah sedemikian
“gilanya” terjerumus ke dalam kedosaan. Ataukah kita memperkenankan Dia
merangkul kita erat-erat dengan belas kasih-Nya? Hidup ini adalah sebuah
pilihan – LIFE IS A CHOICE !!!
DOA: Bapa surgawi, terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu untuk kasih-Mu kepadaku yang tanpa syarat dan juga pengampunan-Mu atas segala dosa-dosaku, baik melalui pikiran, perbuatan, perbuatan maupun kelalaian – teristimewa kelalaian untuk mengasihi sesamaku tanpa memandang perbedaan-perbedaan yang ada: status sosial-ekonomi, ras/bangsa, suku, bahasa, agama. Apabila aku berada dalam keadaan yang tidak benar di mata-Mu, tolonglah aku agar mau dan mampu berlari mendapati-Mu dan jatuh ke dalam pelukan-Mu yang penuh kasih dan pengampunan. Amin.
12. SEBUAH PERUMPAMAAN PENTING BAGI SETIAP WARGA GEREJA
“Dengarkanlah suatu perumpamaan yang lain. Adalah seorang
tuan tanah membuka kebun anggur dan membuat pagar sekelilingnya. Ia menggali
lubang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu.
Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke
negeri lain. Ketika hampir tiba musim petik, ia menyuruh hamba-hambanya kepada
penggarap-penggarap itu untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya. Tetapi
penggarap-penggarap itu menangkap hamba-hambanya itu: mereka memukul yang
seorang, membunuh yang lain dan melempari yang lain lagi dengan batu. Kemudian
tuan itu menyuruh pula hamba-hamba yang lain, lebih banyak daripada yang
semula, tetapi mereka pun diperlakukan sama seperti kawan-kawan mereka.
Akhirnya ia menyuruh anaknya kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani.
Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata
seorang kepada yang lain: Inilah ahli warisnya, mari kita bunuh dia, supaya
warisannya menjadi milik kita. Mereka menangkapnya dan melemparkannya ke luar
kebun anggur itu, lalu membunuhnya. Apabila tuan kebun anggur itu datang,
apakah yang akan dilakukannya dengan penggarap-penggarap itu?” Kata mereka
kepada-Nya, “Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya
akan disewakannya kepada penggarap-penggarap lain, yang akan menyerahkan
hasilnya kepadanya pada waktkunya.” Kata Yesus kepada mereka, “Belum pernahkah
kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah
menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib
di mata kita. Sebab itu, Aku berkata kepadamu bahwa Kerajaan Allah akan diambil
dari kamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah
Kerajaan itu.
Bacaan Pertama: Kej 37:3-4,12-13,17-28; Mazmur Tanggapan: Mzm
105:16-21
Apakah yang anda akan lakukan apabila Direktur Utama
merangkap CEO sebuah perusahaan besar dan sukses di mana anda bekerja sebagai
anggota Direksi mendelegasikan otoritasnya secara khusus kepada anda, di mana
kepada anda diberikan kendali penuh atas operasi perusahaan menggantikan
dirinya selama dia menjalani cuti panjang yang cukup lama ke Eropa dan Amerika Serikat? Setelah
berhasil keluar dari shock anda, bukankah anda akan bekerja keras dan
sebaik-baiknya untuk membuat operasi perusahaan anda mencapai tujuannya dengan
baik, misalnya dalam hal pertumbuhan penjualan, laba perusahaan dlsb.? Paling
sedikit untuk memberi kesan yang baik di mata sang CEO, bukan? Pokoknya anda
akan berupaya to work hard and smart!
Kepengurusan sebuah perusahaan adalah suatu tugas terhormat,
apalagi kepengurusan (stewardship) kebun anggur Allah sendiri, yang lebih
terhormat lagi. Sulit untuk membayangkan bagaimana seseorang yang dipercayakan
dengan tugas terhormat seperti itu dapat menyalahgunakan privilese-privilese
tugas tersebut dan kemudian malah berbalik melawan sang CEO (Chief Executive
Officer – Eksekutif puncak, contohnya Presiden R.I. dalam hal Republik kita
tercinta). Justru inilah masalah yang dikemukakan oleh Yesus dalam perumpamaan
ini, ketika Dia bercerita mengenai para penggarap kebun anggur yang jahat itu.
Sejarah telah menunjukkan kepada kita saat-saat di mana para
pemimpin Gereja gagal dalam memenuhi panggilan mereka, dan setiap kali terjadi
hal seperti itu, setiap warga Gereja menderita. Akan tetapi, daripada kita
menghakimi para pemimpin Gereja, barangkali lebih baik bagi kita untuk
mempertimbangkan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh para pemimpin Gereja
tersebut. Terkadang sungguh menggoda jadinya apabila seseorang mengikut arus
daripada berdiri tegak atas standar moral yang kokoh! Seringkali karena harus
menanggung berat pekerjaan yang dibebankan ke atas diri mereka, terasa merasa
harus memikul beban seluruh dunia di atas pundak mereka. Mereka mengetahui
bahwa mereka harus mendengarkan bisikan Roh Kudus, namun berbagai macam
tuntutan dari orang-orang dan tugas-tugas kadang-kadang menghalangi kemampuan mereka
untuk mendengar “suara kecil” yang berbicara dalam doa dan Kitab Suci.
Apabila kita tetap memikirkan berbagai kesulitan yang
dihadapi oleh para pemimpin Gereja, maka kita akan kurang berkecenderungan
untuk mengkritisi mereka yang telah dipanggil Allah untuk menjaga serta
memperhatikan umat-Nya. Tentu saja kita akan mampu untuk menyebutkan
contoh-contoh uskup, prelat dan imam yang telah “gagal” dalam mewujudkan
panggilan Allah bagi mereka masing-masing. Namun daripada mengutuk-ngutuk atau
pun bergosip-gosip ria, marilah kita mendukung mereka, berdoa bagi kedamaian
dan perlindungan-Nya atas diri mereka.
Barangkali kita juga dapat melakukan hal-hal tertentu guna
mendukung pribadi-pribadi yang dipanggil untuk menjadi pemimpin-pemimpin
Gereja. Bagaimana? Dengan menghadapi dan menjalani kehidupan Kristiani kita
sepenuh mungkin. Bayangkanlah hal-hal baik yang dapat berdampak positif
terhadap hati para pemimpin kita karena melihat umat awam menghayati dengan
serius kehidupan Injili dengan cara yang mampu mentransformasikan kehidupan.
Maka, bersama dengan para pemimpin Gereja, marilah kita menjadi warga-warga
Kerajaan Allah yang berbuah, sehingga Gereja akan menjadi terang yang sungguh
cemerlang, yang mampu menarik orang-orang kepada kasih Kristus.
DOA: Bapa surgawi, kami mohon perlindungan-Mu atas semua pemimpin Gereja. Kami menyadari segala kesulitan dan godaan yang mereka hadapi. Oleh karena itu, kami mohon Engkau sudi mendorong serta menyemangai mereka dan memperbaiki mereka lewat Roh Kudus-Mu, sehingga mereka dapat memimpin segenap umat-Mu dalam kekudusan. Amin.
13. PERUMPAMAAN TENTANG BIJI MUSTAR
Lalu kata Yesus, “Beginilah hal Kerajaan Allah itu: Seumpama
orang yang menaburkan benih di tanah, lalu pada malam hari ia tidur dan pada
siang hari ia bangun, dan benih itu bertunas dan tumbuh, bagaimana terjadinya
tidak diketahui orang itu. Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula
tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir
itu. Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim
menuai sudah tiba.”
Kata-Nya lagi, “Dengan apa kita hendak membandingkan Kerajaan
Allah itu, atau dengan perumpamaan manakah kita hendak menggambarkannya? Hal
Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu
yang paling kecil daripada segala jenis benih yang ada di bumi. Tetapi apabila
ditaburkan, benih itu tumbuh dan menjadi
lebih besar daripada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang
besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya.”
Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan
firman kepada mereka sesuai dengan kemampuan mereka untuk mengerti, dan tanpa
perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya
Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri. (Mark 4:26-34)
Bacaan Pertama: 2Sam 11:1-4a,5-10a, 13-17; Mazmur Tanggapan:
Mzm 51:3-7,10-11
Biji mustar itu sungguh sebutir benih yang sangat kecil.
Namun apabila benih ditanam, maka benih itu mempunyai potensi untuk bertumbuh
menjadi sebatang pohon yang besar. Itulah cara Kerajaan Allah memanisfestasikan
dirinya dalam kehidupan kita. Sebagaimana benih pada saat baptisan kita, iman
kita pada akhirnya bertumbuh menjadi cukup besar untuk memberikan “naungan” dan
kehidupan bagi orang-orang lain. Dan, seperti juga sebatang pohon, iman kita
akan melalui tahap-tahap pertumbuhan sampai menjadi berbuah.
Hanya setelah sebutir benih dikuburkan – artinya ditanam di
tanah – maka benih itu mulai menjadi sesuatu yang substansial. Karena kita
cenderung untuk memandang manisfestasi-manifestasi yang kasat mata, maka kita
tidak dapat melihat hasil-hasil yang dimungkinkan dari benih iman kecil yang
kita terima pada saat kita dibaptis. Allah memandang lebih mendalam daripada
kecenderungan kita dalam memandang. Tidak ada yang lolos dari perhatian-Nya.
Karena Allah yang membentuk diri kita dan karena Dia-lah yang membawa kita
dalam telapak tangan-Nya, maka Allah-lah yang dapat menyelesaikan pekerjaan-Nya
dalam diri kita. Hal ini dapat berupa waktu yang cukup untuk berdoa secara
mendalam dan persekutuan dengan Yesus. Barangkali Allah memanggil kita untuk
membaca sabda-Nya dalam Kitab Suci secara lebih lagi setiap hari, atau untuk
bereksperimen lewat upaya mensyeringkan iman kita dengan orang-orang di
sekeliling kita. Apa pun kasusnya, Allah senantiasa mengawasi kita, memberikan
kepada kita peluang yang diperlukan bagi iman kita untuk dapat bertumbuh dan
menghasilkan buah.
Sekarang apakah anda siap untuk bertumbuh? Apakah anda ingin
melihat Allah dalam kehidupan anda secara lebih lagi? Untuk itu baiklah anda
melihat ke dalam batin anda sendiri! Janganlah hanya mencoba untuk melakukan
hal-hal yang benar (ini memang harus), melainkan melihat kerja Roh Kudus dalam
hati anda. Apakah Roh Kudus sedang mencoba untuk mematikan dosa dalam diri
anda? Apakah Dia sedang mencoba untuk menolong anda mengatasi luka-luka anda
akibat ulah orang lain atas diri anda? Oleh karena marilah kita memberikan
kesempatan kepada Roh Kudus untuk mengambil benih iman kita dan menumbuhkannya
menjadi sesuatu yang sungguh menakjubkan.
DOA: Bapa surgawi, aku mengatakan “ya” kepada-Mu dalam segala
hal yang Kauminta dari diriku. Peganglah hidupku secara lebih mendalam dan
nyatakanlah kehendak-Mu dari hidupku. Bangunlah suatu fondasi di dalam diri
kita yang juga dapat membantu orang-orang lain mengenal Engkau. Amin.
14. ANGGUR BARU DAN KANTONG KULIT BARU
Pada suatu kali ketika murid-murid Yohanes dan orang-orang Farisi sedang berpuasa, datanglah orang-orang dan mengatakan kepada Yesus, “Mengapa murid-murid Yohanes dan murid-murid orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?” Jawab Yesus kepada mereka, “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sementara mempelai itu bersama mereka? Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa. Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa. Tidak seorang pun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabiknya, yang baru mencabik yang tua, lalu makin besarlah koyaknya. Demikian juga tidak seorang pun menuang anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula.” (Mrk 2:18-22)
Bacaan Pertama: 1Sam 15:16-23; Mazmur Tanggapan: Mzm
50:8-9,16-17,21,23
Suatu perbedaan yang sangat nyata antara kantong kulit untuk
anggur yang tua dan yang baru itu tidak hanya dalam umurnya, tetapi ada atau
tidak-adanya minyak dalam kulit itu. Adanya unsur minyak dalam kulit kantong
anggur yang baru membuatnya menjadi fleksibel dan mampu mengembang. Bilamana
anggur baru dituang ke dalam kantong yang baru itu, maka kantong itu
beradaptasi dengan tekanan yang ditimbulkan oleh anggur baru tersebut.
Sebaliknya kulit yang sudah tua sudah menjadi keras dan kaku – tidak mampu lagi
berkembang. Kantong tua yang diisi dengan anggur baru dapat rusak/robek atau
malah meletup.
Akan tetapi, pertanyaan yang harus senantiasa kita tanyakan
kepada diri kita sendiri, “Apakah aku tetap lembut dan lentur, siap untuk
melakukan apa saja yang diminta oleh Roh Kudus dari diriku? Apakah diriku patuh
terhadap dorongan Roh Kudus, atau aku semakin mengeraskan diri dan tidak
fleksibel? Apakah aku terpaku pada ide-ide yang kaku, atau dapat menanggapi apa
yang diinginkan Tuhan dari diriku pada hari ini – di rumah, di tempat kerjaku,
di gerejaku, atau ke mana saja Dia memimpin aku?”
Allah memang kadang-kadang menantang ide-ide kita tentang
Siapa diri-Nya dan bagaimana Dia bekerja dalam kehidupan kita. Jalan-jalan atau
cara-cara-Nya dapat sangat berbeda dengan apa yang dapat kita bayangkan. Apakah
kita mau membuka diri kita dan menerima Kerajaan-Nya seturut syarat-syarat yang
ditetapkan-Nya? Marilah kita mengingat kembali apa yang telah terjadi dengan
Abraham. Allah memanggilnya untuk meninggalkan tempat kediamannya dan pergi ke
sebuah tempat yang baru samasekali – dan Abraham mematuhi panggilan Allah itu
(lihat Kej 12:1 dsj.). Marilah kita mengingat apa yang terjadi dengan Maria:
Perawan dari Nazaret ini sungguh merasa ketakutan ketika dikunjungi
malaikat-agung Gabriel, namun ia mengatakan “Ya” kepada Allah, pada saat
diminta untuk membawa Kristus ke tengah-tengah dunia (lihat Luk 1:26-38). Kita
mengingat pula apa yang terjadi dengan Beata Bunda Teresa dari Kalkuta: Ketika
Allah memanggil dirinya untuk melayani orang-orang yang paling miskin (the
poorest of the poor), maka dia menukar rencananya sendiri dengan rencana Allah
bagi dirinya. Kita pun harus siap untuk mengembang seperti kantong kulit anggur
yang baru dan menerima panggilan Allah.
DOA: Roh Kudus Allah, penuhilah hatiku. Lebarkanlah mata hatiku ini agar dapat melihat kehendak-Mu untuk hidupku dan bagi Gereja Kristus di dunia. Ubahlah diriku agar dapat menjadi saksi Kristus yang sejati bagi dunia di sekelilingku. Amin.
15. PERUMPAMAAN TENTANG DOMBA YANG HILANG
“Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor
domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang
sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu?
Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Jika ia berhasil menemukannya, lebih besar
kegembiraannya atas yang seekor itu daripada atas yang kesembilan puluh
sembilan ekor yang tidak sesat. Demikian juga Bapamu yang di surga tidak
menghendaki salah seorang dari anak-anak yang hilang.” (Mat 18:12-14)
Bacaan Pertama: Yes 40:1-11; Mazmur Tanggapan: Mzm
96:1-3,10-13
Namun demikian, justru pesan Yesus kepada kita adalah yang
terasa tak masuk akal itu. Ajaran-Nya terasa radikal, bukan? Nah, Yesus kita
ini memang tidak berminat untuk terlibat dalam penghitungan bottom line, untung
atau rugi, dan Ia juga tidak tertarik dengan cost analysis seperti saya, atau
kita-kita ini yang sekolahnya di bidang ekonomi/bisnis. Yesus telah
menginvestasikan dalam diri kita masing-masing gairah dan komitmen yang sama
dalam jumlah dan substansinya, tidak peduli siapa kita ini dan jalan apa yang
ditempuh oleh kita masing-masing.
Yesus adalah sang Gembala Baik. Ia mempunyai komitmen untuk
mencari domba asuhan-Nya yang hilang, apa dan berapa pun biayanya! Dia akan
pergi ke mana saja di atas muka bumi ini untuk menemukan kembali siapa saja
yang hilang. Kepada kita – satu per satu – Yesus memberi kesempatan untuk
memeluk-Nya, merangkul diri-Nya. Bukankah ini adalah prinsip dasar cintakasih
dan bela rasa yang kita sedang persiapkan guna merayakan Hari Natal?
Sebenarnya kita masing-masing adalah seekor domba yang
hilang. Bayangkanlah di mana kita pada saat ini seandainya cara berpikir Yesus
itu tidak berbeda dengan cara berpikir para pelaku bisnis yang menekankan
perhitungan rugi-laba belaka: “Ah, biarlah kita menerima sedikit kerugian agar
supaya dapat menyelamatkan margin keuntungan kita.” Lalu, pertimbangkanlah
cintakasih begitu mengagumkan yang menggerakkan Yesus untuk mengorbankan
segalanya untuk membawa kita kembali kepada hati-Nya. Kita berterima kasih
penuh syukur kepada Tuhan Allah, karena rancangan-Nya bukanlah rancangan kita
(Yes 55:8)! Dalam hal kebaikan, Allah kita memang Mahalain!
Dalam doa-doa kita hari ini, pertimbangkanlah bagaimana cara
berpikir kita apabila dibandingkan dengan cara berpikir Yesus. Berapa lama
waktu yang kita butuhkan untuk melihat keluarga kita, sahabat-sahabat kita dan
sesama kita dibawa ke dalam Kerajaan Allah, dan negeri kita tercinta mengalami
kelimpahan berkat karena mengenal Kristus? Marilah kita bertanya kepada Roh
Kudus, langkah-langkah apa yang harus kita ambil hari ini agar cara berpikir
kita semakin dekat dengan cara berpikir Yesus. Memang hal ini tidak selalu
mudah, akan tetapi percayalah bahwa Yesus – sang Gembala Baik – tidak akan
meninggalkan kita. Dan …… Roh Kudus-Nya akan mengajar kita agar cara-cara-Nya
dapat menjadi cara-cara kita, dan pikiran-pikiran-Nya menjadi pikiran-pikiran
kita. Marilah kita menjalani masa Adven ini dengan memuji-muji Yesus yang akan
datang menyelamatkan kita.
DOA: Tuhan Yesus, terima kasih penuh syukur kuhaturkan
kepada-Mu karena Engkau mengasihiku dengan kasih yang menakjubkan. Terima kasih
karena Engkau datang ke tengah dunia untuk mencari dan menyelamatkan mereka
yang hilang. Aku mencintai Engkau, Yesus, dan akan selalu mengikuti jejak-Mu.
Amin.
16. PERKATAAN-KU TIDAK AKAN BERLALU
Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini kepada mereka,
“Perhatikanlah pohon ara atau pohon apa saja. Apabila kamu melihat pohon-pohon
itu sudah bertunas, kamu tahu dengan sendirinya bahwa musim panas sudah dekat.
Demikian juga, jika kamu melihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah bahwa Kerajaan
Allah sudah dekat. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Orang-orang zaman ini
tidak akan berlalu, sebelum semuanya terjadi. Langit dan bumi akan berlalu,
tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.” (Luk 21:29-33)
Bacaan Pertama: Dan 7:2-14; Mazmur Tanggapan: Dan 3:75-81
Yesus mengatakan kepada para murid-Nya, bahwa sebagaimana
pohon ara atau pohon-pohon lainnya yang sudah bertunas menandakan sudah
dekatnya musim panas, demikian pula akan ada tanda-tanda yang pasti bahwa
kerajaan Allah sudah dekat. Metafora yang digunakan Yesus dipahami dengan baik
oleh para pendengar-Nya yang adalah orang-orang Yahudi. Mereka memahami bahwa
pohon ara akan berbuah dua kali dalam satu tahun – pada awal musim semi dan
pada musim gugur. Kitab Talmud mengatakan bahwa buah pertama dimaksudkan untuk
datang pada hari setelah Paskah – saat di mana orang-orang Israel percaya bahwa
Mesias akan melayani dalam kerajaan Allah.
Dengan mengajarkan perumpamaan ini, Yesus sebenarnya
menjelaskan pentingnya bagi orang-orang untuk membaca “tanda-tanda zaman”
seperti para petani harus mendengarkan dan memahami prakiraan cuaca agar
berhasil dalam bercocok-tanam, maka kita pun harus mampu untuk mendengar dan
mengerti tanda-tanda dari Allah dan karya-karya-Nya dalam kehidupan kita
sehingga kita dapat siap untuk saat kedatangan kerajaan-Nya.
Allah berbicara dengan banyak cara: lewat pembacaan dan
permenungan Kitab Suci, lewat ajaran-ajaran Gereja, lewat kata-kata yang
diucapkan saudari-saudara Kristiani lainnya, dalam hati kita, bahkan dalam
peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia. Akan tetapi, bagaimanakah kiranya
kita dapat mengenali suara-Nya di tengah-tengah suara-suara lainnya yang
menarik perhatian kita? Rasa percaya (trust) yang didasarkan pada kerendahan
hati dan rasa sesal mendalam atas dosa-dosa kita dapat mulai membuka
telinga-telinga kita. Mengambil risiko-risiko kecil, senantiasa memohon Roh
Kudus agar mengajar kita, semua ini dapat menolong kita bertumbuh dalam
keyakinan bahwa Allah tidak ingin meninggalkan kita dalam kegelapan. Jadi,
selalu ada kemungkinan bagi kita untuk belajar bagaimana memandang dengan mata
iman, mendengarkan dengan telinga-telinga pengharapan, dan memberi tanggapan
dengan hati penuh cintakasih.
Kita tidak mengetahui kapan hari akhir itu akan datang, akan
tetapi Yesus mengatakan kepada kita: “Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa,
supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan
supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia” (Luk 21:36). Yesus juga
memberikan kepada kita tanda-tanda untuk menolong kita agar berjaga-jaga dan
dipenuhi hasrat mendalam akan kedatangan kerajaan-Nya. Setiap hari kita dapat
menyambut Yesus masuk ke dalam hati kita dan mohon kepada-Nya untuk menunjukkan
sedikit lagi rencana-Nya. Allah ingin memenuhi diri kita dengan antisipasi
penuh gairah selagi kita menantikan kedatangan-Nya kembali. Marilah kita
mendengarkan ketukan-Nya pada pintu hati kita dan menyambut kedatangan
kerajaan-Nya dalam kepenuhannya. Peganglah senantiasa kata-kata-Nya:
“Perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Luk 21:33).
17. YESUS KRISTUS ADALAH SANG RAJA
Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari yang lain, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. Lalu Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu menjenguk aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Lalu orang-orang benar itu akan menjawab Dia, Tuhan, kapan kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Kapan kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Kapan kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Raja itu akan menjawab mereka: Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah disediakan untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak menjenguk Aku. Lalu mereka pun akan menjawab Dia, Tuhan, kapan kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? Ia akan menjawab mereka: Sesungguhnya Aku berkata, segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku. Orang-orang ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal.” (Mat 25:31-46)
Bacaan Pertama: Yeh 34:11-12,15-17; Mazmur Tanggapan: Mzm
23:1-3,5-6; Bacaan Kedua: 1Kor 15:20-26a,28
Pada hari ini, ketika kita merayakan pemerintahan Yesus atas
segenap ciptaan, kita bergembira atas pengamanan/keamanan dan perlindungan yang
dibawakan oleh sang Raja bagi kita. Akan tetapi, kita pun melihat adanya
berbagai tanda di sekeliling kita bahwa otoritas Yesus telah ditolak oleh
banyak orang. Banyak sekali negara yang dahulu dikenal sebagai negara-negara
Kristiani tidak lagi pantas untuk disebut begitu. Banyak gedung gereja menjadi
relatif kosong dan kebaktian liturgis hanya dihadiri oleh para lansia. Ada juga
gedung gereja yang dijual.
Memang umat beriman mengakui betapa menyenangkan berada di
bawah pemerintahan Yesus, namun banyak yang masih belum mengetahui serta
mengalami berkat-berkat karena menjadi milik-Nya. Salah satu contohnya adalah
adanya relasi terluka yang diderita banyak keluarga Kristiani juga. Itulah
sebabnya mengapa Allah memanggil kita guna memajukan Kerajaan-Nya lewat syering
dengan orang-orang lain perihal rahasia pengharapan kita. Mengapa tidak bisa?
Hari penghakiman cepat atau lambat akan tiba, dan tergantung pada kitalah
untuk ikut mengusahakan agar sebanyak mungkin orang kelak menghadapi pengadilan
terakhir dengan rasa yakin-mantap akan memperoleh keselamatan. Tidak cukuplah
bagi kita untuk sekadar menikmati sendiri hidup rohani kita, suci-suci sendiri.
Kita sama sekali tidak dapat/boleh berhenti pada “pengalaman Tabor” kita,
karena memang kehendak Yesus-lah bahwa kita harus turun gunung untuk
mensyeringkan pengalaman kita akan Allah/Kristus itu kepada sesama kita. Tidak
cukuplah merasa disentuh oleh Roh Kudus dalam sebuah pertemuan PDKK, penuh
haru, merasa “in”, karena pengalaman seperti itu harus disusul dengan karya
pelayanan kasih yang nyata, teristimewa di tengah-tengah mereka yang
miskin/dina. Justru karena kita telah mengalami sukacita pemerintahan Yesus
dalam kehidupan kita, maka kita harus terdorong untuk membawa orang-orang lain
kepada-Nya.
Perjumpaan kita dengan Yesus dalam doa dan Perayaan Ekaristi
seharusnya membawa efek dinamis atas dan dalam diri kita: “Sebab kasih Kristus
yang menguasai kami, karena kami telah mengerti bahwa jika satu orang sudah
mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. Kristus yang telah mati
untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya
sendiri, tetapi untuk Dia yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka”
(2Kor 5:14-15). Allah memanggil kita untuk mensyeringkan cintakasih kita kepada
Yesus dan sukacita kita dengan orang-orang lain. Oleh karena itu, marilah kita
membuka diri terhadap karya kreatif Roh Kudus dalam diri kita. Dengan
bimbingan-Nya, kita dapat membawa kesembuhan atas situasi di mana hanya ada
dosa dan ketiadaan-pengharapan. Biarlah devosi kita kepada Yesus
menyebarkan-luaskan sebuah pesan ke tengah dunia: KRISTUS ADALAH RAJA !!!
DOA: Yesus Kristus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku.
Aku berdoa agar pada saat kedatangan-Mu kelak, Engkau akan menemukan iman yang
benar di tengah segenap umat. Semoga kedatangan-Mu kembali dalam kemuliaan
menemukan aku telah memberi makan mereka yang lapar, memberi minum mereka yang
haus, memberi tumpangan kepada orang asing, pakaian kepada mereka yang
telanjang, menjenguk mereka yang sakit
dan berada dalam penjara. Berkat bimbingan penguatan oleh Roh Kudus-Mu,
semoga aku telah melakukan amanat agung-Mu untuk memberitakan Injil kepada
dunia di sekelilingku. Amin.
Sementara mereka mendengarkan hal-hal itu, Yesus melanjutkan
perkataan-Nya dengan suatu perumpamaan, sebab Ia sudah dekat Yerusalem dan
mereka menyangka bahwa Kerajaan Allah akan segera kelihatan. Lalu Ia berkata,
“Ada seorang bangsawan berangkat ke sebuah negeri yang jauh untuk dinobatkan
menjadi raja di situ dan setelah itu baru kembali. Ia memanggil sepuluh orang
hambanya dan memberikan sepuluh mina kepada mereka, katanya: Pakailah ini untuk
berdagang sampai aku datang kembali. Akan tetapi, orang-orang sebangsanya
membenci dia, lalu mengirimkan utusan menyusul dia untuk mengatakan: Kami tidak
mau orang ini menjadi raja atas kami. Setelah dinobatkan menjadi raja, ketika
ia kembali ia menyuruh memanggil hamba-hambanya yang telah diberinya uang itu,
untuk mengetahui berapa hasil dagang mereka masing-masing. Orang yang pertama
datang dan berkata: Tuan, mina tuan yang satu itu telah menghasilkan sepuluh
mina. Katanya kepada orang itu: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang
baik; engkau telah setia dalam hal yang sangat kecil, karena itu terimalah
kekuasaan atas sepuluh kota. Datanglah yang kedua dan berkata: Tuan, mina tuan
telah menghasilkan lima mina. Katanya kepada orang itu: Dan engkau, kuasailah
lima kota. Lalu hamba yang lain datang dan berkata: Tuan, inilah mina tuan, aku
telah menyimpannya dalam sapu tangan. Sebab aku takut kepada Tuan, karena Tuan
orang yang kejam; Tuan mengambil apa yang tidak pernah Tuan taruh dan Tuan
menuai apa yang tidak Tuan tabur. Katanya kepada orang itu: Hai hamba yang
jahat, aku akan menghakimi engkau menurut perkataanmu sendiri. Engkau sudah tahu bahwa aku orang yang keras yang mengambil apa yang
tidak pernah aku taruh dan menuai apa yang tidak aku tabur. Jika demikian,
mengapa uangku itu tidak kau kaumasukkan ke bank (catatan: orang yang
menjalankan uang)? Jadi, pada waktu aku kembali, aku dapat mengambilnya dengan
bunganya. Lalu katanya kepada orang-orang yang berdiri di situ: Ambillah mina
yang satu itu dari dia dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh mina
itu. Kata mereka kepadanya: Tuan, ia sudah mempunyai supuluh mina. Jawabnya:
Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi,
tetapi siapa yang tidak mempunyai, juga apa yang ada padanya akan diambil. Akan
tetapi, semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka
ke mari dan bunuhlah mereka di depan mataku.”
Setelah mengatakan semuanya itu Yesus mendahului mereka dan
meruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem. (Luk 19:11-28)
Bacaan Pertama: 2Mak 7:1,20-31; Mazmur Tanggapan: Mzm
17:1,5-6,8,15
Perayaan Paskah sudah semakin mendekat. Kota Yerikho dipadati
oleh kelompok-kelompok peziarah yang sedang menuju ke kota suci Yerusalem untuk
merayakan Paskah – peringatan peristiwa pembebasan bangsa Yahudi dari tanah
Mesir. Setiap orang berpikir inilah saatnya bagi Yesus untuk berjaya, dan
Kerajaan Allah akan segera kelihatan … Dalam waktu singkat, di dekat pintu
gerbang Yerusalem, mungkin hanya beberapa jam lagi, mereka akan mengelu-elukan
sang “Putera Daud” sambil melambai-lambaikan daun palma (baca Luk 19:28 dsj.).
Sekitar sepuluh hari kemudian, dua orang murid dalam
perjalanan menuju Emmaus akan mengungkapkan kekecewaan mereka dengan kata-kata
berikut ini: “Padahal kami dahulu mengharapkan bahwa Dialah yang akan
membebaskan bangsa Israel” (Luk 24:21), dan lima puluh hari kemudian, para
rasul-Nya masih saja bertanya kepada-Nya: “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini
memulihkan kerajaan bagi Israel?” (Kis 1:6).
Pada masa itu, sewaktu Santo Lukas menulis Injilnya, banyak
peragu masih saja mempertanyakan dengan nada menghina: “Di mana janji tentang
kedatangan-Nya itu? Sebab sejak bapak-bapak leluhur kita meninggal, segala
sesuatu tetap seperti semula, pada waktu dunia diciptakan” (2Ptr 3:4).
Memang kelihatannya Allah seakan-akan membuat umat-Nya
menanti dan menanti. Kita memang tidak banyak menyaksikan kemegahan
Kerajaan-Nya! Sebenarnya Yesus telah memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
dari mereka yang ragu-ragu itu. Di manakah kita dapat memperoleh jawaban Yesus
itu? Dalam ‘perumpamaan tentang uang mina’! …… “Ada seorang bangsawan berangkat
ke sebuah negeri yang jauh untuk dinobatkan menjadi raja di situ dan setelah
itu baru kembali. Ia memanggil sepuluh orang hambanya dan memberikan sepuluh
mina kepada mereka, katanya: Pakailah ini untuk berdagang sampai aku datang
kembali” (Luk 19:12-13).
Orang-orang Yahudi pada zaman Yesus itu mengharapkan
kedatangan sebuah Kerajaan, yang akan langsung diwujudkan di atas bumi ini.
Yesus mencoba menjelaskan kepada mereka bahwa sebelum Kerajaan itu
diwujudnyatakan, akan akan semacam penundaan, dan selama masa penundaan itu Ia
mempercayakan tugas serta tanggung jawab yang menyertai tugas itu kepada kita –
para murid-Nya – yang hidup di atas bumi ini. Kurun waktu di dalam mana kita
hidup bukanlah untuk “bermimpi”, melainkan untuk “bekerja”, melakukan pekerjaan
yang akan “berbuah”. “Akan tetapi, orang-orang sebangsanya membenci dia, lalu
mengirimkan utusan menyusul dia untuk mengatakan: Kami tidak mau orang ini
menjadi raja atas kami” (Luk 19:14).
Orang-orang yang hidup pada zaman Yesus sebenarnya mengharap-harapkan
kedatangan sebuah Kerajaan yang penuh kemuliaan, sebuah Kerajaan yang berjaya
dan mampu mengalahkan bangsa-bangsa lain. Yesus ingin para murid-Nya memahami,
bahwa peresmian atau inaugurasi dari Kerajaan-Nya akan didahului dengan sebuah
pemberontakan – katakanlah ‘revolusi’ – melawan “RAJA” ini. Beribu-ribu tahun
telah lewat, namun masih saja terngiang-ngiang di telinga kita (umat Kristiani
yang hidup di abad ke-21 ini) apa saja yang diteriakkan dengan penuh kebencian
oleh sebagian besar bangsa pilihan Allah: “Enyahkanlah Dia, lepaskanlah Barabas
bagi kami! …… Salibkan Dia! Salibkan Dia!” (Luk 23:18,21).
Sengsara Yesus …… Sengsara Allah karena ditolak oleh umat-Nya
sendiri, adalah sebuah peristiwa sejarah yang sangat mengganggu nurani setiap
insan yang normal. Yesus mempermaklumkan hal tersebut …… Ini adalah sebuah
fenomena aktual – sebuah peristiwa dalam setiap zaman.
Di samping itu, Yesus sebenarnya membuat allusi pada suatu
peristiwa historis yang baru saja terjadi sebelumnya: Arkhelaus (anak raja
Herodes; lihat Mat 2:22) di mana kota Yerikho berada dalam kekuasaannya – pergi
ke Roma untuk meminta gelar “Raja” dari Kaisar Agustus – namun sebuah delegasi
yang terdiri dari 50 pemimpin Yahudi mengusahakan agar permohonan tersebut
ditolak.
“Setelah dinobatkan menjadi raja, ketika ia kembali ia
menyuruh memanggil hamba-hambanya yang telah diberinya uang itu, untuk
mengetahui berapa hasil dagang mereka masing-masing” (Luk 19:15). Mulai dari
titik ini dalam ‘perumpamaan tentang uang mina’ ini, kita dapat merasakan
adanya keserupaan narasi antara perumpamaan ini dengan ‘perumpamaan tentang
talenta’ yang hanya terdapat dalam Injil Matius (Mat 25:14-30), dan dalam suatu
konteks eskatologis yang serupa. Jangka waktu yang mendahului “Kerajaan Allah
yang terlihat” adalah suatu masa di mana Allah sudah memerintah/meraja, namun
belum kelihatan secara kasat mata. Ini adalah masa pengejaran dan penganiayaan.
Ini adalah masa di mana iman umat diuji, …… masa untuk bertekun. Ini adalah
masa untuk bekerja bagi Allah: “apa saja yang telah dipercayakan Allah kepada
seorang pribadi manusia haruslah berbuah” …… Ini adalah masa bagi kita untuk
setia “dalam hal-hal kecil” (Luk 16:10) sampai saat di mana Allah mempercayakan
kepada kita masing-masing dengan tugas dan tanggung jawab yang lebih penting:
hamba yang berhasil mengelola uang mina diberikan kekuasaan untuk memerintah
kota-kota. Ini adalah masa Gereja …… Ini adalah HARI INI.
DOA: Bapa surgawi, banyak orang di segala zaman mengalami
pengejaran dan penganiayaan karena iman mereka kepada-Mu dalam Yesus Kristus.
Bila hal sedemikian terjadi atas diri kami, berikanlah kepada kami keberanian
untuk tetap berpegang pada kebenaran-Mu – bahkan sampai mati sekali pun. Amin.
“Sebab hal Kerajaan
Surga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil
hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang
diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi
satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat. Segera pergilah
hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba
lima talenta. Hamba yang menerima dua talenta itu pun berbuat demikian juga dan
berlaba dua talenta. Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu pergi dan menggali lubang di
dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya. Lama sesudah itu pulanglah tuan
hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka. Hamba yang menerima
lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima
talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta.
Lalu kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang
baik dan setia; engkau telah setia dalam hal kecil, aku akan memberikan
kepadamu tanggung jawab dalam hal yang besar. Masuklah dan turutlah dalam
kebahagiaan tuanmu. Sesudah itu, datanglah hamba yang menerima dua talenta itu,
katanya: Tuan, dua talenta tuan percayakan; lihat, aku telah beroleh laba dua
talenta. Lalu kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu, hai hambaku
yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam hal yang
kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam hal yang besar.
Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. Kini datanglah juga hamba yang
menerima satu talenta itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa Tuan adalah orang
yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan memungut dari
tempat di mana Tuan tidak menanam. Karena itu, aku takut dan pergi
menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan!
Tuannya itu menjawab, Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah
tahu bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari
tempat di mana aku tidak menanam? Karena itu, seharusnya uangku itu kauberikan
kepada orang yang menjalankan uang, supaya pada waktu aku kembali, aku
menerimanya serta dengan bunganya. Sebab itu, ambillah talenta itu dari dia dan
berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu. Karena setiap orang
yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang
tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari dia. Sedangkan
hamba yang yang tidak berguna itu, campakkanlah dia ke dalam kegelapan yang
paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.” ( Mat 25:14-30)
Bacaan Pertama: Ams 31:10-13,19-20,30-31; Mazmur Tanggapan:
Mzm 128:1-5; Bacaan Kedua: 1Tes 5:1-6
Yesus akan datang kembali. Kita tidak tahu kapan atau
bagaimana, namun Yesus telah berjanji bahwa Ia akan kembali dalam kemuliaan
untuk mendirikan langit dan bumi yang baru (lihat Yes 65:17; 66:22; Why 21:1).
Kita yang hidup pada rentang waktu antara saat kenaikan Yesus ke surga dan saat
kembalinya dipanggil untuk senantiasa bersiap-siaga dan penuh daya sementara
kita menantikan kedatangan sang Raja.
Gereja dipanggil untuk mengelola perkara-perkaranya dengan
penuh kebijaksanaan, seperti seorang istri yang cakap dan bijaksana dalam
mengatur rumah tangganya (Ams 31:10-31). Selama masa antisipasi ini, kita
dipanggil untuki menggunakan berbagai sumber daya yang kita miliki untuk
menyebar-luaskan Injil dan menjamin kesejahteraan spiritual dari Gereja. Kita
dipanggil untuk melayani Tuhan kita dan menyenangkan-Nya dalam segala tindakan
kita. Kesiap-siagaan kita mempengaruhi cara kita hidup. Dengan berjalan sebagai
“anak-anak terang dan anak-anak siang” – melalui ketaatan kepada
perintah-perintah Allah dan kehidupan doa – kita membuktikan iman kita akan
kedatangan kembali Kristus (lihat 1Tes 5:5).
Setiap hari, kita mempunyai banyak kesempatan untuk
menggunakan berbagai karunia yang telah dianugerahkan Allah kepada kita.
Seperti ditunjukkan oleh ‘perumpamaan tentang talenta’, dua orang hamba
mengambil risiko dengan uang (talenta) yang dipercayakan oleh tuan kepada
mereka; mereka menginvestasikan uang tersebut dan memperoleh return yang baik.
Hamba yang ketiga takut untuk mengambil risiko, dengan demikian ia
menyembunyikan uang itu di tempat yang aman dan kemudian mengembalikannya
kepada tuannya pada kesempatan pertama (Mat 25:14-30). Sebagaimana halnya
dengan kedua hamba yang pertama, kita juga dipanggil untuk mengambil risiko
demi pengembangan kerajaan Allah, melangkah keluar dalam iman dan menyaksikan
Allah bergerak selagi kita menaruh kepercayaan kepada-Nya.
Allah tidak menganugerahkan kepada kita berbagai karunia dan
talenta agar kita dapat menyembunyikan semua atau menyalah-gunakannya untuk
tujuan-tujuan yang mementingkan diri sendiri. Setiap dari kita telah dibentuk
secara unik oleh Tuhan untuk memainkan suatu peranan dalam memajukan kerajaan
Allah, dengan menggunakan segala sumber daya yang telah diberikan oleh-Nya
kepada kita. Apakah itu uang, berbagai kemampuan, waktu, pendidikan, latar
belakang, tidak ada yang tidak relevant. Kita harus mempunyai keyakinan bahwa
initisiatif apa saja yang kita ambil untuk menggunakan berbagai karunia kita,
akan diberkati Allah. Ingatlah: Hasrat Allah kepada umat-Nya senantiasa lebih
besar dari hasrat kita; Dia akan melakukan segalanya agar Injil disebar-luaskan
ke ujung-ujung bumi.
Selagi kita memberikan diri kita, kita akan melihat kuasa
Allah dan kemuliaan-Nya dinyatakan. Keterlibatan aktif kita dalam kehidupan ini
sungguh merupakan suatu petualangan (adventure), dipenuhi dengan
kesempatan-kesempatan untuk menggunakan segalanya yang Allah telah berikan
kepada kita dan melihat Dia membuat
keajaiban-keajaiban selagi kita bekerja dalam nama-Nya. Inilah panggilan kita.
Marilah kita menanggapi panggilan ini dengan penuh syukur dan sukacita.
Apakah anda percaya bahwa Allah dapat menggunakan anda untuk
memajukan kerajaan-Nya? Melangkahlah dalam iman dan lihatlah perbedaan yang
dapat anda buat dalam keluargamu, komunitasmu, parokimu dst. Perkenankanlah Roh
Kudus memerintah dalam hidup anda, dan lihatlah buah baik yang dihasilkan!
DOA: Roh Kudus Allah, aku memperkenankan Engkau untuk bekerja
lebih penuh lagi dalam hidupku. Datanglah dan penuhilah diriku dengan
kuat-kuasa dan berbagai karunia yang kubutuhkan agar aku dapat berbuah untuk
kerajaan Allah. Amin.
20. ALLAH TIDAK MENYESALI KARUNIA-KARUNIA DAN PANGGILAN-NYA
Sebab Allah tidak menyesali karunia-karunia dan
panggilan-Nya. Sebab sama seperti kamu dahulu tidak taat kepada Allah, tetapi
sekarang beroleh belas kasihan oleh karena ketidaktaatan mereka, demikian juga
mereka sekarang tidak taat, supaya oleh belas kasihan yang telah kamu peroleh, mereka
juga akan beroleh belas kasihan. Sebab Allah telah mengurung semua orang dalam
ketidaktaatan, supaya Ia dapat menunjukkan belas kasihan-Nya atas mereka semua.
Mazmur Tanggapan: Mzm 69:30-31,33-34,36-37; Bacaan Injil: Luk
14:12-14
Mendekati kesimpulan dari argumentasinya berkaitan dengan
masalah ketidakpercayaan Israel, akhirnya Paulus mengungkapkan suatu wawasan
yang bersifat klimaks dan meringkasnya ke dalam misteri tujuan penyelamatan
Allah yang indah, suatu wawasan istimewa yang ditujukan untuk menyebabkan para
pembaca suratnya bergabung dengan dirinya dalam pengharapan akan penyelamatan
Allah yang bersifat universal. Peranan unik yang dimainkan oleh Israel di dalam
rencana penyelamatan Allah membuat pengharapan bahwa seluruh Israel akan
diselamatkan menjadi semakin pasti bagi para pembaca suratnya.
Paulus menginginkan agar jemaat di Roma dan para pembaca
suratnya di segala zaman untuk menyadari dan menghargai kenyataan, bahwa dari
sudut tujuan penyelamatan Allah, ketidakpercayaan Israel sangat bermanfaat
untuk penyebarluasan kepercayaan dalam Injil, teristimewa kepada orang-orang
non-Yahudi. Namun, sehubungan dengan pemilihan Allah sebelumnya, bangsa Israel
tetap menjadi “kekasih” Allah karena secara jasmani mereka tetap merupakan
keturunan para Bapak bangsa. Karunia-karunia yang telah dianugerahkan atas
bangsa Israel (lihat Rm 9:4-5) dan pilihan yang dijatuhkan Allah atas bangsa
itu melalui nenek moyang mereka, para Bapak bangsa (lihat Rm 9:6-13) bersifat
permanen, jadi tidak bisa diubah (Inggris: irrevocable), dengan demikian tetap
menjadi fondasi kokoh dari pengharapan bagi Israel (Rm 11:29).
Belas kasihan yang telah diberikan oleh Allah kepada
orang-orang non-Yahudi menstimulir pengharapan akan datangnya belas kasihan
Allah bagi bangsa Israel. Maksudnya, Allah telah memberikan belas kasihan-Nya
kepada orang-orang Kristiani non-Yahudi justru karena ketidakpercayaan
orang-orang Yahudi. Pada akhirnya Allah akan menunjukkan belas kasihan-Nya juga
atas bangsa Yahudi seperti yang telah diwujudkan-Nya atas orang-orang Kristiani
non-Yahudi itu. Hal ini menggambarkan mengapa orang-orang Kristiani tidak boleh
menggantungkan diri pada pengharapan sempit dan terbatas yang ditopang hanya
oleh hikmat-manusiawi mereka sendiri, melainkan harus memperluas jangkauan
tujuan pengharapan di masa depan yang menyangkut pengharapan mereka untuk
merangkul belas kasihan Allah dan penyelamatan-Nya bagi semua orang – baik
orang-orang non-Yahudi maupun orang-orang Yahudi.
Paulus menulis, “… sama seperti kamu dahulu tidak taat kepada
Allah, tetapi sekarang beroleh belas kasihan oleh karena ketidaktaatan mereka,
demikian juga mereka sekarang tidak taat, supaya oleh belas kasihan yang telah
kamu peroleh, mereka juga akan beroleh belas kasihan” (Rm 11:30-31). Karena
peranan penyelamatan-historis dari orang-orang non-Yahudi dan Israel saling
dikaitkan satu sama lain secara “rumit” oleh Allah, maka pantaslah bagi kita
semua untuk meyakini bahwa sebagaimana belas kasihan Allah telah mulai
mengatasi ketidaktaatan/ ketidakpercayaan orang-orang non-Yahudi (seperti dengan
mudah dapat dibenarkan oleh jemaat di Roma atau para pembaca suratnya pada
umumnya dengan memandang diri mereka sendiri), maka sekarang pada masa yang
terbuka bagi masa depan eskatologis Allah yang telah dimulai, belas kasihan
Allah itu tentunya akan mengatasi ketidaktaatan/ketidakpercayaan Israel.
Sebelum menyalin sebuah madah lagi (Rm 11:33-36) dalam
suratnya, Paulus telah membuat orang-orang Kristiani yang membaca suratnya
sadar bahwa karena berdasarkan belas kasihan Allah yang bebas dan universal, maka
pengharapan Kristiani yang otentik dapat dan secara radikal harus tetap bagi
masa depan Allah – bagi masa depan manifestasi belas kasih dan penyelamatan-Nya
bagi semua orang, termasuk seluruh Israel. Beberapa kali Paulus mengungkapkan
belas kasihan dalam rencana Allah bagi keselamatan universal (lihat Rm 11:30,
31). Satu lagi sebagai penutup bagian ini: “Sebab Allah telah mengurung semua
orang dalam ketidaktaatan, supaya Ia dapat menunjukkan belas kasihan-Nya atas
mereka semua” (Rm 11:32).
Paulus menutup diskusinya dengan sebuah madah pujian liturgis
(Rm 11:33-36) seperti yang telah dilakukannya sebelumnya (lihat Rm 9:5). Frase
pembukaan madah itu menggemakan kualitas yang indah dari Kitab Ayub yang
menyampaikan pesan betapa kecilnya manusia di hadapan keagungan Allah.
Rekonsiliasi Allah atas orang-orang Yahudi dan non-Yahudi dalam kematian dan
kebangkitan Yesus sungguh bertentangan dengan segala logika manusia. Paulus
percaya bahwa tidak seorang pun harus terkejut oleh pilihan apa yang dilakukan
oleh Allah. Ia memetik dari Yes 40:13 dengan beberapa bagian dari ayat-ayat
dari Ay 35:7 dan 41:11. Allah yang telah menjadi begitu terlibat dalam sejarah
manusia berdiri di awal dan di akhir segala ciptaan dan gerakannya.
Ayat-ayat dalam madah ini mempunyai kualitas yang bersifat
magnetis, yang hanya sebagian saja dapat dideskripsikan dalam
gambaran-gambaran. Ayat demi ayat menarik para pembaca dari dunia yang dapat
diprediksi ke dalam dunia yang tanpa akhir. Dalam visi mendalam tentang dunia
seperti itu, kita mengalami suatu rasa keutuhan bersama dengan segalanya yang
ada karena kita tertangkap dalam persatuan dengan Allah yang adalah sang
Pencipta dan Tuhan segala sesuatu yang ada.
Lewat madah ini, Paulus:
(1) mengundang orang-orang Kristiani untuk berdiri penuh rasa
takjub akan rencana Allah yang indah untuk keselamatan universal.
(2) mengingatkan para pembaca suratnya, bahwa tidak ada
seorang pun yang dapat memahami sepenuhnya hikmat yang indah dari rencana Allah
bagi keselamatan semua orang.
(3) mengajak orang-orang Kristiani untuk memuji-muji Allah
pengharapan yang tanpa batas.
DOA: Allah, Bapa kami yang ada di surga. Kuduslah nama-Mu, ya Khalik langit dan bumi! Engkau adalah Allah mahapencipta, dan jalan-jalan-Mu bukanlah jalan-jalan kami. Rencana-Mu tetap tersembunyi bagi kami. Kami menaruh kepercayaan sepenuhnya pada kebaikan-Mu dan kasih-Mu. Amin.
21. HENDAKLAH DOSA JANGAN BERKUASA LAGI DI DALAM TUBUHMU YANG FANA
Sebab itu, hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya. Janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata kebenaran. Sebab dosa tidak akan berkuasa lagi atas kamu, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah anugerah.
Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita
tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah anugerah? Sekali-kali
tidak! Apakah kamu tidak tahu bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada
seseorang sebagai hamba untuk menaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang
harus kamu taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun
dalam ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran? Tetapi syukurlah kepada
Allah! Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati
telah menaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu. Kamu telah
dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran. (Rm 6:12-18)
Mazmur Tanggapan: Mzm 124:1-8; Bacaan Injil: Luk 12:39-48
Sabda Allah dalam Kitab Suci mengajarkan bahwa seluruh umat
manusia telah terinfeksi oleh suatu kecenderungan untuk melakukan hal-hal yang
buruk dan salah – semacam “hadiah ulang tahun” dari Adam dan Hawa yang kita
semua begitu ingin membukanya. Bagaimana? Dengan begitu sering membuat
keputusan-keputusan yang bertentangan dengan perintah-perintah Allah. Sebagai
akibatnya, kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, dan malah seluruh budaya
menjadi rusak oleh dosa. Lihat saja dosa korupsi yang begitu membudaya sehingga
sungguh merusak masyarakat kita.
Ini adalah gambaran yang cukup gelap. Bagaimana Santo Paulus
mungkin berkata bahwa dosa tidak lagi menguasai kita? Bagaimana mungkin dia
mengharapkan kita menghidupi suatu kehidupan yang telah dibebaskan dari dosa
apabila kita dilahirkan dengan cara begini? Paulus berargumentasi bahwa
walaupun kita mewariskan dosa – jadi juga penghukuman – dari Adam dan Hawa,
kita pun juga adalah para pewaris kebenaran dan kehidupan kekal dari Yesus.
Bagaimana kita “bergeser” status dari pewaris Adam menjadi
pewaris Kristus? Dengan menerima Yesus dan merangkul baptisan kita dalam
nama-Nya! Dipenuhi dengan Roh Kudus, kita menjadi seorang ciptaan baru dan
menjadi milik Yesus sekarang, bukan lagi milik dosa.
Posisi intim ini dan persekutuan penuh kuat-kuasa dengan
Kristus adalah hak kita untuk memohon kepada-Nya. Kemudian, manakala kita
menghadapi pertempuran melawan dosa dan godaan, maka kita bertahan dalam iman
dan dengan ‘keras-kepala’ tetap mengklaim posisi kita dalam Kristus. Inilah
gagasan yang ingin disampaikan oleh Paulus ketika dia menulis, “Hendaklah dosa
jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana …… Janganlah kamu menyerahkan
anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman,
tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati,
tetapi sekarang hidup” (Rm 6:12-13).
Pengalaman pribadi Paulus sendiri mengajar dirinya bahwa baik
rasa kewajiban moral maupun rasa takut akan penghukuman, dua-duanya tidaklah
cukup untuk menjaga agar kita tetap berada di jalan kebenaran. Kita membutuhkan
persatuan dengan Kristus. Setiap hari, kita perlu mengingat bahwa kita telah
dikubur dengan Yesus dan pada waktu Dia bangkit, maka kita pun bangkit
bersama-Nya menuju kepada suatu kehidupan baru yang seluruhnya baru. Setiap
hari, kita harus percaya bahwa selagi kita berjalan di atas bumi ini kita
sebenarnya dapat hidup bagi Yesus dan melalui Yesus. Sementara kita
memperbaharui iman kita dengan cara begini, kita akan melihat cengkeraman dosa
atas diri kita mulai terurai-lepas, dan kita akan dipenuhi dengan rasa syukur
dan sukacita yang semakin bertumbuh.
DOA: Tuhan Yesus, terpujilah nama-Mu. Terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu untuk kebebasan dari dosa yang telah Kaumenangkan bagiku. Tolonglah aku sekarang untuk menolak dosa dan secara berkesinambungan mempersembahkan diriku kepada-Mu dalam kebenaran. Amin.
22. JANGANLAH KITA LUPA UNTUK MENGENAKAN PAKAIAN PESTA
Lalu Yesus berbicara lagi dalam perumpamaan kepada mereka, “Hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang ke perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang itu tidak mau datang. Ia menyuruh lagi hamba-hamba lain, pesannya: Katakanlah kepada orang-orang yang diundang itu: Sesungguhnya, hidangan telah kusediakan, lembu-lembu jantan dan ternak piaraanku telah disembelih; semuanya telah tersedia, datanglah ke perjamuan kawin ini. Tetapi orang-orang yang diundang itu tidak mengindahkannya; ada yang pergi ke ladangnya, ada yang pergi mengurus usahanya, dan yang lain menangkap hamba-hambanya itu, menyiksanya dan membunuhnya. Maka murkalah raja itu, lalu menyuruh pasukannya ke sana untuk membinasakan pembunuh-pembunuh itu dan membakar kota mereka. Sesudah itu ia berkata kepada hamba-hambanya: Perjamuan kawin telah tersedia, tetapi orang-orang yang diundang tadi tidak layak untuk itu. Karena itu, pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu. Lalu pergilah hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu. Ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan tamu-tamu itu, ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta. Ia berkata kepadanya: Hai Saudara, bagaimana engkau masuk ke mari tanpa mengenakan pakaian pesta? Tetapi orang itu diam saja. Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.
Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.”
(Mat 22:1-14)
Bacaan Pertama: Yes 25:6-10a;Mazmur Tanggapan: Mzm 23:1-6;
Bacaan Kedua: Flp 4:12-14,19-20
Dalam kerahiman-Nya yang berlimpah, Allah telah mengundang
semua orang untuk menghadiri pesta perkawinan kerajaan antara Putera-Nya dengan
Gereja. Nabi Yesaya mengumumkan undangan Allah ini: “TUHAN (YHWH) semesta alam
akan menyediakan di gunung Sion ini bagi segala bangsa-bangsa suatu perjamuan
dengan masakan yang bergemuk, suatu perjamuan dengan anggur yang tua benar,
masakan yang bergemuk dan bersumsum, anggur yang tua yang disaring endapannya”
(Yes 25:6). Dalam ‘perumpamaan tentang perjamuan kawin’ hari ini, kita kembali
membaca tentang suatu perjamuan kawin yang terbuka untuk semua orang, sebuah
pesta di mana tidak seorang pun dikecualikan (Mat 22:1-14).
Baik Yesaya maupun
Yesus menekankan bahwa undangan Tuhan itu bukanlah sebuah undangan untuk
menghadiri sebuah peristiwa yang akan dihadiri oleh kaum elit saja (jadi, bukan
a high-society event). Semua orang diundang tanpa melihat status kehidupan
mereka, posisi dalam masyarakat, kekayaan materi, ras, umur dst. Pencampuran
kelompok-kelompok sosial merupakan suatu konsep yang radikal pada masa Yesaya,
Yesus dan juga pada masa kita. Orang-orang Farisi pada masa Yesus, misalnya
memandang hina para pemungut cukai dan pendosa, namun para “pendosa” ini sering
diterima oleh Yesus di depan orang-orang
Farisi yang memandang diri paling benar itu (Mat 9:10-12). Pada zaman modern
ini, orang-orang yang terdidik dan berkecukupan dalam segi keuangan seringkali
menghindar dari Injil, sementara orang-orang miskin dan wong cilik justru
memeluk Injil itu dengan penuh gairah.
Dalam Sakramen Ekaristi, Allah mengundang semua orang untuk
mencicipi kasih-Nya yang besar dan agung. Selagi kita berpartisipasi dalam
liturgi Ekaristi, Allah meningkatkan hasrat kita dan kesiap-siagaan kita dalam
menghadapi perjamuan surgawi yang akan datang. Bagaimana kita akan menanggapi
undangan Allah untuk perjamuan kawin Putera-Nya? Akankah kita begitu disibukkan
dengan berbagai masalah dunia sehingga tidak mudah untuk dapat menerima
undangan itu dengan rendah hati? Atau akankah kita menanggapi undangan itu
secara spontan dengan hati yang dipenuhi cintakasih dan rasa syukur kepada Tuhan
atas karunia penyegaran-Nya dan kesempatan untuk berdiam dalam rumah-Nya
sepanjang masa (Mzm 23:3,6)?
Yesus bersabda: “Banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang
dipilih” (Mat 22:14). Raja menolak orang yang tidak mengenakan pakaian pesta
karena orang itu tidak memandang undangannya sebagai suatu kehormatan besar.
Artinya, dia tidak peduli untuk “mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan
menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya” (Ef
4:24). Sebaliknya, para tamu yang mengenakan pakaian pesta adalah orang-orang
yang dapat mengenali kerahiman (belas kasihan) dan kasih Allah yang
berlimpah-limpah sebagai sumber kekuatan dan pengharapan mereka satu-satunya,
sehingga dengan demikian mereka sendiri dapat mengenakan baju belas-kasihan
Allah ini.
Marilah kita merangkul karunia kasih Allah dan rahmat-Nya
dalam Ekaristi Kudus. Dengan melakukannya sedemikian, Ia akan memampukan kita
menerima dengan sepenuh hati undangan-Nya untuk bergabung dalam perayaan pesta
kawin sang Anak Domba.
DOA: Bapa surgawi, tolonglah aku agar sungguh siap untuk ikut-serta dalam pesta perjamuan surgawi kelak. Oleh kuasa Roh Kudus-Mu buatlah aku agar tidak ragu menanggapi undangan-Mu. Ingatkanlah aku juga agar tidak lupa mengenakan pakaian pestaku. Amin.
23. IA AKAN MEMBERIKAN ROH KUDUS KEPADA MEREKA YANG MEMINTA KEPADA-NYA
Lalu kata-Nya kepada mereka, “Jika seorang di antara kamu
mempunyai seorang sahabat dan pada tengah malam pergi kepadanya dan berkata
kepadanya: Sahabat, pinjamkanlah kepadaku tiga roti, sebab seorang sahabatku
yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai
apa-apa untuk dihidangkan kepadanya; masakan ia yang di dalam rumah itu akan
menjawab: Jangan mengganggu aku, pintu sudah tertutup dan aku serta anak-anakku
sudah tidur; aku tidak dapat bangun dan memberikannya kepadamu. Aku berkata
kepadamu: Sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena
orang itu adalah sahabatnya, namun karena sikapnya yang tidak malu itu, ia akan
bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya. Karena itu, Aku
berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu
akan mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang
yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang
yang mengetuk, baginya pintu dibukakan. Bapak manakah di antara kamu, jika
anaknya minta ikan, akan memberikan ular kepada anaknya itu sebagai ganti ikan?
Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat tahu
memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di surga!
Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Luk
11:5-13).
Bacaan Pertama: Mal 3:13-4:32a; Mazmur Tanggapan: Mzm 1:1-4,6
Apakah artinya iman apabila tidak diiringi dengan rasa
percaya (trust) dan ketekunan? Allah menginginkan kita untuk menjadi orang yang
tidak bergeming sampai sahabat-tetangganya memberikan kepadanya semua yang
dibutuhkannya. Allah ingin agar kita datang kepada-Nya dengan penuh gairah
serta menghasrati berkat-Nya dan mempunyai harapan Ia akan memberikan segala
sesuatu yang kita butuhkan. Jika Ia tidak langsung memberikan apa yang kita
mohonkan, maka hal itu tidak disebabkan Ia terlalu sibuk dengan hal-hal lain
atau memang tidak cukup memperhatikan kita. Seringkali, Ia ingin agar kita
menunggu karena Dia mengetahui bagaimana ketekunan yang mendalam dapat mengubah
kita. Santo Paulus menulis: “…… kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan
ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan” (Rm
5:3-4).
Seperti halnya orang-orang tertentu, kita bisa saja merasa
cepat putus-asa apabila kita tidak langsung menerima sebuah jawaban dari Yang
Ilahi. Kita dapat merasa seperti menyerah berharap kepada Allah dan mulai
mengandalkan diri kepada kekuatan kita sendiri.
Akan tetapi Allah mendesak kita agar supaya tetap mengetuk pintu; Ia
berjanji akan membukakan pintu dan mencurahkan Roh Kudus-Nya. Kita tidak pernah
boleh melupakan, bahwa Dia adalah ‘seorang’ Bapa yang hikmat-Nya mentransenden
(melampaui) pemahaman manusiawi yang kita miliki.
Bilamana Allah menunda pemberian jawaban-Nya terhadap doa
kita, maka hal itu seringkali disebabkan karena Dia sedang mengajar kita untuk
takut kepada-Nya secara layak dan pantas. Dia adalah Allah dan kita hanyalah
makhluk ciptaan-Nya. Allah selalu baik, kudus dan benar. Dia selalu pantas bagi
rasa percaya kita dan Dia taat-setia apakah kehidupan kita lurus di jalan-Nya
atau suka melenceng kesana-kemari. Fondasi batu-karang kita yang kokoh adalah
perwahyuan Allah sendiri tentang diri-Nya dalam Yesus Kristus, bukan
turun-naiknya kehidupan kita sehari-hari. Apabila kita mendasarkan kehidupan
kita atas kenyataan siapa Allah itu dan
kasih-Nya yang tak pernah gagal, maka kita dapat melihat bahwa doa-doa kita
dijawab oleh-Nya. Sama seperti orang yang dengan tekunnya meminta bantuan
sahabat-tetangganya dan akhirnya sang sahabat-tetangganya itu memberikan apa
saja yang dibutuhkan olehnya, maka kita pun akan menerima berkat-berkat yang
Allah inginkan untuk dicurahkan atas diri kita.
Melalui kesetiaan dan ketekunan, kita dapat memperkenankan
Allah untuk membentuk diri kita menjadi bejana-bejana bagi kemuliaan-Nya.
Selagi kita menanti-nanti-Nya, kita pun belajar untuk menaruh kepercayaan
kepada diri-Nya, dan dalam menaruh rasa percaya itu pada-Nya, kita pun
bertumbuh semakin kuat dan lebih mampu untuk menolong orang-orang lain. Itulah
saatnya di mana Dia dapat memakai kita sebagai instrumen-instrumen untuk
mewujudkan kasih dan kuat-kuasa-Nya ke tengah-tengah dunia.
DOA: Bapa surgawi, aku berterima kssih penuh syukur kepada-Mu karena Engkau penuh kasih dan baik hati. Aku percaya bahwa sementara aku bertekun dalam doa dan ketaatan, maka Engkau akan mencurahkan Roh Kudus-Mu ke atas diriku, untuk membuat diriku seorang ‘ciptaan baru’ seturut karakter Putera-Mu terkasih, Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamatku. Amin.
24. PERUMPAMAAN TENTANG ORANG SAMARIA YANG BAIK HATI
Kemudian berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus,
katanya, “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”
Jawab Yesus kepadanya, “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca
di dalamnya?” Jawab orang itu, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu
dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kata Yesus kepadanya, “Jawabmu itu
benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.” Tetapi untuk membenarkan
dirinya orang itu berkata kepada Yesus, “Dan siapakah sesamaku manusia?” Jawab
Yesus, “Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan
penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi juga
memukulnya dan sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang
imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari
seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia
melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang
Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat
orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu
membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur.
Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu
membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia
mengeluarkan dua dinar dan memberikannya kepada pemilik penginapan itu,
katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan
menggantinya, waktu aku kembali. Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut
pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun?”
Jawab orang itu, “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata
Yesus kepadanya, “Pergilah, dan perbuatlah demikian!” (Luk 10:25-37)
Bacaan Pertama: Yun 1:1-17;2:10; Mazmur Tanggapan: Yun
2:2-5,8
Dengan bertanya, “Siapakah sesamaku manusia?” ahli Taurat itu mencoba untuk mengetahui sampai berapa jauh kewajiban-kewajiban (hukum)-nya. Apakah “sesamaku” hanya terbatas pada sahabat-sahabatku yang terdekat? Bagaimana dengan penduduk kotaku yang lain? Bagaimana dengan musuh-musuhku? Bagaimana dengan orang-orang gelandangan yang tergeletak di pinggir jalan? Apakah aku diharapkan untuk mengasihi orang-orang seperti itu juga? Yesus menjawab ahli Taurat itu dengan sebuah perumpamaan, yaitu ‘perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati’. Lewat perumpamaan termaksud, Yesus menunjukkan bahwa segala sesuatu berpusat pada kasih, bukan kewajiban-kewajiban hukum. Santo Paulus memahami hal inti benar, ketika dia menulis, “Kasih adalah kegenapan hukum Taurat” (Rm 13:10).
Orang yang tergeletak babak belur setengah mati di jalan
antara Yerusalem dan Yerikho karena habis dirampok dan dipukuli adalah seorang
Yahudi, sedangkan yang datang menolongnya adalah seorang Samaria. Pada zaman
itu hubungan antara orang Yahudi dan orang Samaria sangatlah buruk, termasuk di
dalamnya ketegangan rasial. Orang Samaria adalah orang-orang yang tidak asli
lagi. Yang ingin dikemukakan Yesus adalah bahwa kasih yang sejati tidak
mengenal batas-batas yang disebabkan perbedaan dalam suku, ras, status sosial
dlsb. Perintah untuk mengasih sesama mengacu pada semua orang, termasuk
orang-orang asing yang tinggal di tengah-tengah kita, mereka yang termajinalisasi
dalam masyarakat, orang-orang miskin, yang lapar, …… wong cilik!
Allah Bapa menunjukkan kasih-Nya kepada umat-Nya ketika Dia
mengirim Putera-Nya yang tunggal untuk membawa pengampunan dan rekonsiliasi.
Yesus mempunyai kasih yang sama ketika Dia mengatakan “ya” terhadap rencana
Bapa, walaupun hal itu berarti meninggalkan kemuliaan surgawi dan
memperkenankan orang-orang yang diciptakan dan dikasihi-Nya dengan begitu
intens malah membunuh-Nya di kayu salib. Seperti cintakasih yang ditunjukkan
oleh orang Samaria itu, kasih Yesus juga tanpa batas-batas yang bersifat
diskriminatif. Kita – murid-murid-Nya – juga harus mengasihi tanpa diskriminasi
macam apa pun.
Menunjukkan cintakasih dan belas kasihan dapat mengubah hati
kita. Hal itu dapat mengajar kita untuk memandang setiap pribadi sebagai anak
yang sangat dikasihi Allah, pantas dan layak sebagai pribadi yang bermartabat –
batasan apa pun yang ada.
Dalam pekan ini kita dapat mencoba melakukan dua hal.
Pertama, marilah kita keluar untuk bertemu dengan orang-orang lain, siapa pun
mereka itu. Perhatian penuh cintakasih dari kita kepada orang-orang yang kita
jumpai dapat membantu “menggairahkan” kembali kehidupan seseorang yang hampir
mencapai titik terendah. Kedua, marilah kita membuat diri kita semakin dekat dengan
Allah dan menerima kasih dan kerahiman-Nya. Roh-Nya dapat memberdayakan kita
untuk melanjutkan sikap dan tindakan cintakasih kita manakala kita merasa sudah
tidak mempunyai apa-apa lagi untuk diberikan kepada orang-orang lain.
DOA: Yesus, tunjukkan diri-Mu kepada semua orang yang berada dalam kesendirian di dunia ini. Penuhilah diri mereka dengan Roh-Mu dan tolonglah kami keluar menemui orang-orang yang tidak mempunyai siapa-siapa lagi yang memperhatikan mereka. Bangkitkanlah ‘orang-orang Samaria yang baik hati’ di seluruh dunia. Amin.
25. PERUMPAMAAN TENTANG PENGGARAP-PENGGARAP KEBUN ANGGUR
“Dengarkanlah suatu
perumpamaan yang lain. Adalah seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan
membuat pagar sekelilingnya. Ia menggali lubang tempat memeras anggur dan
mendirikan menara jaga di dalam kebun itu. Kemudian ia menyewakan kebun itu
kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. Ketika hampir tiba
musim petik, ia menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap-penggarap itu untuk
menerima hasil yang menjadi bagiannya. Tetapi penggarap-penggarap itu menangkap
hamba-hambanya itu: mereka memukul yang seorang, membunuh yang lain dan
melempari yang lain lagi dengan batu. Kemudian tuan itu menyuruh pula
hamba-hamba yang lain, lebih banyak daripada yang semula, tetapi mereka pun
diperlakukan sama seperti kawan-kawan mereka. Akhirnya ia menyuruh anaknya
kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. Tetapi ketika
penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang kepada yang
lain: Inilah ahli warisnya, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi
milik kita. Mereka menangkapnya dan melemparkannya ke luar kebun anggur itu,
lalu membunuhnya. Apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan
dilakukannya dengan penggarap-penggarap itu?” Kata mereka kepada-Nya, “Ia akan
membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada
penggarap-penggarap lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada
waktkunya.” Kata Yesus kepada mereka, “Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab
Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru:
hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita. Sebab
itu, Aku berkata kepadamu bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari kamu dan akan
diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu. (Mat
21:33-43)
Bacaan Pertama: Yes 5:1-7; Mazmur Tanggapan: Mzm
80:9,12-16,19-20; Bacaan Kedua: Flp 4:6-9
Dalam perumpamaan ini Yesus menggunakan gambaran kebun anggur
seperti yang digunakan oleh Yesaya sebelumnya (Yes 5:1-7). Sasaran Yesus dengan
perumpamaan ini adalah para pemimpin atau pemuka agama Yahudi. Mereka
membimbing umat Allah (kebun anggur) untuk keuntungan mereka sendiri, bukan
untuk Allah (pemilik kebun anggur). Dengan demikian Allah tidak menerima
tanggapan (buah) yang diharap-harapkannya. Yang lebih “parah” lagi adalah, bahwa
mereka menutup umat dari Yesus, sang Putera Allah.
Kita dapat menggunakan gambaran (imaji) kebun anggur ini
untuk mencerminkan cara sikap-sikap yang keliru dapat menguasai pikiran kita
dan mencegah kita menghasilkan buah baik berupa kasih dan belas kasihan.
Harapan-harapan sang tuan tanah pemilik kebun anggur hancur karena kebun anggur miliknya itu dikuasai
oleh para penggarap yang bersikap memusuhi. Sesuatu yang serupa terjadi dalam
relasi kita dengan Allah ketika kita memperkenankan filsafat-filsafat (katakanlah
dalam hal ini falsafah-falsafah) dunia mengkontaminasi pemikiran kita.
Barangkali kita telah mengambil oper relativisme moral atau “yang buruk-buruk
di bidang seks” dari film, buku atau dari “dunia maya” (internet). Barangkali
kita telah melibatkan diri dalam praktek-praktek okultisme atau “new age”.
Sebagai akibatnya, kehidupan rahmat dalam diri kita menjadi rusak.
Kabar baiknya adalah bahwa Allah itu tanpa reserve dan tidak
menghitung-hitung biaya dalam upaya-Nya untuk membebaskan diri kita dari
pengaruh-pengaruh yang tidak baik seperti disebut di atas. Yesus datang untuk
membuang segala hal yang mengganggu membawa dampak buruk atas pikiran kita,
kemudian mendirikan kerajaan-Nya di dalam diri kita – namun Ia tidak akan
melakukan hal tersebut sendiri. Setiap hari, Dia memanggil kita untuk menaruh
iman kita dalam kemenangan-Nya atas dosa dan kematian dan taat kepada
perintah-perintah-Nya. Tindakan menyerahkan diri kita kepada kita bukanlah
suatu kehilangan kendali yang tidak sehat, melainkan memperoleh kembali kendali
kita. Mengapa? Karena dengan demikian kita dipulihkan kepada pikiran kita yang
benar. Selagi sabda Allah meresap dalam kehidupan kita, kita pun dibebaskan
dari tirani dosa dan pikiran kita dipenuhi dengan “semua yang benar, semua yang
adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedang didengar, semua yang
disebut kebajikan dan patut dipuji” (Flp 4:8).
DOA: Yesus Kristus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku. Aku menyerahkan diriku sepenuhnya ke bawah pengendalian kasih-Mu. Tuhan, usirlah apa saja dalam diriku yang bertentangan dengan Engkau dan nilai-nilai kerajaan-Mu. Aku sungguh ingin berbuah seturut rencana-Mu menciptakanku. Amin.
26. PERUMPAMAAN TENTANG DUA ORANG ANAK YANG TIDAK SEMPURNA
“Tetapi apakah
pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada
anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun
anggur. Jawab anak itu: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal dan pergi.
Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Anak itu
menjawab: Baik, Bapa, tetapi ia tidak pergi. Siapakah di antara kedua orang itu
yang melakukan kehendak ayahnya?” Jawab mereka, “Yang pertama.” Kata Yesus
kepada mereka, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, pemungut-pemungut cukai dan
perempuan-perempuan pelacur akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak
percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan pelacur
percaya kepadanya. Meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak
menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya” (Mat 21:28-32).
Bacaan pertama: Yeh 18:25-28; Mazmur Tanggapan: Mzm 25:4-9;
Bacaan Kedua: Flp 2:1-11
Secara umum, makna dari perumpamaan Yesus ini kiranya jelas.
Para pemimpin Yahudi adalah orang-orang yang mengatakan bahwa mereka akan
mentaati Allah, namun praktek kehidupan mereka malah menunjukkan kebalikannya.
Sebaliknya, para pemungut cukai dan pelacur adalah orang-orang yang dipandang
sebagai orang-orang “buangan”, “sampah masyarakat”, namun kemudian dari
kalangan merekalah muncul orang-orang yang mengikuti jalan Allah.
Akan tetapi, ada beberapa aspek yang dapat kita soroti
apabila kita ingin mendalami perumpamaan ini lebih lanjut. Salah satunya adalah
seperti yang diuraikan berikut ini. Ada yang mengatakan (William Barclay),
bahwa kunci untuk menangkap makna yang benar dari perumpamaan ini adalah
sesungguhnya tidak memuji siapa pun. Perumpamaan ini adalah sebuah gambaran
dari dua jenis orang yang tidak sempurna, yang satu tidak lebih baik daripada
yang lain. Tidak seorang pun dari kedua anak laki-laki dalam perumpamaan ini
merupakan tipe anak laki-laki yang membawakan sukacita penuh kepada sang ayah.
Dua-duanya sebenarnya tidak memuaskan, namun anak yang pada akhirnya taat dan
mematuhi perintah sang ayah tentunya jauh lebih baik daripada anak yang lain.
Anak laki-laki yang ideal adalah anak yang menerima perintah-perintah ayahnya
dan kemudian melaksanakannya dengan taat serta penuh hormat, dan tanpa
bertanya-tanya yang tidak perlu secara penuh melaksanakan perintah-perintah
itu. Akan tetapi, kita harus mencatat bahwa ada kebenaran-kebenaran dalam
perumpamaan ini yang melampaui situasi yang digambarkan, seperti yang diuraikan
berikut ini.
Perumpamaan ini mengungkapkan adanya dua kelas/macam
orang-orang di dalam dunia. Pertama, ada orang-orang yang profesinya jauh lebih
baik daripada praktek mereka. Mereka akan menjanjikan segala hal – apa saja –
yang baik; mereka membuat pernyataan-pernyataan besar berkaitan dengan
kesalehan dan kesetiaan; namun praktek kehidupan mereka jauh tertinggal apabila
dibandingkan dengan apa yang mereka canangkan. Kedua, ada orang-orang yang
praktek kehidupannya jauh lebih baik daripada profesi mereka. Mereka mengakui
bahwa mereka adalah orang-orang yang kasar, materialis dlsb., namun orang lain
melihat bahwa orang-orang “kurang benar” itu justru berbuat banyak kebaikan –
hampir dalam kerahasiaan, artinya hampir tidak kelihatan – seakan mereka malu
melakukan kebaikan itu. Mereka menyatakan bahwa mereka tidak berminat pada
Gereja dan agama, namun kalau dilihat secara lebih teliti, ternyata mereka
menghayati kehidupan Kristiani yang jauh lebih baik daripada orang-orang yang
dengan penuh kebanggaan (kesombongan?) mengakui diri mereka sebagai orang-orang
Kristiani sejati.
Kita semua tentunya sudah pernah bertemu dengan kedua macam
orang yang digambarkan di atas. Butir penting dari perumpamaan ini adalah,
bahwa sementara macam orang yang kedua jauh lebih baik ketimbang macam pertama,
kedua-duanya sebenarnya tidak sempurna. Orang yang sempurna adalah orang yang
profesi dan praktek hidupnya selaras-cocok.
Selanjutnya, perumpamaan ini mengajarkan bahwa “janji-janji”
tidak pernah dapat menggantikan tempat “prestasi atau performa”, dan “kata-kata
indah” tidak pernah dapat menggantikan “perbuatan-perbuatan baik”. Anak
laki-laki yang mengatakan kepada ayahnya bahwa dia akan pergi, namun pada
akhirnya tidak pergi, dia memiliki semua tanda-luar (lahiriah) yang menunjukkan
kesantunan. Dia menjawab ayahnya dengan santun dan segala hormat: “Baik Bapa!”
Akan tetapi kesopan-santunan yang tidak dapat diwujudkan melampaui “kata-kata
manis dan sopan” adalah kurang-lebih ilusi saja. Kesopan-santunan yang sejati
adalah ketaatan, yang diberikan dengan penuh kemauan dan keramahan. Di lain
pihak, perumpamaan ini mengajar kita bahwa seseorang dapat dengan mudahnya
merusak suatu hal yang baik oleh cara dia melakukannya. Dia dapat melakukan hal
yang baik tanpa keramahan dan dengan
cara yang tidak menawan hati sehingga merusak seluruh perbuatannya. Di sini
kita belajar bahwa cara Kristiani berurusan dengan prestasi/performa dan bukan
janji-janji, dan bahwa tanda seorang Kristiani adalah ketaatan yang diberikan
dengan penuh keramahan dan kesopan-santunan.
DOA: Tuhan Yesus, terima kasih untuk perumpamaan yang Kauajarkan kepada kami pada hari ini. Jadikanlah kami anak-anak yang senantiasa taat kepada perintah-perintah Bapa di surga. Amin.
27. TIDAK ADA YANG PENGANGGURAN DALAM TUBUH KRISTUS
“Adapun hal Kerajaan Allah sama seperti seorang pemilik kebun
anggur yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun
anggurnya. Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar
sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. Kira-kira pukul sembilan pagi ia
keluar lagi dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar.
Katanya kepada mereka: Pergilah juga kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas
akan kuberikan kepadamu. Lalu mereka pun pergi. Kira-kira pukul dua belas dan
pukul tiga petang ia keluar dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul
lima petang ia keluar lagi dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul
lima petang ia keluar lagi dan mendapti orang-orang lain pula, lalu katanya
kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? Kata mereka
kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi
jugalah kamu ke kebun anggurku. Ketika hari malam pemilik kebun itu berkata
kepada mandornya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka,
mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk pertama. Lalu
datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul kira-kira pukul lima dan
mereka menerima masing-masing satu dinar. Kemudian datanglah mereka yang masuk pertama,
sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima masing-masing
satu dinar juga. Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada
pemilik kebun itu, katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu
jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat
dan menanggung panas terik matahari. Tetapi pemilik kebun itu menjawab seorang
dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah
kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau
memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu.
Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri
hatikah engkau, karena aku murah hati?
Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang pertama dan
yang pertama akan menjadi yang terakhir. (Mat 20:1-16)
Bacaan Pertama: Yes 55:6-9; Mazmur Tanggapan: Mzm
145:2-3,8-9,17-18 Bacaan Kedua: Flp 1:20c-24,27a
Masalah pengangguran adalah salah satu aspek terpenting dalam
manajemen perekonomian negara. Berbagai gejolak sosial dalam bentuk kerusuhan
dlsb., bahkan sampai jatuhnya sebuah pemerintahan negara dapat disebabkan oleh
masalah pengangguran ini. Berbicara mengenai “pengangguran” ini, ada satu hal
yang dapat kita pastikan, yaitu bahwa tidak akan ada masalah pengangguran dalam
tubuh Kristus! Inilah salah satu pesan yang dapat kita dapatkan dari
“perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur” yang menjadi bacaan
Injil hari ini.
Kita mungkin saja merasa terganggu, atau “rasa keadilan” kita
tergoncang melihat apa yang terjadi dengan para pekerja yang paling lama
bekerja di kebun anggur pada hari itu ketimbang mereka yang hanya bekerja untuk
satu jam lamanya. Kita bersimpati kepada mereka yang bekerja lebih lama itu,
malah berempati dengan mereka (Mat 20:8-12)! Perumpamaan ini juga dapat
mengembalikan kenangan lama yang buruk dan menusuk hati siapa saja yang kiranya
pernah diperlakukan tidak adil dalam perusahaan
tempat dia bekerja, a.l. misalnya dalam hal promosi jabatan dan
penerimaan renumerasi yang bersifat diskriminatif.
Akan tetapi, kita juga dapat membaca perumpamaan ini dari
terang yang berbeda, andaikata kita memusatkan perhatian kita pada kenyataan
bahwa sang pemilik kebun itu mempunyai begitu banyak pekerjaan yang harus
diselesaikan: Sepanjang hari itu, setiap jam ia harus mencari tambahan pekerja!
Nah, kebun anggur Allah adalah seperti itu juga. Lebih dari satu kali Yesus
berkata kepada para murid-Nya, bahwa “tuaian memang banyak, tetapi pekerja
sedikit” (Mat 9:38; bdk. Yoh 4:35). Allah senantiasa mencari orang-orang yang
dipenuhi dengan kuasa-Nya agar kemudian dapat diutus-Nya untuk menyembuhkan
orang-orang sakit, mengenakan pakaian pada orang-orang yang telanjang dan
mewartakan Injil. Apakah kita datang pada jam-jam terakhir atau menjawab
panggilan-Nya pada menit-menit terakhir, yang jelas ada pekerjaan yang
disediakan-Nya bagi kita masing-masing – dan upahnya pada akhir hari pun tidak
akan mengecewakan.
Sesungguhnya, pada waktu kita dibaptis, Yesus memanggil kita
kepada “kekudusan” dan juga suatu “misi”. Sekarang masalahnya adalah, apakah
kita telah menjawab panggilan-Nya itu. Kalau anda berpikir, “Ah, aku sudah
terlalu tua nih”, ingatlah akan Abraham dan istrinya, Sara. Apabila anda
berpikir, “Aku terlalu berdosa”, ingatlah si penjahat yang disalibkan di
sebelah Yesus, yang cerita tentang pertobatannya pada menit-menit terakhir
dalam Injil Lukas telah membawa begitu banyak orang (kembali) kepada Yesus
Kristus selama 20 abad ini. Bilamana anda berpikir, “Aku kan masih terlalu
muda”, ingatlah Maria, Daud, Daniel dan Timotius. Lagipula, isunya di sini
bukanlah terutama apa yang anda dapat lakukan bagi Allah, melainkan apa yang
Allah dapat lakukan melalui diri anda! Ada kata-kata bijak yang berbunyi
sebagai berikut: “Allah tidak memanggil orang-orang yang qualified (lulus
kualifikasi), Ia membuat qualified
orang-orang yang dipanggil.” Ingatlah juga bahwa Yesus itu tidak
diskriminatif, Ia tidak mengenal favoritisme. Lihatlah siapa-siapa saja yang
dipanggil-Nya menjadi rasul-rasul-Nya!
Ketika Yesus memandang Petrus si nelayan penjala-ikan, Ia
melihat dalam diri Petrus seorang “penjala manusia”. Ketika Ia melihat Lewi
alias Matius, si pemungut cukai yang dibenci masyarakat, Yesus melihat dalam
dirinya seseorang yang kelak menjadi penulis Injil yang tetap memiliki nilai-kekinian,
bahkan pada abad ke-21 ini. Sekarang, apa yang dilihat Yesus pada diri anda
ketika Ia dengan penuh kasih memandang anda?
Oleh karena itu, Saudari-Saudaraku, janganlah kita membuat
batasan-batasan sehubungan dengan apa yang dapat terjadi ketika Allah yang
Mahakuasa sedang bekerja di dalam dan melalui diri kita masing-masing.
Yakinilah, bahwa kita pun dapat menjadi pekerja yang baik di kebun anggur milik
Allah!
DOA: Tuhan Yesus, aku seorang yang lemah, berikanlah kekuatan kepadaku, ya Yesus yang baik. Aku seorang berdosa, namun Engkau membuatku kudus. Aku memberikan hidupku kepada-Mu, ya Tuhan dan Juruselamatku. Penuhilah diriku dengan kasih dan kuat-kuasa-Mu, lalu pakailah aku seturut kehendak-Mu. Terima kasih, ya Tuhan dan Allahku. Amin.
28. HANYA KARENA WAFAT DAN KEBANGKITAN-NYA
Ketika orang banyak berbondong-bondong datang, yaitu
orang-orang yang dari kota ke kota menggabungkan diri dengan Yesus, berkatalah
Ia dalam suatu perumpamaan, “Adalah seorang penabur keluar untuk menaburkan
benihnya. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan,
lalu diinjak orang dan burung-burung di udara memakannya sampai habis. Sebagian
jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan setelah tumbuh ia menjadi kering karena
tidak mendapat air. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan semak itu
tumbuh bersama-sama dan menghimpitnya sampai mati. Sebagian jatuh di tanah yang
baik, dan setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat.” Setelah berkata demikian
Yesus berseru, “Siapa yang mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia
mendengar!”
Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya tentang maksud perumpamaan itu. Lalu Ia menjawab, “Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang lain hal itu diberitakan dalam perumpamaan, supaya sekalipun memandang, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti. Inilah arti perumpamaan itu: Benih itu ialah firman Allah. Yang jatuh di pinggir jalan itu ialah orang-orang yang telah mendengarnya; kemudian datanglah Iblis lalu mengambil firman itu dari dalam hati mereka, supaya mereka jangan percaya dan diselamatkan. Yang jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang-orang yang setelah mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad. Yang jatuh dalam semak duri ialah orang-orang yang telah mendengar firman itu, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekhawatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang. Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang-orang yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan.” (Luk 8:4-15).
Bacaan Pertama: 1Tim 6:13-16; Mazmur Tanggapan: Mzm 100:2-5
Petani macam apa yang membiarkan benih yang ditaburkan
olehnya jatuh di pinggir jalan atau di tanah yang berbatu-batu, atau di tengah
semak duri? Para petani mengetahui bahwa hasil tuaian dari benih yang
ditaburkan di tanah yang baik memiliki kemungkinan lebih besar untuk tumbuh
berbuah, daripada benih yang jatuh di pinggir jalan, tanah yang berbatu-batu,
atau di tengah semak duri. Sementara selalu ada saja sedikit harapan bahwa
benih yang jatuh di tanah yang “tidak baik” paling sedikit dapat tumbuh berbuah
(meskipun jauh kurang dari “tanah yang baik”), seorang petani yang menggarap
“tanah yang tidak baik” itu harus memiliki keyakinan besar dan benih yang
banyak agar mampu menuai dengan berkelimpahan.
Perumpamaan ini mengajar kita tentang bagaimana Yesus dengan
penuh kemurahan hati melimpahkan rahmat dan kehidupan. Lukas menulis Injilnya
untuk orang-orang Kristiani dengan latar belakang non-Yahudi (baca: Yunani),
jadi bukan untuk orang-orang Kristiani Yahudi. Dalam perumpamaan ini dan juga
dalam perumpamaan-perumpamaan-Nya yang lain, Yesus mengajar bahwa pesan dan
kuasa Injil bukanlah hanya bagi orang-orang Yahudi, melainkan juga bagi
orang-orang non-Yahudi (kafir). Yesus mencurahkan rahmat dan kehidupan-Nya
kepada semua orang dalam segala situasi. Yesus itu murah hati dan tidak
mengenal diskriminasi.
Hasil benih yang ditabur di tanah yang baik biasanya berkisar
dari tujuh sampai sepuluh kali lipat; namun dalam perumpamaan ini benih yang
ditabur di tanah yang baik itu menghasilkan buah seratus kali lipat! Ini adalah
hasil tuaian yang sungguh luarbiasa, berdasarkan standar apa pun yang kita
gunakan. Hasil berlimpah ini datang ke tengah kehidupan kita sendiri hanya
karena kematian dan kebangkitan Yesus. Karya Yesus menata kembali dunia sehingga
sekarang kita dapat mengharapkan adanya panen yang berlimpah. Semua pembatasan
dan rintangan yang menghalangi kita untuk menghasilkan buah telah diatasi,
misalnya dosa dan kematian. Lebih lagi, kita dapat yakin bahwa Yesus sangat
berhasrat untuk bekerja dengan kita agar kita dapat memberikan hasil yang
melimpah bagi kerajaan-Nya.
Marilah kita berpaling kepada Yesus dan meyakini bahwa
kematian dan kebangkitan-Nya telah mengubah tatanan dunia. Kita harus penuh
harap bahwa selagi kita menaruh iman kita pada-Nya, maka kita akan mengalami
kuat-kuasa dari kematian dan kebangkitan-Nya dalam kehidupan kita dan kehidupan
orang-orang di sekeliling kita. Apabila kita menaruh rasa percaya pada
kuat-kuasa ini dan mempercayainya, maka akan ada buah spiritual bahkan apabila
kita tidak melihatnya secara langsung.
DOA: Tuhan Yesus, Engkau menghancurkan kuasa kematian dan dosa dan memberikan kepada kami kehidupan baru melalui kemenangan-Mu di atas kayu salib. Segalanya menjadi baru sekarang. Kami berdoa agar kami juga dapat menghasilkan buah yang berlimpah bagi-Mu dan bahwa rahmat dan kehidupan-Mu akan dialami oleh semua orang. Amin.
29. MENGAMPUNI, MENGAMPUNI LEBIH SUNGGUH
Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus, “Tuhan,
sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap
aku? Sampai tujuh kali? Yesus berkata kepadanya, “Bukan! Aku berkata kepadamu:
Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.
Sebab hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang hendak
mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan
perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu
talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu
memerintahkan supaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk
pembayar hutangnya. Lalu sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah
dahulu, segala hutangku akan kulunasi. Tergeraklah hati raja itu oleh belas
kasihan, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.
Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang
hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik
kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Lalu sujudlah kawannya itu dan memohon
kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunasi. Tetapi ia menolak dan
menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai ia melunasi hutangnya.
Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu
menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Kemudian raja itu menyuruh
memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh
hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohon kepadaku. Bukankah engkau pun
harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Tuannya itu pun
marah dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunasi seluruh
hutangnya.
Demikian juga yang akan diperbuat oleh Bapa-Ku yang di surga
terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan
segenap hatimu.” (Mat 18:21-35)
Bacaan Pertama: Sir 27:30-28:9; Mazmur Tanggapan: Mzm
103:1-4,9-12; Bacaan Kedua: Rm 14:7-9
“Mengampuni, mengampuni lebih sungguh. Mengampuni, mengampuni
lebih sungguh. Tuhan lebih dulu mengampuni kepadaku. Mengampuni, mengampuni
lebih sungguh!” (teks sebuah lagu rohani sederhana).
Setelah ditusuk berkali-kali dengan ‘jarum tusuk tukang
sepatu’ oleh seorang laki-laki yang berniat memperkosanya, seorang anak gadis
yang baru berumur sekitar 11/12 tahun kedapatan oleh ibunya tergeletak
berlumuran darah karena luka-lukanya dan hampir mati. Dalam keadaan gawat
menjelang kematiannya, si anak gadis mengucapkan kata-kata ini tentang
penyerangnya: “Demi kasih Yesus saya mengampuni dia … dan aku ingin agar dia
nanti bersamaku di firdaus.” Nama anak gadis itu adalah Maria Goretti
[1890-1902]. St. Maria Goretti meninggal dunia di rumah sakit, 24 jam setelah
peristiwa tersebut, di hadapan seorang imam, beberapa orang suster dan ibunya.
Ia mengampuni pembunuhnya dan meninggal dunia dengan perasaan ikhlas.
Sebagai orang-orang dewasa pun, kebanyakan dari kita tidak
pernah sampai kepada pemahaman mendalam tentang panggilan untuk mengampuni
seperti yang telah dihayati dengan baik sekali oleh St. Maria Goretti. Kita
cenderung untuk berpikir bahwa kita hanya dapat mengampuni orang lain yang
datang memohon maaf/ampun dari kita atau paling sedikit menunjukkan tanda-tanda
penyesalan atas kesalahan mereka. Akan tetapi, Maria Goretti mengampuni
laki-laki bahkan sebelum dia menyesali perbuatannya dan bertobat. Selama sidang
pengadilan laki-laki itu tidak menyesali perbuatannya dan dia dihukum 27 tahun
penjara. Namun hanya setelah 8 tahun meringkuk dalam penjara dia menyesali
perbuatannya yang buruk itu dan mulai memperbaiki hidupnya. Laki-laki itu
menerima pengampunan Maria Goretti maupun pengampunan dari Allah sendiri.
Akhirnya, setelah dibebaskan dari penjara dia mencari ibunda Maria Goretti
untuk memohon pengampunannya.
Kita harus jujur mengakui, bahwa mengampuni sebanyak “tujuh
puluh kali tujuh kali”, artinya untuk mengampuni dari hati terdalam segala
kesalahan seorang lain kepada kita, sungguhlah sulit. Banyak orang kudus malah
mengatakan, bahwa hal tersebut memang tidak mungkin, apabila kita tidak
menyadari bahwa Allah telah terlebih dahulu mengasihi dan mengampuni diri kita.
Sangat perlu kita yakini dalam hati kita yang terdalam, bahwa “ketika kita
masih berdosa, Kristus telah mati untuk kita” (Rm 5:8). Kematian Yesus tidak
sekadar berurusan dengan dosa-dosa pribadi kita, melainkan juga dengan
kecenderungan untuk berdosa dalam diri kita masing-masing, suatu perlawanan
terhadap Allah yang kuat berakar dalam diri manusia, yang terus mencari jalan
ketidaktaatan terhadap Allah dan jalan mementingkan diri sendiri. Dengan
menghancurkan tembok penghalang yang didirikan oleh dosa-dosa kita, Yesus
memberikan kita akses kepada segala kuasa penyembuhan dan pemulihan dari Bapa
surgawi.
Kesempatan-kesempatan untuk mengampuni dan diampuni datang
setiap hari. Selagi kita bertumbuh dalam pemahamam bahwa kita telah diampuni,
bukan hanya dosa-dosa kita, kita menjadi semakin memiliki kemauan untuk
mengampuni orang-orang lain – bahkan sedramatis seperti yang dilakukan oleh St.
Maria Goretti. Hal itu terjadi secara bertahap, sedikit demi sedikit, selagi
kita menarik kekuatan Yesus dan terus memilih untuk mengampuni. Jika kita
menyadari bahwa kita sebenarnya adalah pribadi-pribadi yang tidak pantas
diampuni, maka kita pun dimampukan untuk mengampuni orang-orang lain yang
mendzalimi kita. Selagi kita melakukannya, maka kita akan melihat rentetan
kepahitan dan kemarahan mulai berjatuhan dan menjauh dari diri kita. Dengan
membebaskan orang-orang lain, maka kita pun membebaskan diri kita sendiri!
DOA: Tuhan Yesus, terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu karena wafat-Mu telah membawa kehidupan bagiku. Semoga semua orang berdosa mengenal dan mengalami belaskasihan-Mu dan pengampunan-Mu. Terpujilah nama-Mu selama-lamanya. Amin.
30. RUMAH YANG DIDIRIKAN DI ATAS DASAR KOKOH
“Karena tidak ada
pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada
pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon
dikenal dari buahnya. Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan
dari duri-duri tidak memetik buah anggur. Orang yang baik mengeluarkan apa yang
baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan
apa yang jahat dari perbendaharaan yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya,
meluap dari hatinya.”
“Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu
tidak melakukan apa yang Aku katakan? Setiap orang yang datang kepada-Ku dan
mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya – Aku akan menyatakan kepadamu
dengan siapa ia dapat disamakan – ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah:
Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika
datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan,
karena rumah itu kokoh dibangun. Akan tetapi, siapa saja yang mendengar
perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan
rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir melandanya, rumah itu segera
rubuh dan hebatlah kerusakannya” (Luk 6:43-49).
Bacaan Pertama: 1Tim 1:15-17; Mazmur Tanggapan: Mzm 113:1-7
Kita akan menyoroti Luk 6:47-49 saja. Perikop ini
mengingatkan kita pada perikop Mat 7:14-27, yang membedakan dua macam orang,
yaitu (1) orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya diatas batu dan (2) orang yang bodoh, yaitu yang mendirikan
rumahnya di atas pasir. Bacaan yang sedang kita soroti ini menunjukkan bahwa
fondasi kokoh satu-satunya untuk hidup kita adalah firman (sabda) Allah. Firman
Allah ini tersedia secara istimewa bagi kita dalam Kitab Suci. Kitab Suci ini
dapat bertahan terhadap segala terpaan hujan-badai dan gangguan-gangguan lain
dalam kehidupan kita.
Bagaimana anda memandang Kitab Suci? Apakah di mata anda,
Kitab Suci merupakan sekadar sebuah daftar yang memuat hal-hal yang harus
dilakukan dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan? Apakah Kitab Suci (Alkitab)
bagi anda adalah textbook yang hanya
pantas digeluti oleh para pakar dan orang-orang yang berlatar-belakang
pendidikan cukup tinggi saja? Apakah bagi anda Kitab Suci adalah semacam buku
sejarah? Atau, apakah Kitab Suci ini merupakan perwahyuan hati dan pikiran
Allah kepada setiap orang yang mengambil dan membacanya? Bagaimana kita
memandang Kitab Suci itu memang penting.
Mendengarkan Roh Kudus dalam doa (prayerful listening to the
Holy Spirit) adalah kunci dalam upaya membuat Kitab Suci itu menjadi hidup. Roh
Kudus ini biasanya berbicara kepada hati kita dan Gereja: dengan lemah-lembut,
tidak dengan cara yang sensasional atau pun spektakuler. Tanpa bimbingan Roh
Kudus, Kitab Suci dengan mudah dapat
menjadi membosankan dan tidak menarik!
Saudari dan Saudaraku, Roh Kudus ingin membimbing kita
masing-masing. Seperti membangun rumah di atas fondasi yang kokoh, kita juga
dapat membangun hidup kita sesuai dengan berbagai wawasan yang kita peroleh dari
Kitab Suci. Hal seperti ini menyenangkan hati Allah. Hal yang lebih
menyemangati kita adalah: selagi kita bertindak atas dasar firman Allah, kita
mengetahui bahwa kita bukanlah satu-satunya yang sedang membangun. Allah
sendiri juga sedang bekerja membangun hidup-Nya dalam diri kita. Oleh karena
itu kita harus percaya bahwa Allah akan menolong kita membangun hidup kita
masing-masing di atas batu yang kokoh, yaitu firman-Nya. Dengan demikian kita
harus mencari sebuah tempat dan menyediakan waktu yang hening, khusus di tengah
rutinitas kita sehari-hari ……… untuk menggumuli firman Allah dalam Kitab Suci
itu.
DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku membangun hidupku di atas batu yang kokoh, yaitu firman-Mu yang terdapat dalam Kitab Suci. Teristimewa dalam bulan Kitab Suci ini, biarlah Roh-Mu mendorong daku untuk lebih mencintai firman-Mu dalam Kitab Suci. Semoga Roh hikmat-Mu membimbing daku dalam segala hal hari ini. Amin.
31. AJARAN TENTANG KASIH
Yesus menyampaikan lagi suatu perumpamaan kepada mereka,
“Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam
lubang? Seorang murid tidak lebih daripada gurunya, tetapi siapa saja yang
telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya. Mengapa engkau melihat
serpihan kayu di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri
tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu:
Saudara, biarlah aku mengeluarkan serpihan kayu yang ada di dalam matamu,
padahal balok yang di dalam matamu tidak engkau lihat? Hai orang munafik,
keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas
untuk mengeluarkan serpihan kayu itu dari mata saudaramu.” (Luk 6:39-42)
Bacaan Pertama: 1Tim 1:1-2,12-14; Mazmur Tanggapan: Mzm
16:1,2,5,7-8,11
Keempat kitab Injil menceritakan cerita dasar yang sama
mengenai Yesus: Siapa Dia sebenarnya; mengapa Dia datang ke dunia; signifikansi
dari kehidupan-Nya. Masing-masing penulis kitab Injil mencoba untuk
menggambarkan latar belakang Yesus yang bersifat unik, pendidikan-Nya sejak kecil
dan panggilan-Nya. Tujuan Lukas adalah untuk meyakinkan para pembaca Injilnya
yang terdiri dari orang-orang kafir (non Yahudi), bahwa Allah memasukkan mereka
dalam rencana penyelamatan-Nya sejak awal, walaupun orang-orang Yahudi adalah
yang pertama mendengar pesan keselamatan tersebut dan orang-orang Yahudi itu
adalah saluran bagi pesan keselamatan itu untuk menyebar kepada bangsa-bangsa
lain. Seluruh narasi yang ditulis Lukas dalam kitab Injilnya tentang apa artinya mengikuti Yesus dipenuhi
dengan nada sukacita.
‘Perumpamaan tentang orang buta yang menuntun orang buta’ dan
‘perumpamaan tentang serpihan kayu di dalam mata saudara dan balok di dalam
mata sendiri’ yang ada dalam bacaan Injil hari ini adalah bagian dari “Khotbah
di dataran” (Luk 6:17-49). Melihat konteksnya, kedua perumpamaan singkat itu
menggambarkan dengan suatu cara yang lain perihal ajaran agung Yesus tentang
kasih, terutama untuk mengasihi orang-orang yang tidak mengasihi kita,
musuh-musuh kita, bersikap tidak menghakimi orang-orang lain dan membuat
praktek ini menjadi bagian dari hidup kita sehari-hari.
Kita dapat melihat ajaran ini dicerminkan dalam ‘perumpamaan
tentang orang buta yang menuntun orang buta’. Ini adalah gambaran dari para
guru yang puas dengan menawarkan jalan yang “kurang berat” (tidak banyak
tuntutannya) daripada jalan yang diajarkan oleh Yesus untuk kita ikuti. Seorang
guru yang baik tidak hanya menyampaikan informasi; dia juga melatih muridnya
untuk menjadi seperti dirinya sendiri. Yesus adalah seorang guru sejati par
excellence dan perumpamaan ini menunjuk
kepada dirinya. Ia memanggil kita untuk berbela rasa, adil dan penuh
pengampunan. Lewat contoh-Nya, Yesus menunjukkan kepada kita bagaimana kita
menghayati ajaran-ajaran-Nya dalam kehidupan kita sehari-hari.
Ajaran tentang kasih juga dicerminkan dalam ‘perumpamaan
tentang serpihan kayu di dalam mata saudara dan balok di dalam mata sendiri’.
Perumpamaan ini berbicara kepada kita semua perihal kecenderungan manusia untuk
mengoreksi orang-orang lain untuk kesalahan-kesalahan mereka yang relatif
kecil, namun tidak mampu untuk melihat kesalahan-kesalahan yang relatif besar
dalam kehidupan kita sendiri. Sebagai susulan dari ‘perumpamaan tentang orang
buta yang menuntun orang buta’, perumpamaan ini juga mengarahkan para pembaca
yang serius dari Injil ini untuk mengikuti jejak Yesus, sang Guru sempurna
tentang kasih.
DOA: Tuhan Yesus, berikanlah kepada kami hikmat-kebijaksanaan untuk mengikuti jejak-Mu di jalan kasih. Tolonglah diriku agar dapat menjadi seorang pribadi yang mengasihi dan berbela-rasa, tidak menghakimi orang-orang lain dan selalu siap mengampuni dalam segala situasi dalam kehidupanku. Amin.
32. PERUMPAMAAN TENTANG PERJAMUAN KAWIN
Lalu Yesus berbicara lagi dalam perumpamaan kepada mereka,
“Hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang mengadakan perjamuan kawin untuk
anaknya. Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang
ke perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang itu tidak mau datang. Ia menyuruh
lagi hamba-hamba lain, pesannya: Katakanlah kepada orang-orang yang diundang
itu: Sesungguhnya, hidangan telah kusediakan, lembu-lembu jantan dan ternak
piaraanku telah disembelih; semuanya telah tersedia, datanglah ke perjamuan
kawin ini. Tetapi orang-orang yang diundang itu tidak mengindahkannya; ada yang
pergi ke ladangnya, ada yang pergi mengurus usahanya, dan yang lain menangkap
hamba-hambanya itu, menyiksanya dan membunuhnya. Maka murkalah raja itu, lalu
menyuruh pasukannya ke sana untuk membinasakan pembunuh-pembunuh itu dan
membakar kota mereka. Sesudah itu ia berkata kepada hamba-hambanya: Perjamuan
kawin telah tersedia, tetapi orang-orang yang diundang tadi tidak layak untuk
itu. Karena itu, pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah
setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu. Lalu pergilah
hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di
jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan
perjamuan kawin itu dengan tamu. Ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan
tamu-tamu itu, ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta. Ia berkata
kepadanya: Hai Saudara, bagaimana engkau masuk ke mari tanpa mengenakan pakaian
pesta? Tetapi orang itu diam saja. Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya:
Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang
paling gelap, di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.
Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.”
(Mat 22:1-14)
Bacaan Pertama: Hak 11:29-39a;Mazmur Tanggapan: Mzm 40:5,7-10
Apakah artinya menyiapkan diri kita untuk “perjamuan kawin”
yang akan terjadi pada akhir zaman? “Pakaian pesta” yang macam bagaimana yang
pantas kita kenakan pada saat Kerajaan Allah datang dalam kepenuhannya?
Pertama-tama, tentunya, kita harus menanggapi secara positif
undangan Yesus. Jangan salah, Bapa surgawi sangat mengasihi kita. Dia ingin
agar kita masing-masing menjadi tamu istimewa pada perjamuan-Nya yang final
ini. Allah menginginkan semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan
akan kebenaran (lihat 1Tim 2:4).
Pada waktu Roh Kudus bergerak dalam hati anda – teristimewa pada awal jalanmu dengan Yesus – sambutlah Dia masuk! Jangan biarkan distraksi-distraksi dan urusan-urusan duniawi menghalangi anda untuk menanggapi Allah yang memanggil-manggil anda. Panggilan Allah ini adalah sebuah rahmat! Singkirkanlah tugas apa saja yang menuntut perhatian anda dan langsunglah pergi ke pesta perkawinan itu sekarang juga!
Kedua, pastikanlah bahwa kita masing-masing sungguh sudah
siap untuk pergi ke perjamuan kawin itu. Janganlah sampai kita seperti orang
yang tidak mengenakan pakaian pesta dalam perumpamaan ini: dia menanggapi
undangan sang raja, namun tidak sungguh-sungguh mencoba berpakaian secara layak
untuk suatu perjamuan kawin, artinya dia tidak sungguh bekerja mengikuti Yesus
setiap hari.
Dengan demikian, marilah kita senantiasa berpakaian darah
Anak Domba. Baiklah kita mendekatkan diri kepada Yesus setiap hari melalui doa
dan pembacaan dan permenungan sabda-Nya dari Kitab Suci, juga sesering mungkin
dalam liturgi, teristimewa dalam perayaan Ekaristi. Janganlah sampai kita hanya
menjadi “pendengar firman”, melainkan harus menjadi “pelaku firman” juga (Yak
1:22).
Setiap hari, Roh Kudus ingin memenuhi diri kita dengan
pengharapan akan kedatangan hari akhir, pada saat mana kita akan mengambil
tempat dalam meja perjamuan dengan Yesus. Setiap hari Bapa surgawi mengundang
kita masing-masing untuk menghadiri perjamuan perkawinan Putera-Nya. Di sana,
pada pesta perjamuan itu sudah ada para kudus bersama dengan Dia, dan ada
sebuah tempat istimewa yang sudah “reserved”khusus untuk diri kita
masing-masing. Sungguh sebuah pesta perjamuan yang tiada bandingnya! Pada hari
yang istimewa itu kita akan mampu memandang Tuhan seperti apa adanya Dia. Kita
akan berada bersama Dia selama-lamanya dalam sebuah pesta perjamuan yang mulia.
Saudari dan Saudaraku, janganlah ragu untuk menanggapi
undangan-Nya. Lakukanlah sekarang juga! Oh ya, jangan lupa untuk mengenakan
pakaian pesta anda!
DOA: Datanglah, ya Tuhan Yesus. Datanglah, jemputlah dan bawalah mempelai-Mu ke perjamuan perkawinan. Roh Kudus, buatlah kami semua menjadi murni dan sungguh tanpa noda di hadapan Allah. Tolonglah kami agar sungguh siap bagi pesta perjamuan surgawi kelak.
33. SAMPAI TUJUH PULUH KALI TUJUH KALI
Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus, “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya, “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.
Sebab hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang hendak
mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan
perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu
talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu
memerintahkan supaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk
pembayar hutangnya. Lalu sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah
dahulu, segala hutangku akan kulunasi. Tergeraklah hati raja itu oleh belas
kasihan, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.
Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang
hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik
kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Lalu sujudlah kawannya itu dan memohon
kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunasi. Tetapi ia menolak dan
menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai ia melunasi hutangnya.
Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu
menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Kemudian raja itu menyuruh
memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh
hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohon kepadaku. Bukankah engkau pun
harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Tuannya itu pun
marah dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunasi seluruh
hutangnya.
Demikian juga yang akan diperbuat oleh Bapa-Ku yang di surga
terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan
segenap hatimu.”
Setelah Yesus mengakhiri perkataan itu, berangkatlah Ia dari
Galilea dan tiba di daerah Yudea yang di seberang Sungai Yordan. (Mat
18:21-19:1)
Bacaan Pertama: Yos 3:7-10a; Mazmur Tanggapan: Mzm 114:1-6
Petrus mengajukan sebuah pertanyaan kepada Yesus: “Tuhan,
sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap
aku? Sampai tujuh kali?” Petrus tentunya memandang dirinya cukup bermurah hati
karena bersedia mengampuni sampai tujuh kali, namun bagi Yesus sikap dan
perilaku seperti dikemukakan oleh Petrus itu tidaklah cukup. Bagi Yesus,
pengampunan itu haruslah tidak terbatas (Mat 18:21-22).
Agar pendapatnya dimengerti, Yesus mengajarkan sebuah
perumpamaan. Dua orang pemain kunci dalam perumpamaan-Nya adalah seorang raja
yang berniat untuk mengadakan perhitungan dengan para hambanya, dan seorang
hamba yang berhutang kepada raja sebanyak sepuluh ribu talenta, suatu jumlah
yang sangat besar – hutang yang praktis tidak akan mampu dilunasinya. Sang raja
kemudidan memerintahkan supaya hamba itu dijual beserta anak istrinya dan
segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Hukuman berat ini menyebabkan si
hamba (yang sudah berstatus debitur macet) itu bersembah sujud di depan sang
raja. Ia mohon agar raja sabar dan segala hutangnya akan dia lunasi. Hati sang
raja menjadi tergerak oleh belas kasihan, sehingga dia membebaskan si hamba dan
menghapuskan hutangnya (Mat 18:24-27).
Kemurahan hati sang raja dalam perumpamaan ini mencerminkan
Allah yang penuh bela rasa, mahapengampun dan maharahim (maha berbelaskasih).
Allah ingin agar kita masing-masing mencerminkan kerahiman (belas kasihan) yang
telah kita terima dalam kehidupan kita sendiri, dengan menjadi berbela rasa
juga kepada orang-orang lain. Roh Kudus ingin bekerja di dalam diri kita untuk
memupuk hati yang berbela rasa, yang mencerminkan aspek karakter Yesus yang
paling indah.
Setiap hari kita diberi kesempatan untuk menunjukkan bela rasa terhadap orang-orang di sekeliling kita – orang-orang miskin, orang-orang yang menderita sakit-penyakit, para single parents dan anak-anak mereka yang masih kecil-kecil, orang-orang yang sedang ditimpa berbagai kemalangan, kekhawatiran, keputusasaan, orang-orang yang membutuhkan simpati dari hati yang penuh bela rasa dst. Di mana saja kita menemukan mereka (termasuk dalam rumah kita sendiri), baiklah kita memakai semboyan sederhana namun penuh makna ini: “Seperti Kristus yang sedang berbela rasa”.
Hati yang berbela rasa menjadi langka apabila kita melupakan
belas kasihan dan bela rasa yang telah kita terima dari Allah. Si hamba dalam
perumpamaan di atas begitu cepat melupakan belas kasihan sang raja atas
dirinya. Dengan demikian dia tidak mampu untuk berbelas kasihan terhadap
rekannya. Seorang hamba lain yang berhutang kepadanya hanya sejumlah seratus
dinar saja. Allah tidak suka melihat sikap dan perilaku seperti ditunjukkan
oleh si hamba yang telah diampuni oleh raja tadi. Oleh kuasa Roh Kudus-Nya,
Bapa surgawi ingin membentuk dalam diri kita masing-masing suatu hati yang
penuh bela rasa, sebagaimana yang dimiliki Putera-Nya, Yesus Kristus.
DOA: Bapa surgawi, aku bersukacita dan berterima kasih penuh syukur untuk bela rasa dan kerahiman yang telah kuterima dari-Mu melalui Putera-Mu, Yesus Kristus. Aku ingin, ya Allahku, agar menjadi mampu menunjukkan kepada orang-orang lain belas kasihan dan bela rasa yang sama, seperti yang telah kuterima. Amin.
34. PERUMPAMAAN TENTANG JALA BESAR
“Demikianlah pula hal
Kerajaan Surga itu seumpama jala yang ditebarkan di laut lalu mengumpulkan
berbagai jenis ikan. Setelah penuh, jala itu diseret orang ke pantai, lalu
duduklah mereka dan mengumpulkan ikan yang baik ke dalam tempayan dan ikan yang
tidak baik mereka buang. Demikianlah juga pada akhir zaman: Malaikat-malaikat
akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar, lalu mencampakkan orang
jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.
Mengertikan kamu semuanya itu?” Mereka menjawab, “Ya, kami
mengerti.” Lalu berkatalah Yesus kepada mereka, “Karena itu, setiap ahli Taurat
yang menerima pelajaran tentang Kerajaan Surga itu seumpama tuan rumah yang
mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya.”
Setelah Yesus selesai menceritakan perumpamaan-perumpamaan
itu, Ia pun pergi dari situ. (Mat 13:47-53).
Bacaan Pertama: Kel 40:16-21,34-38; Mazmur Tanggapan: Mzm
84:3-6,8,11
Apakah kematian tidak dapat dihindari? Ya! Apakah ada surga
dan neraka? Ya! Apakah ada pengadilan terakhir, pemisahan antara ikan yang baik
dan ikan yang tidak baik (Mat 13:48), atau pemisahan antara domba dan kambing
(Mat 25:32 dsj.), atau pemisahan lalang dari gandum (Mat 13:30)? Ya, ya, dan
sekali lagi, ya! Hal-hal “akhir zaman” yang baru disebutkan ini sungguh-sungguh
riil. Akan tetapi kita harus senantiasa berhati-hati, agar tidak membiarkan
pemikiran tentang akhir zaman memenuhi diri kita dengan rasa takut yang tidak
perlu. Sebagai umat Kristiani, kita tahu bahwa Allah kita adalah ‘seorang’ Bapa
yang sangat mengasihi, yang menyediakan segalanya yang kita butuhkan untuk
tetap tegak penuh kepercayaan, walaupun pada hari penghakiman kelak.
Sabda Allah dalam Kitab Suci terus-menerus mengingatkan kita
bahwa mereka yang ada dalam Kristus adalah “ciptaan baru”. Santo Paulus
menulis: “Jadi, siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: Yang
lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2Kor 5:17), dan
mereka yang percaya kepada Yesus telah melalui kematian dan masuk ke dalam
kehidupan dan tidak dijatuhi hukuman. Dalam hal ini Yesus bersabda:
“Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Siapa saja yang mendengar perkataan-Ku dan
percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup kekal dan tidak turut
dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup” (Yoh 5:24).
Kebenaran Injil yang membebaskan adalah, bahwa apabila kita
tetap ada dalam Kristus, kita menjadi “ikan yang baik”. Dalam Dia kita menjadi
“domba”, bukan “kambing”. Dalam Yesus, kita menjadi “gandum” dan bukannya
“lalang”.
Dari uraian di atas kita sudah memaklumi bahwa penghakiman
terakhir – mau tidak mau – akan terjadi juga pada suatu hari kelak. Apakah hal
ini membuat anda merasa takut? Atau anda selalu berupaya untuk menghindarkan
diri dari isu penghakiman terakhir tersebut, dan menyibukkan diri dengan segala
rutinitas sehari-hari dan berbagai “masalah” besar lainnya yang menyangkut
kesejahteraan ekonomi-sosial keluarga anda? Untuk menjawab kedua pertanyaan di
atas kita memerlukan pernyataan dari Yesus sendiri. Dia akan menunjukkan kepada
kita bahwa kita tidak perlu takut akan penghakiman terakhir. Ia akan menolong
kita dalam menentukan skala prioritas kehidupan kita, sehingga kita dapat
memusatkan perhatian kita kepada hari H kelak, pada saat mana kita akan
berjumpa dengan Dia – muka ketemu muka.
Selagi kita datang kepada-Nya dalam doa dan pembacaan serta
permenungan sabda Allah di dalam Kitab Suci, Yesus akan menunjukkan bahwa
keberadaan-Nya dalam diri kita masing-masing merupakan suatu harta kekayaan
yang ternilai harganya, dan Ia akan menunjukkan kepada kita bagaimana hidup
dalam jalan yang menyenangkan hati-Nya.
Allah ingin sekali kita mengetahui, bahwa pembaptisan
hanyalah sebuah awal dari relasi kita dengan diri-Nya. Dia ingin menopang kita
setiap hari dengan Roh Kudus-Nya, tidak hanya agar diri kita dipenuhi dengan
Roh Kudus-Nya itu, melainkan juga agar hati, pikiran dan tindak-tanduk kita
juga senantiasa dipimpin oleh Roh Kudus-Nya. Allah ingin mengajar kita
bagaimana hidup dalam Kristus setiap hari, sehingga dalam situasi apa pun yang
kita hadapi dalam hidup ini, kita dapat tetap berpegang teguh pada janji-janji
penyelamatan-Nya dan tetap percaya bahwa dalam Dia kita telah ditebus. Setiap
hari Yesus ingin memberikan diri-Nya kepada kita sehingga kita dapat memberikan
diri kita sepenuhnya kepada Dia.
DOA: Tuhan Yesus, aku ingin dipersatukan dengan Dikau. Buanglah jauh-jauh segala rasa khawatirku tentang kematian dan pengadilan terakhir. Tolonglah aku agar mau dan mampu mengarahkan hatiku pada sasaran yang benar, yaitu memandang wajah-Mu dan ikut ambil bagian dalam perjamuan besar dalam kerajaan surga kelak. Amin.
35. YANG SPIRITUAL DI DALAM YANG NATURAL
“Hal Kerajaan Surga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamnya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu.
Demikian pula hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang
pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang
sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara
itu.”
“Demikianlah pula hal Kerajaan Surga itu seumpama jala yang
ditebarkan di laut lalu mengumpulkan berbagai jenis ikan. Setelah penuh, jala
itu diseret orang ke pantai, lalu duduklah mereka dan mengumpulkan ikan yang
baik ke dalam tempayan dan ikan yang tidak baik mereka buang. Demikianlah juga
pada akhir zaman: Malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari
orang benar, lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan
terdapat ratapan dan kertak gigi.
Mengertikan kamu semuanya itu?” Mereka menjawab, “Ya, kami
mengerti.” Lalu berkatalah Yesus kepada mereka, “Karena itu, setiap ahli Taurat
yang menerima pelajaran tentang Kerajaan Surga itu seumpama tuan rumah yang
mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya.” (Mat
13:44-52)
Bacaan Pertama: 1Raj
3:5,7-12; Mazmur Tanggapan: Mzm 119:57,72,76-77,127-130; Bacaan Kedua: Rm
8:28-30
“Setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran tentang Kerajaan
Surga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama
dari perbendaharaannya” (Mat 13:52).
Anda tentu pernah melihat gambar/foto pemandangan indah pada
saat matahari terbit (sunrise) atau terbenam (sunset). Dalam kesempatan ini
saya akan bercerita sedikit. Beberapa pekan yang lalu, rombongan kami yang
terdiri dari 6 orang naik pesawat terbang menuju Yogyakarta, dan dari sana akan
melanjutkan perjalanan ke Muntilan untuk menghadiri kapitel nasional OFS di
kota itu. Rombongan kami ini terdiri dari tiga orang imam Fransiskan (salah
seorang dari mereka adalah pendamping rohani dari Roma), seorang saudari OFS
dari Korea sebagai delegatus Minister Jenderal OFS yang akan memimpin kapitel,
seorang saudari OFS dari Persaudaraan St. Ludovikus IX Jakarta yang kebetulan
adalah Sekretaris Dewan Nasional, dan saya sendiri; kita berdua bertugas
menemani dua orang dari luar negeri itu.
Namun karena kepadatan penumpang, rombongan kami dalam
pesawat itu terpencar-pencar. Saya duduk di tengah-tengah. Di sebelah kiri saya
duduk seorang laki paruh baya yang berpenampilan sebagai seorang ulama muslim
yang sibuk dengan tidurnya dan di sebelah kanan saya seorang laki-laki berusia
sekitar 40 tahun yang sibuk memotret saat-saat matahari terbenam (sunset).
Karena kesibukannya itu kami pun menjadi teman bicara yang cukup intens dan
ramai (dia lulusan Fisip GAMA). Melihat foto-fotonya dari kameranya, saya yakin
memang potret-memotret adalah hobi yang ditekuninya dengan baik. Ia mengatakan,
bahwa pemandangan pada saat matahari terbit (sunrise) lebih indah lagi.
Memang keindahan yang dramatis dari sunset dapat menyentuh sanubari kita secara mendalam dan menginspirasikan seorang seniman sampai ke puncak kreativitasnya. Akan tetapi – inilah yang saya ingin tekankan – bagi seorang beriman, peristiwa sehari-hari yang dianggap biasa namun sebenarnya indah ini, juga merupakan suatu peringatan bahwa sampai berapa atau bagaimana pun indahnya sunset yang kita saksikan, semua ini tidak berarti apa-apa apabila dibandingkan dengan keindahan yang akan kita alami ketika berhadapan dengan Allah muka-ketemu-muka kelak di surga.
Untuk mengajar kita tentang siapa sebenarnya Allah dan
seperti apa Kerajaan-Nya, Yesus seringkali menggunakan analogi-analogi dari
alam ciptaan dan kehidupan sehari-hari, misalnya saat matahari terbenam, bunga
bakung, burung-burung, ragi, ladang gandum dsb. secara luarbiasa hebatnya
sehingga mampu menangkap imajinasi para pendengar-Nya, Yesus menggabungkan
“yang lama” dan “yang baru” secara bersama-sama, dengan memilih contoh-contoh
dari alam ciptaan untuk menggambarkan hal yang spiritual.
Bayangkan dan pikirkanlah “harta yang terpendam di ladang”
atau “mutiara yang sangat berharga”, sehingga orang yang menemukannya rela
untuk menjual segala harta miliknya demi memiliki apa yang ditemukannya itu.
Sekarang, bagaimana dengan Kerajaan Surga yang ke dalamnya Bapa surgawi ingin
kita semua memasukinya? Bukankah ini jauh lebih bernilai, jauh lebih berharga?
Sekarang refleksikanlah proses pemilihan ikan-ikan yang baik di daratan setelah
penangkapan ikan-ikan dengan jala di laut. Ikan-ikan yang tidak baik dipisahkan
dari yang baik dan kemudian dibuang – suatu imaji yang baik dari pemisahan
orang-orang jahat dari orang-orang yang baik pada hari penghakiman terakhir.
“Yang lama” dan “yang baru” datang bersama-sama dalam
kehidupan kita sehari-hari juga. Semua kegiatan dan pekerjaan kita yang
biasa-biasa dan dipandang sebagai rutinitas belaka memiliki signifikansi yang
baru dan spiritual sementara Roh Kudus menunjukkan kepada kita betapa dekat dan
akrab Allah itu dalam segalanya yang kita lakukan. Ia berbicara kepada kita
melalui kekuatan dan keindahan alam ciptaan. Kita merasakan kehadiran-Nya
ketika menyaksikan seorang anak dengan lugunya tertawa lucu atau ketika seorang
teman menolong keluarga kita sehingga dapat melanjutkan kehidupan yang layak.
Bahkan ketika kita melakukan tugas-tugas rutin seperti membersihkan pekarangan
atau kebun, berbelanja di pasar dan bertemu dengan ibu penjual sayur dll.,
Allah sebenarnya mengajar kita tentang diri-Nya dan mengundang kita untuk
datang kepada-Nya.
Marilah kita merenungkan hal berikut ini: Yesus sangat
mengasihi kita semua, sehingga Dia selalu menyertai kita. Dia adalah Imanuel,
Allah yang menyertai kita. Yesus sungguh rindu agar kita semua tetap berada di
dekat-Nya sepanjang hari. Dengan demikian setiap hari Dia datang kepada kita
dengan begitu banyak cara. Sementara kita menjadi semakin sadar akan kehadiran
“yang spiritual” di dalam “yang alami” (natural), “yang baru” di dalam “yang
lama”, maka kita pun akan menemukan Yesus hadir bersama kita. Dan, apabila hati
kita terbuka bagi kehadiran-Nya, maka Dia pun akan memenuhi hati kita
masing-masing dengan kasih-Nya dan penyembuhan pun dapat melimpah ruah kepada
banyak orang lain.
DOA: Yesus, Engkau adalah Tuhan (Kyrios) segala ciptaan. Engkau kekal, namun selalu baru. Aku memuji Dikau, ya Tuhan dan Allahku, untuk hikmat-kebijaksanaan-Mu dan meluhurkan Dikau untuk kasih-Mu yang selalu hadir dalam diriku. Terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu.
36. DENGAN SABAR DIA MENAWARKAN APAKAH KITA MAU DIUBAH MENJADI GANDUM?
Yesus menyampaikan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka,
kata-Nya, “Hal Kerajaan Surga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang
baik di ladangnya. Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya
menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi. Ketika gandum itu
tumbuh dan mulai berbulir, nampak jugalah lalang itu. Lalu datanglah
hamba-hamba pemilik ladang itu kepadanya dan berkata: Tuan, bukankah benih
baik, yang tuan taburkan di ladang tuan? Jadi, dari manakah lalang itu? Jawab
tuan itu: Seorang musuh yang melakukannya. Lalu berkatalah hamba-hamba itu
kepadanya: Jadi, maukah Tuan supaya kami pergi mencabut lalang itu? Tetapi ia
berkata: Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu
mencabut lalang itu. Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai.
Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang
itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum
itu ke dalam lumbungku.” (Mat 13:24-30)
Bacaan Pertama: Kel
24:3-8; Mazmur Tanggapan: Mzm 50:1-2,5-6,14-15
Pernahkah anda menanam benih rumput yang bagus untuk taman
pekarangan anda, dan belakangan anda menyaksikan ada juga rumput alang-alang
perusak halaman yang tumbuh bersama dengan rumput mahal? Jika begitu halnya,
maka anda barangkali memahami apa yang dipikirkan oleh para hamba pemilik
ladang dalam perumpamaan di atas: cabutlah lalang itu sekarang juga, karena
tumbuhan itu hanya merusak tumbuhan gandum! Sebuah keputusan yang memberi kesan
cepat-tepat!
Akan tetapi bagaimana dengan orang yang menaburkan benih
gandum itu? Apa dan bagaimana reaksinya? Ia langsung mengetahui dari mana
lalang itu berasal. Namun tidak seperti para hambanya, dia lambat marah
terhadap perbuatan licik musuhnya, dan hal ini memampukannya untuk berpikir
secara jernih dan mengambil keputusan yang tepat tentang bagaimana menangani
masalahnya. Dengan sabar, bahkan penuh belas kasihan, dia bersedia untuk
membiarkan lalang itu bertumbuh, demi hasil gandum yang baik di akhir cerita.
Tindakannya juga adil, karena meski dia menanti sampai waktu menuai, dia
sungguh-sungguh menyuruh bakar lalang yang sudah diikat berberkas-berkas itu,
dan gandum pun dikumpulkan ke dalam lumbungnya.
Perumpamaan ini menunjukkan kepada kita bahwa apabila Allah menyatakan diri-Nya kepada kita, kita dapat merasa bersalah dan bahkan terkutuk, karena rancangan Allah bukanlah rancangan kita, dan jalan-Nya bukanlah jalan kita (lihat Yes 55:8). Kita bertanya: “Mengapa tidak langsung saja mencabut lalang dan biarkan gandum itu bertumbuh?” Respons tergesa-gesa seperti itu menunjukkan bahwa kita perlu merefleksikan lebih lanjut satu hal: Sebagai ‘siapa’ Allah menyatakan diri-Nya? Allah kita bukanlah ‘seorang’ Allah yang langsung menghukum. Ia adalah Allah yang panjang sabar yang menawarkan setiap “lalang” kesempatan untuk diubah menjadi “gandum”. Selagi kita mulai sedikit memahami kerahiman Allah dan kesabaran-Nya, maka hati kita dapat disentuh dengan suatu hasrat untuk ikut ambil bagian dalam misi-Nya mentransformir dunia kita sehingga dapat menjadi lahan yang subur dan menghasilkan buah. Kita semua mengakui bahwa musuh dapat menaburkan benih lalang, namun Allah tetap yakin bahwa Dia dapat membawa kebaikan dan mengalahkan kejahatan.
Santa Katarina dari Siena pernah mengatakan bahwa Allah
adalah “lautan yang dalam”: “semakin banyak yang kita cari, semakin banyak pula
yang kita temukan, dan semakin banyak yang kita temukan, semakin banyak pula
yang kita cari.” Pada waktu kita berdoa, ketika kita membaca Kitab Suci, bahkan
perumpamaan-perumpamaan Yesus yang paling sederhana sekali pun, Ia mengejutkan
kita dengan pernyataan-Nya yang tak sebagaimana diharap-harapkan sebelumnya:
pernyataan kasih-Nya, kerahiman-Nya, kesenangan-Nya serta sayang-Nya akan
ciptaan-Nya. Singkat cerita: Allah menjungkirbalikkan asumsi-asumsi kita dan
membuktikan bahwa diri-Nya lebih setia dan jauh lebih penuh dengan kuat-kuasa
daripada apa yang kita pernah bayangkan!
Santa Birgitta dari Swedia yang kita peringati pada hari ini
berasal dari keluarga terkemuka sekaligus saleh. Sejak masa mudanya dia berniat
untuk mempersembahkan keperawanannya bagi Tuhan, namun demi ketaatan kepada
keinginan ayahnya, dia dinikahkan dengan Pangeran Ulf yang memiliki keutamaan
yang kokoh dan memang pantas untuk menjadi pasangan hidup Briggita. Mereka
berdua bergabung dengan Ordo Ketiga Santo Fransiskus guna memperkuat diri
mereka dalam hidup pelayanan kepada sesama dan juga hidup pertobatan. Allah
memberkati perkawinan mereka dengan 8 (delapan) orang anak, dan Brigitta memandang sebagai tugas sucinya mendidik
anak-anaknya agar menjadi insan-insan yang takut akan Allah. Pada satu titik
dalam hidup perkawinan mereka, Pangeran Ulf masuk biara Cistercian (Trapis) di
Alvastra dan meninggal pada tahun 1344. Setelah membagi-bagi warisan kepada
anak-anaknya dan juga kaum fakir miskin, Birgitta mendirikan sebuah biara untuk
komunitas para biarawati di Vadstena. Birgitta meninggal dunia ketika berumur
71 tahun, setelah banyak sekali melakukan kebaikan di tengah-tengah kaum
miskin.
Dari pengalamannya melayani “wong cilik” di Italia, Birgitta
tercatat pernah mengatakan: “Di sini, di Napoli, orang-orang Kristiani tidak
lebih baik daripada orang-orang kafir, dalam memelihara budak-budak perempuan
seperti pelacur, membebani para budak laki-laki dengan pekerjaan yang
berkelebihan, mencaci-maki dan memukuli mereka, sehingga dalam keputusasaan
banyak dari mereka melakukan bunuh diri. Dosa-dosa ini sungguh membuat Allah
dan seluruh makhluk surgawi menjadi marah, karena Allah mengasihi semua
manusia. Dia telah menciptakan mereka semua dan telah menebus mereka semua oleh
Sengsara dan Kematian-Nya di kayu salib” (Ronda de Sola Chervin, QUOTABLE
SAINTS, hal. 122). Apa yang dikatakan orang kudus ini masih terjadi di
mana-mana pada abad ke-21 ini, bukankah begitu? Suatu hal yang senantiasa kita
harus renungkan berkaitan diri kita sendiri juga: Bagaimana kita memperlakukan
para pegawai kita, PRT kita dsb.? Birgitta bukanlah sekadar seorang pendengar
firman, dia adalah sungguh seorang pelaku firman yang sejati (baca: Yak
1:19-27).
Birgitta dikanonisasikan oleh Paus Bonifasius IX [1389-1404].
Kongregasinya berkembang terus dan menyebar ke banyak tempat, termasuk Amerika
Serikat (1957). Santa Brigitta dari Swedia merupakan contoh dari seorang murid
Kristus yang karena sentuhan ilahi telah membuktikan dirinya mampu ikut ambil
bagian dalam misi-Nya mentransformir dunia kita.
DOA: Bapa surgawi, selagi aku berdoa dan membaca Kitab Suci pada hari ini, tunjukkanlah kepadaku dengan lebih jelas lagi siapa sebenarnya Engkau. Aku ingin mengenal kuat-kuasa-Mu untuk mengubah hati manusia – bahkan hatiku sendiri juga – agar dapat menjadi gandum yang terbaik. Amin.
37. PERUMPAMAAN TENTANG LALANG DI ANTARA GANDUM
Yesus menyampaikan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka,
kata-Nya, “Hal Kerajaan Surga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang
baik di ladangnya. Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya
menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi. Ketika gandum itu
tumbuh dan mulai berbulir, nampak jugalah lalang itu. Lalu datanglah
hamba-hamba pemilik ladang itu kepadanya dan berkata: Tuan, bukankah benih
baik, yang tuan taburkan di ladang tuan? Jadi, dari manakah lalang itu? Jawab
tuan itu: Seorang musuh yang melakukannya. Lalu berkatalah hamba-hamba itu
kepadanya: Jadi, maukah Tuan supaya kami pergi mencabut lalang itu? Tetapi ia
berkata: Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu
mencabut lalang itu. Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai.
Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang
itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum
itu ke dalam lumbungku.” (Mat 13:24-30; versi panjang: 13:24-43)
Bacaan Pertama: Keb:
12:13,16-19; Mazmur Tanggapan: Mzm 86:5-6,9-10,15-16; Bacaan Kedua: Rm 8:26-27
Bacaan Injil untuk hari ini cukup panjang. Saya mengambil
versi yang pendek berdasarkan pertimbangan praktis. Penjelasan atas
“Perumpamaan tentang lalang di antara gandum” (Mat 13:24-30) sudah dijelaskan
oleh Yesus sendiri dan termuat di dalam Injil (Mat 13:36-43). Ada dua lagi
perumpamaan yang termasuk dalam bacaan Injil hari ini, yaitu “Perumpamaan
tentang biji sesawi” (Mat 13:31-32), dan “Perumpamaan tentang ragi” (Mat
13:33). Yang disebutkan terakhir ini disinggung sedikit saja dalam kaitan
dengan bacaan di atas.
Kita semua tentunya ingin menjadi “gandum” seperti
diceritakan dalam perumpamaan ini. Kita semua ingin diketemukan dalam keadaan
pantas bagi Kerajaan Allah pada akhir zaman. Syukurlah, karena inilah juga yang
dikehendaki Yesus bagi kita semua, dan Ia mengetahui bahwa hal seperti itu hanya akan terjadi
apabila kita percaya kepada-Nya dan menerima Roh-Nya ke dalam kehidupan kita.
Tentang Roh Kudus ini, Santo Paulus menulis: “Roh membantu
kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus
berdoa; tetapi Roh sendiri menyampaikan permohonan kepada Allah dengan
keluhan-keluhan yang tidak terucapkan” (Rm 8:26). Doa bagi kita itu sama
perlunya dengan air dan cahaya matahari, tidak banyak bedanya dengan kenyataan
bahwa bahan-bahan bergizi diperlukan bagi pertumbuhan gandum. Namun, apabila
kita mencoba semuanya itu atas dasar kekuatan sendiri, maka doa dengan mudah
dapat menjadi kering dan tak berbuah. Hanya Roh Allah-lah yang mengetahui
pikiran Allah, sebagaimana ditulis oleh Santo Paulus: “Siapa di antara manusia
yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri
yang ada di dalam dia? Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang
terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah (1Kor 2:11). Jadi, hanya Roh
Kudus-lah yang dapat menghembuskan kehidupan ilahi ke dalam doa kita.
Roh Kudus adalah “ragi” (lihat Mat 13:33) yang mengangkat
kita ke dalam kehidupan rahmat dan memberikan kepada kita hati yang berbelas
kasihan dan memiliki kasih. Memang tidak selalu mudah bagi kita masing-masing
untuk hidup sebagai seorang Kristiani di dalam dunia. Adalah suatu kenyataan
hidup bahwa tidak mudahlah bagi kita masing-masing untuk mengatasi godaan si
jahat dan kelemahan karena kodrat kita yang cenderung untuk berdosa. Akan
tetapi, oleh kuasa Roh Kudus, sementara kita terus menyerahkan hidup kita
kepada-Nya, maka kita dapat menemukan diri kita berbuah secara berlimpah.
Sebagaimana Musa belajar untuk menaruh kepercayaan kepada TUHAN (YHWH) selama
40 tahun hidup di tanah Midian (lihat Kel 7:7; Kis 7:23,30), demikian pula kita
dapat belajar tentang hal yang sama. Yang diminta Allah hanyalah adanya upaya
serius dari pihak kita. Selebihnya? Dia akan menunjukkan jalan-Nya kepada kita!
Sepanjang hari ini, marilah kita coba untuk melakukan sedikit
“eksperimen”. Apabila memori-memori yang berkaitan dengan situasi menyakitkan
dari masa lalu muncul ke permukaan, maka kita mohon kepada Roh Kudus untuk
menolong kita mengampuni. Apabila kita disadarkan bahwa kita menolak melakukan
sesuatu yang kita tahu diminta oleh Allah sendiri dari diri kita, maka baiklah
kita mendoakan sebuah doa singkat kepada Roh Kudus agar kita diberikan
kekuatan. Dengan berjalannya waktu, kita pun kiranya akan “bercahaya seperti
matahari dalam Kerajaan Bapa” (lihat Mat 13:43).
Santa Maria Magdalena Postel [1756-1846]. Orang kudus yang
secara istimewa dirayakan oleh para suster Misericordia pada hari ini hidup
pada zaman yang sukar dan tercatat sebagai lembaran gelap/hitam sejarah
Kekristenan. Ia dilahirkan di Barfleur di Normandia pada tanggal 28 November
1756 dengan nama Julie Fransiska Katarina Postel. Setelah pendidikan dasarnya,
dia menerima pelatihan lanjutan dari para suster Benediktin di Volognes. Di
situlah dia mengambil keputusan untuk mengabdikan diri sepenuhnya untuk melayani
Allah dan sesama. Secara pribadi dan diam-diam dia berjanji kepada Allah untuk
menghayati hidup kemurnian. Lima tahun setelah dia membuka sebuah sekolah untuk
anak-anak perempuan di La Bretonne, pecahlah Revolusi Perancis. Seperti kita
ketahui, dalam era itu Gereja mengalami pengejaran dan penganiayaan. Selama
masa penganiayaan itu Julie Postel memainkan peranan penting dan heroik,
khususnya menolong para imam yang bersembunyi atau yang dijebloskan ke dalam
penjara, juga menguatkan iman orang-orang Katolik Barfleur yang setia.
Kepadanya diberikan izin untuk menyimpan Sakramen Mahakudus dalam rumahnya.
Kemudian ketika keadaan semakin buruk, dia diberi izin untuk membawa Sakramen
Mahakudus secara pribadi, bahkan untuk memberikan Viaticum Suci kepada orang-orang
menjelang kematian mereka. Seringkali orang-orang Yakobin (salah satu aliran
Protestan pada masa itu) mencurigainya, namun dirinya selalu mendapat
perlindungan ilahi sehingga tidak mengalami hal-hal yang tidak diharapkan.
Dalam dekrit beatifikasinya, Paus Pius X (santo) tidak ragu-ragu menyebutnya
sebagai seorang “imam perempuan”.
Setelah badai berlalu, Julie membantu memulihkan
iman-kepercayaan umat lewat katekese kepada orang muda dan tua, dan mulai
mengajar sekalah lagi di Cherbourg. Dengan persetujuan Vikaris Louis Cabart,
Julie dan dua orang perempuan lain mendirikan sebuah komunitas religius di
Cherbourg pada tahun
1805; dan dua tahun kemudian mereka bertiga dan seorang lagi mengucapkan kaul
religius mereka. Mereka menamakan diri mereka “Puteri-puteri Miskin
Misericordia” dan menepati Anggaran Dasar Ordo Ketiga Santo Fransiskus yang
berlaku pada waktu itu. Julie menjadi pemimpin dan namanya sejak saat itu
adalah Muder Maria Magdalena. Pertumbuhan komunitas ini tidak mulus, namun
dengan penuh keberanian para suster di bawah pimpinannya maju terus. Biara
mereka dipindahkan dari Cherbourg ke sebuah biara yang dahulunya biara
Benediktin St. Sauveur le Vicomte di Courtance. Pada tahun 1837 Vikaris
Jenderal Delamare mengganti Anggaran Dasar Ordo Ketiga St. Fransiskus dengan
anggaran dasar dari St. Yohanes Pembaptis de las Salle, pendiri para bruder
Kristiani (Inggris: Christian Brothers). Dengan demikian komunitas para suster
ini bukan lagi Fransiskan, dan berganti nama menjadi Suster-suster Misericordia
dari sekolah-sekolah Kristiani. Dalam tahun-tahun terakhir hidupnya, Muder
Maria Magdalena menyaksikan pertumbuhan cukup pesat dari kongregasinya dan
keberhasilannya dalam pencapaian hal-hal besar. Berdasarkan dorongannya,
Vikaris Jenderal Delamare pada tahun 1843 mendirikan komunitas para bruder
misericordia di Montebourg.
Muder Maria Magdalena Postel meninggal dunia pada tanggal 16
Juli 1846 dan kongregasinya terus bertumbuh-kembang serta menyebar ke berbagai
negara, teristimewa Inggris dan Italia.
Di Indonesia mereka berkarya di keuskupan Malang. Sumber utama: P.
Marion A. Habig OFM, THE FRANCISCAN BOOK OF SAINTS.
DOA: Roh Kudus Allah, aku berterima kasih penuh syukur kepada-Mu karena kehadiran-Mu dalam kehidupanku. Tolonglah aku agar diubah menjadi semakin serupa dengan Yesus Kristus. Biarlah kuat-kuasa-Mu mengalir di dalam dan melalui diriku. Amin
38. PERUMPAMAAN TENTANG SEORANG PENABUR
Pada hari itu keluarlah Yesus dari rumah itu dan duduk di
tepi danau. Lalu datanglah orang banyak berbondong-bondong dan mengerumuni Dia,
sehingga Ia naik ke perahu dan duduk di situ, sedangkan orang banyak semuanya
berdiri di pantai. Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka.
Kata-Nya, “Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur,
sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya
sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak
tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi
sesudah matahari terbit, layulah tanaman-tanaman itu dan menjadi kering karena
tidak berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah
semak itu dan menghimpitnya sampai mati. Sebagian jatuh di tanah yang baik lalu
berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang
tiga puluh kali lipat. Siapa yang bertelinga, hendaklah ia mendengar!” (Mat
13:1-9; versi panjang: 13:1-23)
Bacaan Pertama: Yes
55:10-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 65:10-14; Bacaan Kedua: Rm 8:18-23
Coba anda mengingat-ingat guru-guru terbaik di sekolah tempat anda belajar dahulu atau dosen-dosen ketika kuliah dahulu. Pada tahun 1960-an di FEUI ada seorang dosen yang bernama Drs. Tan Goan Tiang (kelak dikenal sebagai Prof. Nathanael, pendiri Lembaga Demografi FEUI). Saya duduk di kelas beliau ketika belajar “Ilmu Ekonomi Mikro”. Banyak mahasiswa kelas itu merasa tidak sabar menunggu-nunggu pengajaran beliau. Praktis semua mahasiswa dalam kelas itu menaruh respek kepada beliau karena beliau memang pandai namun sederhana dalam penampilan, serius, tidak banyak membual. Kelasnya selalu penuh. Menjadi guru memang panggilannya. Dia pernah menjadi seorang guru SMA Kristen yang hampir setiap tahun menghasilkan bintang pelajar; dan tidak ada yang menyangkal bahwa beliau adalah seorang Kristiani sejati (anggota Gereja GKI Kwitang), yang dihormati tidak hanya oleh mereka yang Kristiani. Pada hari kematiannya, mantan mahasiswanya dari berbagai angkatan datang melayat. Prof. Dr. Dorojatun Kuncorojakti menulis sebuah artikel di salah satu majalah pada waktu itu, kalau tidak salah berjudul “Pohon yang berbuah”. Prof. Tan Goan Tiang memang seorang guru sejati.
Saya yakin sekali bahwa Yesus, ketika mengajar tentang
Kerajaan Allah, juga pasti sangat memikat para murid dan orang banyak yang
mendengar-Nya. Yesus bukanlah seorang guru yang datang dengan berbagai data
statistik, diagram dll. Tentunya Dia juga tidak mengajar sampai detil-detil
yang harus dihafalkan oleh para pendengar-Nya. Yesus menggunakan
perumpamaan-perumpamaan, cerita-cerita mengenai orang-orang dan situasi-situasi
yang dengan mudah membuat orang menghubungkan dirinya dengan itu semua. Dia
ingin memenangkan hati kita dan juga membentuk pikiran kita. Siapa yang bisa
mengajar lebih hebat daripada Yesus, Dia yang menciptakan kita dan “turun ke
dunia” sebagai seorang manusia, kemudian mati di kayu salib untuk menyelamatkan
kita?
Layaknya seorang guru yang baik, Yesus tidak memberikan
jawaban-jawaban standar. Ia mengundang kita untuk terlibat. Ia menantang kita
agar membuka hati dan dengan rendah hati menerima sabda-Nya ke dalam jiwa kita.
Agar supaya ajaran-Nya berbuah dalam kehidupan kita, maka kita harus “mendengar
dengan telinga kita” dan “melihat dengan mata kita” (bdk. Mat 13:15-17).
Walaupun kita mempunyai ajaran Gereja, tidak ada pengganti daripada penemuan
apa yang dikatakan oleh sabda Allah dalam Kitab Suci bagi kita masing-masing
secara pribadi.
Dengan perumpamaan ini, Matius menunjukkan satu pengajaran
Yesus yang indah. Melalui perumpamaan ini penulis Injil ini menyoroti cara
Yesus mengajar. Yesus menggunakan ‘perumpamaan tentang seorang penabur’ ini
untuk mengilustrasikan kemurahan-hati Allah yang berlimpah-limpah. Bapa surgawi
selalu menaburkan benih-benih firman-Nya, mengundang kita untuk mengenal dan
mengalami kasih dan kerahiman-Nya. Dia selalu mengulurkan tangan-tangan-Nya
kepada kita. Mengetahui bahwa kita
memiliki seorang Bapa yang tidak pernah membelakangi atau menolak kita, maka
seharusnya hal ini memberikan kepada kita damai-sejahtera dan pengharapan.
Setiap benih yang jatuh pada tanah yang baik akan bertumbuh.
Benih yang ditanam oleh Bapa surgawi tentunya akan bertumbuh manakala bertemu
dengan hati yang terbuka bagi-Nya. Ini adalah janji Allah. Namun bagaimana kita
menentukan apakah hati kita itu baik? Apa beberapa butir acuan:
Apakah keragu-raguan dan rasa tidak-percaya langsung mencuri
damai-sejahtera yang dibawa oleh firman Allah kepada kita? (lihat Mat 13:19).
Apabila kesusahan atau penderitaan datang karena iman kita,
apakah kita berdiri dengan kokoh dalam iman kita atau apakah kita jatuh ke
dalam kompromi (lihat Mat 13:20-21).
Apakah kita terlalu dibebani dengan pengurusan hal-ikhwal
dunia? Apakah kesenangan karena harta-kekayaan dan berbagai hasrat akan
‘kenikmatan-kenikmatan’ mengambil tempat yang lebih besar dalam hati kita
ketimbang kehadiran Yesus? (lihat Mat 13:22).
Kita seharusnya tidak berputus-asa atas tanah yang
berbatu-batu atau semak duri dari ketidak-percayaan, pelanturan-pelanturan atau
rasa takut yang menghalangi firman Allah untuk kuat-mengakar dalam hati kita.
Yesus senang sekali mengubah hati kita, asal saja dengan tulus-ikhlas kita
mohonkan hal itu kepada-Nya. Yesus memiliki kesabaran yang sangat luarbiasa
dengan kita masing-masing, seperti apa yang telah dicontohkan-Nya ketika membimbing/mengajar
para murid-Nya yang bebal-bebal itu. Dia juga sangat senang untuk menjelaskan
kepada kita mengenai ‘rahasia Kerajaan Allah’ selagi kita memperkenankan sabda
firman-Nya bertumbuh dalam diri kita.
DOA: Roh Kudus Allah, siapkanlah hati kami untuk menerima firman Allah, lebih dan lebih banyak lagi. Nyatakanlah kepada kami hasrat mendalam dari Yesus untuk mengajar kami tentang ‘rahasia Kerajaan Allah’, dan juga betapa besar kasih-Nya serta kesabaran-Nya dalam menghadapi segala kelemahan kami. Tolonglah kami agar dapat sungguh berbuah bagi Kerajaan Allah. Amin
39. BAPA SURGAWI DIMULIAKAN JIKA KITA BERBUAH BANYAK
“Akulah pokok anggur
yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Setiap ranting pada-Ku yang tidak
berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya
ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah
Kukatakan kepadamu. Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti
ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada
pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di
dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa
tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku
kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia
dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang
dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. Jikalau kamu tinggal di dalam Aku
dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan
kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dimuliakan, yaitu jika kamu
berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku.” (Yoh 15:1-8).
Bacaan Pertama: Kis 15:1-6; Mazmur Tanggapan: Mzm 122:1-5
Dalam Perjanjian Lama, Israel seringkali diibaratkan sebagai
pohon anggur. Allah menanam pohon anggur itu dan memeliharanya, namun pohon
anggur itu menjadi jelek dan akhirnya diinjak-injak: “Aku telah membuat engkau
tumbuh sebagai pokok anggur pilihan, sebagai benih yang sungguh murni. Betapa
engkau berubah menjadi pohon berbau busuk, pohon anggur liar!” (Yer 2:21).
Sebagai perbandingan, bacalah juga Mzm 80:8-15; Yes 5:1-7; Yeh 19:10-14.
Yesus menyatakan diri-Nya bahwa Dialah “pokok anggur yang
benar dan Bapa-Kulah pengusahanya” (Yoh 15:1). Dalam diri Yesus dan para
pengikut-Nya, Bapa akan menemukan jenis buah anggur yang dihasrati-Nya. Tugas
kita adalah untuk tetap terhubungkan dengan pokok anggur yang merupakan sumber
makanan dari Kristus sendiri. Adalah tugas Bapa surgawi untuk memelihara pokok
anggur agar dapat berbuah banyak. Pernyataan ini terdengar begitu eksplisit
sehingga kita dapat luput melihat kebesaran dari tantangan dan janji yang
diberikannya.
Dalam mengikuti Kristus, kecenderungan kita adalah mengambil tindakan yang bersifat pre-emptive terhadap pekerjaan Allah dengan mengambil gunting besar pemotong tangkai anggur dan melakukan pengguntingan sendiri; dengan demikian kita menggantikan pekerjaan ilahi-Nya dengan sesuatu yang kita rancang berdasarkan pemikiran kita sendiri. Kita merancang proyek-proyek menolong diri-sendiri (self-help projects) yang cenderung memusatkan perhatian pada kekurangan-kekurangan dalam kehidupan pribadi yang memalukan kita (dilihat dari mata dunia). Jadi, kita tidak pernah sampai kepada perubahan hati yang lebih mendalam yang Allah inginkan bekerja dalam diri kita. Ini adalah justru perubahan-perubahan yang kita perlukan guna mengalami kehidupan baru; sebagai buah tindakan Allah dan kerja sama kita, tidak sekadar tindakan kita sendiri.
Apabila Allah bekerja dalam kehidupan seseorang, maka orang
tersebut bercahaya seperti sebuah bintang di tengah-tengah dunia yang menggelap
ini. Dengan menggunakan kata-kata Paulus: “anak-anak Allah yang tidak bercela
di tengah-tengah orang yang jahat dan sesat ini, sehingga …… bercahaya di
antara mereka seperti bintang-bintang di dunia” (Flp 2:15). Pada kenyataannya
kita kadang-kadang dapat menghadapi berbagai pencobaan dan kesulitan hidup yang
disebabkan oleh keterlekatan-keterlekatan pada hal-hal yang bukan berasal dari
Allah; namun apabila semuanya itu diserahkan ke dalam tangan Allah, maka
kelekatan-kelekatan ini dapat dipangkas sehingga kita dapat berbuah. Tidak ada
upaya berdasarkan kekuatan sendiri, juga studi atau devosi yang dapat di
bandingkan dengan sentuhan-pangkasan halus dari Allah sendiri.
Jesus berjanji bahwa Bapa surgawi sendirilah yang akan
memangkas setiap ranting pohon anggur yang tidak berbuah dan membersihkan
setiap ranting yang berbuah, agar pohon anggur itu berbuah lebih banyak lagi.
Apabila kita mengakui kebenaran ini, maka kita pun memiliki keyakinan yang
luarbiasa besarnya. Siapa lagi yang lebih dapat diandalkan, lebih sabar, lebih
mengasihi dan lebih memiliki hasrat akan pertumbuhan kita daripada Bapa kita
sendiri yang begitu mengasihi kita, anak-anak-Nya?
DOA: Bapa surgawi, pangkaslah dari diri kami carang-carang kelekatan duniawi kami dan kuatkanlah kami agar dapat menghasilkan panen berlimpah. Amin.
40. YESUS SANG GEMBALA BAIK AKAN MENJAGA KITA
Tidak lama kemudian tibalah hari raya Penahbisan Bait Allah
di Yerusalem; ketika itu musim dingin. Yesus berjalan-jalan di Bait Allah, di
serambi Salomo, Lalu orang-orang Yahudi mengelilingi Dia dan berkata
kepada-Nya, “Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami dalam kebimbangan? Jikalau
Engkau Mesias, katakanlah terus terang kepada kami.” Yesus menjawab mereka,
“Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya;
pekerjaan-pekerjaan yang Kulakakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberi
kesaksian tentang Aku, tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk
domba-tomba-Ku. Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka
dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan
mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan
merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih
besar daripada siapa pun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari
tangan Bapa. Aku dan Bapa adalah satu.” (Yoh 10:22-30)
Bacaan Pertama: Kis 11:19-26;
Mazmur Tanggapan: Mzm 87:1-7
Beberapa hari terakhir ini kita terus membicarakan mengenai
perumpamaan Yesus tentang “Gembala yang Baik”, dan pada hari ini pun kita akan
membahasnya lagi. Walaupun terasa seakan mengulang-ulang, tetaplah berharga
bagi kita untuk merenungkan gambaran-gambaran tentang seorang gembala yang baik
karena kemampuan gambaran-gambaran ini mengungkapkan banyak dimensi tentang
siapa Yesus itu dan betapa dalam Ia mengasihi kita.
Karena tidak sedikit jumlah waktu yang digunakan oleh para
gembala dengan kawanan domba mereka, maka bukanlah hal yang aneh apabila
seorang gembala untuk mengenal setiap
detil dari masing-masing domba yang dipelihara olehnya – tanda-tanda khas
masing-masing domba, kebiasaan-kebiasaannya, bahkan katakanlah ‘kepribadian’-nya.
Di lain pihak domba-domba peliharaannya juga mengenal sang gembala dan menjadi
sangat akrab dengan suaranya. Sedikit saja suara dari seorang yang asing dapat
mengejutkan mereka dan membuat mereka berlari-lari kian kemari.
Selama musim semi dan musim panas, pada waktu sebuah kawanan
domba dapat digembalakan di daerah luar kota untuk berbulan-bulan lamanya, maka
seorang gembala akan mengumpulkan domba-dombanya dalam sebuah “kandang domba”
yang terletak di lereng gunung untuk beristirahat di malam hari. “Kandang
domba” ini mempunyai “tembok” (biasanya dari bebatuan) namun tidak mempunyai
gerbang atau pintu. Yang ada hanyalah suatu bagian yang lowong-terbuka untuk
domba-domba itu masuk-keluar. Begitu domba-domba itu sudah terkumpul di dalam
“kandang”, maka sang gembala akan menjadi pintu kandang tersebut. Dia
merebahkan diri di bagian yang lowong-terbuka itu untuk menjaga kawanan
dombanya. Dengan perkataan lain, pada dasarnya dia “memberikan nyawanya untuk
domba-dombanya”.
Yesus mengetahui bahwa
perumpamaan-perumpamaan seperti ‘perumpamaan tentang gembala yang baik’ akan
menolong para pendengar-Nya (termasuk kita semua pada zaman modern ini) untuk
memahami kasih-Nya secara lebih penuh lagi. Yesus mengetahui bahwa imaji-imaji
yang hidup akan membantu mentransformir konsep-konsep abstrak ke dalam hal-hal
yang konkret yang dapat dipahami orang-orang. Yesus bersabda: “Domba-domba-Ku
mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku
memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa
sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut dari tangan-Ku” (Yoh
10:27-28). Artinya, Yesus menyerahkan hidup-Nya bagi kita, dan tidak ada
seorang pun yang dapat merampas kita dari tangan-Nya. Janji-janji-Nya sama
dapat dipercaya seperti komitmen sang gembala baik kepada kawanan dombanya di
dalam perumpamaan-Nya. Bilamana kita memasuki “kandang domba”-nya, maka Yesus
sang Gembala Baik akan menjaga kita untuk selalu dekat pada-Nya dan Ia akan
melindungi kita dari segala macam bahaya.
Lain kali, apabila kita bertemu dengan sebuah perumpamaan
Yesus, maka kita harus berketetapan hati mempelajari secara lebih mendalam lagi
tentang imaji-imaji yang digunakan oleh Yesus. Sebaiknya kita juga mempelajari
beberapa bacaan pengantar atau tafsir yang dapat dimanfaatkan oleh orang awam
seperti kita. Kita harus memperkenankan kata-kata Yesus meresap ke dalam hati
kita. Kita gunakan imajinasi untuk membuat gambar dalam pikiran kita. Melalui
studi seperti ini, doa dan kontemplasi, Roh Kudus dapat membuka jalan-jalan
pemahaman yang baru untuk memperkuat iman dan membuat kasih kita kepada Yesus
menjadi semakin berkobar-kobar.
DOA: Roh Kudus Allah, Engkau membuat terang hati semua orang beriman. Terangilah imajinasi ku sehingga aku dapat mengalami secara lebih mendalam kasih Allah Tritunggal Mahakudus yang tak terbatas itu. Amin.
41. GEMBALA YANG BAIK
Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan
nyawanya bagi domba-dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan
yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang,
meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan
menceraiberaikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak
memperhatikan domba-domba itu. Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal
domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku
dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. Tetapi
Aku juga mempunyai domba-domba lain yang bukan dari kandang ini; domba-domba
itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan
menjadi satu kawanan dengan satu gembala. Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku
memberikan nyawa-Ku agar Aku menerimanya kembali. Tidak seorang pun mengambilnya
dari Aku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa
memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah perintah yang Kuterima
dari Bapa-Ku.” (Yoh 10:11-18)
Bacaan Pertama: Kis 11:1-18; Mazmur Tanggapan: Mzm 42:2-3;43:3-4
“Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan
domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal
Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku……. Bapa mengasihi Aku,
oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku agar Aku menerimanya kembali. Tidak seorang
pun mengambilnya dari Aku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku
sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah
perintah yang Kuterima dari Bapa-Ku.” (Yoh 10: 14, 17-18).
Lagi-lagi Yesus ingin menggugah hati orang-orang, yang karena
alasan (atau alasan-alasan) tertentu, masih saja lamban untuk percaya
kepada-Nya. Untuk menetralkan ketakutan dan keragu-raguan yang mungkin
ditimbulkan oleh klaim-Nya atas keilahian-Nya, Yesus meneguhkan bahwa Dia
memang datang untuk menolong, bukan membawa
bencana; untuk memberi, bukan menuntut; untuk mengorbankan diri-Nya
sendiri bagi mereka, jauh lebih daripada mereka harus berkorban demi diri-Nya.
Semua ini akan dilakukan-Nya dalam rangka pemenuhan rencana penebusan dari Bapa
surgawi.
Yesus mengetahui betapa mudahnya bagi orang untuk mendengar
kata-kata-Nya tanpa menghargai pesan yang ingin disampaikan oleh-Nya. Ia
mengetahui pula bahwa kebenaran-Nya akan mempengaruhi kehidupan orang-orang
secara korelatif-proporsional dengan upaya mereka mencoba untuk memahami
kebenaran-Nya itu dengan lebih penuh lagi, menghargainya dengan lebih mendalam
dan menerapkannya dengan lebih setia dalam kehidupan sehari-hari. Yesus
mengulang-ulang pesan-Nya yang memberi hidup itu, dengan menambah wawasan yang
lebih luas setiap kali Dia melakukan pengulangan termaksud. Bagi para pendengar
pesan-Nya, semua ini membutuhkan waktu untuk mengingat yang lama, memahami yang
baru dan mengintegrasikan keduanya ke dalam kebiasaan-kebiasaan baru dalam berpikir dan menjalani kehidupan.
Siapakah – yang memiliki hati terbuka – yang tidak terkesan
melihat desakan Yesus yang terus-menerus itu, bahwa Dia mengasihi kita dan
sangat prihatin dengan segala urusan kita? Di sini Yesus menamakan diri-Nya
“Gembala yang baik”, yang mengenal diri kita – domba-domba-Nya – sampai
sedalam-dalamnya. Dia mengetahui kecenderungan spontan kita, setiap perasaan
dan niat kita, setiap kelemahan dan upaya kita. Dia menyatakan diri-Nya siap
untuk mengorbankan nyawa-Nya bagi kita, dan Ia akan melakukannya manakala Bapa
meminta hal ini sebagai tebusan atas dosa-dosa kita. Betapa berharga diri kita
ini bagi-Nya, karena Ia sungguh mengasihi kita. Akan tetapi, kita tidak pernah
akan sepenuhnya memahami dan menghargai ketinggian, kedalaman, lebar dan
intensitas dari kasih-Nya itu, apabila kita hanya mendengar atau membaca
buku/tulisan tentang hal itu. Dengan demikian, kita harus melakukan permenungan
atas hal tersebut secara terus menerus di bawah bimbingan Roh Kudus-Nya.
Pengorbanan Yesus bagi kita-manusia sungguh sangat besar dan
tak terukur dengan ukuran manusia macam apa pun, teristimewa karena Dia
melakukan pengorbanan itu dengan bebas. Yesus jelas mengatakan, bahwa tidak
seorang pun akan mengambil nyawa-Nya dari Dia: “Tidak seorang pun mengambilnya dari Aku, melainkan
Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan
berkuasa mengambilnya kembali” (Yoh 10:18). Unsur kehendak bebas ini
digambarkan oleh Santo Paulus sebagai berikut: “Kristus Yesus, yang walaupun
dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik
yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan
mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam
keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati,
bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia
dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama” (Flp 2:5-9). Kalau kita
mengandalkan akal budi manusia semata-mata, maka pemikiran bahwa Allah – sang
pencipta alam semesta – memilih untuk menjadi salah ‘seorang’ dari
kita-manusia, lalu mati secara memalukan dan dalam kedinaan di kayu salib demi
kita-manusia, memang sangat sukar untuk dipahami.
Sungguh menghiburlah untuk mengetahui bahwa Allah Bapa tidak
hanya mengutus Yesus turun ke bumi dan mengharapkan hasil yang terbaik. Bapa
surgawi sesungguhnya merencanakan segala sesuatu dari awal. Yesus sendiri
memahami pengorbanan-Nya di atas kayu salib sebagai “perintah yang Kuterima
dari Bapa-Ku” (Yoh 10:18). Dalam deskripsinya tentang hari-hari terakhir Yesus
di bumi ini, seringkali Yohanes Penginjil menulis bahwa Tuhan melakukan
perjalanan ke Kalvari guna memenuhi kata-kata nubuatan para nabi. Dengan
perkataan lain, penderitaan sengsara, kematian dan kebangkitan Yesus sudah ada
dalam pikiran Allah, bahkan sebelum Kitab Suci ditulis! Adakah rancangan lain
yang lebih menakjubkan dari kenyataan ini?
Kejeniusan di belakang karya-karya musik, lukisan dlsb. yang
paling besar di dunia ini tidak ada artinya apabila dibandingkan dengan
rancangan Allah berkenan dengan kematian dan kebangkitan Putera-Nya yang
tunggal, Yesus Kristus. Bahkan kehidupan kita sendiri pun merupakan bagian dari
masterpiece agung ini, karena nama kita tertulis dalam Kitab Allah (bdk. Mzm
139:16)! Sekarang, renungkanlah sejenak betapa dalam diri kita dikasihi
oleh-Nya! Marilah kita bersukacita dan merasa terjamin, karena mengetahui dan
percaya bahwa kita juga adalah bagian dari rencana agung Allah.
DOA: Bapa surgawi, Engkau menyerahkan Putera-Mu sendiri untuk menebus kami semua. Oleh karena itu kami pun yakin, bahwa Engkau akan memberikan segalanya yang kami butuhkan dalam kehidupan di dunia ini. Engkaulah andalan kami, ya Allah. Amin
42. MENDENGAR SUARA YESUS SANG GEMBALA BAIK
“Sesungguhnya aku
berkata kepadamu: Siapa yang masuk ke dalam kandang domba tanpa melalui pintu,
tetapi dengan memanjat dari tempat lain, ia adalah seorang pencuri dan seorang
perampok; tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba. Untuk
dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia
memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar.
Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan
domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya. Tetapi seorang
asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka akan lari dari orang itu, karena
suara orang-orang asing tidak mereka kenal.”
Yesus mengatakan kiasan ini kepada mereka, tetapi mereka
tidak mengerti apa maksudnya Ia berkata demikian kepada mereka.
Karena itu Yesus berkata lagi, “Sesungguhnya Aku berkata
kepadamu, Akulah pintu bagi domba-domba itu. Semua orang yang datang sebelum
Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan
mereka. Akulah pintu; siapa saja yang masuk melalui Aku, ia akan diselamatkan
dan Ia akan masuk dan keluar serta menemukan padang rumput. Pencuri datang
hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang supaya mereka
mempunyai hidup, mempunyainya dengan berlimpah-limpah. (Yoh 10:1-10)
Bacaan Pertama: Kis 2:14A,36-41; Mazmur Tanggapan: Mzm
23:1-6; Bacaan Kedua: 1Pet 2:20b-25
Para gembala dan kawanan domba mereka adalah gambaran yang
familiar di tengah daerah perbukitan atau dataran tinggi di Yudea. Seperti para
penulis Perjanjian Lama (lihat Mzm 23,
Yes 40:11; Yeh 34:16), Yesus melihat bahwa alamiah-lah untuk menggunakan
imaji gembala yang memelihara kawanan dombanya sebagai ilustrasi tentang cara
Allah memperhatikan serta memelihara umat-Nya.
Domba-domba teristimewa dipelihara untuk dicukur bulunya
(wool) dan kemudian baru untuk dagingnya, dan domba-domba itu dipelihara untuk
bertahun-tahun lamanya, sehingga dapat mengenali suara gembala mereka dengan
akrab. Apabila karena sesuatu hal sang gembala absen, maka domba-domba
peliharaannya dapat menjadi ketakutan dan bingung. Hanya setelah mendengar
suara gembala mereka, maka domba-domba itu dapat menjadi tenang kembali. Atas
dasar kenyataan inilah maka tugas penggembalaan dari seorang gembala secara
tetap menuntut kewaspadaan, keberanian dan kesabaran dalam memperhatikan serta
memelihara kawanan dombanya. Jadi tidak mengherankanlah apabila Yesus
mengibaratkan diri-Nya sebagai seorang gembala baik, yang rela mati untuk
kawanan domba-Nya (lihat Yoh 10:11).
Apakah anda mengenal serta mengalami Yesus sebagai gembalamu
yang baik? Apakah anda telah memutuskan untuk menyediakan waktu bersama-Nya,
belajar cara-cara-Nya dan menjadi familiar dengan suara-Nya? Apabila kita
memiliki kemampuan untuk mendengar suara-Nya ketika Dia berbicara, maka kita
pun akan terlindungi dari daya pikat banyak suara lainnya yang mengaburkan
pemusatan perhatian kita. Walaupun penting bagi kita untuk mempelajari doktrin
Kristiani – sabda Yesus – hal ini tidaklah cukup. Kata-kata Yesus dapat
dimanipulasi, disalahtafsirkan dengan sengaja maupun tidak, dengan demikian
disalahpahami. Kita juga perlu sekali menjadi familiar dengan suara Yesus
selagi Dia berbicara kepada hati kita. Hanya dengan begitu pengenalan kita
menjadi kasih. Hanya setelah mengalami-Nya seperti itu maka kita akan mampu
mengasihi orang-orang lain dengan cara yang sungguh mencerminkan kasih-tanpa
batas dari Yesus kepada mereka.
Sebagai anak-anak Allah yang dibaptis, maka keakraban dengan
Yesus seperti ini adalah hak kita sejak lahir. Yesus menginginkan kita untuk
mengenal-Nya sebagaimana Dia mengenal kita secara pribadi dan mendalam. Dalam
doa-doa pada hari ini, baik di dalam gereja maupun di rumah dan di mana saja,
marilah kita menenangkan hati kita. Dalam keheningan baiklah kita mendengar
suara Tuhan Yesus. Anda mungkin mencoba mendengarkan musik untuk mengiringi
meditasi atau membaca mazmur dengan bersuara agar dapat menyingkiran segala
pelanturan yang ada. Marilah kita mohon kepada Roh Kudus agar menarik kita
lebih dekat lagi kepada Yesus. Semoga
suara Yesus menghangatkan hati kita masing-masing.
DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku mengenal suara-Mu sehingga
aku dapat tetap berada dengan aman di tengah kawanan domba-Mu, yaitu umat-Mu
sendiri. Terima kasih penuh syukur
kuhaturkan kepada-Mu untuk kasih-Mu yang senantiasa penuh kesetiaan.
Amin.
43. YA ALLAH, KASIHANILAH AKU ORANG YANG BERDOSA INI
Kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan
memandang rendah semua orang lain, Yesus menyampaikan perumpamaan. “Ada dua
orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang
lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini:
Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua
orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezina dan bukan juga
seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan
sepersepuluh dari segala penghasilanku. Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh,
bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul dirinya dan
berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu:
Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah sedangkan
orang lain itu tidak. Sebab siapa saja yang meninggikan diri, ia akan
direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan (Luk
18:9-14).
Bacaan Pertama: Hos 6:1-6; Mazmur Tanggapan: Mzm 51:3-4,18-21
Apakah gambaran anda tentang Allah? Menurut anda, apa kiranya
yang ada dalam pikiran Allah ketika Dia memandang anda? Orang Farisi dan si
pemungut cukai mempunyai gambaran (imaji) tentang Allah yang sangat berbeda
satu sama lain; konsepsi mereka yang berbeda tentang Dia dan cara Dia
mempersepsikan mereka menyebabkan mereka berdoa dengan cara yang satu sama lain
berbeda.
Bagi si Farisi, hubungannya dengan Allah menuntutnya untuk
memaksimalkan perbuatan-perbuatan baiknya dan meminimalkan perbuatan-perbuatan
buruknya. Martabatnya dan pembenaran atas dirinya didasarkan kepada apa yang
dilakukan olehnya bagi Allah, atau sedikitnya sampai seberapa berhasil dia
menghindari penghakiman dari Allah. Allah menentukan standar; dan si Farisi
hanya harus memenuhi standar itu.
Sebaliknya, bagi si pemungut cukai, Allah itu penuh bela rasa
dan belas kasihan. Ia juga mengetahui bahwa Allah menetapkan suatu standar,
tetapi dia juga menyadari bahwa dengan kekuatannya sendiri dia tidak akan mampu
memenuhi standar tersebut. Namun demikian, dia tidak kehilangan pengharapan
atau berputus asa, melainkan menaruh dirinya di tangan-tangan Allah. Dia
mengakui bahwa segalanya yang dimilikinya adalah karena berhutang kepada Allah
– bahkan keberadaannya sendiri. Dia senantiasa harus bergantung kepada Allah
dan mengharapkan pertolongan-Nya.
Si pemungut pajak juga secara benar mengidentifikasikan
permohonannya. Sementara si Farisi menunjuk kepada perbuatan-perbuatan baik
sebagai dasar dari statusnya. Si pemungut cukai berdoa: “Ya Allah, kasihanilah
aku orang berdosa ini” (Luk 18:13). Dia mengakui bahwa kebutuhannya akan belas
kasihan Allah tidak hanya disebabkan oleh dosa-dosanya.
Yesus memuji pendekatan terhadap Allah yang dilakukan si
pemungut cukai, dan mengatakan: “Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang
yang dibenarkan Allah” (Luk 18:14). Dari pemahamannya yang benar mengenai
Allah, dia memohon belas kasihan Allah dan pengampunan atas dirinya. Doanya
didasarkan pada kebenaran yang terdapat dalam Mazmur hari ini: “Hati yang patah
dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah” (Mzm 51:19).
Dalam kasih-Nya, Allah Bapa kita semua ingin sekali menyentuh
kita satu per satu. Dia menginginkan ketaatan kita, namun Ia tidak membuat
ketaatan sebagai sebuah penghalang terhadap penyembuhan dan pengampunan-Nya.
Yakin seyakin-yakinnya bahwa kita adalah anak-anak-Nya dan Ia adalah Bapa kita,
marilah kita mohon kepada-Nya untuk melingkupi kita dengan belas kasihan dan
kasih-Nya. Allah sungguh ingin menyembuhkan dan mengampuni kita, karena Dia
ingin membuat kita masing-masing sebagai seorang pribadi yang utuh.
DOA: Bapa surgawi, kami mengakui bahwa segala sesuatu yang baik berasal dari-Mu. Oleh Roh Kudus-Mu, buatlah agar hati kami masing-masing dapat menjadi serupa dengan Hati Kudus Yesus, Putera-Mu terkasih. Biarlah kemenangan Putera-Mu atas dosa membasuh bersih dosa-dosa kami dan mentransformasikan diri kami menjadi serupa dengan Yesus. Amin.
44. BERTOBAT DAN
PERCAYA
“Tetapi apakah
pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada
anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun
anggur. Jawab anak itu: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal dan pergi.
Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Anak itu
menjawab: Baik, Bapa, tetapi ia tidak pergi. Siapakah di antara kedua orang itu
yang melakukan kehendak ayahnya?” Jawab mereka, “Yang pertama.” Kata Yesus
kepada mereka, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, pemungut-pemungut cukai dan
perempuan-perempuan pelacur akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak
percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan
pelacur percaya kepadanya. Meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak
menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya” (Mat 21:28-32).
Bacaan pertama: Zef 3:1-2.9-13; Mazmur Tanggapan: Mzm 34:2-3,6-7,17-19,23
“Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak
ayahnya?” (Mat 21:31). Yesus
mengidentifikasikan seorang anak laki-laki dari sang pemilik kebun anggur
dengan para pemuka agama Yahudi pada zaman-Nya, yaitu anak yang mengatakan “ya”
terhadap permintaan/ perintah sang ayah untuk bekerja dalam kebun anggur, akan
tetapi tidak melakukannya, Para pemuka agama Yahudi memang berkata “ya dengan
mulut/bibir mereka, namun tidak dengan hati mereka. Anak yang sulung dalam
perumpamaan ini adalah seperti para
pemungut cukai dan perempuan pelacur yang pada awalnya memang mengatakan
“tidak” kepada Allah dan hukum-Nya (diwujudkan dalam sikap dan perilaku
mereka), namun kemudian sadar akan kedosaan mereka dan berbalik kepada Allah
dalam pertobatan. Pada akhirnya, merekalah yang melakukan kehendak Bapa
surgawi.
Apabila kita meninjau kembali dengan teliti perikehidupan
kita, maka kita dapat mengidentifikasikan diri kita dengan kedua anak laki-laki
dalam perumpamaan di atas. Dengan niat terbaik, berketetapan hati untuk
mengikuti kehendak Allah dalam hidup kita, seringkali kita kehilangan keyakinan
untuk setia mengikuti jalan-Nya. Pada kesempatan lain, kita bahkan gagal untuk
memberikan jawaban “ya” ketika mendengar panggilan-Nya.
Dalam masing-masing kasus, Allah telah menyediakan suatu obat
penyembuh yang indah. Apabila kita “bertobat dan percaya” (lihat Mat 21:32),
kita akan memperoleh penghiburan dalam belas kasihan atau kerahiman-Nya. Yesus
berkata kepada imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi, “Sesungguhnya Aku
berkata kepadamu, pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan pelacur akan
mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Mat 21:31). Pertobatan dan iman
akan memimpin kita kepada Bapa surgawi, bahkan setelah banyak terlibat dalam
kedosaan, baik dengan pikiran, kata-kata yang kita ucapkan, perbuatan maupun
kelalaian. Tuhan Allah akan memberikan rahmat-Nya kepada kita agar mampu
melawan godaan-godaan di masa depan, memberdayakan kita untuk menghayati suatu
kehidupan yang taat serta patuh kepada perintah-perintah-Nya dan penuh-iman.
Selagi kita melakukan pertobatan dalam Masa Adven ini dan
mulai mempersiapkan segalanya yang diperlukan untuk menyongsong Hari Raya Natal
yang sudah mulai mendekat, sangat bermanfaatlah segala karunia yang diberikan
Tuhan Allah dalam Sakramen Rekonsiliasi. Oleh karena itu janganlah sampai kita
melewatkan kesempatan yang bagus ini. Di sinilah kesempatan kita untuk bertobat
dan percaya dalam arti sesungguh-sungguhnya, dan menerima rahmat yang Allah
ingin berikan kepada kita dalam masa yang istimewa ini. Apakah kita menyerupai
anak laki-laki yang berkata “ya” namun tidak melakukan tugasnya, atau apakah
kita lebih menyerupai si anak sulung yang berkata “tidak” tetapi kemudian
melakukan tugasnya? Yang penting, melalui Sakramen Rekonsiliasi, Tuhan Allah
siap mencurahkan belas kasihan-Nya kepada kita. “pertobatan dan iman kita”
adalah suatu pemberian yang pasti menyenangkan sang Raja yang kelahir an-Nya
sebagai bayi di Betlehem akan kita rayakan sekitar 10 hari lagi.
DOA: Tuhan Yesus, kami sungguh menyesal atas dosa-dosa kami, baik lewat pikiran, perkataan, perbuatan maupun kelalaian kami. Curahkanlah rahmat-Mu ke atas diri kami masing-masing agar kami dapat menghayati suatu kehidupan Kristiani yang otentik, yang sungguh memuliakan nama-Mu. Amin.
45. BERJUANGLAH UNTUK MASUK MELALUI PINTU YANG SEMPIT ITU
Kemudian Yesus berjalan keliling dari kota ke kota dan dari
desa ke desa sambil mengajar dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem. Lalu
ada seseorang yang berkata kepada-Nya, “Tuhan, sedikit sajakah orang yang
diselamatkan?” Jawab Yesus kepada orang-orang di situ, “Berjuanglah untuk masuk
melalui pintu yang sempit itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan
berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat. Jika tuan rumah telah bangkit
dan telah menutup pintu, kamu akan berdiri di luar dan mengetuk-ngetuk pintu
sambil berkata, ‘Tuan, bukakanlah pintu bagi kami!’ dan Ia akan menjawab dan
berkata kepadamu, ‘Aku tidak tahu dari mana kamu datang.’ Lalu kamu akan
berkata: Kami telah makan dan minum di hadapan-Mu dan Engkau telah mengajar di jalan-jalan kota kami.
Tetapi Ia akan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang, enyahlah
dari hadapan-Ku, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan! Di sana akan
terdapat ratapan dan kertak gigi, ketika kamu melihat Abraham dan Ishak dan
Yakub dan semua nabi di dalam Kerajaan
Allah, tetapi kamu sendiri dicampakkan ke luar. Orang akan datang dari Timur
dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam
Kerajaan Allah. Sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang
yang pertama dan ada orang yang pertama yang akan menjadi orang yang terakhir
(Luk 13:22-30).
Bayangkan sebuah pintu kayu yang kasar dan berukuran kecil,
hampir tak dapat dikenali sebagai pintu masuk ke dalam sebuah gubuk kecil yang
buruk rupa. Kemudian bayangkan sebuah pintu yang berukuran jauh lebih besar dan
indah: pintu masuk sebuah istana. Pintu mana yang akan anda pilih? Kebanyakan
kita akan tertarik pada pintu yang lebih besar dan lebih indah itu. Namun
bagaimana halnya kalau pintu yang lebih kecil itu adalah untuk membuka jalan ke
surga, di mana sudah tersedia meja perjamuan yang penuh dengan makanan yang
enak-lezat. Bagaimana kalau pintu yang jauh lebih besar dan lebih indah itu hanya
merupakan jalan masuk ke dalam kegelapan dan kekosongan/kehampaan?
Yesus mendorong para murid-Nya untuk masuk melalui pintu yang
kecil-sempit, hal ini mengacu pada kepercayaan dalam diri-Nya sebagai Mesias,
dan pada suatu tingkat ketaatan kepada Allah yang akan ditolak oleh banyak
orang. Dunia, kedagingan, dan Iblis, semua memberi isyarat kepada kita untuk
menemukan jalan yang paling mudah, paling enak-nyaman dan paling mengesankan
dalam hidup ini. Namun jalan ke surga tidaklah mudah, tidak nyaman dan tidak
mengesankan dari sudut mata manusia. Jalan ke surga banyak menuntut dari kita,
namun pada saat yang sama memberi ganjaran tanpa batas.
Apabila kita menggantungkan diri pada pemahaman-pemahaman
kita sendiri tentang apa-apa yang terbaik bagi kita, maka kita dapat tergoda
untuk memilih rute yang paling mudah. Namun Yesus mengajarkan kepada kita untuk
memilih pintu sempit yang akan membawa kita kepada hidup. Untuk masuk lewat
pintu yang sempit ini, Yesus minta kepada kita untuk melakukan pertobatan dan bebas
dari dosa yang menyebabkan kita memilih jalan yang lebih lebar. Ia mengundang
kita untuk dengan penuh rasa percaya, karena mengetahui bahwa jalan kepada-Nya
itu sempit, tetapi terbuka bagi semua orang.
Yesus hidup dalam jalan yang sempit dan hanya dapat kita
jumpai lewat jalan itu. Dia bahkan menerima kematian di kayu salib demi
keselamatan kita. Melalui salib-Nya, dosa-dosa kita diampuni. Bahkan sampai
hari ini darah-Nya memiliki kuasa untuk membersihkan kita. Yesus meninggalkan
Roh Kudus untuk melengkapi kita dengan keberanian, visi dan cintakasih yang
diperlukan untuk mengikut Dia sebagai murid-murid-Nya – betapa besar pun biaya
kemuridan itu. Roh Kudus akan memberdayakan kita agar mampu melakukan apa saja
yang Tuhan minta dari kita, agar kita pun dapat masuk lewat pintu yang sempit
itu.
DOA: Tuhan Yesus, terima kasih untuk memilih jalan yang
sempit. Kuatkanlah kami dalam pilihan-pilihan yang akan kami buat hari ini,
yang akan selalu memilih pintu sempit yang akan membawa kami kepada-Mu. Amin.
46. HARTA TERPENDAM ATAU MUTIARA INDAH ADALAH YESUS SENDIRI
“Hal Kerajaan Surga
itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu
dipendamnya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya
lalu membeli ladang itu.
Demikian pula halnya Kerajaan Surga itu seumpama seorang
seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara
yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli
mutiara itu” (Mat 13:44-46).
Dapatkah anda membayangkan menjual segalanya yang anda
miliki? Pertukaran macam apa yang mungkin memotivasi anda untuk membuat transaksi yang begitu
drastis dan radikal? Yesus menggambarkan adanya harta terpendam di sebuah
ladang, dan sebutir mutiara yang indah. Akan tetapi, apa sebenarnya semua ini?
Bagi seorang ahli geologi tentunya nilai sepotong batu permata lain sekali
dengan apa yang dilihat oleh seorang arkeolog, atau seorang isteri boss
konglomerat yang senang bersolek dan berpesta-pora. Bagaimana pun juga “beauty
is in the eye of the beholder, kata orang yang berbahasa Inggris, artinya
‘keindahan atau kecantikan itu tergantung mata siapa yang memandangnya’. Nah,
ngomong-ngomong soal ‘eye of the beholder’ ini, maka di mata para rabi Yahudi,
Yesus hanyalah seorang guru agama keliling Yahudi yang menyebabkan kepala para
penguasa Romawi di tanah Palestina sedikit pusing.
Akan tetapi tentunya sekarang kita lebih mengetahui daripada
para pemuka agama Yahudi itu. Dari abad ke abad banyak sekali orang meninggalkan segalanya yang mereka miliki
untuk dan demi mengikuti Yesus, seperti halnya dengan orang-orang yang
diceritakan dalam perumpamaan-perumpamaan singkat di atas, dan mereka pun telah
memperoleh ganjaran dari Yang Ilahi, jauh melampaui mimpi mereka yang paling
‘gila’ sekali pun. Kita masing-masing pun tentunya sudah sedikit banyak sempat
memandang ‘batu permata atau mutiara yang sangat indah’ yang bernama Yesus ini.
Ingat-ingatlah lagi di mana saja, kapan saja, dengan cara yang bagaimana saja
hati anda pernah merasa tersentuh dan mata anda pun terbuka bagi hal-hal yang
sebelumnya tak terlihat, misalnya ketika menyanyikan doa BAPA KAMI dalam
perayaan Ekaristi. Kalau tak bisa mengingatnya, maka renungkanlah betapa jauh
langkah yang telah dibuat Yesus untuk menebus anda. Renungkanlah sengsara yang
sedemikian dahsyat yang harus diderita-Nya agar supaya dosa-dosa kita dapat
diampuni. Biarlah kebenaran-kebenaran ini meyakinkan anda bahwa anda dapat
mendengar hikmat yang diucapkan-Nya bagi kehidupan anda. Biarlah semuanya itu
membuktikan kepada anda bahwa meskipun dalam kemuliaan-Nya, Yesus ingin
merendahkan diri-Nya agar dapat berbicara dengan anda. Dia bahkan ingin
memberikan tubuh dan darah-Nya sendiri sebagai asupan makanan bergizi-tinggi
bagi kehidupan spiritual anda!
Bagi orang-orang tertentu, Yesus adalah sumber
pembebasan/pelepasan dari pola-pola dosa yang telah mereka gumuli
bertahun-tahun lamanya. Bagi orang-orang lain, Ia mungkin adalah seorang
penyembuh dan penyelamat sebuah perkawinan yang sudah berada di ambang kehancuran,
atau pemulih suatu relasi orangtua dan anak yang sudah genting serta berbahaya.
Mungkin Ia juga juga telah menyembuhkan secara fisik seseorang dari penyakit
tertentu, atau dari depresi dan lain-lain.
Adakah yang lain lagi, yang lebih menarik daripada Yesus,
Juruselamat, Penebus, dan Pembebas kita ini? Cintakasih tanpa syarat yang
dilimpah-limpahkan-Nya ke atas diri kita, kebebasan dari dosa, persekutuan
dengan Roh-Nya di dalam diri kita, janji akan kehidupan kekal di surga
bersama-Nya. Semua hal ini dapat menggerakkan kita setiap hari agar kita dapat
memberikan sedikit lebih lagi bagian kehidupan kita, sehingga dengan demikian
pada suatu hari kita sudah sepenuhnya menyerahkan diri kepada-Nya. Pengalaman
pribadi akan sentuhan-Nya dalam kehidupan seseorang tidak dapat diperdebatkan.
Pengalaman akan Yesus itu melampaui segala kemampuan untuk menulisnya sebagai
sebuah kisah. Para penulis riwayat hidup Orang Kudus, misalnya Santo Fransiskus
dari Assisi, tidak dapat menceritakan bagaimana detilnya pengalaman pribadi
orang kudus ini akan Allah/Yesus.
DOA: Tuhan Yesus, aku cinta pada-Mu! Engkau adalah harta paling berharga yang aku dapat miliki, dan Engkau dengan bebas-merdeka telah memberikan diri-Mu sendiri bagiku. Aku menyerahkan diriku kepada-Mu sambil melepas segalanya yang lain, sehingga dengan demikian Engkau dapat hidup di dalam diriku, dan aku dalam Engkau. Amin.
47. TUHAN, BUATLAH HATIKU MENJADI SEPERTI TANAH YANG BAIK
Karena itu, dengarlah arti perumpamaan penabur itu. Kepada
setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Surga, tetapi tidak
mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang
itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan. Benih yang ditaburkan
di tanah yang berbatu-batu ialah orang
yang mendengar firman itu dan segera
menerimanya dengan gembira. Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja.
Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang ini pun
segera murtad. Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar
firman itu, lalu kekhawatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit
firman itu sehingga tidak berbuah. Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah
orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada
yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh
kali lipat” (Mat 13:18-23).
Bacaan Pertama: Yer 3:14-17.
Perbandingan antara tindakan menaburkan benih di kondisi yang
berbeda-beda dan firman Allah yang bertumbuh di dalam hati kita adalah satu
dari metode-metode pengajaran paling penting yang pernah digunakan oleh Yesus.
Jenis-jenis ‘tanah’ yang berbeda-beda
dengannya hati kita dapat dibandingkan,
akhirnya mengerucut pada titik apakah kita terbuka terhadap kebenaran-kebenaran
Kerajaan Surga dan apakah kita rindu untuk mengetahui kehidupan Kristus. Hati
yang terbuka, seperti juga tanah yang baik, siap untuk ditanami dengan
firman/sabda Allah. Hati yang terbuka memperkenankan Roh Kudus ‘melahirkan’
buah yang besar untuk Kerajaan Surga.
Benih – sabda Allah – itu dipenuhi dengan potensi luarbiasa.
Perbedaan satu-satunya adalah tanah, yaitu hati kita masing-masing. Namun
demikian, kalau pun hati kita tidak sempurna, kita tidak pernah boleh
berputus-asa. Roh Kudus selalu siap untuk memberi perwahyuan, untuk menghibur,
untuk mengajar dan untuk memberdayakan kita. Dia rindu untuk mengangkat bagi
kita gembala-gembala yang sesuai dengan hati-Nya; yang akan menggembalakan
kita “dengan pengetahuan dan pengertian”
(lihat Yer 3:15). Yang diminta oleh Allah adalah agar kita datang kepada-Nya
dengan hati terbuka, mencari sabda-Nya. YHWH Allah berseru memanggil kita: “Aku
akan mengambil kamu, …… dan akan membawa kamu ke Sion” (Yer 3:14). Sejarah
membuktikan bahwa Tuhan itu adalah seorang Pribadi yang setia!
Seperti tanah macam apa hati kita itu? Apakah kita
‘mati-matian’ mencari kebenaran-kebenaran dari Kerajaan Surga? Apakah kita
sungguh merindukan hidup Kristus sendiri bergerak dan aktif dalam diri kita?
Dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan seperti ini kepada diri kita sendiri,
maka kita dapat menguji ‘tanah’ macam apa sebenarnya hati kita ini? Apakah kita
sangat berkeinginan untuk mendengar tentang kebenaran-kebenaran tentang
kebenaran-kebenaran Kerajaan Allah? Apakah kehidupan kita dapat menjadi seperti
“taman yang diairi dengan baik-baik, sehingga tidak akan kembali merana? (lihat
Yer 31:12).
Kebanyakan dari kita masih memiliki hati seperti tanah yang
berbatu-batu dan/atau semak berduri. Selagi kita mencari Tuhan dalam doa-doa
kita, dalam Ekaristi, dan dalam pembacaan serta permenungan sabda-Nya yang
terdapat dalam Kitab Suci, maka Roh Kudus dapat menyiapkan hati kita agar mampu
menerima benih sabda-Nya secara lebih penuh. Dengan membuka diri kita bagi-Nya,
kita memperkenankan Roh Kudus untuk memperbaiki kondisi hati kita, sehingga
Yesus dapat bekerja dalam hati kita dan menolong kita untuk menghasilkan buah
tiga puluh kali lipat, enam puluh kali lipat, bahkan seratus kali lipat untuk
kerajaan-Nya (Mat 13:23). Marilah kita pergi menghadap Yesus dalam doa. Hanya
Dialah yang dapat membuat kita siap menghasilkan panen yang berlimpah.
DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku agar dapat memusatkan perhatian pada kehendak-Mu. Hembuskanlah nafas kehidupan-Mu ke dalam nas-nas Kitab Suci yang kubaca agar aku dapat memahami sabda-Mu dan disembuhkan. Aku mempercayakan seluruh hatiku kepada-Mu. Oleh Roh Kudus-Mu, buatlah hatiku itu agar dapat menghasilkan buah-buah berlimpah demi kemuliaan-Mu. Amin.
48. YESUS POKOK DAN KITA CARANGNYA
“Akulah pokok anggur
yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Setiap ranting pada-Ku yang tidak
berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya
ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah
Kukatakan kepadamu. Tinggallah di dalam Aku dan aku di dalam kamu. Sama seperti
ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada
pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah jikalau kamu tidak tinggal di
dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa
tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku
kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia
dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang
dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. Jikalau kamu tinggal di dalam Aku
dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan
kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dimuliakan, yaitu jika kamu
berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku” (Yoh 15:1-8).
Judul renungan ini saya ambil dari sebuah lagu sekolah minggu
atau bina-iman anak-anak, sebuah lagu gembira yang dikarang berdasarkan pesan
Yesus tentang ‘Pokok anggur yang benar’, bacaan kita hari ini. “Barangsiapa
tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku
kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5). Ini sebuah pesan Yesus yang
begitu jelas-gamblang. Sekarang, marilah kita mengepak-ngepakkan lengan/tangan
kita secepat mungkin seperti layaknya seekor burung bangau. Apakah dengan
begitu kita dapat terbang tinggi? Naik satu sentimeter pun tidak. Secara fisik
memang tidak mungkinlah bagi kita manusia untuk terbang. Akan tetapi setiap
hari kita dapat melihat pesawat-pesawat terbang melintas, entah ke kota/negeri
mana perginya. Kita tahu bahwa kita tidak mampu terbang, namun dengan penuh
kesadaran, kita mengatakan: “Besok gue terbang ke Amsterdam dengan KLM!” Untuk
‘terbang’ seperti itu, yang kita butuhkan hanyalah masuk ke pesawat dan diam di
dalamnya sampai mendarat di tempat tujuan. Jadi, dengan ‘berdiam’ atau
‘tinggal’ di dalam pesawat terbang, maka ‘terbang’ bukan hanya menjadi mungkin,
melainkan juga menjadi begitu sederhana. Demikian pula kalau kita ‘berdiam’
atau ‘tinggal’ dalam Kristus, sehingga ujung-ujungnya kita pun dimampukan untuk
berbuah banyak.
Kitab Suci mengatakan bahwa buah Roh ialah: kasih, sukacita,
damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan,
penguasaan diri (Gal 5:22). Sebuah pohon akan berbuah banyak sepanjang pohon
itu berakar kuat di lahan yang subur. Demikian pula kita pun akan
berbuah-limpah seturut kuatnya kita berakar dalam Kristus. Dengan perkataan
lain, kita akan memanifestasikan buah Roh sementara kita belajar untuk mengandalkan
diri sepenuhnya pada kasih dan kuasa Yesus. Kita akan mengasihi seperti kita
mengalami kasih Allah terhadap diri kita sendiri. Kegelisahan dan kecemasan
kita akan berubah menjadi kesabaran diri. Belas rasa kita pun akan bertumbuh
selagi kita menjadi semakin sadar bagaimana Yesus telah mengampuni kita tanpa
reserve. Secara sederhana, ‘berdiam’ atau ‘tinggal’ dalam Kristus berarti
mempersembahkan hati kita kepada Tuhan dan memperkenankan Roh-Nya dalam diri
kita melayani orang-orang lain melalui diri kita.
Dua orang imam-martir yang kita peringati hari ini, Beato
Vincent Soler (Agustinian) dan Santo Angelus (Karmelit) menerima perwahyuan
selagi mereka memperkenankan Yesus memenuhi pikiran dan hati mereka. Dengan
demikian kematian pun tidak berarti apa-apa bagi mereka – tidak menakutkan
samasekali – karena tidak ada siapa dan/atau apa pun yang dapat memisahkan
mereka dari Kristus (lihat Rm 8:38-39). Santo Fransiskus dari Assisi
mentransformir Gereja yang sedang mau runtuh, bukan melalui tindakan menyusun kembali
batu demi batu seperti yang dikiranya semula, melainkan begitu Yesus memenuhi
diri-Nya dan menjadikannya bejana rahmat dan kuasa ilahi. Ibu Teresa dari
Kalkuta adalah seorang perempuan kecil, lemah, namun melalui dirinya begitu
banyak orang ditolong, dipelihara dan disembuhkan. Itulah beberapa contoh dari
–para murid Yesus sejati yang selalu ‘tinggal’ dalam Yesus dan Yesus ‘tinggal’
dalam diri mereka.
Di setiap tempat dan pada setiap abad serta zaman, berbagai
mukjizat dan tanda heran, perwahyuan, penyembuhan dan pertobatan terjadi
melalui hidup keseharian umat Kristiani yang ‘tinggal’ dalam kasih Allah. Janji
akan buah yang berlimpah diberikan oleh Yesus kepada kita semua tanpa kecuali:
seorang profesor teologi atau seorang awam biasa yang tak tahu apa-apa tentang
pernak-pernik organisasi Gereja; seorang anggota Dewan Paroki atau satpam
gereja; seorang perempuan atau laki-laki; seorang kaya yang datang ke gereja
dengan berkendara Toyota Alphard atau seorang miskin yang setiap kali pergi ke
gereja dengan naik angkot/ojek sampai dibasahi keringat setiba di gereja;
seorang yang memberi kolekte jutaan rupiah setiap kali atau dengan uang receh
saja. Percayalah, Tuhan Yesus tidak mengenal favoritisme!
Buah Roh berlimpah adalah akibat langsung dari keberadaan
kita di hadapan hadirat Allah dalam doa-doa, sehingga dengan demikian Ia dapat
mengisi kita dan mentransformir kita. Marilah kita ‘tinggal’ dalam
kesempurnaan-Nya, agar kita pun akan melihat diri kita semakin disempurnakan.
DOA: Tuhan Yesus, pada saat ini aku menghadap Engkau dalam keheningan. Aku menaruh harapanku sepenuhnya pada-Mu, ya Tuhan. Engkaulah yang mengetahui segalanya, melihat segalanya, mengasihi segalanya dan memenuhi segalanya dengan kasih-Mu. Amin.
49. TUHAN YESUS KRISTUS ADALAH GEMBALA YANG BAIK
“Sesungguhnya Aku
berkata kepadamu: Siapa yang masuk ke dalam kandang domba tanpa melalui pintu,
tetapi dengan memanjat dari tempat lain, ia adalah seorang pencuri dan seorang
perampok; tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba. Untuk
dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia
memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar.
Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan
domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya. Tetapi seorang
asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka akan lari dari orang itu, karena
suara orang–orang asing tidak mereka kenal.”
Yesus mengatakan kiasan ini kepada mereka, tetapi mereka
tidak mengerti apa maksudnya Ia berkata demikian kepada mereka.
Karena itu Yesus berkata lagi, “Sesungguhnya aku berkata kepadamu, Akulah pintu bagi domba-domba itu. Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka. Akulah pintu; siapa saja yang masuk melalui Aku, ia akan diselamatkan dan ia akan masuk dan keluar serta menemukan padang rumput. Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dengan berlimpah-limpah” (Yoh 10:1-10).
Yesus, sang Tersalib, telah ditinggikan dan duduk di sebelah
kanan Bapa (Kis 2:22-28). Inilah kata-kata-kata yang diberikan Petrus demi
meyakinkan para pendengarnya kepada mereka yang berkumpul di hari Pentakosta
Kristiani yang pertama. Seperti juga mereka yang percaya di awal Gereja ini, kita juga dapat
mengalami kondisi sukacita dan mengharukan pada waktu kita membuka diri
terhadap Roh-Nya yang dicurahkan atas diri kita, Roh yang menggerakkan kita ke
dalam pertobatan sejati dan iman yang diperbaharui, untuk menerima kehidupan
yang ditawarkan oleh Yesus. Dia “yang
tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya” (1Ptr 2:22), demi
cintakasih-Nya kepada kita dan ketaatan pada Bapa, menanggung segala dosa dan
kesalahan kita, agar kita dapat memperoleh hidup baru dalam Dia.
Tokoh GEMBALA memang sangat tepat untuk menggambarkan Allah
yang sangat mengasihi, penuh perhatian dan selalu melindungi umat-Nya. Ini
adalah imaji (image) yang biasa dalam Perjanjian Lama, yang diturunkan dari
kehidupan pastoral namun dengan acuan khusus kepada pembebasan bangsa Yahudi
yang dialami selama Keluaran (Exodus). Sekarang, bagi umat Kristiani, Yesus-lah
sang Gembala Baik: Musa baru yang memimpin umat-Nya dalam ziarah di dunia ini.
Dalam suratnya yang pertama, Petrus menyatakan: “Sebab dahulu kamu sesat
seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara
jiwamu” (1Ptr 2:25). Dia datang supaya kita para murid-Nya mempunyai hidup
secara berkelimpahan (lihat Yoh 10:10).
Memang dunia menawarkan begitu banyak opsi yang menjanjikan
(iming-iming) ‘kehidupan’ – namun yang ujung-ujungnya hanya akan berakibat pada
kekecewaan dan kehampaan. Sebaliknya Yesus menawarkan suatu kehidupan kekal
yang akan membawa kita kepada persatuan dengan kehidupan ilahi Tritunggal
Mahakudus.
Setiap imaji
(gambaran) Yesus sebagai Gembala
Baik yang tidak merangkul dimensi pengorbanan dari pekerjaan seorang gembala
tidak akan mampu ‘menangkap’ bagaimana Yesus memaknai misi-Nya. Dalam
pelayanan-Nya di tengah-tengah masyarakat Yesus berkonfrontasi dengan situasi
hidup-mati, dan perbuatan dan apa yang diwartakan-Nya akhirnya menggiring-Nya
ke bukit Kalvari. Yesus adalah Gembala sejati karena demi cintakasih-Nya yang
begitu agung kepada kita semua, Dia memberikan nyawa-Nya. Dia sendiri
mengatakannya pada malam sebelum kematian-Nya: “Tidak ada kasih yang lebih
besar daripada ini, yakni seseorang memberikan nyawanya demi
sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Cintakasih Yesus bersifat pribadi (personal)
dan intim (katakanlah: akrab), dan Ia memanggil kita dengan nama kita
masing-masing (lihat Yoh 10:3). Didorong dan dikuasai oleh cintakasih mendalam,
Ia akan mencari ‘domba yang hilang’ (bdk. Luk 15:4-7).
Di tengah-tengah riuh-rendahnya berbagai penawaran dan janji
dalam dunia modern ini, mereka yang haus dan lapar akan ‘kehidupan sejati’ akan
mengenali suara-Nya. Setiap murid yang mengikut Dia diberdayakan oleh rahmat
untuk menjalani kehidupan sama seperti kehidupan-Nya. Kita akan dikuatkan oleh
Roh Kudus-Nya dalam perjuangan kita sehari-hari melawan godaan dan
kecenderungan untuk berdosa, apabila kita terus berpegang pada sang Gembala
Baik. Ia tidak hanya akan memberikan hidup yang
berkelimpahan, tetapi Dia juga adalah ‘pintu’ bagi kita untuk menemukan
jalan kepada ‘kehidupan’. Bersama sang pemazmur kita masing-masing berseru
dengan penuh keyakinan: “TUHAN (YHWH) adalah gembalaku, takkan kekurangan aku!”
(Mzm 23:1).
DOA: Tuhan Yesus, Engkau adalah Gembala Baik yang membaringkan aku di padang yang berumput hijau, membimbingku ke air yang tenang dan menyegarkan jiwaku. Engkau menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Mu. Sekali pun aku berjalan dalam kegelapan, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau selalu besertaku. Engkau adalah Imanuel! Terpujilah nama-Mu selalu, ya Tuhan Yesus. Amin.
50. SANG GEMBALA BAIK AKAN MELINDUNGI & MEMELIHARA KITA
Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka
dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka
pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan
merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih
besar daripada siapa pun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari
tangan Bapa. Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 10:27-30).
Bacaan Pertama: Kis 13:14.43-52; Mazmur Tanggapan: Mzm
100:2-3.5; Bacaan Kedua: Why 7:9.14-17.
“Ketahuilah, bahwa YHWH-lah Allah; Dialah yang menjadikan
kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya” (Mzm
100:3). Yesus, sang Gembala Agung mengenal kita dengan nama kita masing-masing,
kita yang adalah kawanan domba-Nya. Cintakasih-Nya yang begitu total kepada
kita mendesak (kalau tidak boleh menggunakan kata ‘memaksa’) Dia untuk menjadi
Anak Domba kurban yang akan dipersembahkan bagi dan demi kita. Dengan
mempersembahkan diri-Nya sendiri bagi kita, Yesus telah menyelamatkan kita dari
ancaman para ‘predator’ di dunia ini. Dia mau memimpin kita agar dapat kembali
dengan aman ke rumah Bapa-Nya. Yesus begitu mengasihi kita, Dia memelihara kita
semua sebagai seorang gembala yang baik, menjaga dan memelihara kawanan
dombanya.
Sang Gembala Baik akan melindungi kita melalui “kesusahan yang besar” (Why 7:14). Darah-Nya
membersihkan dosa-dosa kita dan memurnikan kita sehingga kita dapat dengan
penuh sukacita masuk ke dalam kawanan milik Bapa. Berbagai kesusahan dan krisis
tidak akan memporak-porandakan kita apabila kita tetap berada dalam
pemeliharaan sang Gembala Baik. Kita tidak akan menderita kelaparan dan dahaga
lagi, dan matahari atau panas terik tidak akan menimpa kita lagi. Sebab sang
Anak Domba akan menggembalakan kita dan akan menuntun kita ke mata air
kehidupan. Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka (lihat Why
7:16-17).
Allah tidak menciptakan kita untuk kemudian ditelantarkan.
Karena masyarakat dan berbagai falsafah dunia mengajarkan bahwa kita sendirilah
yang harus menjadi boss dalam kehidupan di dunia ini, maka sulitlah untuk
memperkenankan Yesus melayani kita. Akan tetapi, sementara kita mulai merasa
yakin bahwa Yesus sungguh mengasihi kita, kita pun akan mampu untuk mulai
menyerahkan hidup kita kepada-Nya. Menaruh kepercayaan kita kepada-Nya secara
total, artinya mengandalkan Dia semata, adalah jalan untuk kembali kepada
kerajaan Bapa. Seperti dikatakan dalam Kitab Wahyu: “Mereka ini orang-orang
yang keluar dari kesusahan yang besar dan mereka telah mencuci jubah mereka dan
membuatnya putih di dalam darah Anak Domba. …… Ia yang duduk di atas takhta itu
akan membentangkan kemah-Nya di atas mereka. … Mereka tidak akan menderita lapar dan dahaga lagi …
Sebab Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu, akan mengggembalakan mereka
…” (Why 7:14-17).
Apakah anda percaya bahwa Yesus mengenal anda secara intim,
secara akrab? Ingatlah, bahwa Gembala Baik kita yang setia mempunyai
jawaban-jawaban untuk segala kebutuhan kita. Marilah kita mendengarkan
suara-Nya dan mengikuti Dia. Baiklah kita mengakui kebutuhan kita, keperluan
kita, … dan kemudian menyerahkan diri kita kepada pemeliharaan penuh
cintakasih-Nya. Karena kita tahu, bahwa Yesus sungguh mengasihi kita tanpa
reserve dalam setiap aspek kehidupan kita, maka kita pun dapat mengikuti-Nya
dengan penuh kepercayaan.
DOA: Tuhan Yesus Kristus, Engkau adalah Gembala yang setia. Karena Engkau mengasihi setiap domba gembalaan-Mu, maka tanpa keraguan sedikit pun kami menaruh hidup kami di tangan-tangan-Mu. Tolonglah kami agar dapat mendengar suara-Mu dan mengikuti Engkau ke padang rumput-Mu. Amin. DOSA MANUSIA, KASIH ALLAH DAN PERTOBATAN
51. DOSA MANUSIA, KASIH ALLAH DAN PERTOBATAN
Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa
kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampur Pilatus dengan darah
kurban yang mereka persembahkan. Yesus berkata kepada mereka, “Sangkamu
orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya daripada dosa semua orang Galilea
yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? “Tidak!”, kata-Ku kepadamu.
Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara
demikian. Atau sangkamu kedelapan belas orang yang mati ditimpa menara dekat
Siloam, lebih besar kesalahannya daripada kesalahan semua orang lain yang
tinggal di Yerusalem? “Tidak”, kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak
bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian.”
Kemudian Yesus menyampaikan perumpamaan ini, “Seseorang
mempunyai pohon ara yang ditanam di kebun anggurnya, dan ia datang untuk
mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata
kepada pengurus kebun anggur itu: Lihatlah, sudah tiga tahun aku datang mencari
buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk
apa ia hidup di tanah ini dengan sia-sia! Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia
tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi
pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!”
(Luk 13:1-9).
Yesus melanjutkan pengajaran kepada para murid-Nya tentang
hal-ikhwal mengikuti Dia. Di sini Dia mengajarkan tentang perlunya semua orang
untuk bertobat. Orang-orang Yahudi pada zaman Yesus menghubung-hubungkan
bencana dengan hukuman karena dosa. Beberapa orang minta kepada Yesus untuk
mengomentari dua bencana lokal yang terjadi. Jelas ada sejumlah orang Galilea
yang sedang mempersembahkan kurban di Bait Suci Yerusalem dibunuh oleh serdadu
Pilatus. Darah mereka dicampur dengan darah hewan yang sedang dipersembahkan
sebagai kurban. Bencana kedua barangkali kecelakaan pada waktu konstruksi di
Siloam. Yesus tidak menolak kemungkinan terdapatnya hubungan antara dosa dan
malapetaka, namun Dia menolak gagasan bahwa derajat kedosaan dapat dikira-kira
dari besar-kecilnya malapetaka.
Nasib baik atau bencana bukanlah indikator-indikator yang
layak untuk mengukur spiritualitas seseorang, karena Bapa surgawi “menerbitkan
matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi
orang yang benar dan orang yang tidak benar” (Mat 5:45). Di lain pihak,
penghakiman dapat dipastikan akan dijatuhkan atas orang-orang yang belum
bertobat dari dosa-dosa mereka (lihat Luk 13:3.5). Yesus akan selalu mengampuni
kita, betapa pun beratnya dosa kita. Dia memberikan kepada kita setiap
kesempatan untuk datang kepada-Nya dengan jiwa yang hancur serta hati yang
patah dan remuk-redam (lihat Mzm 51:19), untuk menerima pengampunan dan
pendamaian (rekonsiliasi). Mereka yang tidak bertobat akan mengalami hukuman
pada penghakiman terakhir.
Dosa memisahkan kita dari Allah. Dosa itu mempunyai efek yang
dahsyat sekali atas kehidupan dan relasi seorang pribadi manusia dengan Allah.
Motif Allah mengutus Putera-Nya yang tunggal ke dunia adalah ‘kasih’ semata,
agar setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup
yang kekal (Yoh 3:16). Dia kemudian menderita dan mati di kayu salib sebagai
silih atas dosa-dosa kita, manusia. Santo Paulus menulis: “Apakah engkau
menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya?
Tidak tahukah engkau bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada
pertobatan? Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau
menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari murka dan hukuman Allah yang adil
akan dinyatakan (Rm 2:4-5).
‘Perumpamaan tentang pohon ara’ (Luk 13:6-9) menggambarkan
belarasa Allah dan penghakiman-Nya yang ditunda, untuk memperkenankan kita
melakukan pertobatan dan terhindar dari konsekuensi-konsekuensi serius yang
disebabkan dosa-dosa kita. Dengan demikian, kita dapat bersukacita dan
memuji-muji Tuhan, karena meskipun dosa-dosa kita itu sungguh parah, Dia akan
tetap mengampuni. YHWH memang telah berfirman lewat mulut nabi Yesaya:
“Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju;
sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu
domba” (Yes 1:18). Namun demikian, kita tidak pernah boleh tetap santai-santai
saja, berleha-leha atau menunda-nunda keputusan untuk melakukan pertobatan,
agar supaya dapat mencapai rekonsiliasi dengan Allah, berdamai kembali dengan
Sang Khalik langit dan bumi.
Sebagai seorang insan yang sungguh-sungguh ingin mengikuti
jejak Yesus Kristus, marilah kita
memeriksa batin kita masing-masing dan kemudian berbalik kepada Allah
dengan ‘jiwa yang hancur serta hati yang patah dan remuk-redam’ (bdk. Mzm
51:19).
DOA: Ya Tuhanku dan Allahku, Dikau telah mengatakan, bahwa dosa dapat disembuhkan lewat puasa, doa dan karya karitatif. Dalam Masa Prapaskah ini, terimalah pengakuan dosa-dosa kami yang tulus dan tegakkanlah kami yang selama ini tertindih oleh beban-beban dosa kami. Kami berdoa demikian, dalam nama Yesus, Tuhan dan Juruselamat kami, yang hidup dan berkuasa bersama Dikau dalam persekutuan Roh Kudus, Allah sepanjang segala abad. Amin.
52. PERUMPAMAAN TENTANG BENIH YANG TUMBUH DAN BIJI SESAWI
Lalu kata Yesus, “Beginilah hal Kerajaan Allah itu: Seumpama
orang yang menaburkan benih di tanah, lalu pada malam hari ia tidur dan pada
siang hari ia bangun, dan benih itu bertunas dan tumbuh, bagaimana terjadinya
tidak diketahui orang itu. Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula
tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir
itu. Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim
menuai sudah tiba.”
Kata-Nya lagi, “Dengan apa kita hendak membandingkan Kerajaan
Allah itu, atau dengan perumpamaan manakah kita hendak menggambarkannya? Hal
Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu
yang paling kecil daripada segala jenis benih yang ada di bumi. Tetapi apabila
ditaburkan, benih itu tumbuh dan menjadi
lebih besar daripada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang
yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya.”
Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan
firman kepada mereka sesuai dengan kemampuan mereka untuk mengerti, dan tanpa
perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya
Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri (Mark 4:26-34).
Benih tanaman mungkin sekali merupakan salah satu ciptaan
Allah yang paling menakjubkan. Apabila kita memegang sebutir benih di tangan
kita, maka kelihatannya tidak lebih daripada setitik noda hitam yang kecil.
Memang kalau kita tidak ‘mempertemukan’ butir hitam kecil itu dengan tanah,
maka tetaplah benda kecil itu seperti setitik noda hitam, benda mati tak
berguna, sehingga pantas untuk dibuang. Namun benih ini memiliki potensi yang
luarbiasa menakjubkan! Kalau kita menaruhnya dalam tanah yang tersedia dalam pot misalnya, memberi air
sedikit dan menaruh pot itu di tempat yang cukup terkena sinar matahari, maka
benda kecil itu dapat mentransformasikan dirinya menjadi sebatang pohon besar
pada suatu hari kelak, atau tanaman bunga yang indah, atau tanaman sayuran yang
bermanfaat bagi kita.
Orang yang menaburkan benih tidak perlu melakukan semua yang
diperlukan agar benih itu bertumbuh. Siang dan malam, pada waktu dia sibuk
dengan urusan sehari-harinya, benih ini sibuk bertumbuh. Dengan kekuatan alaminya
benih terkecil seperti biji sesawi dapat tumbuh dan “menjadi lebih besar
daripada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar,
sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya” (Mrk 4:32).
Dalam dua perumpamaan ini, yang dimaksudkan dengan benih
adalah Yesus sendiri. Dia datang ke dalam dunia tanpa banyak orang yang tahu,
lahir di tengah-tengah keluarga miskin di kandang-gua. Untuk 30 tahun lamanya
Yesus hidup sebagai orang biasa yang tidak dikenal banyak orang. Ia belajar
dari Yusuf, seorang tukang kayu di Nazaret. Kemudian Ia pun menjadi seorang
tukang kayu. Ketika Dia mengawali tugas pelayanan-Nya di muka umum, banyak
pemuka agama Yahudi memandangnya sebagai seorang fanatik, seperti beberapa
orang yang bermunculan sebelum diri-Nya. Ia juga sempat disangka kerasukan roh
jahat. Bahkan anggota keluarga-Nya pun salah memahami-Nya.
Namun demikian, dari BENIH
inilah Allah mendatangkan ‘tanaman’ terbesar dalam taman ciptaan-Nya.
Ini adalah POHON KEHIDUPAN. Sekarang, melalui Yesus keselamatan telah datang ke
seluruh dunia. Kita, umat-Nya, dapat beristirahat dan menikmati minuman
penyegar di bawah naungan cabang-cabang penuh dedaunan pohon itu.
Terkadang sulitlah bagi kita untuk melihat Allah yang
(sedang) berkarya di dalam diri kita dan di sekeliling kita. Seperti dalam hal
biji sesawi, kalau kita sibuk mengamati hal-hal besar yang terjadi, maka
pertumbuhan biji sesawi itu akan mudah luput dari pengamatan kita. Oleh karena
itu kita harus menjaga pikiran kita tetap terbuka dan hati kita lembut agar
menerima cara apa saja yang dipilih-Nya untuk bekerja. Kita tidak pernah tahu
cara apa yang akan digunakan dan ke mana kita akan dibawa oleh-Nya.
DOA: Ya Tuhan Allah, Engkaulah yang menanamkan benih dalam kehidupan kami dan mendatangkan buah-buah. Tolonglah kami hari ini agar dapat mengenali karya-Mu dan menghargai buah-buah yang dihasilkan. Semoga kami tidak pernah menjadi penghalang terhadap karya-Mu. Amin.
53. PERUMPAMAAN TENTANG SEORANG PENABUR
Ketika orang banyak berbondong-bondong datang, yaitu
orang-orang yang dari kota ke kota menggabungkan diri dengan Yesus, berkatalah
Ia dalam suatu perumpamaan, “Adalah seorang penabur keluar untuk menaburkan
benihnya. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan,
lalu diinjak orang dan burung-burung di udara memakannya sampai habis. Sebagian
jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan setelah tumbuh ia menjadi kering karena
tidak mendapat air. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan semak itu
tumbuh bersama-sama dan menghimpitnya sampai mati. Sebagian jatuh di tanah yang
baik, dan setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat.” Setelah berkata demikian
Yesus berseru, “Siapa yang mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia
mendengar!” (Luk 8:4-8).
Bacaan Injil Misa Kudus pada hari ini sebenarnya lebih
panjang, yaitu Luk 8:4-15. Ayat-ayat yang belum tercakup dalam petikan di atas
akan disoroti juga dalam permenungan berikut.
Perumpamaan ini sungguh merupakan sebuah tantangan besar.
Sekali firman Allah ditanam dalam hati kita, kita mempunyai pilihan bagaimana
kita akan menanggapi firman tersebut. Yesus mengajar dengan jelas: Apabila
benih gagal berakar dalam diri kita, maka kita tidak akan mampu bertahan ketika
menghadapi kesulitan. Tanah yang baik adalah ‘hati yang baik dan jujur serta
taat’ (lihat Luk 8:15). Kalau firman Allah bertemu dengan hati yang demikian,
maka firman itu akan tumbuh dan berbuah. Perumpamaan ini menunjukkan bahwa kita
dapat memupuk hati kita sehingga, ketika sang penabur menaburkan benihnya ke
dalam diri kita, maka kita akan siap untuk menerima benih itu dan memberi makan
kepada benih itu agar dapat hidup dan tumbuh dalam diri kita.
Bagaimana kita dapat menjadi tanah yang baik dan subur? Kita
dapat mulai dengan mohon kepada Roh Kudus untuk mengisi diri kita dengan suatu
hasrat yang tulus akan firman Allah dan suatu keterbukaan terhadap kuasa firman
Allah itu untuk mentransformasikan kita. Kita juga dapat membuat diri kita
tersedia bagi Allah sehingga ‘benih’ di dalam diri kita dapat menghasilkan akar
yang dalam serta kuat, dan dapat menghasilkan buah secara berlimpah-limpah.
Melalui doa-doa harian, bacaan dan studi Kitab Suci serta partisipasi aktif
dalam Misa Kudus, kita dapat membawa makanan bagi diri kita secara konstan,
menciptakan suatu keadaan di mana benih firman Allah dapat bertumbuh dan
menjadi produktif.
Disamping hati yang baik, jujur dan taat, kita juga
membutuhkan kesabaran kalau mau melihat tanaman itu tumbuh dan berbuah seratus
kali lipat. Selagi kita berjalan melalui kehidupan kita ini, pastilah kita
mengalami berbagai godaan, masalah dan kesulitan. Barangkali kita tertarik pada
kekayaan dan kenikmatan hidup (Luk 8:14). Namun Allah memerintah dalam hati
yang kuat berakar pada firman-Nya. Allah akan melihat kita melalui waktu-waktu
di mana kita tergoda untuk mengambil jalan-mudah, atau ketika kita mengalami distraksi (pelanturan) yang
disebabkan oleh berbagai tuntutan atas waktu dan perhatian kita. Yesus, sang
Firman Allah, akan menjaga hati kita tetap lembut dan lunak. Kalau kita
menantikan-Nya dengan sabar, maka Dia tidak akan mengecewakan kita.
Marilah kita menerima firman Allah dengan kesabaran dan penuh
kepercayaan. Marilah kita minta kepada Roh Kudus untuk menanam firman-Nya
dalam-dalam pada diri kita, sehingga tidak ada yang dapat mencabutnya, apakah
Iblis, atau godaan-godaan, atau kekayaan, atau kenikmatan-kenikmatan yang
ditawarkan dunia. Baiklah kita memusatkan pikiran dan hati kita pada
firman-Nya, mohon kepada Roh Kudus untuk membawa firman-Nya ke dalam diri kita.
Baiklah kita membuat Kitab Suci sebagai fondasi kita yang kokoh-kuat.
DOA: Bapa surgawi, kuduslah nama-Mu ya Allah-ku. Bapa, berkat rahmat-Mu buatlah agar hidupku berbuah demi kemuliaan-Mu. Tumbuhkanlah dalam hati kami suatu hasrat untuk menerima firman-Mu. Ubahlah hati kami supaya menjadi tanah yang baik dan subur bagi firman-Mu untuk tumbuh dan berbuah. Jagalah terus hati kami agar firman-Mu jangan sampai terhimpit mati di dalamnya seakan terhimpit di tengah semak duri, jangan sampai menjadi kering di dalamnya seakan jatuh ke atas tanah yang berbatu-batu, jangan sampai sia-sia seperti benih yang jatuh di pinggir jalan kemudian diambil oleh Iblis. Amin.
54. PERUMPAMAAN TENTANG HAKIM YANG TIDAK ADIL
Yesus menyampaikan suatu perumpamaan kepada mereka untuk
menegaskan bahwa mereka harus selalu berdoa tanpa jemu-jemu. Kata-Nya, “Dalam
sebuah kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati
seorang pun. Di kota itu ada seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu
dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku. Beberapa waktu lamanya hakim itu
menolak. Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut
akan Allah dan tidak menghormati seorang pun, namun karena janda ini
menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia
datang dan akhirnya menyerang aku.” Kata Tuhan, “Perhatikanlah apa yang
dikatakan hakim yang tidak adil itu! Tidakkah Allah akan membenarkan
orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Apakah Ia mengulur-ulur
waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan
mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, apakah Ia akan mendapati
iman di bumi?” (Luk 18:1-8).
Kita melihat begitu banyak terjadi ketidak-adilan dan keserakahan
pada banyak tempat di dunia ini, termasuk di negeri kita tercinta ini. ‘Wong
Cilik’ diperlakukan dengan semena-mena tanpa mempedulikan sedikit pun hak-hak
azasi mereka. Bahkan dalam hidup kita
sendiri pun, tentunya kita juga mengalami di sana-sini ‘ketidak-adilan’ itu.
Kita merasa tak berdaya dan tidak tahu harus minta tolong kepada siapa lagi.
Dalam situasi-situasi seperti ini hati kita berseru: “Akankah Allah menurunkan
keadilan atas mereka yang tak bersalah?”
Yesus menjamin bahwa seruan kita tidaklah percuma. Dalam
perumpamaan Yesus ini, sang janda merupakan personifikasi dari orang yang
paling rentan dalam masyarakat, yang paling mudah dilecehkan oleh orang lain.
Dalam ketidak-berdayaannya dia mohon kepada Pak Hakim untuk membela hak-haknya.
Dia tidak mempunyai siapa-siapa lagi untuk menolongnya, tidak mempunyai
kedudukan sosial sebagai orang terpandang, tidak pula mempunyai uang dan kuasa.
Sekarang, secara lengkap dia tergantung pada good-will Pak Hakim. Tetapi Pak
Hakim ini bukanlah seorang yang memikirkan masalah keadilan, dia tidak takut
kepada Allah dan tidak juga menaruh respek kepada orang-orang lain. Oleh karena
itu kelihatannya permohonan sang janda itu akan sia-sia belaka. Namun demikian,
permohonan sang janda yang tabah-ulet ini akhirnya meluluhkan hati Pak Hakim
karena dia sudah merasa begitu terganggu oleh permohonan-permohonan sang janda
yang datang secara bertubi-tubi.
Dari perumpamaan ini Yesus menarik tiga buah kesimpulan yang
harus diterapkan dalam hidup kita. Pertama, kalau Pak Hakim yang tidak jujur
itu mau mendengarkan permohonan sang janda, maka lebih-lebih lagi Allah yang
menurunkan keadilan kepada mereka yang dikasihi-Nya manakala mereka berseru
kepada-Nya secara terus-menerus. Allah adalah ‘seorang’ Bapa penuh-kasih yang membela
orang-orang yang tak bersalah. Allah mendengarkan dan menjawab seruan-seruan
kita. Kedua, Allah tidak akan menunda lama-lama. Dengan ‘cepat’ Ia akan
menjawab doa-doa umat beriman. ‘Cepat’ bukan berarti doa kita ‘langsung’
dijawab-Nya, karena mungkin saja Dia masih menunda. Namun demikian mengapa
Allah tidak langsung menjawab permohonan kita? Pertanyaan ini membawa kita
kepada butir berikutnya. Ketiga, Yesus mengakhiri perumpamaan-Nya dengan sebuah
pertanyaan: “… jika Anak Manusia itu datang, apakah Ia akan mendapati iman di
bumi?” (Luk 18:8). Pada waktu Yesus datang untuk menghakimi dunia, apakah masih
ada orang yang berdoa untuk kedatangan-Nya dan percaya bahwa hal itu akan
terjadi? Pertanyaan sebenarnya bukanlah apakah Allah akan membawa keadilan pada
akhir zaman, melainkan apakah kita dengan penuh kepercayaan masih
berpengharapan bahwa hal itu akan dilakukan-Nya? Allah menunda jawaban-Nya
supaya memberikan kepada kita suatu kesempatan untuk memanifestasikan iman kita
kepada-Nya. Iman yang ingin dilihat Allah dari kita adalah iman seperti iman
sang janda dalam perumpamaan di atas. Kalau kita memiliki iman seperti itu,
maka doa-doa kita pun tidak penuh diisi dengan berbagai permohonan dari seorang
peminta-segala, akan tetapi diisi dengan harapan penuh sukacita. Marilah kita
mengikuti contoh sang janda yang tekun ini sementara kita menempatkan segala
kebutuhan kita di hadapan Allah.
DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku agar menjadi lebih yakin lagi
akan kebaikan-Mu dan berilah aku kesabaran yang diperlukan untuk mampu melihat
perkembangan segala sesuatu seturut kehendak-Mu. Berikanlah kepadaku, ya Tuhan,
keberanian untuk bertekun dalam doa-doaku, walaupun selagi Engkau memberikan
damai-sejahtera kepadaku karena mengetahui bahwa Engkau akan mengerjakan segala
sesuatu untuk kebaikanku. Amin.
55. RUMAH YANG DIDIRIKAN DI ATAS DASAR KOKOH
“Karena tidak ada
pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada
pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon
dikenal dari buahnya. Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan
dari duri-duri tidak memetik buah anggur. Orang yang baik mengeluarkan apa yang
baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan
apa yang jahat dari perbendaharaan yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya,
meluap dari hatinya.”
“Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu
tidak melakukan apa yang Aku katakan? Setiap orang yang datang kepada-Ku dan mendengarkan perkataan-Ku serta
melakukannya Aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan –
ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam
dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda
rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun.
Akan tetapi, siapa saja yang mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya,
ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika
banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya” (Luk
6:43-49).
Kita akan menyoroti Luk 6:47-49 saja. Perikop ini
mengingatkan kita pada perikop Mat 7:14-27, yang membedakan dua macam orang,
yaitu (1) orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya diatas batu dan (2) orang yang bodoh, yaitu yang mendirikan
rumahnya di atas pasir. Bacaan yang sedang kita soroti ini menunjukkan bahwa
fondasi kokoh satu-satunya untuk hidup kita adalah firman Allah. Firman Allah
ini tersedia secara istimewa bagi kita dalam Kitab Suci. Kitab Suci ini dapat
bertahan terhadap segala terpaan hujan-badai dan gangguan-gangguan lain dalam
kehidupan kita.
Bagaimana anda memandang Kitab Suci? Apakah di mata anda,
Kitab Suci merupakan sekadar sebuah daftar yang memuat hal-hal yang harus
dilakukan dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan? Apakah Kitab Suci (Alkitab)
bagi anda adalah textbook yang hanya
pantas digeluti oleh para pakar dan orang-orang yang berlatar-belakang
pendidikan cukup tinggi saja? Apakah bagi anda Kitab Suci adalah semacam buku
sejarah? Atau, apakah Kitab Suci ini merupakan perwahyuan hati dan pikiran
Allah kepada setiap orang yang mengambil dan membacanya? Bagaimana kita
memandang Kitab Suci itu memang penting.
Mendengarkan Roh Kudus dalam doa (prayerful listening to the
Holy Spirit) adalah kunci dalam upaya membuat Kitab Suci itu menjadi hidup. Roh
Kudus ini biasanya berbicara kepada hati kita dan Gereja dengan lemah-lembut,
tidak dengan cara yang sensasional atau pun spektakuler. Tanpa bimbingan Roh
Kudus, Kitab Suci dengan mudah dapat
menjadi membosankan dan tidak menarik.
Saudara-saudariku, Roh Kudus ingin membimbing kita
masing-masing. Seperti membangun rumah di atas fondasi yang kokoh, kita juga
dapat membangun hidup kita sesuai dengan berbagai wawasan yang kita peroleh
dari Kitab Suci. Hal seperti ini menyenangkan hati Allah. Hal yang lebih
menyemangati kita adalah: selagi kita bertindak atas dasar firman Allah, kita
mengetahui bahwa kita bukanlah satu-satunya yang sedang membangun. Allah
sendiri juga sedang bekerja membangun hidup-Nya dalam diri kita. Oleh karena
itu kita harus percaya bahwa Allah akan menolong kita membangun hidup kita
masing-masing di atas batu yang kokoh, yaitu firman-Nya. Dengan demikian kita
harus mencari sebuah tempat dan menyediakan waktu yang hening, khusus di tengah
rutinitas kita sehari-hari ……… untuk menggumuli firman Allah dalam Kitab Suci
itu.
DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku membangun hidupku di atas
batu yang kokoh, yaitu firman-Mu yang terdapat dalam Kitab Suci. Teristimewa
dalam bulan Kitab Suci ini, biarlah Roh-Mu
mendorong daku untuk lebih mencintai firman-Mu dalam Kitab Suci. Semoga Roh
hikmat-Mu membimbing daku dalam
56. UKURAN YANG KAMU PAKAI AKAN DIUKURKAN KEPADAMU
Lalu Yesus berkata kepada mereka, “Mungkinkah orang membawa pelita supaya ditempatkan di bawah tempayan atau di bawah tempat tidur? Bukankah supaya ditaruh di atas kaki pelita? Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap. Siapa yang mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”
Lalu Ia berkata lagi, “Perhatikanlah apa yang kamu dengar!
Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan di samping
itu akan ditambah lagi kepadamu. Karena siapa yang mempunyai, kepadanyalah akan
diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa
yang tidak mempunyai, apa pun juga yang
ada padanya akan diambil” (Mrk 4:21-25).
Perumpamaan Yesus tentang seorang penabur telah sungguh
menyentuh hati sejumlah pendengar-Nya sehingga mereka tetap bersama Yesus untuk
beberapa waktu dan meminta kepada-Nya agar diberikan lebih banyak lagi
pengajaran (lihat Mrk 4:10-11). Yesus menangkap adanya hasrat besar mereka
untuk memperoleh pengajaran yang lebih mendalam, maka Dia pun dengan gembira
menyediakan waktu ekstra bagi mereka. Kita hanya bisa membayangkan Dia minta
kepada Roh Kudus agar menunjukkan kepada-Nya cara terbaik untuk membuka hati
orang-orang ini bagi lebih banyak lagi kebenaran-Nya. Melalui
perumpamaan-perumpamaan seperti ‘perumpamaan seorang penabur’, ‘perumpamaan
tentang pelita’ dan ‘perumpamaan tentang ukuran’, Yesus mengibaratkan Kerajaan
Allah dengan kegiatan-kegiatan sehari-hari, sehingga orang-orang dapat lebih
siap menangkap pengajaran-Nya.
Yesus sangat senang apabila orang meminta kepada-Nya untuk
diajar secara lebih mendalam lagi. Dia juga senang menjawab
pertanyaan-pertanyaan mereka dan memberikan kepada mereka hikmat-Nya.
Kesenangan luarbiasa inilah yang berada di belakang kata-kata-Nya: “Ukuran yang
kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu: (Mrk 4:24). Orang-orang yang
lebih banyak menyediakan waktu pada kaki Yesus mengalami lebih banyak kasih
Allah serta berkat-berkat-Nya; mereka pun lebih siap untuk mengikuti jejak-Nya.
“Ukuran yang kita pakai” adalah cara kita memperhatikan sabda Yesus. “Ukuran
yang kita pakai” berurusan dengan kebebasan dan kehidupan yang kita terima
ketika mendengar sabda-Nya dan mengikuti jejak-Nya.
Hari ini pun tetap Yesus berkeinginan untuk terus mengajar
kita. Begitu banyak hal yang dapat diajarkan-Nya kepada kita, kalau saja setiap
hari kita setia menyediakan waktu untuk membaca sabda-Nya dalam Kitab Suci dan
merenungkannya, dalam suasana doa. Dalam ‘suasana doa’ berarti kita
beristirahat di hadapan hadirat Allah selagi kita masukkan satu atau dua ayat
saja dari bacaan kita ke dalam pikiran kita. Hal ini berarti menanti di
hadapan-Nya dalam keheningan sampai Dia berbicara kepada kita. Dengan demikian
kita memperkenankan sabda-Nya mengendap dalam hati kita. Secara pribadi kita juga
dapat melakukan studi Alkitab dengan melakukan riset kecil-kecilan, misalnya
mencari tahu tentang sejarah atau latar-belakang teks yang sedang kita baca
lewat pembacaan keterangan dalam buku tafsir ringan dan/atau kamus Alkitab yang
tersedia, atau dengan memanfaatkan berbagai cross-reference yang terdapat dalam
catatan kaki Alkitab. Dalam hal ini pun doa tak boleh pernah dilupakan. Kalau
kita melakukan studi Alkitab ini secara regular – misalnya seminggu sekali –
maka upaya ini akan membantu membuka pikiran kita terhadap kepenuhan dan
kekayaan isi Kitab Suci.
Merenungkan dan mempelajari sabda Allah dalam Kitab Suci
seperti diuraikan di atas adalah sesuai dengan kehendak Allah, apabila kita
mempercayakan upaya-upaya kita pada pertolongan Roh Kudus yang pada akhirnya
akan membawa kita kepada kebenaran sejati. Dia adalah Parakletos: pendamping,
pengacara, pembela kita. Dia bersama kita setiap kali kita membuka Alkitab.
Apabila kita bertekun dalam melakukan upaya-upaya seperti diuraikan di atas,
maka kita sebenarnya memberikan kepada
Allah segenap perhatian kita sehingga
Dia pun dapat membuat ‘mukjizat’ dalam diri kita. Kata-kata sang pemazmur tetap
memiliki nilai kebenaran pada hari ini juga: “Taurat YHWH itu sempurna,
menyegarkan jiwa; peraturan YHWH itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang
tak berpengalaman. Titah YHWH itu tepat, menyukakan hati; perintah YHWH itu
murni, membuat mata mata bercahaya” (Mzm 119:8-9).
Marilah kita mohon lebih lagi dari Allah dengan menyediakan
lebih banyak lagi waktu setiap harinya untuk membaca, merenungkan dan
mempelajari sabda-Nya. Setiap kali kita memutuskan untuk mohon lebih lagi dari
Allah, maka sebenarnya kita mengetuk pintu surga; dan Allah telah berjanji
untuk selalu menjawab kita (Mat 7:7-8).
DOA: Yesus yang baik, ucapkanlah sabda kehidupan-Mu kepadaku. Perkenankanlah sabda-Mu menerangi jalanku setiap hari sehingga aku dapat mengikuti jejak-Mu. Berikanlah kepadaku rahmat untuk memberikan kepada-Mu suatu ‘ukuran diriku yang penuh’ selama waktu-waktu doa serta penyembahanku, dan pelayananku kepada orang-orang lain. Amin.
57. MENJADIKAN DIRI KITA TANAH YANG BAIK
Pada suatu kali Yesus mulai mengajar lagi di tepi danau. Lalu datanglah orang banyak yang sangat besar jumlahnya mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke sebuah perahu yang sedang berlabuh lalu duduk di situ, sedangkan semua orang banyak itu di darat, di tepi danau itu. Ia mengajarkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Dalam ajaran-Nya itu Ia berkata kepada mereka, “Dengarlah! Adalah seroang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah tanam-tanaman itu dan menjadi kering karena tidak berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati, sehingga ia tidak berbuah. Sebagian jatuh di tanah yang baik, sehingga tumbuh dengan subur dan berbuah. Hasilnya ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang seratus kali lipat.” Lalu kata-Nya, “Siapa yang mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”
Ketika Ia sendirian, pengikut-pengikut-Nya dan kedua belas
murid itu bertanya kepada-Nya tentang perumpamaan itu. Lalu Ia berkata kepada
mereka, “Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada
orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, supaya:
Sekalipun memang melihat, mereka tidak memahami, sekalipun memang mendengar,
mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan diberi pengampunan.”
Lalu Ia berkata kepada mereka, “Tidakkah kamu mengerti perumpamaan ini? Kalau
demikian bagaimana kamu dapat memahami semua perumpamaan yang lain? Penabur itu
menaburkan firman. Orang-orang yang di pinggir jalan, tempat firman itu
ditaburkan, ialah mereka yang mendengar firman, lalu datanglah Iblis dan
mengambil firman yang baru ditaburkan di dalam mereka. Demikian juga yang
ditaburkan di tanah yang berbatu-batu, ialah orang-orang yang mendengar firman
itu dan segera menerimanya dengan gembira, tetapi mereka tidak berakar dan
tahan sebentar saja. Apabila kemudian datang penindasan atau penganiayaan
karena firman itu mereka segera murtad. Yang lain ialah yang ditaburkan di
tengah semak duri; itulah yang mendengar firman itu, lalu kekhawatiran dunia
ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah
menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. Akhirnya yang ditaburkan di tanah
yang baik, ialah orang yang mendengar dan menyambut firman itu lalu berbuah,
ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang
seratus kali lipat” (Mrk 4:1-20).
Dengan perumpamaan ini, Markus menunjukkan satu pengajaran
Yesus yang indah. Sebelum perikop ini Markus memusatkan perhatian pada banyak
kerja dan mukjizat yang dilakukan oleh Yesus. Sekarang, melalui perumpamaan ini
penulis Injil mulai menyoroti cara Yesus mengajar. Yesus menggunakan
perumpamaan untuk mengilustrasikan kemurahan-hati Allah yang berlimpah-limpah.
Bapa surgawi selalu menaburkan benih-benih firman-Nya, mengundang kita untuk
mengenal dan mengalami kasih dan kerahiman-Nya. Dia selalu mengulurkan tangan-tangan-Nya
kepada kita. Mengetahui bahwa kita
memiliki seorang Bapa yang tidak pernah membelakangi atau menolak kita, maka
seharusnya hal ini memberikan kepada kita damai-sejahtera dan pengharapan.
Setiap benih yang jatuh pada tanah yang baik akan bertumbuh.
Benih yang ditanam oleh Bapa surgawi tentunya akan bertumbuh manakala bertemu
dengan hati yang terbuka bagi-Nya. Ini adalah janji Allah. Namun bagaimana kita
menentukan apakah hati kita itu baik? Apa beberapa butir acuan:
Apakah keragu-raguan dan rasa tidak-percaya langsung mencuri
damai-sejahtera yang dibawa oleh firman Allah? (lihat Mrk 4:15).
Apabila kesusahan atau penderitaan datang karena iman kita,
apakah kita berdiri dengan kokoh dalam iman kita atau apakah kita jatuh dalam
kompromi (lihat Mrk 4:16-17).
Apakah kita terlalu dibebani dengan pengurusan hal-ikhwal
dunia? Apakah kesenangan karena harta-kekayaan dan berbagai hasrat akan
‘kenikmatan-kenikmatan’ mengambil tempat yang lebih besar dalam hati kita
ketimbang kehadiran Yesus? (lihat Mrk 4:18-19).
Kita seharusnya tidak berputus-asa atas tanah yang
berbatu-batu atau semak duri dari ketidak-percayaan, pelanturan-pelanturan atau
rasa takut yang menghalangi firman Allah untuk kuat-mengakar dalam hati kita.
Yesus senang sekali mengubah hati kita, asal saja dengan tulus-ikhlas kita
mohonkan hal itu kepada-Nya. Yesus memiliki kesabaran yang sangat luarbiasa
dengan kita masing-masing, seperti apa yang telah dicontohkan-Nya ketika
membimbing/mengajar para murid-Nya yang bebal-bebal itu. Dia juga sangat senang
untuk menjelaskan kepada kita mengenai ‘rahasia Kerajaan Allah’ selagi kita
memperkenankan sabda firman-Nya bertumbuh dalam diri kita.
Santa Angela Merici (1474-1540) yang kita peringati hari ini
adalah seorang pribadi manusia yang membuka diri-Nya sehingga firman Allah
berakar dengan kuat dalam dirinya. “Hidup di tengah-tengah dunia, tetapi bukan
dari dunia itu.” Inilah cita-citanya yang sederhana, namun sangatlah sulit
terlaksana tanpa hidup dalam Roh dan dipimpin oleh Roh sehari-harinya. Angela
adalah pendiri sebuah ordo biarawati besar dalam Gereja, yaitu Ordo Santa
Ursula (OSU) yang sekian ratus tahun lamanya berkarya terutama dalam bidang
pendidikan bagi para anak perempuan di banyak penjuru dunia.
DOA: Roh Kudus Allah, siapkanlah hati kami untuk menerima
firman Allah, lebih dan lebih banyak lagi. Nyatakanlah kepada kami hasrat
mendalam dari Yesus untuk mengajar kami tentang ‘rahasia Kerajaan Allah’, dan
juga betapa besar kasih-Nya serta kesabaran-Nya dalam menghadapi segala
kelemahan kami. Tolonglah kami agar dapat sungguh berbuah bagi Kerajaan Allah.
“Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang
tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah
yang baik. Sebab setiap pohon dikenal dari buahnya. Karena dari semak duri
orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur.
Orang yang baik mengeluarkan apa yang baik dari perbendaharaan hatinya yang
baik dan orang yang jahat mengeluarkan apa yang jahat dari perbendaharaan yang
jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.”
“Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu
tidak melakukan apa yang Aku katakan? Setiap orang yang datang kepada-Ku dan mendengarkan perkataan-Ku serta
melakukannya Aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam
dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda
rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun.
Akan tetapi, siapa saja yang mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya,
ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika
banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya” (Luk
6:43-49).
Kita akan menyoroti Luk 6:47-49 saja. Perikop ini
mengingatkan kita pada perikop Mat 7:14-27, yang membedakan dua macam orang,
yaitu (1) orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya diatas batu dan (2) orang yang bodoh, yaitu yang mendirikan
rumahnya di atas pasir. Bacaan yang sedang kita soroti ini menunjukkan bahwa
fondasi kokoh satu-satunya untuk hidup kita adalah firman Allah. Firman Allah
ini tersedia secara istimewa bagi kita dalam Kitab Suci. Kitab Suci ini dapat
bertahan terhadap segala terpaan hujan-badai dan gangguan-gangguan lain dalam
kehidupan kita.
Bagaimana anda memandang Kitab Suci? Apakah di mata anda,
Kitab Suci merupakan sekadar sebuah daftar yang memuat hal-hal yang harus dilakukan
dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan? Apakah Kitab Suci (Alkitab) bagi anda
adalah textbook yang hanya pantas
digeluti oleh para pakar dan orang-orang yang berlatar-belakang pendidikan
cukup tinggi saja? Apakah bagi anda Kitab Suci adalah semacam buku sejarah?
Atau, apakah Kitab Suci ini merupakan perwahyuan hati dan pikiran Allah kepada
setiap orang yang mengambil dan membacanya? Bagaimana kita memandang Kitab Suci
itu memang penting.
Mendengarkan Roh Kudus dalam doa (prayerful listening to the Holy Spirit) adalah kunci dalam upaya membuat Kitab Suci itu menjadi hidup. Roh Kudus ini biasanya berbicara kepada hati kita dan Gereja dengan lemah-lembut, tidak dengan cara yang sensasional atau pun spektakuler. Tanpa bimbingan Roh Kudus, Kitab Suci dengan mudah dapat menjadi membosankan dan tidak menarik.
Saudara-saudariku, Roh Kudus ingin membimbing kita
masing-masing. Seperti membangun rumah di atas fondasi yang kokoh, kita juga
dapat membangun hidup kita sesuai dengan berbagai wawasan yang kita peroleh
dari Kitab Suci. Hal seperti ini menyenangkan hati Allah. Hal yang lebih
menyemangati kita adalah: selagi kita bertindak atas dasar firman Allah, kita
mengetahui bahwa kita bukanlah satu-satunya yang sedang membangun. Allah
sendiri juga sedang bekerja membangun hidup-Nya dalam diri kita. Oleh karena
itu kita harus percaya bahwa Allah akan menolong kita membangun hidup kita
masing-masing di atas batu yang kokoh, yaitu firman-Nya. Dengan demikian kita
harus mencari sebuah tempat dan menyediakan waktu yang hening, khusus di tengah
rutinitas kita sehari-hari ……… untuk menggumuli firman Allah dalam Kitab Suci
itu.
DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku membangun hidupku di atas batu yang kokoh, yaitu firman-Mu yang terdapat dalam Kitab Suci. Teristimewa dalam bulan Kitab Suci ini, biarlah Roh-Mu mendorong daku untuk lebih mencintai firman-Mu dalam Kitab Suci. Semoga Roh hikmat-Mu membimbing daku dalam segala hal hari ini. Amin.
59. UKURAN YANG KAMU PAKAI AKAN DIUKURKAN KEPADAMU
Lalu Yesus berkata kepada mereka, “Mungkinkah orang membawa
pelita supaya ditempatkan di bawah tempayan atau di bawah tempat tidur?
Bukankah supaya ditaruh di atas kaki pelita? Sebab tidak ada sesuatu yang
tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang
tidak akan tersingkap. Siapa yang mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah
ia mendengar!”
Lalu Ia berkata lagi, “Perhatikanlah apa yang kamu dengar!
Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan di samping
itu akan ditambah lagi kepadamu. Karena siapa yang mempunyai, kepadanyalah akan
diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa
yang tidak mempunyai, apa pun juga yang
ada padanya akan diambil” (Mrk 4:21-25).
Perumpamaan Yesus tentang seorang penabur telah sungguh
menyentuh hati sejumlah pendengar-Nya sehingga mereka tetap bersama Yesus untuk
beberapa waktu dan meminta kepada-Nya agar diberikan lebih banyak lagi
pengajaran (lihat Mrk 4:10-11). Yesus menangkap adanya hasrat besar mereka
untuk memperoleh pengajaran yang lebih mendalam, maka Dia pun dengan gembira
menyediakan waktu ekstra bagi mereka. Kita hanya bisa membayangkan Dia minta
kepada Roh Kudus agar menunjukkan kepada-Nya cara terbaik untuk membuka hati
orang-orang ini bagi lebih banyak lagi kebenaran-Nya. Melalui
perumpamaan-perumpamaan seperti ‘perumpamaan seorang penabur’, ‘perumpamaan
tentang pelita’ dan ‘perumpamaan tentang ukuran’, Yesus mengibaratkan Kerajaan
Allah dengan kegiatan-kegiatan sehari-hari, sehingga orang-orang dapat lebih
siap menangkap pengajaran-Nya.
Yesus sangat senang apabila orang meminta kepada-Nya untuk
diajar secara lebih mendalam lagi. Dia juga senang menjawab
pertanyaan-pertanyaan mereka dan memberikan kepada mereka hikmat-Nya.
Kesenangan luarbiasa inilah yang berada di belakang kata-kata-Nya: “Ukuran yang
kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu: (Mrk 4:24). Orang-orang yang
lebih banyak menyediakan waktu pada kaki Yesus mengalami lebih banyak kasih
Allah serta berkat-berkat-Nya; mereka pun lebih siap untuk mengikuti jejak-Nya.
“Ukuran yang kita pakai” adalah cara kita memperhatikan sabda Yesus. “Ukuran
yang kita pakai” berurusan dengan kebebasan dan kehidupan yang kita terima
ketika mendengar sabda-Nya dan mengikuti jejak-Nya.
Hari ini pun tetap Yesus berkeinginan untuk terus mengajar kita. Begitu banyak hal yang dapat diajarkan-Nya kepada kita, kalau saja setiap hari kita setia menyediakan waktu untuk membaca sabda-Nya dalam Kitab Suci dan merenungkannya, dalam suasana doa. Dalam ‘suasana doa’ berarti kita beristirahat di hadapan hadirat Allah selagi kita masukkan satu atau dua ayat saja dari bacaan kita ke dalam pikiran kita. Hal ini berarti menanti di hadapan-Nya dalam keheningan sampai Dia berbicara kepada kita. Dengan demikian kita memperkenankan sabda-Nya mengendap dalam hati kita. Secara pribadi kita juga dapat melakukan studi Alkitab dengan melakukan riset kecil-kecilan, misalnya mencari tahu tentang sejarah atau latar-belakang teks yang sedang kita baca lewat pembacaan keterangan dalam buku tafsir ringan dan/atau kamus Alkitab yang tersedia, atau dengan memanfaatkan berbagai cross-reference yang terdapat dalam catatan kaki Alkitab. Dalam hal ini pun doa tak boleh pernah dilupakan. Kalau kita melakukan studi Alkitab ini secara regular misalnya seminggu sekali maka upaya ini akan membantu membuka pikiran kita terhadap kepenuhan dan kekayaan isi Kitab Suci.
Merenungkan dan mempelajari sabda Allah dalam Kitab Suci
seperti diuraikan di atas adalah sesuai dengan kehendak Allah, apabila kita
mempercayakan upaya-upaya kita pada pertolongan Roh Kudus yang pada akhirnya
akan membawa kita kepada kebenaran sejati. Dia adalah Parakletos: pendamping,
pengacara, pembela kita. Dia bersama kita setiap kali kita membuka Alkitab.
Apabila kita bertekun dalam melakukan upaya-upaya seperti diuraikan di atas,
maka kita sebenarnya memberikan kepada
Allah segenap perhatian kita sehingga
Dia pun dapat membuat ‘mukjizat’ dalam diri kita. Kata-kata sang pemazmur tetap
memiliki nilai kebenaran pada hari ini juga: “Taurat YHWH itu sempurna,
menyegarkan jiwa; peraturan YHWH itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang
tak berpengalaman. Titah YHWH itu tepat, menyukakan hati; perintah YHWH itu
murni, membuat mata mata bercahaya” (Mzm 119:8-9).
Marilah kita mohon lebih lagi dari Allah dengan menyediakan
lebih banyak lagi waktu setiap harinya untuk membaca, merenungkan dan
mempelajari sabda-Nya. Setiap kali kita memutuskan untuk mohon lebih lagi dari
Allah, maka sebenarnya kita mengetuk pintu surga; dan Allah telah berjanji
untuk selalu menjawab kita (Mat 7:7-8).
DOA: Yesus yang baik, ucapkanlah sabda kehidupan-Mu kepadaku. Perkenankanlah sabda-Mu menerangi jalanku setiap hari sehingga aku dapat mengikuti jejak-Mu. Berikanlah kepadaku rahmat untuk memberikan kepada-Mu suatu ‘ukuran diriku yang penuh’ selama waktu-waktu doa serta penyembahanku, dan pelayananku kepada orang-orang lain. Amin.
60. MENJADIKAN DIRI KITA TANAH YANG BAIK
Pada suatu kali Yesus mulai mengajar lagi di tepi danau. Lalu
datanglah orang banyak yang sangat besar jumlahnya mengerumuni Dia, sehingga Ia
naik ke sebuah perahu yang sedang berlabuh lalu duduk di situ, sedangkan semua
orang banyak itu di darat, di tepi danau itu. Ia mengajarkan banyak hal
dalam perumpamaan kepada mereka. Dalam
ajaran-Nya itu Ia berkata kepada mereka, “Dengarlah! Adalah seroang penabur keluar
untuk menabur. Pada waktu ia menabur sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan,
lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang
berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh,
karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah tanam-tanaman
itu dan menjadi kering karena tidak berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah
semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati,
sehingga ia tidak berbuah. Sebagian jatuh di tanah yang baik, sehingga tumbuh
dengan subur dan berbuah. Hasilnya ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang
enam puluh kali lipat, ada yang seratus kali lipat.” Lalu kata-Nya, “Siapa yang
mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”
Ketika Ia sendirian, pengikut-pengikut-Nya dan kedua belas
murid itu bertanya kepada-Nya tentang perumpamaan itu. Lalu Ia berkata kepada
mereka, “Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada
orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, supaya:
Sekalipun memang melihat, mereka tidak memahami, sekalipun memang mendengar,
mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan diberi pengampunan.”
Lalu Ia berkata kepada mereka, “Tidakkah kamu mengerti perumpamaan ini? Kalau
demikian bagaimana kamu dapat memahami semua perumpamaan yang lain? Penabur itu
menaburkan firman. Orang-orang yang di pinggir jalan, tempat firman itu
ditaburkan, ialah mereka yang mendengar firman, lalu datanglah Iblis dan
mengambil firman yang baru ditaburkan di dalam mereka. Demikian juga yang
ditaburkan di tanah yang berbatu-batu, ialah orang-orang yang mendengar firman
itu dan segera menerimanya dengan gembira, tetapi mereka tidak berakar dan
tahan sebentar saja. Apabila kemudian datang penindasan atau penganiayaan
karena firman itu mereka segera murtad. Yang lain ialah yang ditaburkan di
tengah semak duri; itulah yang mendengar firman itu, lalu kekhawatiran dunia
ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah
menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. Akhirnya yang ditaburkan di tanah
yang baik, ialah orang yang mendengar dan menyambut firman itu lalu berbuah,
ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang
seratus kali lipat” (Mrk 4:1-20).
Dengan perumpamaan ini, Markus menunjukkan satu pengajaran
Yesus yang indah. Sebelum perikop ini Markus memusatkan perhatian pada banyak
kerja dan mukjizat yang dilakukan oleh Yesus. Sekarang, melalui perumpamaan ini
penulis Injil mulai menyoroti cara Yesus mengajar. Yesus menggunakan
perumpamaan untuk mengilustrasikan kemurahan-hati Allah yang berlimpah-limpah.
Bapa surgawi selalu menaburkan benih-benih firman-Nya, mengundang kita untuk
mengenal dan mengalami kasih dan kerahiman-Nya. Dia selalu mengulurkan tangan-tangan-Nya
kepada kita. Mengetahui bahwa kita
memiliki seorang Bapa yang tidak pernah membelakangi atau menolak kita, maka
seharusnya hal ini memberikan kepada kita damai-sejahtera dan pengharapan.
Setiap benih yang jatuh pada tanah yang baik akan bertumbuh.
Benih yang ditanam oleh Bapa surgawi tentunya akan bertumbuh manakala bertemu
dengan hati yang terbuka bagi-Nya. Ini adalah janji Allah. Namun bagaimana kita
menentukan apakah hati kita itu baik? Apa beberapa butir acuan:
Apakah keragu-raguan dan rasa tidak-percaya langsung mencuri
damai-sejahtera yang dibawa oleh firman Allah? (lihat Mrk 4:15).
Apabila kesusahan atau penderitaan datang karena iman kita,
apakah kita berdiri dengan kokoh dalam iman kita atau apakah kita jatuh dalam
kompromi (lihat Mrk 4:16-17).
Apakah kita terlalu dibebani dengan pengurusan hal-ikhwal
dunia? Apakah kesenangan karena harta-kekayaan dan berbagai hasrat akan
‘kenikmatan-kenikmatan’ mengambil tempat yang lebih besar dalam hati kita
ketimbang kehadiran Yesus? (lihat Mrk 4:18-19).
Kita seharusnya tidak berputus-asa atas tanah yang
berbatu-batu atau semak duri dari ketidak-percayaan, pelanturan-pelanturan atau
rasa takut yang menghalangi firman Allah untuk kuat-mengakar dalam hati kita.
Yesus senang sekali mengubah hati kita, asal saja dengan tulus-ikhlas kita
mohonkan hal itu kepada-Nya. Yesus memiliki kesabaran yang sangat luarbiasa
dengan kita masing-masing, seperti apa yang telah dicontohkan-Nya ketika
membimbing/mengajar para murid-Nya yang bebal-bebal itu. Dia juga sangat senang
untuk menjelaskan kepada kita mengenai ‘rahasia Kerajaan Allah’ selagi kita
memperkenankan sabda firman-Nya bertumbuh dalam diri kita.
Santa Angela Merici (1474-1540) yang kita peringati hari ini adalah seorang pribadi manusia yang membuka diri-Nya sehingga firman Allah berakar dengan kuat dalam dirinya. “Hidup di tengah-tengah dunia, tetapi bukan dari dunia itu.” Inilah cita-citanya yang sederhana, namun sangatlah sulit terlaksana tanpa hidup dalam Roh dan dipimpin oleh Roh sehari-harinya. Angela adalah pendiri sebuah ordo biarawati besar dalam Gereja, yaitu Ordo Santa Ursula (OSU) yang sekian ratus tahun lamanya berkarya terutama dalam bidang pendidikan bagi para anak perempuan di banyak penjuru dunia.
DOA: Roh Kudus Allah, siapkanlah hati kami untuk menerima
firman Allah, lebih dan lebih banyak lagi. Nyatakanlah kepada kami hasrat
mendalam dari Yesus untuk mengajar kami tentang ‘rahasia Kerajaan Allah’, dan
juga betapa besar kasih-Nya serta kesabaran-Nya dalam menghadapi segala
kelemahan kami. Tolonglah kami agar dapat sungguh berbuah bagi Kerajaan Allah.
61. RUMAH YANG DIDIRIKAN DI ATAS DASAR KOKOH
“Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon dikenal dari buahnya. Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur. Orang yang baik mengeluarkan apa yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan apa yang jahat dari perbendaharaan yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.”
“Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu
tidak melakukan apa yang Aku katakan? Setiap orang yang datang kepada-Ku dan mendengarkan perkataan-Ku serta
melakukannya – Aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan –
ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam
dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah
itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun. Akan
tetapi, siapa saja yang mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia
sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika
banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya” (Luk
6:43-49).
Kita akan menyoroti Luk 6:47-49 saja. Perikop ini
mengingatkan kita pada perikop Mat 7:14-27, yang membedakan dua macam orang,
yaitu (1) orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya diatas batu dan (2) orang yang bodoh, yaitu yang mendirikan
rumahnya di atas pasir. Bacaan yang sedang kita soroti ini menunjukkan bahwa
fondasi kokoh satu-satunya untuk hidup kita adalah firman Allah. Firman Allah
ini tersedia secara istimewa bagi kita dalam Kitab Suci. Kitab Suci ini dapat
bertahan terhadap segala terpaan hujan-badai dan gangguan-gangguan lain dalam
kehidupan kita.
Bagaimana anda memandang Kitab Suci? Apakah di mata anda, Kitab Suci merupakan sekadar sebuah daftar yang memuat hal-hal yang harus dilakukan dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan? Apakah Kitab Suci (Alkitab) bagi anda adalah textbook yang hanya pantas digeluti oleh para pakar dan orang-orang yang berlatar-belakang pendidikan cukup tinggi saja? Apakah bagi anda Kitab Suci adalah semacam buku sejarah? Atau, apakah Kitab Suci ini merupakan perwahyuan hati dan pikiran Allah kepada setiap orang yang mengambil dan membacanya? Bagaimana kita memandang Kitab Suci itu memang penting.
Mendengarkan Roh Kudus dalam doa (prayerful listening to the
Holy Spirit) adalah kunci dalam upaya membuat Kitab Suci itu menjadi hidup. Roh
Kudus ini biasanya berbicara kepada hati kita dan Gereja dengan lemah-lembut,
tidak dengan cara yang sensasional atau pun spektakuler. Tanpa bimbingan Roh
Kudus, Kitab Suci dengan mudah dapat
menjadi membosankan dan tidak menarik.
Saudara-saudariku, Roh Kudus ingin membimbing kita
masing-masing. Seperti membangun rumah di atas fondasi yang kokoh, kita juga
dapat membangun hidup kita sesuai dengan berbagai wawasan yang kita peroleh
dari Kitab Suci. Hal seperti ini menyenangkan hati Allah. Hal yang lebih
menyemangati kita adalah: selagi kita bertindak atas dasar firman Allah, kita
mengetahui bahwa kita bukanlah satu-satunya yang sedang membangun. Allah
sendiri juga sedang bekerja membangun hidup-Nya dalam diri kita. Oleh karena
itu kita harus percaya bahwa Allah akan menolong kita membangun hidup kita
masing-masing di atas batu yang kokoh, yaitu firman-Nya. Dengan demikian kita
harus mencari sebuah tempat dan menyediakan waktu yang hening, khusus di tengah
rutinitas kita sehari-hari ……… untuk menggumuli firman Allah dalam Kitab Suci
itu.
DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku membangun hidupku di atas batu yang kokoh, yaitu firman-Mu yang terdapat dalam Kitab Suci. Teristimewa dalam bulan Kitab Suci ini, biarlah Roh-Mu mendorong daku untuk lebih mencintai firman-Mu dalam Kitab Suci. Semoga Roh hikmat-Mu membimbing daku dalam segala hal hari ini. Amin.
62. PERUMPAMAAN TENTANG POHON ARA
Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini kepada mereka, “Perhatikanlah pohon ara atau pohon apa saja. Apabila kamu melihat pohon-pohon itu sudah bertunas, kamu tahu dengan sendirinya bahwa musim panas sudah dekat. Demikian juga, jika kamu melihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Orang-orang zaman ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya terjadi. Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Luk 21:29-33).
Semakin dekat saatnya bagi Yesus untuk mempersembahkan hidup-Nya
demi keselamatan dunia. Dia hampir menyelesaikan kerja pelayanan-Nya, kematian
dan kebangkitan-Nya sudah di depan mata dan hal ini menandakan ‘peresmian’
Kerajaan Allah serta kelahiran Gereja. Meskipun menghadapi penolakan,
penganiayaan dan oposisi, Yesus
memproklamasikan dengan penuh keyakinan bahwa keselamatan kita sudah dekat.
Sementara kita menantikan Yesus datang kembali, kita – sebagai Gereja – harus
bertumbuh dalam kedewasaan dalam kuasa
Roh Kudus.
Yesus ingin agar kita penuh keyakinan, selagi menantikan kedatangan-Nya untuk kedua kalinya. Kita akan mengalami oposisi dan penganiayaan, akan tetapi seperti Yesus telah berjaya, kita pun akan berjaya, kalau kita percaya pada firman-Nya. Kita tidak perlu merasa gundah atau ciut-hati di kala kita mengalami kesengsaraan atau kemalangan. Sebaliknya, kalau kesulitan-kesulitan bertumbuh dalam intensitas, maka semua itu harus dilihat sebagai indikasi-indikasi positif bahwa perwujudan final dan penuh kemuliaan dari keselamatan kita sudah semakin dekat. Yesus mengumpamakan semua itu sebagai pohon ara yang kalau sudah bertunas menjamin bahwa musim panas sudah dekat.
Setiap hari kita menghadapi pilihan-pilihan. Kita dapat
mempertimbangkan apa yang telah dilakukan Yesus untuk menebus dan menyembuhkan
kita. Kita menaruh kepercayaan pada firman-Nya untuk manifestasi kemuliaan-Nya
secara penuh pada saat kedatangan-Nya untuk kedua kali. Atau, kita dapat
melihat penderitaan kita di dunia dan dengan cepat menjadi takut dan khawatir.
Apabila kita datang menghadap Tuhan dalam doa dan memperkenankan firman-Nya
yang memberi pengharapan dan dorongan untuk menyentuh hati kita dan mengarahkan
pemikiran-pemikiran kita, maka kita akan diangkat dan dipenuhi dengan sukacita
dan damai-sejahtera, dan memampukan kita untuk melihat lebih daripada sekedar
keadaan kita sendiri. Firman-Nya menggerakkan batin kita dan kita dapat percaya
bahwa dalam Dia semua hal adalah mungkin.
Pada zaman modern ini banyak orang Kristiani masih menderita
di bawah rezim-rezim atheis dan totaliter. Terkadang situasi sedemikian memberi
kesan bahwa kuasa kegelapan telah menang dan berjaya. Namun munculnya kembali
Kristianitas di Eropa Timur misalnya, membuktikan bahwa masih berlakunya
kata-kata Yesus bahwa Dia akan melindungi Gereja-Nya. Pada zaman ini orang-orang
Kristiani adalah saksi-saksi hidup atas ucapan Yesus ini: “Langit dan bumi akan
berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Luk 21:33).
DOA: Tuhan Yesus, ajarlah kami kuasa dan kebenaran firman-Mu. Biarlah firman-Mu menjadi batu karang dan benteng di tengah-tengah keributan kehidupan. Biarlah firman-Mu menjadi pelita bagi langkah kami, sehingga kami dapat menantikan kedatangan-Mu dengan pengharapan penuh sukacita. Amin.
63. PERUMPAMAAN TENTANG UANG MINA
Sementara mereka mendengarkan hal-hal itu, Yesus melanjutkan
perkataan-Nya dengan suatu perumpamaan, sebab Ia sudah dekat Yerusalem dan
mereka menyangka bahwa Kerajaan Allah akan segera kelihatan. Lalu Ia berkata,
“Ada seorang bangsawan berangkat ke sebuah negeri yang jauh untuk dinobatkan menjadi
raja di situ dan setelah itu baru kembali. Ia memanggil sepuluh orang hambanya
dan memberikan sepuluh mina kepada mereka, katanya: Pakailah ini untuk
berdagang sampai aku datang kembali. Akan tetapi, orang-orang sebangsanya
membenci dia, lalu mengirimkan utusan menyusul dia untuk mengatakan: Kami tidak
mau orang ini menjadi raja atas kami. Setelah dinobatkan menjadi raja, ketika
ia kembali ia menyuruh memanggil hamba-hambanya yang telah diberinya uang itu,
untuk mengetahui berapa hasil dagang mereka masing-masing. Orang yang pertama
datang dan berkata: Tuan, mina tuan yang satu itu telah menghasilkan sepuluh
mina. Katanya kepada orang itu: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang
baik; engkau telah setia dalam hal yang sangat kecil, karena itu terimalah
kekuasaan atas sepuluh kota. Datanglah yang kedua dan berkata: Tuan, mina tuan
telah menghasilkan lima mina. Katanya kepada orang itu: Dan engkau, kuasailah
lima kota. Lalu hamba yang lain datang dan berkata: Tuan, inilah mina tuan, aku
telah menyimpannya dalam sapu tangan. Sebab aku takut kepada Tuan, karena Tuan
orang yang kejam; Tuan mengambil apa yang tidak pernah Tuan taruh dan Tuan
menuai apa yang tidak Tuan tabur. Katanya kepada orang itu: Hai hamba yang
jahat, aku akan menghakimi engkau menurut perkataanmu sendiri. Engkau sudah tahu bahwa aku orang yang keras yang mengambil apa yang
tidak pernah aku taruh dan menuai apa yang tidak aku tabur. Jika demikian,
mengapa uangku itu tidak kau kaumasukkan ke bank (orang yang menjalankan uang)?
Jadi, pada waktu aku kembali, aku dapat mengambilnya dengan bunganya. Lalu
katanya kepada orang-orang yang berdiri di situ: Ambillah mina yang satu itu
dari dia dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh mina itu. Kata
mereka kepadanya: Tuan, ia sudah mempunyai supuluh mina. Jawabnya: Aku berkata
kepadamu: Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang
tidak mempunyai, juga apa yang ada padanya akan diambil. Akan tetapi, semua
seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan
bunuhlah mereka di depan mataku.”
Setelah mengatakan semuanya itu Yesus mendahului mereka dan
meruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem (Luk 19:11-28).
Yesus sudah dekat dengan kota Yerusalem untuk menyelesaikan
misinya di atas muka bumi. Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem (Luk 9:51-19:27),
Yesus memberikan banyak pengajaran tentang apa artinya menjadi murid-murid-Nya.
Sekarang, ketika Dia sudah hampir sampai ke tempat di mana Dia akan mengalami
sengsara, kematian dan kebangkitan-Nya, sekali lagi Yesus mengajar lewat
sebuah perumpamaan tentang apa apa artinya mengikuti jejak-Nya. Dengan iman
saya berkeyakinan, bahwa peristiwa Yesus di Yerusalem bersifat sangat
menentukan dalam sejarah manusia, dan tanggapan (pilihan) kita menentukan hidup
atau mati bagi kita. Kita tidak bisa netral dalam hal ini, karena terhadap apa
yang telah dilakukan Yesus dalam kematian dan kebangkitan-Nya, suatu tanggapan
(yang bersifat afirmatif) dituntut dari kita masing-masing sebagai pribadi.
Perumpamaan Yesus kali ini menggambarkan tiga macam
tanggapan. Tanggapan pertama adalah menerima martabat Yesus sebagai Raja,
bekerja dengan rajin dan menghasilkan buah rohani sehubungan berbagai
kemampuan/karunia yang diberikan Allah (lihat Luk 19:16-19). Tanggapan kedua adalah
menerima Yesus, namun karena takut atau alasan-alasan lainnya, tidak berhasil
untuk merangkul-Nya dengan penuh dan menghasilkan buah-buah seperti
dihasrati-Nya (Luk 19:20-24). Tanggapan ketiga adalah menunjukkan sikap
bermusuhan terhadap Dia dan menolak klaim-Nya untuk memiliki kuasa atas dirinya
(Luk 19:14).
Untuk dapat menghasilkan buah-buah sesuai dengan karunia yang
dianugerahkan Allah kepadanya, seseorang harus merangkul sepenuhnya Yesus dan
kematian serta kebangkitan-Nya dan memperkenankan-Nya bekerja dalam
kehidupannya. Demikian pula dengan kita semua! Hanya dengan begitu kita dapat
menomor-duakan agenda kita sendiri dan menerima rencana-sempurna Allah bagi
hidup kita, dengan segala berkat-Nya yang melimpah. Apabila roh kita, intelek
kita, emosi kita dan kehendak kita ditundukkan di bawah kuasa Roh Kudus, maka
kita dapat menghasilkan ‘pendapatan
bunga rohani’ bagi Allah (Luk 19:23). Dari sini timbullah berbagai prioritas
pribadi, berbagai sasaran tujuan pribadi dan berbagai tindakan pribadi yang
sungguh-sungguh untuk melayani Allah. Berbagai kemampuan kita, inteligensia
kita, atau situasi kehidupan pada akhirnya tidak membuat perbedaan; Yesus ingin
kita menanggapi Dia sesuai dengan apa yang telah diberikan-Nya kepada kita.
Tindakan-tindakan yang kita lakukan harus mencerminkan keadaan hati kita.
Yesus telah ‘meresmikan’ Kerajaan Allah dan kerajaan itu memang ada di tengah-tengah kita. Melalui Roh Kudus, kita ikut dalam buah-buah pertama kerajaan itu, bahkan hari ini. Sementara kita tidak akan tahu mengenai kepenuhan janji sampai kedatangan Yesus untuk kedua kali, kita menaruh kepercayaan atas kebenaran janji itu.
DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku menyingkirkan kebutuhanku untuk mengendalikan kehidupanku. Ajarlah aku untuk merangkul sepenuhnya rencana-Mu bagiku, sehingga di bawah kuasa-Mu sebagai Raja, aku dapat ikut serta dalam panen raya mendatang. Amin.
64. KEDATANGAN ANAK MANUSIA-PERUMPAMAAN TENTANG POHON ARA
“Tetapi pada masa itu,
sesudah siksaan itu, matahari akan menjadi gelap dan bulan tidak bercahaya dan
bintang-bintang akan berjatuhan dari langit, dan kuasa-kuasa langit akan
guncang. Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan-awan
dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. Pada waktu itu juga Ia akan menyuruh
keluar malaikat-malaikat dan akan mengumpulkan orang-orang pilihan-Nya dari
keempat penjuru bumi, dari ujung bumi sampai ke ujung langit.
Tariklah pelajaran dari perumpamaan tentang pohon ara.
Apabila ranting-rantingnya melembut dan mulai bertunas, kamu tahu bahwa musim
panas sudah dekat. Demikian juga, jika kamu lihat hal-hal itu terjadi,
ketahuilah bahwa waktunya sudah dekat, sudah di ambang pintu. Sesungguhnya Aku
berkata kepadamu: Orang-orang zaman ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya
itu terjadi. Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan
berlalu.
Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorang pun yang
tahu, malaikat-malaikat di surga tidak dan Anak pun tidak, hanya Bapa saja.”
Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! Sebab kamu tidak tahu kapan
saatnya tiba. Keadaannya sama seperti
seorang yang bepergian, yang meninggalkan rumahnya dan menyerahkan tanggung
jawab kepada hamba-hambanya, masing-masing dengan tugasnya, dan memerintah-kan
penjaga pintu supaya berjaga-jaga. Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak
tahu kapan tuan rumah itu pulang, menjelang malam, atau tengah malam, atau
larut malam, atau pagi-pagi buta, supaya kalau ia tiba-tiba datang jangan kamu
didapatinya sedang tidur. Apa yang Kukatakan kepada kamu, Kukatakan kepada semua
orang: berjaga-jagalah! (Mrk 13:24-37).
Bacaan pertama: Dan 12:1-3; Mzm 16:5.8.9-10.11; bacaan kedua:
Ibr 10:11-14.18.
Kebanyakan orang, bahkan orang-orang Kristiani sekali pun,
jarang memikirkan tentang kapan Yesus akan datang kembali kelak, yaitu kedatangan
Yesus untuk kedua kalinya. Memikirkan kematian dan bagaimana kiranya kita
menghadapi penghakiman, apalagi membayangkan bagaimana Yesus secara tiba-tiba
muncul dan menghakimi kita di tempat, semuanya cukup menakutkan. Gereja tidak
menghendaki kita bersikap dan berperilaku seperti itu dalam mengantisipasi
kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan.
Kedatangan-Nya kembali adalah peristiwa penuh sukacita.
Memetik dari kitab Daniel, Yesus mengatakan bahwa kita akan melihat Anak
Manusia datang dalam awan-awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya (Mrk
13:26; Dan 7:13; bdk. Why 1:7). Bagi semua orang yang percaya kepada Yesus,
kedatangan-Nya kedua kali akan merupakan sebuah perayaan yang penuh sukacita.
Itulah saatnya ‘raja dan pemimpin’ kita datang kembali untuk membebaskan kita
sekali dan selamanya dari tangis-sedih serta segala kesusahan lainnya akibat
dosa yang telah merusak dunia ini. Dia akan membawa umat beriman ke surga untuk
bersama-Nya, jiwa dan raga, selamanya. Inilah yang sebenarnya kita mohonkan
kepada Bapa surgawi setiap kali kita berdoa: “Datanglah kerajaan-Mu” (Mat 6:10; Luk 11:2).
Kenyataan bahwa ada kehidupan lagi setelah kehidupan di dunia
ini berakhir, seharusnya merupakan suatu sumber pengharapan besar bagi kita
yang percaya. Kalau tidak demikian halnya, maka hidup kita adalah kesia-siaan
belaka, yang penuh diisi dengan pengejaran habis-habisan akan
kenikmatan-duniawi yang ujung-ujungnya adalah ‘kehampaan’. Sang pemazmur
mencerminkan pengharapan ini ketika dia menyatakan: “Sebab itu hatiku
bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan
tenteram; sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati dan tidak
membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan” (Mzm 16:9-10).
Sebuah kunci untuk memperoleh disposisi pengharapan dan
sukacita berkaitan dengan kedatangan Yesus untuk kedua kalinya, adalah membuat
diri kita terbuka bagi karya Roh Kudus dalam diri kita. Roh Kudus memampukan
kita untuk menikmati buah pertama dari hasil panen raya kehidupan yang akan
datang (lihat Rm 8:23; Gal 5:22-23). Selagi kita dipenuhi hasrat untuk hidup
setiap hari dalam hadirat Tuhan, mengasihi-Nya, mengasihi sesama kita dan
mengikuti jejak-Nya, kita pun menghasrati
agar Yesus datang menyelesaikan apa yang telah dimulai-Nya. Bagi mereka
yang tidak mengenal Yesus dan belum pernah mencicipi kehidupan Allah, maka
pemikiran tentang kedatangan Yesus untuk kedua kali akan menyebabkan
kegelisahan dan ketakutan. Akan tetapi bagi mereka yang telah mengalami Allah
(betapa pun sedikitnya), maka kedatangan kembali Yesus untuk kedua kali
dipandang sebagai kedatangan saat penting sekali yang selama ini kita
harap-harapkan. Namun yang jelas, kita harus selalu berjaga-jaga agar mampu
menyambut Dia yang datang dalam kemuliaan-Nya, dalam keadaan siap. Kedatangan-Nya
itu tidak dapat diramalkan oleh siapa pun.
“Hati-hatilah dan berjaga-jagalah!” Seruan Yesus ini
mengingatkan kita kepada sebuah acara berita kriminalitas televisi di RCTI
dengan nama ‘SERGAP’. Setiap kali acara ini hampir mendekati penghujungnya, ditampilkanlah
‘Bang Napi’ yang memberikan komentar singkat tentang pemberitaan sebelumnya.
Orang berpenampilan ‘preman’ yang berada di balik jeruji besi itu akan selalu
berseru, “Waspadalah, waspadalah!” sebelum mengakhiri komentarnya, seruan
peringatan yang tak akan terlupakan oleh para pemirsa acara TV itu.
Demikian pula dengan seruan Yesus yang sederhana namun keras ini. Yesus wanti-wanti mengingatkan kita semua agar selalu bersiap-siaga terhadap kemungkinan datangnya akhir zaman. Seruan ini sebenarnya merupakan bagian penutup dari khotbah panjang Yesus tentang akhir zaman dalam Injil Markus (13:1-37), dengan demikian bukan berdiri sendiri. Yesus mengajar bahwa Bait Allah akan diruntuhkan (13:1-2); Dia mengajarkan kepada para murid-Nya tentang permulaan penderitaan (13:3-13); tentang siksaan yang berat dan mesias-mesias palsu (13:14-23); tentang kedatangan Anak Manusia dan perumpamaan tentang pohon ara (13:24-32). Setelah itu semua barulah Yesus memberi nasihat-nasihat supaya para murid berjaga-jaga. Dalam salah satu perumpamaan Yesus kita mendengar tentang pentingnya tuan rumah berjaga-jaga menghadapi kemungkinan datangnya “seorang pencuri yang mau membongkar rumah” (lihat Mat 24:37-43), maka pada kesempatan kali ini Yesus berbicara mengenai pentingnya penjaga pintu berjaga-jaga menghadapi kemungkinan pulangnya sang tuan rumah yang dapat terjadi kapan saja.
Memang kita tidak pernah akan mengetahui kapan sesungguhnya
Yesus akan datang dalam kemuliaan-Nya. Oleh karena itu janganlah kita pernah
merasa iseng untuk mendengarkan khotbah ‘penginjil profesional maupun amati’
atau ‘hamba Tuhan’ mana saja yang seakan-akan telah menerima wahyu kapan
sesungguhnya akhir zaman itu akan terjadi. Namun di sisi lain, ada lagi sikap
dan perilaku berjaga-jaga yang diperlukan oleh kita semua dalam masa Adven yang
akan dimulai minggu depan, yaitu berjaga-jaga serta waspada terhadap berbagai
kejutan yang akan diberikan Yesus kepada kita.
Sementara kita menantikan kedatangan sang Mesias dengan penuh
kewaspadaan, baiklah kita berbagi sukacita dan pengharapan dengan
saudara-saudari kita. Dengan penuh iman marilah kita datang ke tengah-tengah
mereka dan mengundang mereka juga ke dalam Kerajaan Allah.
DOA: Tuhan Yesus, aku menyembah dan memuji Engkau, teristimewa untuk karya agung-Mu demi menyelamatkan umat manusia. Aku bersyukur kepada-Mu karena Engkau telah menjamin keanggotaan kami, para murid-Mu, sebagai warga Kerajaan-Mu. Amin.
65. PERUMPAMAAN TENTANG HAKIM YANG TIDAK ADIL
Yesus menyampaikan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan
bahwa mereka harus selalu berdoa tanpa jemu-jemu. Kata-Nya, “Dalam sebuah kota
ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang
pun. Di kota itu ada seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu dan
berkata: Belalah hakku terhadap lawanku. Beberapa waktu lamanya hakim itu
menolak. Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut
akan Allah dan tidak menghormati seorang pun, namun karena janda ini
menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia
datang dan akhirnya menyerang aku.” Kata Tuhan, “Perhatikanlah apa yang
dikatakan hakim yang tidak adil itu! Tidakkah Allah akan membenarkan
orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Apakah Ia
mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata kepadamu: Ia akan
segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, apakah Ia
akan mendapati iman di bumi?” (Luk 18:1-8).
Kita melihat begitu banyak terjadi ketidak-adilan dan
keserakahan pada banyak tempat di dunia ini, termasuk di negeri kita tercinta
ini. ‘Wong Cilik’ diperlakukan dengan semena-mena tanpa mempedulikan sedikit
pun hak-hak azasi mereka. Bahkan dalam
hidup kita sendiri pun, tentunya kita juga mengalami di sana-sini
‘ketidak-adilan’ itu. Kita merasa tak berdaya dan tidak tahu harus minta tolong
kepada siapa lagi. Dalam situasi-situasi seperti ini hati kita berseru:
“Akankah Allah menurunkan keadilan atas mereka yang tak bersalah?”
Yesus menjamin bahwa seruan kita tidaklah percuma. Dalam
perumpamaan Yesus ini, sang janda merupakan personifikasi dari orang yang
paling rentan dalam masyarakat, yang paling mudah dilecehkan oleh orang lain.
Dalam ketidak-berdayaannya dia mohon kepada Pak Hakim untuk membela hak-haknya.
Dia tidak mempunyai siapa-siapa lagi untuk menolongnya, tidak mempunyai
kedudukan sosial sebagai orang terpandang, tidak pula mempunyai uang dan kuasa.
Sekarang, secara lengkap dia tergantung pada good-will Pak Hakim. Tetapi Pak
Hakim ini bukanlah seorang yang memikirkan masalah keadilan, dia tidak takut
kepada Allah dan tidak juga menaruh respek kepada orang-orang lain. Oleh karena
itu kelihatannya permohonan sang janda itu akan sia-sia belaka. Namun demikian,
permohonan sang janda yang tabah-ulet ini akhirnya meluluhkan hati Pak Hakim
karena dia sudah merasa begitu terganggu oleh permohonan-permohonan sang janda
yang datang secara bertubi-tubi.
Dari perumpamaan ini Yesus menarik tiga buah kesimpulan yang
harus diterapkan dalam hidup kita. Pertama, kalau Pak Hakim yang tidak jujur
itu mau mendengarkan permohonan sang janda, maka lebih-lebih lagi Allah yang
menurunkan keadilan kepada mereka yang dikasihi-Nya manakala mereka berseru
kepada-Nya secara terus-menerus. Allah adalah ‘seorang’ Bapa penuh-kasih yang
membela orang-orang yang tak bersalah. Allah mendengarkan dan menjawab
seruan-seruan kita. Kedua, Allah tidak akan menunda lama-lama. Dengan ‘cepat’
Ia akan menjawab doa-doa umat beriman. ‘Cepat’ bukan berarti doa kita
‘langsung’ dijawab-Nya, karena mungkin saja Dia masih menunda. Namun demikian
mengapa Allah tidak langsung menjawab permohonan kita? Pertanyaan ini membawa
kita kepada butir berikutnya. Ketiga, Yesus mengakhiri perumpamaan-Nya dengan
sebuah pertanyaan: “… jika Anak Manusia itu datang, apakah Ia akan mendapati iman
di bumi?” (Luk 18:8). Pada waktu Yesus datang untuk menghakimi dunia, apakah
masih ada orang yang berdoa untuk kedatangan-Nya dan percaya bahwa hal itu akan
terjadi? Pertanyaan sebenarnya bukanlah apakah Allah akan membawa keadilan pada
akhir zaman, melainkan apakah kita dengan penuh kepercayaan masih
berpengharapan bahwa hal itu akan dilakukan-Nya? Allah menunda jawaban-Nya
supaya memberikan kepada kita suatu kesempatan untuk memanifestasikan iman kita
kepada-Nya. Iman yang ingin dilihat Allah dari kita adalah iman seperti iman
sang janda dalam perumpamaan di atas. Kalau kita memiliki iman seperti itu,
maka doa-doa kita pun tidak penuh diisi dengan berbagai permohonan dari seorang
peminta-segala, akan tetapi diisi dengan harapan penuh sukacita. Marilah kita
mengikuti contoh sang janda yang tekun ini sementara kita menempatkan segala
kebutuhan kita di hadapan Allah.
DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku agar menjadi lebih yakin lagi akan kebaikan-Mu dan berilah aku kesabaran yang diperlukan untuk mampu melihat perkembangan segala sesuatu seturut kehendak-Mu. Berikanlah kepadaku, ya Tuhan, keberanian untuk bertekun dalam doa-doaku, walaupun selagi Engkau memberikan damai-sejahtera kepadaku karena mengetahui bahwa Engkau akan mengerjakan segala sesuatu untuk kebaikanku. Amin.
66. TUAN DAN HAMBA
“Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Sesudah itu engkau boleh makan dan minum. Apakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan (Luk 17:7-10).
Sebagai siapakah kita anda mau menempatkan diri dalam
perumpamaan ini? Sebagai sang tuan atau hamba? Kecenderungan manusiawi yang ada
pada diri kita akan mengatakan: “Sebagai Tuan”. Lagipula ide menjadi seorang
hamba sungguh tidak membuat nyaman. Kita begitu biasa memiliki kontrol – besar
atau kecil – atas hidup kita sendiri, dan juga kita sangat enggan untuk setiap
saat harus siap melayani orang lain. Misalnya, memang dalam kampanye pemilu dan
lain sebagainya, ide pemimpin sebagai pelayan rakyat relatif sering
digembar-gemborkan, namun biasanya dilupakan begitu sang kandidat berhasil
dipilih. Sifat masyarakat kita juga
membuat kata-kata Yesus ini terdengar sangat radikal.
Di sisi lain penyerahan diri secara total kepada kehendak
Allah merupakan salah satu ciri pribadi yang kita kagumi dari orang-orang
kudus. Maria, Yosef, para martir Kristus di abad-abad pertama sejarah Gereja,
para misionaris masa lampau dan lain sebagainya adalah contoh-contoh dari
orang-orang yang melakukan tindakan penyerahan-diri secara total kepada
kehendak Allah. Mereka semua melepaskan hak-hak mereka atas kehidupan mereka
sendiri, dan hanya melakukan apa yang dikehendaki Allah supaya mereka lakukan.
Mereka menjadi hamba-hamba yang memberikan hidup mereka kepada Allah dalam
berbagai cara. Dengan menjadi milik Yesus Kristus, mereka tidak hanya menemukan
sukacita, melainkan juga energi, kasih yang sejati dan ketekunan-tahan-banting
seperti ditunjukkan dalam kehidupan mereka.
Abad ke-20 mengenal Ibu Teresa yang menunjukkan ciri pribadi seperti
yang baru disebutkan. Hidup kemiskinan yang dihayati Ibu Teresa dan para
susternya mencakup juga kemiskinan-ketaatan (poverty of obedience), artinya
menolak pilihan-pilihan pribadi, semua demi pelayanan total kepada Allah. Ibu
Teresa menulis:
“Kalau sesuatu adalah milikku, maka aku memiliki kuasa penuh
untuk menggunakannya sesuai dengan keinginanku. Aku milik Yesus; maka Dia dapat
melakukan apa saja atas dirinku sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Karya kami
bukanlah panggilan kami. Aku dapat melakukan karya ini tanpa perlu menjadi
seorang biarawati. Profesi kami menyatakan bahwa kami adalah milik-Nya. Oleh
karena itu aku siap untuk melakukan apa saja: mencuci, menggosok lantai,
membersihkan. Aku seperti seorang ibu yang melahirkan seorang anak. Anak itu
miliknya. Semua cuciannya, tetap berjaga di waktu malam, dll. membuktikan bahwa
anak itu adalah miliknya. Dia tidak akan melakukan hal-hal ini untuk anak lain,
namun dia akan melakukan apa saja untuk anaknya sendiri. Apabila aku adalah
milik Yesus, maka aku akan melakukan apa saja bagi Yesus” (Total Surrender,
hal. 123).
Santo Leo Agung (Paus Leo I, masa jabatan: 440-461) yang kita peringati hari ini adalah satu dari dua orang paus yang diberikan gelar ‘agung’ (satunya lagi adalah Paus Gregorius Agung (Paus Gregorius I, masa jabatan: 590-604). Salah satu jasa Paus Leo I adalah menolong mempertahankan eksistensi pemerintahan kekaisaran yang memang semakin menurun. Dalam melakukan tugas-kewajibannya, Paus Leo I menunjukkan keberaniannya yang luar biasa. Contohnya adalah pada tahun 452 ketika dia menemui Attila orang Hun, yang siap dengan pasukannya untuk meluluh-lantakkan Roma dan seluruh Italia. Penyerbuan orang-orang Hun akhirnya batal. Roma dan Italia diselamatkan! Sebagai seorang hamba Allah yang baik, pengabdian Paus Leo I kepada-Nya tidak diragukan. Dia tahu benar bahwa dirinya adalah sepenuhnya milik Allah.
Seperti Beata Teresa dari Kalkuta dan Santo Leo Agung, kita
semua adalah milik Allah, dengan demikian kita berhutang kepada-Nya untuk
keberadaan kita. Tidak ada pekerjaan baik dari pihak kita yang dapat menghapus
hutang kepada Allah. Namun demikian kita harus yakin bahwa kalau tahun-tahun
pelayanan kita yang dilakukan dengan rendah-hati berakhir, maka kita akan
memperoleh ganjaran melalui kerahiman-Nya. Ingatlah apa yang dikatakan Yesus:
“Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang”
(Luk 12:37). Maka marilah kita bergabung dengan para kudus yang menemukan
sukacita dalam melayani Tuan mereka, Yesus Kristus.
DOA: Tuhan Yesus, Engkau adalah seorang hamba yang taat kepada Bapa-Mu melalui kasih yang sempurna. Tolonglah aku untuk mengenal dan mengalami kasih-Mu dalam doa-doa dan tindakan-tindakanku. Tuhan Yesus, jadikanlah hatiku seperti hati-Mu, agar melalui aku orang-orang lain dapat mengenal dan mengalami kasih-Mu. Amin.
67. PERUMPAMAAN TENTANG BENDAHARA YANG TIDAK JUJUR
Kemudian Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Ada seorang
kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan bahwa
bendahara itu menghamburkan miliknya. Lalu ia memanggil bendahara itu dan
berkata kepadanya: Apa ini yang kudengar tentang engkau? Berilah
pertanggungjawaban atas apa yang engkau kelola, sebab engkau tidak boleh lagi
bekerja sebagai bendahara. Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang
harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara.
Mencangkul aku tidak kuat, mengemis aku malu. Aku tahu apa yang akan aku
perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang
yang akan menampung aku di rumah mereka. Lalu ia memanggil seorang demi seorang
yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu
kepada tuanku? Jawab orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada
orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Terimalah
surat hutangmu, duduklah dan tulislah segera: Lima puluh tempayan. Kemudian ia
berkata kepada yang kedua: Berapakah hutangmu? Jawab orang itu: Seratus pikul
gandum. Katanya kepada orang itu: Terima surat hutangmu, dan tulislah: Delapan
puluh pikul. Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia
telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap
sesamanya daripada anak-anak terang” (Luk 16:1-8).
Bayangkanlah suatu situasi dalam dunia bisnis. Pak Bernard
telah bekerja lebih dari sepuluh tahun lamanya dalam sebuah perusahaan
kontraktor besar di bidang pelayanan pemeliharaan gedung kantor, pabrik dan
gudang. Karirnya ini telah mampu membawanya sampai suatu posisi penting dalam
perusahaan itu. Kepada Bernard sekarang dipercayakan kontrak-kontrak paling
besar termasuk kewenangan dalam aspek keuangannya.
Karena suksesnya ini Bernard juga menjalani hidup yang nyaman
dan rumahnya pun terletak di lokasi yang tergolong ‘elit’. Namun beberapa tahun
kemudian ada gosip beredar yang menyebabkan atasannya mempertanyakan integritas
Pak Bernard. Tidak lama kemudian Pak Bernard akan digeser dari kedudukannya dan
digantikan oleh orang lain. Tidak ada banyak perusahaan yang mempunyai lowongan
untuk jabatan senior seperti yang dipegang Pak Bernard, dan dia tidak mempunyai
keterampilan teknis yang diperlukan untuk berhasil di bidang-bidang lain. Juga
tidak mudahlah bagi keluarganya beradaptasi dengan suatu perubahan sedemikian.
Dunia Pak Bernard pun menjadi berantakan. Apakah yang harus dilakukan oleh Pak
Bernard dalam hal ini? Atasan Pak Bernard sudah siap untuk mengambil tindakan
terhadap dirinya, dan waktunya tinggal sekitar satu minggu lagi. Pak Bernard
harus bertindak cepat untuk menyelamatkan dirinya dari situasi kelabu yang
sedang dihadapinya.
Hari ini, sekitar satu jam lagi Pak Bernard mempunyai
business appointment dengan langganan terbesar perusahaannya untuk membahas
jumlah hutang perusahaan langganan itu dan pembayarannya. Tiba-tiba dia
mendapat ide: mengapa tidak memberikan keringanan yang berarti bagi
langganannya itu dengan menetapkan fee yang lebih ringan, bukankah hal ini
masih berada dalam kewenangannya? Memang dengan begitu perusahaannya memperoleh
pendapatan yang relatif lebih kecil, namun bukankah dengan demikian Pak Bernard
sudah mempunyai ‘pegangan’ seandainya dia
diberhentikan kerja tidak lama lagi? Karena ada yang ‘berhutang budi’!
Cerita ini pada hakekatnya merupakan pengulangan dari
perumpamaan Yesus tentang bendahara yang tidak jujur. Dalam perumpamaan itu
Yesus kembali (Luk 12:13-34) kepada pertanyaan tentang kekayaan dan mengajar
para murid-Nya mengenai penggunaan uang.
Dari sudut etika, tidak diragukan lagi bahwa apa yang
dilakukan oleh bendahara yang tidak jujur itu tidak dapat diterima, namun
justru hal ini bukanlah fokus dari pengajaran Yesus. Yesus memuji sang
bendahara karena dengan cerdik dia menilai keadaan yang dihadapinya dan
mengambil tindakan dengan cepat guna memperoleh manfaat terbaik untuk masa
depannya. Sebagai umat Kristiani kita mengetahui mengenai hidup kekal dan
kebenaran-kebenaran yang seharusnya membentuk keputusan-keputusan kita di sini
dan sekarang. Pada waktu kita harus bekerja untuk keselamatan kita di dunia,
dapatkah kita – seperti si bendahara – melihat inti permasalahannya dengan
kejernihan hati? Dapatkah kita mentuntaskan pekerjaan kita dengan
tindakan-tindakan yang menentukan, sehingga menjamin posisi kita kelak di
surga.
DOA: Tuhan Yesus, ajarlah aku untuk menggunakan uangku dengan
bijaksana. Berikanlah kepadaku sebuah hati yang mampu menggunakan uangku dan
waktuku untuk proyek-proyek yang akan memuliakan nama-Mu. Setiap hari
tanamkanlah dalam diriku kepastian akan ‘takdir’ kekalku, dan berikanlah
kepadaku suatu ketetapan hati agar mampu menjalani hidup di bumi ini dengan
gambaran surga selalu di hadapanku. Amin.
68. PERUMPAMAAN TENTANG DOMBA DAN DIRHAM YANG HILANG
Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa, semuanya datang
kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Lalu bersungut-sungutlah orang-orang
Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya, “Orang ini menerima orang-orang berdosa
dan makan bersama-sama dengan mereka.” Lalu Ia menyampaikan perumpamaan ini
kepada mereka, “Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan
jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan
puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia
menemukannya? Kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya
dengan gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan
tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama
dengan aku, sebab aku telah menemukan dombaku yang hilang itu. Aku berkata
kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di surga karena satu orang bertobat,
lebih daripada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak
memerlukan pertobatan.”
“Atau perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan
jika ia kehilangan satu dirham, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta
mencarinya dengan cermat sampai ia menemukannya? Kalau ia telah menemukannya,
ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata:
Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab aku telah menemukan dirhamku yang
hilang itu. Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada
malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat” (Luk 15:1-10).
Seorang ayah baru saja pulang ke rumahnya di sebuah desa yang
terpencil. Pada saat dia pulang, rumah itu sedang terbakar dan tiga orang
anaknya yang masih kecil-kecil terjebak di dalam rumah. Para tetangga yang
tidak banyak jumlahnya itu, mengatakan bahwa sudah tidak ada harapan untuk
menyelamatkan anak-anaknya. Namun demikian sang bapak keluarga ini – tanpa ragu-ragu
– langsung masuk ke dalam kobaran api dan mencari anak-anaknya dari ruangan
yang satu ke ruangan yang lain. Satu persatu berhasil diselamatkan olehnya.
Mengapa seseorang melakukan tindakan yang terasa begitu
mengabaikan kehati-hatian, tanpa hitung-hitung, malah sembrono, seperti
ditunjukkan oleh sang ayah dari tiga orang anak itu? Jawabnya cukup sederhana:
Karena cinta! Cintakasih mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal yang tak
terbayangkan. Cintakasih melindungi; cintakasih bertekun! Cintakasih berarti
menanggung risiko ditolak, bahkan cidera pribadi juga, demi kebaikan
orang-orang yang kita cintai. Dalam dua perumpamaan di atas, Yesus menunjukkan
bagaimana Bapa surgawi berupaya secara luarbiasa untuk mencari dan
menyelamatkan mereka yang hilang. Allah sampai mengutus Putera-Nya yang tunggal
ke dunia (lihat Yoh 3:16-17) bahkan sampai menemui ajal di kayu salib. Semua
ini agar manusia kembali ke rumah-Nya
Bagaimana kalau salah seorang anak yang kita cintai mulai
menyeleweng dari iman Kristiani? Dalam hal ini, bayangkanlah dia sebagai seekor
domba yang hilang atau sebuah dirham yang hilang. Bapa surgawi tahu bahwa anak
itu ‘hilang’. Maka Dia pun langsung mencari anak yang hilang itu, tanpa
hitung-hitung. Seperti sang ayah yang menerobos sebuah rumah yang sedang
terbakar hebat, Allah pun tidak akan berhenti untuk mencari pribadi-pribadi
yang kita cintai dan membawa mereka ke tempat yang aman. Sementara itu yang
dapat kita lakukan adalah berdoa, berdoa dan berdoa. Sedapat mungkin, jadilah
Yesus bagi dia. Bersahabatlah dengan dia, menjadi ‘telinga yang mendengarkan’
baginya, dan berilah dorongan-dorongan positif kepadanya, kasihilah mereka
tanpa reserve. Bayangkanlah dia ditemukan oleh Bapa surgawi. Bayangkan juga
pesta penuh sukacita yang diadakan di surgawi kalau mereka kembali kepada hidup
iman semula. Santa Monika berdoa untuk anaknya, Augustinus, bertahun-tahun
lamanya. Saya pun dapat merasakan bagaimana ibuku untuk bertahun-tahun lamanya
tanpa banyak omong berdoa rosario (dan doa-doa lain) bagi diri dan keluarga
saya ketika saya cukup lama tidak ke
gereja dan agama (Ilah) saya adalah kerja dan karir belaka. Santa Monika dan
ibuku tidak pernah kehilangan harapan. Mereka terus berdoa untuk anak-anak
mereka masing-masing sampai Yesus membawa mereka pulang.
DOA: Tuhan Yesus, pada hari ini aku membawa ke hadapan-Mu orang-orang ini yang telah ‘hilang’. [Sebutkanlah nama-nama orang yang kita kasihi secara spesifik]. Tuhan, meskipun aku tidak dapat melihat bagaimana Engkau akan berkarya dalam kehidupan orang-orang ini, aku tetap percaya bahwa Engkau mendengarkan doa-doaku dan akan menjawab doa-doa itu. Aku membayangkan orang-orang yang kukasihi ini duduk dalam meja perjamuan-Mu di surga, dan aku berjanji untuk mengasihi dan menjaga mereka sampai mereka kembali pulang kepada-Mu. Amin.
69. PERUMPAMAAN TENTANG ORANG-ORANG YANG BERDALIH
Mendengar itu berkatalah salah seorang yang sedang makan itu
kepada Yesus, “Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah.”
Tetapi Yesus berkata kepadanya, “Ada seseorang mengadakan perjamuan besar dan
ia mengundang banyak orang. Menjelang perjamuan itu dimulai, ia menyuruh
hambanya mengatakan kepada para undangan: Marilah, sebab segala sesuatu sudah
siap. Tetapi mereka semua, satu demi satu, mulai meminta maaf. Yang pertama berkata kepadanya: Aku
telah membeli ladang dan harus pergi melihatnya, aku minta maaf. Yang lain
berkata: Aku telah membeli lima pasang lembu dan harus pergi mencobanya; aku
minta maaf. Yang lain lagi berkata: Aku baru kawin dan karena itu aku tidak
dapat datang. Lalu kembalilah hamba itu dan menyampaikan semuanya itu kepada
tuannya. Tuan rumah itu pun murka dan berkata kepada hambanya: Pergilah dengan
segera ke semua jalan dan lorong kota dan bawalah ke mari orang-orang miskin
dan orang-orang buta dan orang-orang lumpuh. Kemudian hamba itu melaporkan:
Tuan, apa yang tuan perintahkan itu sudah dilaksanakan, sekalipun demikian
masih ada tempat. Lalu kata tuan itu kepada hambanya: Pergilah ke semua jalan
dan lorong dan paksalah orang-orang yang ada di situ, masuk, supaya rumahku
terisi penuh. Sebab Aku berkata kepadamu: Tidak ada seorang pun dari
orang-orang yang telah diundang itu akan menikmati jamuan-Ku” (Luk 14:15-24).
Barbecue daging sapi muda sudah disiapkan, demikian pula
kue-kue dan minuman anggur merah yang manis serta beraroma sedap. Kemudian
berdatanganlah permohonan-permohonan maaf: “sudah ada business appointment yang
tidak dapat dibatalkan”, “mau menikmati quality time bersama keluarga”, dan
berbagai macam dalih lainnya. Alasan-alasan seperti ini menunjukkan bahwa
perjamuan besar sang tuan bukanlah prioritas utama bagi orang-orang yang
menerima undangannya. Mungkin faktor yang membuat mereka memandang perjamuan
tersebut tidak sebagai prioritas utama adalah sang tuan pengundang itu sendiri,
atau dapat juga hidangan yang disediakan. Yang jelas mereka tidak melihat adanya
urgency untuk menghadiri undangan ke perjamuan itu. Mungkin juga mereka merasa
undangan itu bernada sedikit memaksa, atau mungkin juga waktu perjamuan yang
kurang cocok. Mungkin pada hari itu mereka mau santai-santai dan enggan
berpakaian resmi-resmi. Apa pun alasannya, mereka menolak undangan dan
kehilangan semuanya. Bayangkan berita yang tersebar tentang siapa yang akhirnya
diundang ke perjamuan, dan betapa orang-orang tersebut sungguh menikmatinya!
Hal serupa dapat terjadi pada diri kita apabila kita mengabaikan undangan paling penting yang kita terima, tidak sekali, tetapi setiap hari. Setiap hari Bapa surgawi mengundang kita untuk datang kepada-Nya dan diberikan makan-minum oleh-Nya. Ia sungguh ingin bersama kita – suatu keintiman dengan sang Pencipta dan Penyelamat dunia. Agar tetap survive, tubuh kita membutuhkan makanan-minuman setiap hari. Demikian pula, roh kita membutuhkan makanan rohani yang hanya dapat kita terima lewat persekutuan dengan Allah dari hari ke hari. Betapa baiknya untuk menjadi haus dan lapar akan Allah! Karena semakin haus dan lapar kita, semakin banyak pula kita akan mencicipi kebaikan-Nya: menimba lebih banyak lagi kebenaran dari Kitab Suci, lebih banyak lagi hikmat-kebijaksanaan dari ‘sana’ yang memenuhi diri kita, hiburan-hiburan pada saat-saat kita sedang susah, dorongan-dorongan batin selagi kita mengembangkan berbagai talenta kita.
Apabila kita menyediakan waktu untuk sendiri bersama Allah,
maka kita akan mulai melihat perbedaannya. Dalam berbagai situasi yang kita
hadapi sepanjang hari, kita akan merasakan kehadiran dan kuasa-Nya di
sekeliling kita. Setiap hari menjadi sebuah hari yang baru dan penuh dengan
janji, karena sang Empunya segalanya telah menjadi Pribadi terdekat dan
Pembimbing kita. Dia yang adalah Kasih ingin mengajar kita bagaimana mengasihi.
Undangan apa lagi yang lebih penting daripada undangan Bapa surgawi kepada kita
semua? Undangan-Nya harus dimasukkan ke dalam daftar prioritas kita: prioritas
utama!
DOA: Bapa surgawi, terima kasih untuk undangan-Mu. Dengan sepenuh hati kuterima undangan dari-Mu itu. Aku tahu bahwa tidak ada sesuatu pun di atas muka bumi ini yang dapat dibandingkan dengan waktuku bersama-Mu. Amin.
70. PERUMPAMAAN TENTANG BIJI SESAWI DAN RAGI
Lalu kata Yesus, “Seumpama apakah hal Kerajaan Allah dan
dengan apakah Aku akan mengumpamakannya? Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang
diambil dan ditaburkan orang di kebunnya; biji itu tumbuh dan menjadi pohon dan
burung-burung bersarang pada cabang-cabangnya.”
Ia berkata lagi, “Dengan apakah Aku akan mengumpamakan Kerajaan Allah?
Kerajaan itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke
dalam tepung terigu sebanyak empat puluh liter sampai mengembang
seluruhnya” (Luk 13:18-21).
Apabila digunakan oleh seorang guru yang baik, maka
perumpamaan-perumpamaan dapat menjadi sarana yang berguna untuk menghasilkan
pemikiran dan refleksi. Melalui gambaran
yang kaya namun sederhana, sebuah perumpamaan menantang para pendengarnya untuk
memahami sebuah pokok-masalah pada tingkat yang berbeda-beda. Yesus seringkali
menggunakan perumpamaan-perumpamaan untuk memperluas pemahaman para murid-Nya
tentang kerajaan Allah.
Setelah dalam beberapa bab/fasal menggambarkan kerajaan Allah
dan arti dari jalan Kristiani, Lukas merangkum pokok-pokok ini dengan
perumpamaan tentang biji sesawi dan ragi. Perumpamaan singkat ini mengikuti
beberapa contoh meningkatnya perlawanan terhadap Yesus, termasuk penolakan
orang-orang Samaria (Luk 9:51-53) dan permusuhan kaum Farisi yang semakin
meningkat (Luk 11:53). Karena perlawanan ini, Yesus mengundang para murid-Nya
untuk memandang kerajaan Allah dari suatu perspektif global: “Kerajaan itu
seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung
sebanyak empat puluh liter sampai mengembang seluruhnya” (Luk 13:18-21).
Gambaran ini mengingatkan kita kepada cara sederhana ketika mulai diumumkannya kerajaan Allah oleh seorang tukang kayu dari Nazaret yang tak dikenal, kepada sekelompok orang yang terdiri dari para nelayan dan orang-orang yang ‘biasa-biasa saja’, malah ada juga anggota gerakan ‘zeloti’ Galilea yang dikenal bergaris-keras. Namun demikian, dari awal yang sederhana-tak-berarti ini, pemerintahan Allah yang bersifat kekal-abadi masuk ke dalam dunia kita yang dibatasi ruang dan waktu. Kerajaan Allah akan berlanjut di dalam dunia ini sampai Yesus Kristus datang kembali dalam kemuliaan-Nya.
Yesus juga minta agar para murid-Nya menerapkan perumpamaan
itu pada suatu tingkat personal. Kalau kita memandang dengan cara seperti ini,
maka kita akan melihat bahwa hal-hal paling kecil sekalipun yang kita lakukan
untuk membuat diri kita hadir bagi Allah dapat membuat dampak yang besar. Siapa
yang pernah menyangka bahwa Santa Frances Xavier Cabrini yang sakit-sakitan,
bersama-sama beberapa temannya, akan mendirikan sebuah kongregasi para
biarawati (Missionary Sisters of the Sacred Heart) pada tahun 1880, yang
kemudian bertumbuh menjadi besar dan banyak sekali menolong orang-orang miskin
di rumah-rumah sakit serta panti-panti asuhan mereka di Amerika Serikat dan di
seluruh dunia? Santa Fransiska Cabrini ini adalah warga negara Amerika pertama
yang dikanonisasikan sebagai orang kudus (1946), hanya beberapa tahun setelah
kematiannya di Chicago pada tahun 1917. Dia dilahirkan di Sant’Angelo di Lodi,
Lombardy pada tahun 1850 dan dia adalah seorang anggota Ordo Ketiga sekular
Santo Fransiskus, sebelum mendirikan kongregasi suster-suster tersebut di atas.
Biara pertama mereka pun adalah bekas biara para Saudara Dina. Fransiska
Cabrini berimigrasi ke Amerika Serikat dalam usianya yang masih muda. Allah
menggunakan iman ‘biji sesawi’ dan ‘ragi’ perempuan sakit-sakitan ini untuk
mencapai karya kasih yang begitu besar, indah dan agung. Yesus mengajarkan
bahwa kerajaan Allah mulai secara kecil-kecilan dalam hati kita, namun dapat
bertumbuh menjadi sesuatu yang dapat mentransformasikan dunia.
DOA: Ya Tuhan dan Allahku, engkau tidak menetapkan
batasan-batasan bagaimana kerajaan-Mu akan bertumbuh-kembang. Melalui
ketaatanku, semoga datanglah kerajaan-Mu dalam kehidupanku dan dalam diri
mereka yang ada di sekelilingku. Amin.
71. ORANG KAYA YANG BODOH
Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus, “Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya, “Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?” Kata-Nya lagi kepada mereka, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung pada kekayaannya itu.” Kemudian Ia menyampaikan kepada mereka suatu perumpamaan, “Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan akan menyimpan di dalamnya semua gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, engkau memiliki banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau yang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil daripadamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah” (Luk 12:13-21).
Dalam perumpamaan tentang “Orang kaya yang bodoh”, Yesus
menunjukkan bahwa hidup sejati bukan berarti memiliki harta milik dengan
berkelimpahan, akan tetapi kaya di mata Allah. Santo Paulus juga menunjukkan
hal yang sama ketika dia berkata: “Pikirkanlah hal-hal yang di atas, bukan yang
di bumi” (Kol 3:2).
Cinta akan harta milik duniawi – dan hasrat yang tak kunjung
henti untuk memperoleh lebih banyak lagi harta duniawi – hanya akan merugikan
dalam jangka panjang. Yesus tahu bahwa semakin jelas kita memahami siapa kita
ini sebenarnya dan mengapa kita ada di sini, semakin penuh pula kita akan
mencari harta hidup surgawi bersama Dia. Orang kaya dalam perumpamaan Yesus di
atas terlambat belajar bahwa kepemilikan harta duniawi tidak akan pernah mampu
memberikan hidup sejati. Tentu saja, harta milik duniawi kita adalah anugerah
dari Allah – berbagai sumber daya untuk mana Dia menginginkan kita menjadi
pengurus yang baik. Kalau Allah memberkati kita dengan barang-barang duniawi
secara berkelimpahan, kita harus bersyukur kepada-Nya dan berupaya untuk
menggunakan semua itu dengan cara terbaik dalam melayani-Nya dan orang-orang
lain. Selagi kita belajar menjadi “kaya di hadapan Allah”[1] dengan cara ini
(Luk 12:21), hati kita pun dapat menjadi lebih terbuka bagi kasih Yesus dan
kita pun dapat dipenuhi dengan harta kekayaan kerajaan Allah.
Harta kekayaan yang paling agung yang dapat kita terima
adalah anugerah Roh Kudus, karena Roh Kuduslah yang memimpin kita kepada
kekayaan kerajaan Allah. Melalui Roh Kudus, kita dapat belajar bagaimana
menempatkan kasih akan Allah dan kasih akan sesama lebih dahulu dari cinta-diri
dan keuntungan-keuntungan duniawi. Roh Kudus dapat mengajar kita untuk
pertama-tama mencari kerajaan Allah dan mempercayai bahwa Bapa surgawi yang
penuh kasih akan menyediakan bagi kita segalanya yang kita perlukan di dunia
ini (Mat 6:33). Ada tiga hal yang sungguh bertahan lama, yaitu iman, harapan
dan kasih (1Kor 13:13). Apabila kita dipenuhi dengan anugerah-anugerah Allah
yang tak ternilai harganya ini, maka pasti kita tak akan kekurangan sesuatu
pun.
DOA: Roh Kudus Allah, datanglah memasuki hidup kami dengan
lebih penuh lagi; ajarlah kami untuk menghargai kekayaan kerajaan Allah dan
kemudian memilikinya. Tolonglah kami untuk mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan
orang-orang lain, sebelum kebutuhan-kebutuhan kami sendiri. Jagalah kami agar selalu memusatkan perhatian kami pada hal-hal
yang di atas, bukan hal-hal dunia ini. Amin.
72. MINTALAH, CARILAH, KETUKLAH!!!
Lalu kata-Nya kepada mereka, “Jika seorang di antara kamu
mempunyai seorang sahabat dan pada tengah malam pergi kepadanya dan berkata
kepadanya: Sahabat, pinjamkanlah kepadaku tiga roti, sebab seorang sahabatku
yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai
apa-apa untuk dihidangkan kepadanya; masakan ia yang di dalam rumah itu akan
menjawab: Jangan mengganggu aku, pintu sudah tertutup dan aku serta anak-anakku
sudah tidur; aku tidak dapat bangun dan memberikannya kepadamu. Aku berkata
kepadamu: Sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena
orang itu adalah sahabatnya, namun karena sikapnya yang tidak malu itu, ia akan
bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya. Karena itu, Aku
berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu
akan mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang
yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang
yang mengetuk, baginya pintu dibukakan. Bapak manakah di antara kamu, jika
anaknya minta ikan, akan memberikan ular kepada anaknya itu sebagai ganti ikan?
Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat tahu
memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di surga!
Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Luk
11:5-13).
Perumpamaan Yesus tentang sahabat yang tekun ini menunjukkan
kepada kita betapa Dia berkeinginan untuk menjawab doa-doa kita. Kita adalah
anak-anak Allah, dan seperti orangtua mana saja yang baik, Bapa surgawi mau
memberikan kepada kita. Apabila kita dengan rendah hati mengikuti Tuhan Yesus,
Dia akan memberikan kepada kita segalanya yang kita minta dalam nama-Nya. Hati
yang rendah dan penuh ketekunanlah yang mengenal hiburan Tuhan.
Ketika Abraham berdoa syafaat untuk Sodom (lihat Kej
18:20-32), dia cukup rendah hati untuk mengetahui bahwa hanya Allah sajalah
yang dapat menyelamatkan orang-orang di Sodom itu. Dia tahu bahwa situasi
mereka sudah sangat susah. Dia tidak tahan lagi melihat mereka dihukum, maka
dia pun memanjatkan doa permohonan kepada Allah bagi orang-orang itu. Hati yang
rendah dan penuh semangat seperti hati Abraham menyenangkan Allah. Karena doa syafaat Abraham yang tekun itu,
maka sepupunya Lot dan dua orang anak perempuannya dibebaskan dari penghakiman
yang ditimpakan atas penduduk Sodom. Bayangkan sekarang, apa yang akan terjadi
apabila kita berdoa kepada Bapa surgawi dalam nama Yesus!
Yesus berkata kepada para murid-Nya, “… jika kamu … tahu
memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di surga!
Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Luk 11:13). Selagi kita memasuki hadirat
Tuhan dalam doa, kita mendapat kesempatan untuk mengatakan: “Tuhan, aku tahu
bahwa aku tidak mempunyai semuanya yang kubutuhkan untuk menyenangkan-Mu hari
ini. Aku membutuhkan rahmat-Mu. Aku perlu menerima hidup dari-Mu. Penuhilah aku
dengan Roh-Mu.” Kemudian, dipenuhi dengan rahmat, kita pun dapat bergerak terus
dengan berdoa bagi orang-orang lain – sesempurna seperti yang telah dilakukan
oleh Abraham.
Marilah kita sekarang berseru kepada Allah agar dia
memberkati setiap orang di muka bumi ini. Marilah kita berdoa agar semua orang
dapat mengenal Tuhan Yesus. Selagi kita membuka diri kita bagi Roh Kudus, Ia
akan mengajar kita bagaimana berdoa. Dia akan mengajar kita untuk menjadi
seperti sang sahabat yang penuh ketekunan itu, yang tak pernah malu dan
kendur-semangat mengajukan permintaan-permintaannya di hadapan Dia yang dapat
memenuhi segala kebutuhan kita.
DOA: Bapa surgawi, berikanlah kepada kami hati yang
merindukan berkat-berkat-Mu atas segala sesuatu. Curahkanlah Roh-Mu ke atas
bangsa-bangsa, ya Tuhan, sehingga semua orang dapat mengenal Engkau dan hidup
untuk-Mu. Amin.
73. PERUMPAMAAN TENTANG DUA ORANG ANAK
“Tetapi apakah
pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada
anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun
anggur. Jawab anak itu: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal dan pergi.
Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Anak itu
menjawab: Baik, Bapa, tetapi ia tidak pergi. Siapakah di antara kedua orang itu
yang melakukan kehendak ayahnya?” Jawab mereka, “Yang pertama.” Kata Yesus
kepada mereka, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, pemungut-pemungut cukai dan
perempuan-perempuan pelacur akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak
percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan
pelacur percaya kepadanya. Meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak
menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya” (Mat 21:28-32).
Bacaan pertama: Zef 3:1-2.9-13.
Yesus suka memberi pengajaran dengan merujuk kepada rupa-rupa
karakter yang dimiliki manusia. Perumpamaan tentang dua orang anak ini
menunjukkan bagaimana Yesus sungguh memahami manusia. Ada anak-anak yang
mengatakan bahwa mereka taat serta patuh terhadap perintah-perintah orangtua
mereka, namun mereka tetap saja melakukan apa saja yang mereka inginkan
sendiri. Di lain pihak ada juga anak-anak yang menggerutu ketika diperintahkan
sesuatu oleh orangtua mereka, namun mereka melakukan juga apa yang diinginkan
orangtua mereka.
Yesus menceritakan perumpamaan ini untuk membenarkan
orang-orang yang dipandang hina oleh para pemuka agama pada zaman-Nya.
Orang-orang ini menolak kehendak Allah pada awalnya, namun kemudian bertobat
dan hidup mereka benar di mata Allah. Di sisi lain para pemuka agama itu,
berkhotbah serta mengajar orang-orang untuk mengikuti hukum Allah, namun pada
kenyataannya membuat diri mereka sendiri HUKUM, yang harus diikuti oleh
orang-orang. Yesus mengajarkan bahwa ketaatan serta kepatuhan kepada kehendak
Allah bukanlah sekadar dalam ucapan kata-kata, melainkan harus diwujudkan dalam
perbuatan. Yesus memahami kita dan Ia tahu betapa sulit bagi kita untuk
membuang egosentrisme serta egoisme dari diri kita, agar mampu merangkul
sepenuhnya kehendak Allah. Namun demikian, Yesus menghendaki lebih dari sekadar
ucapan kata-kata dari kita masing-masing. Dalam ‘Doa Bapa Kami’ kita memang
mengatakan, “Terjadilah kehendak-Mu, di bumi seperti di surga”, akan tetapi
setelah mengucapkannya kita juga harus meneladan Yesus dalam arti sesungguhnya.
Menjelang sengsara dan kematian-Nya Dia mengajar para murid-Nya: “Kamu menyebut
Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan.
…… Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat
sama seperti yang Kuperbuat kepadamu” (Yoh 13:13.15).
Meskipun Yesus memiliki kodrat ilahi, Dia juga memiliki
kodrat insani. Dia menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa (bdk. Ibr
4:15) dan ketaatan-Nya sebagai manusia terhadap kehendak Bapa-Nya membawa-Nya
kepada kematian di kayu salib. Apakah hal ini mudah bagi Yesus. Tentu saja
tidak!!! Pada waktu Dia menderita di
taman Getsemani pada malam hari sebelum kematian-Nya, Yesus seperti anak yang
mengatakan, “Aku tidak mau” dalam perumpamaan di atas. Akan tetapi dari doa-Nya
Yesus menemukan kekuatan untuk mengatakan kepada Bapa, “Ya Abba, ya Bapa,
segala sesuatu mungkin bagi-Mu, ambillah cawan ini dari hadapan-Ku, tetapi
janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki” (Mrk
14:36). Kita semua tahu bahwa Yesus taat sampai titik terakhir, seperti ditulis
oleh Santo Paulus: “… dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan
diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Flp 2:8).
Nabi Zefanya hidup pada zaman penuh dekadensi sekitar abad
ke-7 SM. Pada masa itu kota Yerusalem telah memberontak melawan Allah, dan
telah melakukan penyembahan kepada ilah-ilah. Selagi orang-orang meninggalkan
Allah, mereka pun menjadi berdosa karena terlibat dalam ketidakadilan sosial
yang serius. Kepada kota yang sudah murtad ini nabi Zefanya mengumumkan akan
adanya penghakiman yang tidak dapat dihindari. Namun gambarannya tidak
seluruhnya gelap. YHWH berjanji bahwa
Dia akan memelihara sekelompok sisa-sisa Israel yang suci yang akan tetap setia
kepada-Nya (lihat Zef 3:12-13). Kita merenungkan nubuatan ini dalam masa Adven
karena melalui sisa Israel ini lahirlah Sang Juruselamat di tengah-tengah umat
manusia. Sisa Israel yang suci ini adalah satu mata-rantai manusia yang
memimpin kepada kedatangan Kristus yang pertama. Apakah masyarakat kita
sekarang tidak berada dalam kegelapan juga seperti Yerusalem sekitar 2.000
tahun lalu? Tidak sedikit anggota masyarakat yang dalam hidup sehari-harinya
menyembah ‘berhala-berhala’ dalam rupa kekuasaan dan uang; mereka
mendewa-dewakan harta-kekayaan,
individualisme, konsumerisme dan lain-lain ‘is-me’
yang sudah kita ketahui, yang semuanya mengakibatkan ketidak-adilan
sosial dalam berbagai bentuknya. Kalau kita sungguh mengasihi Allah, maka kita
tidak pernah dapat mengabaikan orang-orang lain, terutama mereka yang miskin
dan tersisihkan. Sebagai umat Kristiani, kita dipanggil untuk menghayati hidup
yang penuh kasih tanpa pamrih, bukan sebagai orang-orang yang sehari-harinya
dipenuhi kegiatan untuk memuaskan diri belaka. Sekarang pun Allah memanggil
kita untuk menjadi sisa-sisa suci dari Israel yang baru. Kita juga diundang
menjadi salah satu mata-rantai yang akan membawa kepada hari kedatangan Kristus
kelak untuk mendirikan kerajaan-Nya yang bercirikan keadilan, kasih dan
damai-sejahtera.
DOA: Tuhan Yesus, kami sungguh menyesali dosa-dosa kami
karena segala ketidak-taatan kami kepada-Mu. Berikanlah kepada kami rahmat
untuk menghayati suatu kehidupan Kristiani yang otentik, yang memberikan
kemuliaan kepada nama-Mu. Amin.