PERUMPAMAAN TUHAN YESUS

 


1. YESUS KRISTUS ADALAH FONDASI UNTUK MEMBANGUN KEHIDUPAN KITA

Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan ORANG YANG MELAKUKAN KEHENDAK BAPAKU yang di surga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mukjizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari hadapan-Ku, kamu sekalian yang melakukan kejahatan!

Jadi, SETIAP ORANG YANG MENDENGAR PERKATAANKU INI DAN MELAKUKANNYA IA SAMA DENGAN ORANG YANG BIJAKSANA, YANG MENDIRIKAN RUMAHNYA DI ATAS BATU. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu bertiuplah angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu bertiuplah angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.

Setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka. (Mat 7:21-29)

Bacaan Pertama: 2Raj 24:8-17; Mazmur Tanggapan: Mzm 37:3-6,30-31

Yesus mengakhiri “Khotbah-Nya di Bukit” dengan memberi petuah-petuah kepada para pendengar-Nya agar mereka mencari fondasi yang layak untuk membangun kehidupan mereka. Yesus mengilustrasikan konsekuensi-konsekuensi dari pilihan-pilihan baik atau buruk dengan menceritakan sebuah perumpamaan tentang dua orang yang masing-masing mendirikan rumah. Orang yang bodoh membangun rumahnya di atas pasir, sedangkan yang bijaksana mendirikan rumahnya di atas batu. Pada waktu hujan lebat turun dan datang lah banjir, dengan mudah kita dapat mengira-ngira rumah mana yang survive, yang mampu tetap berdiri, dan rumah mana yang runtuh berkeping-keping. Pesan Yesus jelas: Apabila kamu mendirikan kehidupanmu di atas suatu fondasi berupa asap atau udara, maka bangunanmu akan runtuh.

Yesus sendiri adalah kekal, Sabda Allah yang hidup (Yoh 1:1). Ia adalah sang Sabda yang telah diucapkan oleh Allah sejak awal waktu. Dia adalah “gunung batu yang kekal” (Yes 26:4). Rasul Paulus menulis kepada jemaat di Korintus: “Sesuai dengan anugerah Allah, yang diberikan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang terampil telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain daripada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus” (1Kor 3:10-11). Setiap hal yang ilahi, dan setiap hal yang dihasrati Allah, menjadi masuk akal dalam terang Yesus dan kasih-Nya. Oleh karena itu, apabila kita ingin mengetahui bagaimana caranya membangun kehidupan kita, maka kita tidak dapat melakukannya secara lebih baik selain mengambil waktu bersama Yesus dan menjadi mengenal Dia secara intim.

Itulah sebabnya sangat penting bagi kita untuk menyediakan waktu yang teratur setiap hari untuk membaca dan merenungkan sabda Allah di dalam Kitab Suci teristimewa kitab-kitab Injil yang adalah “jantung hati” segenap Kitab Suci (lihat “Katekismus Gereja Katolik, 125). Di dalam kitab-kitab Injil ini kita berjumpa dengan Yesus, “sang Sabda yang menjadi daging” (Yoh 1:14). Dalam kitab-kitab Injil inilah Yesus dapat berbicara secara paling langsung kepada hati kita. Dibimbing oleh Roh Kudus selagi kita membaca Kitab Suci, teristimewa kitab-kitab Injil, kurun waktu berabad-abad yang memisahkan kita dengan Yesus dari Nazaret seakan dikompres sampai kita bertemu dengan-Nya secara muka ketemu muka dalam suasana doa.

Kitab Suci jauh lebih luas daripada sekadar kumpulan potongan-potongan informasi. Kitab Suci tidak hanya mengajar kehendak Allah, melainkan juga memberdayakan kita untuk mengikuti jejak Yesus Kristus. Dalam mengikuti jejak-Nya kita akan mengenal dan mengalami kebahagiaan sejati dan pemenuhan hasrat-hasrat kita yang terdalam. Dengan mengenal Yesus secara pribadi dan menyerupakan kehidupan kita dengan kehendak-Nya, kita menjadi seperti orang yang bijaksana yang membangun suatu fondasi yang kokoh. Apapun yang menghalangi jalan kita kita, fondasi ini cukup kuat untuk menangani segala halangan yang menghadang kita. Marilah kita menaruh kepercayaan kepada Yesus, tanpa reserve.

Santo Ireneus [130-202] yang kita peringati pada hari ini termasuk bilangan para Bapa Gereja dan teolog terpenting pada abad ke-2. Ketika masih muda, S. Ireneus adalah anak didik dari S. Polikarpus [+ 156] dan pengaruh S. Polikarpus terlihat dalam ajaran-ajarannya. Buah penanya yang terpenting adalah bantahan terhadap ajaran bid’ah Gnostik yang berjudul Adversus Haereses. Ia diangkat menjadi uskup Lyon, menggantikan Uskup Pothinus yang mati sebagai martir Kristus. Ada tradisi yang mengisahkan, bahwa S. Ireneus meninggal dunia sebagai martir pula, tetapi hal ini kurang didukung dengan bukti yang lengkap. Yang penting adalah, bahwa sebagai murid Yesus Kristus yang baik, S. Ireneus bukanlah seorang Kristiani yang hidup kesehariannya dibebani dengan rasa takut yang kecil-kecil dan tolol. Ia hidup dalam masa pengejaran dan penganiayaan oleh musuh-musuh Gereja; sebagai gembala umat dan teolog hebat, dengan berani dia berdiri tegak membela Gereja Kristus, tidak plintat-plintut dalam mendengarkan suara hati, dalam sikap dan perilaku.

2. ALLAH MELAKUKANNYA MELALUI DIRI KITA

Lalu kata Yesus, “Beginilah hal Kerajaan Allah itu: Seumpama orang yang menaburkan benih di tanah, lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu bertunas dan tumbuh, bagaimana terjadinya tidak diketahui orang itu. Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu. Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim menuai sudah tiba.”

Kata-Nya lagi, “Dengan apa kita hendak membandingkan Kerajaan Allah itu, atau dengan perumpamaan manakah kita hendak menggambarkannya? Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu yang paling kecil daripada segala jenis benih yang ada di bumi. Tetapi apabila ditaburkan, benih itu tumbuh dan menjadi lebih besar daripada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya.”

Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan firman kepada mereka sesuai dengan kemampuan mereka untuk mengerti, dan tanpa perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri. (Mark 4:26-34)

Bacaan Pertama: Yeh 17:22-24; Mazmur Tanggapan: Mzm 92:2-3,13-16; Bacaan Kedua: 2Kor 5:6-10

Pada suatu hari di bulan Desember yang dingin tahun 1955, seorang perempuan pekerja binatu yang bernama Rosa Parks (Rosa Louise McCauley Parks) naik ke dalam sebuah bis umum yang penuh di Montgomery, negara bagian Alabama, Amerika Serikat. Dalam bis ini berlaku peraturan segregasi, orang-orang dengan kulit berwarna tidak boleh duduk di kursi yang dikhususkan untuk orang-orang berkulit putih. Rosa Parks mengambil tempat duduk yang diperuntukkan bagi orang-orang kulit putih. Ketika supir bis “memerintahkan” Rosa Parks untuk pindah tempat, dia mengatakan: “Tidak!”. Sebagai akibat tindakannya itu, Rosa ditahan, tangan-tangannya diborgol dan ia pun dijebloskan ke dalam penjara.

Insiden ini memicu Gerakan Hak-Hak Sipil (Civil Rights Movement). Di bawah kepemimpinan Ralph Abernathy dan Martin Luther King, Jr., diorganisasikanlah suatu pemboikotan bis dan demonstrasi-demonstrasi tanpa kekerasan, yang kita tahu kemudian membuahkan hasil, yaitu dihapuskannya hukum berkaitan dengan segregasi (boleh dibaca: diskriminasi) rasial dalam bidang transportasi, perumahan, sekolah, rumah makan dan bidang-bidang lainnya. Pada saat Rosa Parks secara lugas dan lugu menjawab “tidak” kepada Pak Supir bis, sebenarnya dia memulai sesuatu yang jauh lebih signifikan daripada apa yang mungkin dapat dibayangkan orang pada tahun 1955. Pada Freedom Festival di tahun 1965, Rosa Parks diperkenalkan sebagai First Lady of the Civil Rights Movement.

Cerita mengenai Rosa Parks ini dan keadaan yang menyedihkan dari orang-orang berkulit hitam di Amerika Serikat (terutama di negara-negara bagian di sebelah selatan yang justru terkenal dengan julukan the Bible belt) sangat serupa dengan situasi umat Allah dalam bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini. Baik nabi Yehezkiel maupun penulis Injil Markus menulis untuk sebuah komunitas yang sedang berada di bawah pengejaran dan penganiayaan, sebuah umat yang kalah dalam jumlah dan ditindas oleh orang-orang di sekeliling mereka yang tidak percaya.

Baik Yehezkiel maupun Markus menulis untuk meyakinkan para anggota komunitas termaksud, menguatkan iman-kepercayaan mereka pada kuat-kuasa Allah untuk menanamkan benih dan membuatnya bertumbuh menjadi sebatang pohon yang besar, tinggi dan kuat. Hal ini tidak banyak bedanya pada zaman modern ini. Dalam isu-isu tertentu kita, umat Kristiani, juga kalah dalam jumlah ketimbang lawan-lawan kita, misalnya dalam soal aborsi, perceraian, kesopan-santunan dalam entertainment di muka publik, dlsb. Seperti orang-orang Yahudi Perjanjian Lama yang berada dalam pembuangan dan orang-orang Kristiani awal di Roma, kita juga perlu diyakinkan, perlu dikuatkan, disemangati dalam iman-kepercayaan kita akan kuat-kuasa Allah untuk mengambil upaya-upaya kita yang kecil dan membuatnya bertumbuh menjadi suatu gerakan yang kuat-perkasa.

Yang diminta Allah dari diri kita adalah bahwa kita menaruh kepercayaan kepada-Nya dan mencoba. Dia akan menyelesaikan sisanya tanpa ribut-ribut namun dengan tekun, sehingga dengan demikian sikap dan perilaku mementingkan diri sendiri akan dikalahkan oleh sikap dan perilaku untuk berbagi, kejahatan akan dikalahkan oleh kebaikan, kebencian akan dikalahkan oleh kasih. Apabila kita memiliki kesabaran dan pengharapan, maka pada akhirnya panenan dari apa yang kita tanam akan bermunculan: bangsa-bangsa akan berdamai satu sama lain, hak-hak azasi manusia direstorasikan, anak-anak dan para perempuan akan terlindungi dari tindakan kekerasan, orang-orang lapar akan memperoleh makanan secukupnya, dlsb.

Jadi, betapa kecil pun upaya-upaya kita untuk memajukan cita-cita Kristiani, Allah akan melipat-gandakannya dengan kuat-kuasa yang tersembunyi untuk mendatangkan hasil-hasil yang luar biasa. Allah melakukannya bagi Yehezkiel dan Markus dan Rosa Parks. Kita harus percaya bahwa Dia dapat melakukannya lagi melalui diri kita.

3. PARA PENGGARAP KEBUN ANGGUR YANG JAHAT

Lalu Yesus mulai berbicara kepada mereka dalam perumpamaan, “Ada seseorang membuka kebun anggur dan membuat pagar sekelilingnya. Ia menggali lubang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga. Kemudian Ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. Ketika sudah tiba musimnya, ia menyuruh seorang hamba kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima sebagian dari hasil kebun itu dari mereka. Tetapi mereka menangkap hamba itu dan memukulnya, lalu menyuruhnya pergi dengan tangan hampa.

Kemudian ia menyuruh lagi seorang hamba lain kepada mereka. Orang ini mereka pukul sampai luka kepalanya dan sangat mereka permalukan. Lalu ia menyuruh seorang lagi seorang hamba lain, dan orang ini mereka bunuh. Demikian juga dengan banyak lagi yang lain, ada yang mereka pukul dan ada yang mereka bunuh. Masih ada satu orang lagi padanya, yakni ANAKNYA YANG TERKASIH. Akhirnya ia menyuruh dia kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. Tetapi penggarap-penggarap itu berkata seorang kepada yang lain: Inilah ahli waris, mari kita bunuh dia, maka warisan ini menjadi milik kita. Mereka menangkapnya dan membunuhnya, lalu melemparkannya ke luar kebun anggur itu. Sekarang apa yang akan dilakukan oleh tuan kebun anggur itu? Ia akan datang dan membinasakan penggarap-penggarap itu, lalu mempercayakan kebun anggur itu kepada orang-orang lain. Tidak pernahkah kamu membaca nas ini: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: Hal ini terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita.” Lalu mereka berusaha untuk menangkap Yesus, karena tahu bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya dengan perumpamaan itu. Tetapi mereka takut kepada orang banyak. Mereka membiarkan Dia, lalu mereka pergi. (Mrk 12:1-12)

Bacaan Pertama: 2Ptr 1:1-7; Mazmur Tanggapan: Mzm 91:1-2,14-16

Dalam perumpamaan ini Yesus menggunakan gambaran kebun anggur seperti yang digunakan oleh Yesaya sebelumnya (Yes 5:1-7). Sasaran Yesus dengan perumpamaan ini adalah para pemimpin atau pemuka agama Yahudi. Mereka membimbing umat Allah (kebun anggur) untuk keuntungan mereka sendiri, bukan untuk Allah (pemilik kebun anggur). Dengan demikian Allah tidak menerima tanggapan (buah) yang diharap-harapkannya. Yang lebih “parah” lagi adalah, bahwa mereka menutup umat dari Yesus, sang Putera Allah.

Kita dapat menggunakan gambaran (imaji) kebun anggur ini untuk mencerminkan bagaimana cara sikap-sikap yang keliru dapat menguasai pikiran kita dan menghalang-halangi kita menghasilkan buah baik berupa kasih dan kemurahan hati dlsb. Harapan-harapan sang tuan tanah pemilik kebun anggur hancur karena kebun anggur miliknya itu dikuasai oleh para penggarap yang bersikap memusuhi. Sesuatu yang serupa terjadi dalam relasi kita dengan Allah ketika kita memperkenankan filsafat-filsafat (katakanlah dalam hal ini falsafah-falsafah) dunia mengkontaminasi pemikiran kita. Barangkali kita telah mengambil oper relativisme moral atau “yang buruk-buruk di bidang seks” dari film, buku atau dari “dunia maya” (internet). Barangkali kita telah melibatkan diri dalam praktek-praktek okultisme atau “new age”. Sebagai akibatnya, kehidupan rahmat dalam diri kita menjadi rusak.

Kabar baiknya adalah bahwa Allah itu tanpa reserve dan tidak menghitung-hitung biaya dalam upaya-Nya untuk membebaskan diri kita dari pengaruh-pengaruh yang tidak baik seperti disebut di atas. Yesus datang untuk membuang segala hal yang mengganggu membawa dampak buruk atas pikiran kita, kemudian mendirikan kerajaan-Nya di dalam diri kita namun Ia tidak akan melakukan hal tersebut sendiri. Setiap hari, Dia memanggil kita untuk menaruh iman kita dalam kemenangan-Nya atas dosa dan kematian dan taat kepada perintah-perintah-Nya. Tindakan menyerahkan diri kita kepada-Nya bukanlah suatu kehilangan kendali yang tidak sehat, melainkan memperoleh kembali kendali kita. Mengapa? Karena dengan demikian kita dipulihkan kepada pikiran kita yang benar. Selagi sabda Allah meresap dalam kehidupan kita, kita pun dibebaskan dari tirani dosa dan pikiran kita dipenuhi dengan “semua yang benar, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedang didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji” (Flp 4:8).

4. POKOK ANGGUR DAN RANTING-RANTINGNYA

“Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dimuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku.” (Yoh 15:1-8).

Bacaan Pertama: Kis 15:1-6; Mazmur Tanggapan: Mzm 122:1-5

Di negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, teristimewa di kalangan orang-orang muda sudah cukup lama ada gejala yang mengekspresikan pandangan berikut ini: “Yesus ya, tetapi Gereja tidak!” Saya yakin dalam masyarakat kita pun ada hal yang serupa kalau pun tidak sama.

Bagi banyak orang memang terdapat pemisahan yang sungguh riil antara mengikuti Yesus dan menjadi anggota Gereja. Motif-motif mereka cukup banyak. Beberapa yang cukup sering terdengar a.l. adalah: (1) Gereja terlalu besar, formal dan impersonal; (2) Kami pergi ke gereja dan merasa seakan kami berdiri dalam sebuah toserba atau stasiun kereta. Sedikit saja terasa adanya kehangatan, kasih atau persekutuan; (3) Yang kami lakukan dalam gereja hanyalah duduk, berdiri, berlutut dan sekali-kali turut bernyanyi dan menyerukan aklamasi bersama orang-orang lain; (4) Homili atau khotbah-khotbahnya seringkali tidak membumi, jauh dari kenyataan hidup kami sehari-hari; (5) Bacaan-bacaan terasa aneh atau sudah kami kenal baik; (6) Kami merasa sulit mengasosiasikan iman dan cintakasih kami kepada Yesus Kristus dengan Gereja yang begitu melembaga

Sebaliknya, kami merasa tertarik kepada pribadi Yesus: (1) Pesan kasih Yesus, pelayanan-Nya dalam menyembuhkan serta mengampuni, dan keakraban-Nya dengan Bapa di surga sungguh berkesan di hati kami; (2) Kami ingin menjadi anggota sebuah komunitas di mana kami dikasihi dan diterima; (3) Kami tidak mau dianggap sekadar sebagai satu wajah lain lagi dalam jemaat; (4) Kami ingin merasakan iman kami sebagai suatu kekuatan vital dalam hidup kami sehari-hari: (5) Bukan struktur atau organisasi yang penting, melainkan relasi kami dengan Yesus dan kasih antara kami satu sama lain; (6) Bagi banyak dari kami, struktur adalah batu sandungan bagi pertumbuhan spritualitas.

Suatu pemisahan antara Yesus dan Gereja institusional sungguh ironis. Konsili Vatikan II memakai banyak tenaga dan wawasan dalam mempertimbangkan sifat dan misi Gereja. Pengharapan dari Konsili adalah untuk melibatkan umat beriman dalam kehidupan Gereja. “Umat adalah Gereja” tidak dimaksudkan sebagai sekadar slogan. Diharapkan bahwa umat Allah akan memainkan peranan yang aktif dan bertanggung-jawab dalam kehidupan gereja lokal. Rasa memiliki (sense of belonging) yang lebih besar dan identitas umat sebagai Gereja juga diperkokoh. Visi Konsili Vatikan II masih harus terus diwujudkan. Walaupun begitu, tidak ada orang yang dapat menyangkal bahwa berbagai kemajuan telah berhasil diwujudkan.

Bacaan Injil hari ini memberikan kepada kita sebuah gambaran yang indah dan kuat tentang Gereja sebagai sebuah komunitas iman dan persekutuan (Latin: communio) dengan Yesus. Bukannya memisahkan Gereja dari Yesus, gambaran yang diberikan justru mengasosiasikan para anggota komunitas dengan Pribadi Yesus. Yesus bersabda: “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya” (Yoh 15:5). Gambaran tentang pokok anggur dapat kita lihat dalam Perjanjian Lama (Yes 5:2; Yer 2:21). Pokok anggur dipahami sebagai umat pilihan Allah. Allah mengasihi dan merawat pokok anggur itu agar menghasilkan banyak buah. Hal ini hanya mungkin apabila komunitas itu hidup dalam relasi yang intim dengan Yesus. Yesus berdiam dalam hati para murid-Nya, memberikan kepada mereka rahmat yang diperlukan untuk mendatangkan karya-karya Roh (teristimewa kasih persaudaraan). Di luar Yesus tidak akan ada pertumbuhan yang langgeng dan/atau tahan lama. Tanpa Yesus segala upaya baik yang dilakukan cepat atau lambat dapat menjadi rusak disebabkan oleh egoisme dan perpecahan-perpecahan.

Gambaran pokok anggur dan ranting-rantingnya tidaklah bertentangan dengan Gereja sebagai lembaga (institusi). Gambaran ini dapat dipakai sebagai suatu upaya indah untuk mendorong (juga mengoreksi) pertumbuhan lebih lanjut dalam Yesus. Manakala struktur-struktur institusional menjadi tujuan dalam dirinya, maka hal ini sama saja dengan penyembahan berhala (Inggris: idolatry). Struktur-struktur gerejawi tetap diperlukan untuk menjaga ajaran Gereja, penyembahan/tata ibadat, dan nilai-nilai moral. Gereja hari ini jauh lebih besar dan jauh lebih kompleks daripada Gereja Perdana pada abad pertama. Kita membutuhkan struktur-struktur untuk menangani jumlah anggota jemaat yang memang tidak sedikit. Akan tetapi, kita tidak pernah boleh memperkenankan struktur-struktur menjadi begitu dominan sehingga merusak persekutuan dan relasi kita dengan Yesus.

Gambaran pokok anggur dan ranting-rantingnya mendorong serta menyemangati kita untuk mempererat persekutuan dalam komunitas iman. Sebuah komunitas iman yang dipenuhi Roh Kudus adalah sebuah komunitas yang memperkenankan anggotanya untuk mengenal Yesus dengan lebih baik dan untuk para anggotanya saling mengasihi sebagai saudari dan saudara dalam Yesus Kristus. Apabila kita sungguh mengenal Yesus (bukan Yesus sebagai ide, melainkan sebagai seorang Pribadi yang hidup dalam kehidupan kita) dan ada saling mengasihi antara kita, maka karya-karya Roh Kudus menjadi terbukti-nyata.

Kelirulah kalau kita berpandangan “Yesus ya, tetapi Gereja tidak!” Gereja dipanggil untuk menjadi “pengingat” historis-konkret akan kasih Allah yang tanpa syarat kepada semua orang dan ciptaan-Nya. Gereja dipanggil untuk semakin dalam bersatu dengan Yesus dan menghasilkan buah Roh: “kasih, sukacita, damai-sejahtera, persekutuan dan integritas” (bdk. Gal 5:22-23). Kita semua dipanggil untuk membantu membuat Gereja menjadi sebuah komunitas di mana Roh Kudus berdiam dan Yesus dikenal serta dikasihi. Panggilan ilahi sedemikian sungguh sangat menantang dan tidak pernah membosankan.

5. AKULAH POKOK ANGGUR YANG BENAR

“Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dimuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku.” (Yoh 15:1-8).

Bacaan Pertama: Kis 9:26-31; Mazmur Tanggapan: Mzm 22:26-28,30-32; Bacaan Kedua: 1Yoh 3:18-24

Yesus bersabda, “Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya” (Yoh 15:1). Sebagai pokok anggur yang benar, Yesus adalah penggenapan dari segala sesuatu yang dikatakan tentang Israel sebagai kebun anggur pilihan Allah. Semua hal ini hanyalah bayangan dari realitas yang kita kenal sebagai Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah sungguh Putera terkasih dari Bapa di surga, Sang Terpilih dalam artian yang sangat unik. Relasi intim yang terjalin antara Bapa dan Yesus kemudian “diperpanjang” sampai kepada para murid-Nya: “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya” (Yoh 15:5).

Ini adalah sebuah alegori yang agak berbeda dengan perumpamaan dalam arti parabel (Inggris: parable). Dalam sebuah parabel, hanya poin utama sajalah yang dimaksudkan untuk diterapkan dalam kehidupan. Sebaliknya, dalam sebuah alegori semua detil diterapkan. Selagi alegori pokok anggur diceritakan, para murid mendengar banyak aspek relasi Kristus dengan mereka. Tema-tema seluruh diskursus dalam Perjamuan Terakhir dapat diringkaskan sebagai berikut: (1) Walaupun Yesus sedang berada pada titik siap untuk berpisah secara fisik, pekerjaan-Nya akan berlanjut; (2) para murid akan diberi amanat untuk melanjutkan tugas-Nya; (3) mereka akan menerima energi ilahi untuk melaksanakan tugas itu.

Pekerjaan Bapa sebagai pengusaha adalah memotong ranting yang tidak berbuah dan membersihkan ranting yang berbuah, juga diterapkan pada kehidupan. Pohon anggur adalah sebatang tetumbuhan yang bertumbuh dengan cepat dan harus dipotong, dipangkas secara drastis apabila ingin menghasilkan buah secara berlimpah. Pemangkasan ranting yang tidak berbuah mengingatkan kita bahwa komunitas orang yang sungguh percaya itu dipisahkan dari mereka yang telah “dipangkas” dari Kristus melalui/karena ketidak-percayaan mereka. Pembersihan ranting yang berbuah mengingatkan kita pada proses pemurnian atau pembersihan. Jadi, mengingatkan kita pada peristiwa pembasuhan kaki para murid oleh Yesus sebelum Perjamuan Terakhir, ketika Yesus berkata kepada Petrus: “Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku” (Yoh 13:8). Akan tetapi, sekarang Yesus meyakinkan mereka kembali para murid bahwa mereka telah dibersihkan oleh ajaran-ajaran-Nya …… “karena firman yang telah Kukatakan kepadamu” (Yoh 15:3).

Poin berikutnya dalam alegori ini adalah kebenaran yang indah bahwa para murid merasa nyaman dalam Kristus, seperti ranting dengan pokok anggurnya. Rumah adalah tempat di mana kita berdiam dan di mana kita kembali dan kembali lagi setiap kali kita di luar. Inilah bagaimana seorang murid menemukan bahwa hidup-Nya berakar dan bertumpu pada Kristus dan dia selalu kembali kepada Kristus untuk arti, terang dan makanan. Yesus bersabda: “Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5). Yang dimaksudkan itu buah macam apa? Kita memperoleh jawabannya dalam Bacaan Pertama: “Dan inilah perintah-Nya: supaya kita percaya kepada nama Yesus Kristus, Anak-Nya, dan saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita” (1Yoh 3:23).

Percaya berarti membuat pikiran (akal budi) kita dicerahkan oleh ajaran Yesus, untuk mempunyai kepercayaan kita yang sepenuhnya berakar pada diri-Nya, dan memperoleh damai-sejahtera kita dalam pengampunan ilahi-Nya. Ketika kita begitu berakar dalam Yesus, maka kita dengan sukarela akan membuka hidup kita dalam cinta kasih praktis bagi orang-orang lain dengan kasih Yesus sendiri.

“Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya” (Yoh 15:7). Jawaban atas doa dijamin … namun catatlah syaratnya: “jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu”. Kenyataannya adalah bahwa siapa saja yang begitu kokoh berakar dan bertumpu dalam Kristus hanya akan meminta apa saja yang merupakan kehendak Allah.

Poin terakhir berurusan dengan perpanjangan kemuliaan Bapa. Ada perasaan bahwa di mana karya Allah belum lengkap sampai kita meluaskan Kerajaan-Nya ke setiap bagian masyarakat.

“Alegori tentang pokok anggur dan ranting-rantingnya” ini mengajar kita bahwa menjadi seorang murid Yesus Kristus merupakan suatu panggilan yang agung. Kita ditantang untuk menjadi pelayan-Nya yang menghasilkan buah di tengah dunia dewasa ini. Dengan indah kita dijamin kembali bahwa sukses dalam tugas ini adalah karena energi ilahi yang ada dalam diri kita apabila kita hidup dalam Kristus.

6. BUKALAH TELINGA KITA BAGI SUARA TUHAN YESUS

 “Sesungguhnya aku berkata kepadamu: Siapa yang masuk ke dalam kandang domba tanpa melalui pintu, tetapi dengan memanjat dari tempat lain, ia adalah seorang pencuri dan seorang perampok; tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba. Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar. Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya. Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka akan lari dari orang itu, karena suara orang-orang asing tidak mereka kenal.”

Yesus mengatakan kiasan ini kepada mereka, tetapi mereka tidak mengerti apa maksudnya Ia berkata demikian kepada mereka.

Karena itu Yesus berkata lagi, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, Akulah pintu bagi domba-domba itu. Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka. Akulah pintu; siapa saja yang masuk melalui Aku, ia akan diselamatkan dan Ia akan masuk dan keluar serta menemukan padang rumput. Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang supaya mereka mempunyai hidup, mempunyainya dengan berlimpah-limpah.(Yoh 10:1-10)

Bacaan Pertama: Kis 11:1-8; Mazmur Tanggapan: Mzm 42:2-3;43:3-4

Yesus adalah sang “Gembala yang Baik” yang datang untuk memelihara dan memimpin umat-Nya. Seperti anak-anak atau domba-domba yang hilang dalam semak belukar di padang gurun, kita sering merasa bingung dan dibuat takut oleh dunia di sekeliling kita. Kita bertanya-tanya kepada diri kita sendiri, di mana sih rumah kediaman kita yang sejati? Di tengah-tengah berbagai pertanyaan kita itu, Yesus memanggil kita agar mendengarkan suara-Nya yang akan membimbing serta menuntun kita. Bilamana Dia melihat kita mencoba dengan keras untuk melakukan yang terbaik, namun tetap saja jatuh tersandung, Ia tidak menghukum kita. Sebaliknya, Yesus memanggil kita dan memimpin kita ke luar dari rasa takut yang melanda kita, perjuangan kita yang dipenuhi kesalahan-kesalahan, untuk menuju kehangatan kehadiran-Nya.

Karena kita diciptakan oleh Allah yang Mahakasih, maka kita masing-masing dianugerahi kemampuan untuk dapat mengenali suara Yesus. Kadang-kadang suara-Nya “nyaring, seperti bunyi sangkakala” (Why 1:10), atau “bagaikan desau air bah” (Why 1:15). Namun seringkali suara-Nya datang dengan lemah-lembut berupa “bunyi angin sepoi-sepoi basa”, seperti dialami oleh Elia (1Raj 19:12-13); dengan lemah-lembut menyentuh hati kita dan menggerakkan kita untuk menyerahkan diri kepada-Nya secara lebih mendalam lagi. Dia mengucapkan sabda-Nya yang mendorong serta menyemangati, menyembuhkan dan mengampuni kita (Yes 40:1-3; Yer 31:3). Pada saat Ia mengoreksi kita, Allah bersabda tanpa menghukum (Yeh 18:31). Selagi kita mendengar suara-Nya, kita ditarik untuk mengikuti-Nya.

Kita juga tentunya telah mendengar suara-suara lain yang berusaha untuk “mengacaukan” suara Yesus. Suara Iblis selalu negatif, betapa banyaknya pun kebenaran yang mungkin digunakan olehnya sebagai kamuflase. Kebohongan-kebohongannya menyebabkan kegelisahan, kecemasan, rasa was-was dan sejenisnya. Sebaliknya, suara Allah selalu positif, bahkan ketika Dia menunjukkan dosa-dosa kita. Kadang-kadang, pemikiran-pemikiran kita sendiri pun dapat menjadi penghalang bagi kita untuk mendengar suara Yesus; kita dapat menjadi sedemikian sibuknya dengan berbagai tugas-kewajiban sehari-hari kita (baik dalam dunia sekular maupun dalam lingkup gerejawi), sehingga kita luput mendengar suara-Nya.

Akan tetapi, sekali kita mendengar suara Yesus, kita akan mengalami rasa dahaga untuk lebih banyak lagi mendengar suara-Nya, kita dipenuhi kerinduan untuk mengalami kehadiran-Nya setiap saat. Kita dapat mendengar suara-Nya dalam liturgi, selagi Dia mendorong kita untuk bergabung dengan diri-Nya dalam kasih penuh pengorbanan diri-Nya (Ekaristi). Dia mengajar kita dalam Kitab Suci, menantang cara kita berpikir karena “begitu ‘tinggi’ tingkat pendidikan kita di dunia ini”. Melalui sahabat-sahabat yang sungguh “caring”, Tuhan juga mengucapkan kata-kata penghiburan bagi kita yang sedang dilanda kesedihan karena berbagai kesusahan hidup. Bahkan dalam keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya, suara-Nya dapat didengar, memanggil-manggil kita untuk mengangkat hati kita kepada Sang Pencipta langit dan bumi. Oh, betapa berbahagialah kita mempunyai ‘seorang’ Allah yang selalu siap untuk berbicara dengan kita!

7. GEMBALA YANG BAIK MEMBERIKAN NYAWANYA BAGI DOMBA-DOMBANYA

Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan menceraiberaikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu. Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. Tetapi Aku juga mempunyai domba-domba lain yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala. Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku agar Aku menerimanya kembali. Tidak seorang pun mengambilnya dari Aku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah perintah yang Kuterima dari Bapa-Ku.” (Yoh 10:11-18)

 Bacaan Pertama: Kis 4:8-12; Mazmur Tanggapan: Mzm 118:1,8-9,21-23,26,28-29; Bacaan Kedua: 1Yoh 3:1-2

Semua bacaan Kitab Suci dalam Misa hari ini secara bersama mengungkapkan dan mempermaklumkan pengorbanan Yesus yang penuh kasih bagi kita. Yesus mengatakan kepada orang-orang Yahudi bahwa Dia adalah “Gembala yang Baik”, yang akan memberikan nyawa-Nya bagi kita, domba-domba-Nya (Yoh 10:11). Kemudian, pada malam sebelum sengsara-Nya, Ia akan mengatakan kepada para murid-Nya: “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada ini, yakni seseorang memberikan nyawanya demi sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Dengan sempurna Yesus menunjukkan kasih-Nya itu pada waktu Dia mati di kayu salib, menyerahkan nyawa-Nya sendiri untuk menebus kita masing-masing.

Bukankah mengejutkan untuk berpikir bahwa sekiranya anda adalah orang satu-satunya yang tinggal di dalam dunia, Yesus tetap akan dengan sukarela memberikan hidup-Nya untuk menyelamatkan anda? Kesadaran akan hal inilah yang kiranya memberikan kepada Petrus keberanian untuk mengatakan kepada para imam umat dan tua-tua Yahudi: “Tidak ada keselamatan di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis 4:12).

Inilah alasan besar bagi kita untuk bersukacita! Hikmat Allah, walaupun kelihatan bodoh bagi pikiran manusia, berjaya bahkan di momen-momen paling gelap dalam kehidupan kita. Siapa lagi selain Allah yang dapat “mentakdirkan” bahwa Yesus, Putera-Nya terkasih, akan ditolak oleh umat-Nya sendiri, ditinggalkan oleh para pengikut-Nya yang terdekat? Ia bahkan diabaikan dan ditinggalkan oleh Allah, Bapa-Nya sendiri! Namun demikian, inilah hikmat Allah yang tak dapat diduga-duga oleh akal-budi manusia. Allah begitu mengasihi kita sehingga Dia bersedia mengorbankan anak-Nya yang tunggal, yang dikasihi-Nya di atas siapa saja dan apa saja, hanya untuk membawa kita kembali ke dalam pelukan-Nya. Hal ini digaris-bawahi dalam bacaan kedua hari ini: “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah” (1Yoh 3:1).

Pada masa-masa ketika segala sesuatu terasa gelap dan tanpa harapan, kita harus melihat tangan-tangan Allah yang siap menolong kita. Bahkan di dalam peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan samasekali, Allah bekerja. Ada saat-saat di mana hikmat-Nya sungguh melampaui segala akal-budi kita sehingga tanggapan kita hanyalah dapat berupa iman dan kepercayaan. Pada saat-saat seperti itu Dia mengundang kita untuk berdoa: “Yesus, Engkaulah andalanku.” Ketika berbagai kesusahan dan kegelapan mengepung diri kita dari segala penjuru kehidupan kita, kita dapat berdoa: “Bapa surgawi, biarlah tangan-tangan kasih-Mu memegang dan menuntun aku.” Ketika kita merasakan beban hidup ini begitu berat, kita dapat memandang salib Kristus dan berkata: “Tuhan, Engkau mati untuk aku secara pribadi. Aku percaya, ya Tuhan, tolonglah ketidakpercayaanku.”

8. SEPERTI BIJI GANDUM YANG JATUH KE DALAM TANAH, MATI DAN MENGHASILKAN BANYAK BUAH

Di antara mereka yang berangkat untuk beribadah pada hari raya itu, terdapat beberapa orang Yunani. Orang-orang itu pergi kepada Filipus, yang berasal dari Betsaida di Galilea, lalu berkata kepadanya, “Tuan, kami ingin bertemu dengan Yesus.” Filipus pergi memberitahukannya kepada Andreas; lalu Andreas dan Filipus menyampaikannya kepada Yesus. Kata Yesus kepada mereka, “Telah tiba saat Anak Manusia dimuliakan. Sesungguhnya Aku berkata berkata kepadamu: Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Siapa saja yang mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi siapa saja yang membenci nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Siapa saja yang melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Siapa saja yang melayani Aku, ia akan dihormati Bapa. Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini. Bapa, muliakanlah nama-Mu!” Lalu terdengarlah suara dari surga, “Aku telah memuliakannya, dan Aku akan memuliakannya lagi!” Orang banyak yang berdiri di situ dan mendengarkannya berkata bahwa itu bunyi guntur. Ada pula yang berkata, “Seorang malaikat telah berbicara dengan Dia.” Jawab Yesus, “Suara itu telah terdengar bukan oleh karena Aku, melainkan oleh karena kamu. Sekarang berlangsung penghakiman atas dunia ini: Sekarang juga penguasa dunia ini akan dilemparkan ke luar; dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.” Ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati.  (Yoh 12:20-33)

Bacaan Pertama: Yer 31:31-34; Mazmur Tanggapan: Mzm 51:3-4,12-15; Bacaan Kedua: Ibr 5:7-9

“Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah” (Yoh 12:24).

Yesus memilih untuk mati di kayu salib agar supaya kita dapat hidup. Ini adalah hakekat terdalam pesan Injil. Ia adalah sang “biji gandum” yang jatuh ke dalam tanah dan mati, yang menhasilkan banyak buah. Sekarang, kita yang telah dibaptis ke dalam kematian dan kebangkitan-Nya dipanggil untuk menyerahkan hidup kita kepada-Nya untuk mati terhadap hidup kedosaan agar supaya kita pun banyak menghasilkan buah.

Pemikiran tentang mati seperti sebutir biji gandum terkadang dapat menjadi menakutkan. Kita takut terhadap “biaya kemuridan/pemuridan” (cost of discipleship). Bahkan Yesus, Putera Bapa sendiri, “Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan?” (Yoh 12:27 LAI-TB II). Beberapa contoh terjemahan bahasa Inggrisnya adalah: “Now is My soul troubled. And what shall I say?” (RSV); “My soul is troubled now, yet what should I say?” (NAB); “Now My heart is troubled – and what shall I say?” (TEV); “Now My soul is troubled. What I shall I say?” (NJB). Jadi, jiwa Yesus lebih daripada sekadar “terharu” (mungkin kata “galau” atau “merasa susah” lebih tepat), dan ini dikatakan-Nya tidak lama sebelum mengalami sengsara di taman Getsemani. Namun demikian, Yesus mengetahui sekali bahwa kematian dan kebangkitan-Nya akan mampu menarik banyak orang ke dalam kerajaan Bapa-Nya (lihat Yoh 12:32).

Penulis “Surat kepada Orang Ibrani” mengungkapkan pergumulan Yesus dengan  mengatakan: “Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan air mata kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar taat dari apa yang telah diderita-Nya dan sesudah Ia disempurnakan, Ia menjadi sumber keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya” (Ibr 5:7-9).

Ini adalah buah dari penyaliban Yesus, “saat” untuk mana Dia telah datang. Oleh kematian-Nya, Yesus membatalkan hutang dosa kita dan memenangkan kehidupan kekal bagi kita. Allah Bapa menunjukkan kedalaman kasih-Nya bagi kita dalam hasrat-Nya untuk membuat suatu perjanjian baru dengan kita, suatu perjanjian yang ditulis dalam hati kita (lihat Yer 31:33). Tidak seperti perjanjian yang lama, yang dipatahkan oleh orang-orang Israel, perjanjian baru ini tidak dapat dipatahkan karena memang tidak tergantung pada kelemahan hati manusia. Perjanjian yang baru adalah berdasarkan pada kuat-kuasa Roh Kudus, yang akan memberikan rahmat kepada siapa saja yang berbalik kepada-Nya dengan rendah hati dan penuh kepercayaan.

DOA: Tuhan Yesus, oleh Roh Kudus-Mu, mampukanlah kami mengatasi rasa takut kami akan kematian. Seperti sebutir biji gandum, mampukanlah kami untuk mati terhadap diri kami sendiri, sehingga dengan demikian kami dapat menghasilkan banyak buah bagi-Mu selagi kami membangun kerajaan-Mu di atas muka bumi ini.  Seperti Engkau memuliakan Bapa-Mu oleh ketaatan-Mu pada kehendak-Nya, semoga kehendak kami untuk taat kepada-Nya dapat membawa kemuliaan dan kehormatan bagi-Nya. Amin.

 9. PEMIKIRAN-PEMIKIRAN ORANG-ORANG JAHAT

Karena angan-angannya tidak tepat maka berkatalah mereka satu sama lain: “Pendek dan menyedihkan hidup kita ini, dan pada akhir hidup manusia tidak ada obat mujarab. Marilah kita menghadang orang yang baik, sebab bagi kita ia menjadi gangguan serta menentang pekerjaan kita. Pelanggaran-pelanggaran hukum dituduhkannya kepada kita, dan kepada kita dipersalahkannya dosa-dosa terhadap pendidikan kita. Ia membanggakan mempunyai pengetahuan tentang Allah, dan menyebut dirinya anak Tuhan, Bagi kita ia merupakan celaan atas anggapan kita, hanya melihat dia saja sudah berat rasanya bagi kita. Sebab hidupnya sungguh berlainan dari kehidupan orang lain, dan lain dari lainlah langkah lakunya. Kita dianggap olehnya sebagai yang tidak sejati, dan langkah laku kita dijauhinya seolah-olah najis adanya. Akhir hidup orang benar dipujinya bahagia, dan ia bermegah-megah bahwa bapanya ialah Allah. Coba kita lihat apakah perkataannya benar dan ujilah apa yang terjadi waktu ia berpulang. Jika orang yang  benar itu sungguh anak Allah, niscaya Ia akan menolong dia serta melepaskannya dari tangan para lawannya. Mari, kita mencobainya dengan aniaya dan siksa, agar kita mengenal kelembutannya serta menguji kesabaran hatinya. Hendaklah kita menjatuhkan hukuman mati keji terhadapnya, sebab menurut katanya ia pasti mendapat pertolongan.”

Demikianlah mereka berangan-angan, tapi mereka sesat, karena telah dibutakan oleh kejahatan mereka. Maka mereka tidak tahu akan rahasia-rahasia Allah, tidak yakin akan ganjaran kesucian, dan tidak menghargakan kemuliaan bagi jiwa yang murni. (Keb 2:1a,12-22)

Mazmur Tanggapan: Mzm 34:17-21,23; Bacaan Injil: Yoh 7:1-2,10,25-30

Sekitar satu abad sebelum kelahiran Kristus, seorang cendikiawan Yahudi menulis sebuah kitab dalam tradisi Raja Salomo (malah mengatas namakan Salomo), raja Israel yang penuh hikmat itu. Penulis ini adalah seorang yang terdidik baik dalam hikmat alkitabiah dan juga filsafat Yunani. Dia menulis Kitab Kebijaksanaan (Salomo) ini untuk menolong komunitas Yahudi memahami iman-kepercayaan mereka di bawah tekanan untuk berkompromi dengan pandangan-pandangan kafir tentang kehidupan. Penulis ini menyalahkan orang-orang yang membuang iman-kepercayaan mereka dan kemudian memeluk budaya Yunani.

Dalam diskursus imajiner yang mengungkapkan pemikiran-pemikiran orang-orang jahat sedemikian selagi mereka membuat rancangan untuk mencelakakan seorang Yahudi yang saleh, sang penulis mengamati kesalahan dan ketidakpercayaan yang melatarbelakangi kemurtadan mereka: mereka buta terhadap kebenaran mendasar bahwa Allah memberi ganjaran kepada “jiwa yang murni” (Keb 2:22).

Tradisi masa puasa atau Prapaskah Kristiani menafsirkan bacaan ini sebagai suatu meditasi kenabian (profetis) atas rencana jahat orang-orang Yahudi untuk membunuh Yesus. Mereka yang berkomplot untuk membunuh Yesus merasakan bahwa ajaran-ajaran-Nya sungguh menantang cara-cara atau jalan-jalan mereka yang bersifat legalistik: “Pelanggaran-pelanggaran hukum dituduhkannya kepada kita” (Keb 2:12). Mereka marah ketika mendengar Yesus menyapa/memanggil Allah sebagai Bapa-Nya (Keb 2:13). Otoritas mereka terancam oleh sikap dan perilaku terbuka Yesus yang anti kemunafikan (Keb 2:16).

Biar bagaimana pun juga, ketulusan dan kebenaran pesan Yesus membuat diri-Nya sebagai suatu teguran/celaan terhadap nurani mereka yang tidak beres. Pikiran mereka sendiri yang menuduh diri mereka, kapan dan di mana saja mereka bertemu dengan Yesus (Keb 2:14,15). Mereka “ngotot” untuk menolak kebenaran Yesus, malah memandang Yesus sebagai “gangguan dan menentang pekerjaan mereka” (lihat Keb 2:12). Dengan memelintir atau memutar-balikkan ayat-ayat Kitab Suci, para lawan/musuh Yesus mencobai-Nya dan berkata: “Jika orang yang benar itu sungguh anak Allah, niscaya Ia akan menolong dia serta melepaskannya dari tangan para lawannya” (Keb 2:18). Mereka mencobai kelembutan hati dan daya tahan Yesus, dan akhirnya menyiksa Dia sampai mati di kayu salib.

Pada tataran yang berbeda, diskursus ini dapat juga membimbing kita dalam memeriksa hati kita sendiri. Apakah kita menghakimi atau memperlakukan orang-orang lain dengan kekerasan, lalu merasionalisasikannya untuk membenarkan tindakan kita itu? Apakah bagi kita ajaran-ajaran Yesus itu sebagai teguran/celaan terhadap diri kita? Apakah Kristus yang berdiam dalam diri kita membuat kita menjadi tidak nyaman? Apakah wejangan/nasihat-Nya terasa sebagai teguran/celaan, sesuatu yang kita abaikan ketika tidak menyenangkan hati kita? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini harus timbul selagi kita berjuang untuk menangkap setiap pemikiran akan Kristus. Kebenaran tentang kecenderungan-kecenderungan kita untuk berdosa tidak seharusnya membuat kita menjadi tertekan dan berdaya, karena kita mengetahui benar bahwa Yesus mati di kayu salib untuk setiap orang, bahkan untuk para lawan/musuh-Nya juga.

Marilah kita dalam masa Prapaskah ini secara khusus membawa segala pikiran dan perbuatan kita ke hadapan “sang Kebenaran” (lihat Yoh 14:6) dan 100% percaya akan apa yang pernah disabdakan-Nya: “Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat” (Luk 15:10).

DOA: Tuhan Yesus, ampunilah segala dosaku karena kemunafikan diriku, kesombongan pribadi dan ke-sok-suci-an-ku. Terima kasih Tuhan. Amin.

10. PERUMPAMAAN TENTANG HAMBA YANG TAK BERBELAS KASIH

Kemudian datanglah Petrus dan berkat inia kepada Yesus, “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali? Yesus berkata kepadanya, “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.

Sebab hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Lalu sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunasi. Tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.

Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Lalu sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunasi. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai ia melunasi hutangnya.

Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Kemudian raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohon kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Tuannya itu pun marah dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunasi seluruh hutangnya.

Demikian juga yang akan diperbuat oleh Bapa-Ku yang di surga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” (Mat 18:21-35)

Bacaan Pertama: Dan 3:25,34-43; Mazmur Tanggapan: Mzm 25:4-9

“Perumpamaan tentang Hamba yang Tak Berbelas kasih” menyebabkan timbulnya pertanyaan yang membingungkan: Mengapa hamba yang telah diampuni hutangnya sebesar 10.000 talenta, malah tidak mau mengampuni orang yang hanya berhutang kepadanya sejumlah 100 dinar? Untuk informasi, satu talenta bernilai lebih daripada upah untuk 15 (lima belas) tahun penuh. Satu dinar adalah upah untuk bekerja satu hari lamanya. Hutang hamba yang pertama sebesar 10.000 talenta, pada tahun 2.000 diperkirakan berjumlah US$ 3 miliar, sungguh besar sekali, namun sang raja tetap mengampuni dengan segala kemurahan-hati-Nya sang hamba yang berhutang tersebut. Di lain pihak hutang hamba yang berjumlah hanya sebesar 100 dinar jelas dapat dilunasi karena hanya bernilai 100 hari upah kerja, akan tetapi hamba yang pertama menolak untuk mengampuni hutang tersebut.

Mungkinkah hamba pertama yang tak berbelas kasih (Inggris: mercy = belas kasih) itu lupa samasekali bahwa dia telah diampuni dan ia ingin menenangkan hati raja dengan uang sebanyak 100 dinari itu? Barangkali dia merasa marah pada orang-orang seperti hamba yang kedua yang berhutang kepada dirinya, dan menyalahkan mereka sebagai penyebab berhutangnya dia kepada raja. Atau, apakah keseluruhan konsep belas kasih tidak mampu meresap ke dalam dirinya, sehingga selamatnya dia beserta seluruh keluarganya dari hukuman menjadi budak-budak masih memungkinkan kebiasaan buruknya kambuh lagi dengan cepat – business as usual?

Sebagaimana hamba pertama yang berhutang, hukuman atas dosa-dosa kita melampaui kemampuan apa pun yang dimiliki manusia untuk membayarnya kembali. Akan tetapi, Yesus – Allah yang menjadi manusia dengan sukarela membayar harga yang mahal itu dan sekarang meminta kepada kita untuk mengampuni orang-orang lain seperti Dia telah mengampuni kita. Dia sampai mengatakan, bahwa apabila kita tidak menunjukkan belas kasih, maka Bapa kita di surga juga melihat kita sebagai pihak yang bertanggung jawab (Inggris: accountable; akuntabel) dan dengan demikian tidak membebaskan kita dari dosa-dosa kita. Allah akan berurusan dengan kita sesuai dengan ukuran “keadilan” yang sama seperti yang kita gunakan ketika kita berurusan dengan orang-orang lain. Dengan demikian, betapa pentinglah artinya bagi kita untuk memperkenankan belas kasih menang atas penghahiman dan relasi-relasi kita dengan orang-orang lain.

Anda dapat  saja merasa bahwa dirimu bukan seorang pendosa besar dan orang-orang yang telah mendzolimi anda harusnya dihukum lebih daripada anda. Mungkin saja hal ini benar. Akan tetapi apabila kita tidak mampu menunjukkan belas kasih, maka kita pun berada di bawah dari apa yang telah Allah perintahkan untuk kita lakukan. Kita dipanggil untuk menjadi seperti Yesus, sang anak Domba Allah yang tidak pernah berdosa, namun menanggung dosa-dosa dunia. Inti permasalahannya adalah: Maukah kita meniru Yesus dan tidak menghukum orang-orang lain, atau maukah kita tetap menilai orang-orang lain akuntabel atas hutang-hutang mereka, sementara kita tahu bahwa hutang-hutang kita telah diampuni?

DOA: Tuhan Yesus, berikanlah kepadaku rahmat untuk mengampuni orang-orang lain. Rohku menginginkan hal itu walaupun masih ada emosi-emosi dalam diriku yang tidak menginginkannya. Murnikanlah aku, ya Tuhan, seturut kehendak-Mu. Amin.

11. PERKENANKANLAH DIA MERANGKUL ANDA ERAT-ERAT DENGAN BELAS KASIH-NYA

Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa, semuanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Lalu bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya, “Orang ini menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka. Lalu Ia menyampaikan perumpamaan ini kepada mereka, “Ada seseorang mempunyai dua anak laki-laki. Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka. Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh  bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan ia pun mulai melarat. Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang warga negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorang pun yang memberikan sesuatu kepadanya. Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap surga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebut anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. Lalu bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap surga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebut anak bapa. Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa kemari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Ambillah anak lembu yang gemuk itu, sembelihlah dan marilah kita makan dan bersukacita. Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Lalu mulailah mereka bersukaria. Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar suara musik dan nyanyian tari-tarian. Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu. Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu yang gemuk, karena ia mendapatnya kembali dalam keadaan sehat. Anak sulung itu marah ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan membujuknya. Tetapi ia menjawab ayahnya, Lihatlah, telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu yang gemuk itu untuk dia. Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala milikku adalah milikmu. Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali” (Luk 15:1-3,11-32).

Bacaan Pertama: Mi 7:14-15,18-20; Mazmur Antar-bacaan: Mzm 103:1-4.9-12

Bacalah dengan seksama “Perumpamaan tentang  Anak yang Hilang” di atas sekali lagi walaupun anda sudah sangat familiar dengan perumpamaan tersebut, lalu bayangkanlah dirimu sebagai salah seorang “karakter” dalam kisah itu – barangkali sebagai seorang hamba/pelayan yang bekerja dalam rumah tangga sang ayah. Anda berada di dekat TKP pada saat si anak bungsu menuntut bagian warisan dari sang ayah, sehingga dia dapat meninggalkan rumah. Anda memang kaget melihat bagaimana si anak bungsu itu tega-teganya meminta hal seperti itu kepada ayahnya. Terasa ada rasa kurang hormat di pihak si anak bungsu itu. Gambaran saat perpisahan mereka tetap ada dalam hati anda untuk jangka waktu yang lama.

Beberapa bulan setelah itu, anda sedang berada bersama sang tuan rumah ketika dia melihat anak bungsunya dari kejauhan, lalu berlari mendapatkan anak bungsunya itu dan merangkul serta menciumnya. Walaupun baju anak itu compang-camping tak keruan dan memancarkan aroma yang tidak sedap, sang ayah menangis haru dan penuh sukacita selagi dia merangkul si anak bungsu. Anda mendengar si anak bungsu mengaku kepada sang ayah, bahwa dirinya telah berdosa dan tidak layak disebut anak oleh sang ayah. Apakah anda berpikir, bahwa anak bungsu ini bahkan tidak pantas menjadi orang upahan seperti diri anda? Atau anda merasa lega, bahwa si anak bungsu sudah kembali baik-baik ke rumah?

Cobalah menggambarkan sukacita dan rasa lega sebagaimana kelihatan pada wajah sang ayah. Ia begitu berbahagia, sehingga langsung saja dia mengajak orang-orangnya untuk menyiapkan perjamuan besar-besaran dengan menyembelih lembu, dan kemudian merayakannya bersama seluruh isi rumah. Selagi sang ayah membawa anaknya yang sudah bertobat itu ke dalam rumah, dan dia memerintahkan anda menyiapkan air untuk mandi si anak bungsu dan mencari pakaian yang terbaik baginya; apakah anda pikir anda akan tersenyum kepada si anak bungsu (tanpa terpaksa) seperti yang telah ditunjukkan oleh ayahnya? Kemudian ketika anda pergi ke luar untuk membuang air kotor bekas mandi si anak bungsu, anda berpapasan dengan anak yang sulung. Si anak sulung itu menjadi marah ketika dia mendengar tentang kembalinya adik laki-lakinya dan diselenggarakannya pesta makan-minum untuk kehormatan si adik. Anda tentu memahami kemarahan si anak sulung, namun anda pun mulai mengerti pengampunan sang ayah. Anda masuk ke ruang pesta perjamuan dan membisikkan informasi penting kepada sang ayah, yaitu bahwa anak sulungnya marah besar terhadap segala sesuatu yang telah terjadi dan tengah berlangsung pada saat itu.

Sang ayah langsung pergi ke luar dan merangkul anak sulungnya. Dapatkah anda melihat kasih yang terpancar keluar dari wajah sang ayah? Bagaimana kiranya adegan terakhir ini menyentuh anda? Sampai meluluhkan hati andakah?

Kita semua merobek-robek atau mencabik-cabik hati Bapa kita di surga pada saat kita pergi meninggalkan Dia seperti yang dilakukan si anak bungsu. Pertanyaan yang harus diajukan adalah apakah kita mengatakan kepada Bapa surgawi bahwa tidak mungkinlah kita diampuni karena sudah sedemikian “gilanya” terjerumus ke dalam kedosaan. Ataukah kita memperkenankan Dia merangkul kita erat-erat dengan belas kasih-Nya? Hidup ini adalah sebuah pilihan – LIFE IS A CHOICE !!!

DOA: Bapa surgawi, terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu untuk kasih-Mu kepadaku yang tanpa syarat dan juga pengampunan-Mu atas segala dosa-dosaku, baik melalui pikiran, perbuatan, perbuatan maupun kelalaian – teristimewa kelalaian untuk mengasihi sesamaku tanpa memandang perbedaan-perbedaan yang ada: status sosial-ekonomi, ras/bangsa, suku, bahasa, agama. Apabila aku berada dalam keadaan yang tidak benar di mata-Mu, tolonglah aku agar mau dan mampu berlari mendapati-Mu dan jatuh ke dalam pelukan-Mu yang penuh kasih dan pengampunan. Amin.

12. SEBUAH PERUMPAMAAN PENTING BAGI SETIAP WARGA GEREJA

“Dengarkanlah suatu perumpamaan yang lain. Adalah seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan membuat pagar sekelilingnya. Ia menggali lubang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. Ketika hampir tiba musim petik, ia menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya. Tetapi penggarap-penggarap itu menangkap hamba-hambanya itu: mereka memukul yang seorang, membunuh yang lain dan melempari yang lain lagi dengan batu. Kemudian tuan itu menyuruh pula hamba-hamba yang lain, lebih banyak daripada yang semula, tetapi mereka pun diperlakukan sama seperti kawan-kawan mereka. Akhirnya ia menyuruh anaknya kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang kepada yang lain: Inilah ahli warisnya, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita. Mereka menangkapnya dan melemparkannya ke luar kebun anggur itu, lalu membunuhnya. Apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan dilakukannya dengan penggarap-penggarap itu?” Kata mereka kepada-Nya, “Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada penggarap-penggarap lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktkunya.” Kata Yesus kepada mereka, “Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita. Sebab itu, Aku berkata kepadamu bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari kamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.

 Ketika imam-imam kepala dan orang-orang Farisi mendengar perumpamaan-perumpamaan Yesus, mereka mengerti bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya. Mereka berusaha untuk menangkap Dia, tetapi mereka takut kepada orang banyak, karena orang banyak itu menganggap Dia nabi. (Mat 21:33-43,45-46)

Bacaan Pertama: Kej 37:3-4,12-13,17-28; Mazmur Tanggapan: Mzm 105:16-21

Apakah yang anda akan lakukan apabila Direktur Utama merangkap CEO sebuah perusahaan besar dan sukses di mana anda bekerja sebagai anggota Direksi mendelegasikan otoritasnya secara khusus kepada anda, di mana kepada anda diberikan kendali penuh atas operasi perusahaan menggantikan dirinya selama dia menjalani cuti panjang yang cukup lama  ke Eropa dan Amerika Serikat? Setelah berhasil keluar dari shock anda, bukankah anda akan bekerja keras dan sebaik-baiknya untuk membuat operasi perusahaan anda mencapai tujuannya dengan baik, misalnya dalam hal pertumbuhan penjualan, laba perusahaan dlsb.? Paling sedikit untuk memberi kesan yang baik di mata sang CEO, bukan? Pokoknya anda akan berupaya to work hard and smart!

Kepengurusan sebuah perusahaan adalah suatu tugas terhormat, apalagi kepengurusan (stewardship) kebun anggur Allah sendiri, yang lebih terhormat lagi. Sulit untuk membayangkan bagaimana seseorang yang dipercayakan dengan tugas terhormat seperti itu dapat menyalahgunakan privilese-privilese tugas tersebut dan kemudian malah berbalik melawan sang CEO (Chief Executive Officer – Eksekutif puncak, contohnya Presiden R.I. dalam hal Republik kita tercinta). Justru inilah masalah yang dikemukakan oleh Yesus dalam perumpamaan ini, ketika Dia bercerita mengenai para penggarap kebun anggur yang jahat itu.

Sejarah telah menunjukkan kepada kita saat-saat di mana para pemimpin Gereja gagal dalam memenuhi panggilan mereka, dan setiap kali terjadi hal seperti itu, setiap warga Gereja menderita. Akan tetapi, daripada kita menghakimi para pemimpin Gereja, barangkali lebih baik bagi kita untuk mempertimbangkan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh para pemimpin Gereja tersebut. Terkadang sungguh menggoda jadinya apabila seseorang mengikut arus daripada berdiri tegak atas standar moral yang kokoh! Seringkali karena harus menanggung berat pekerjaan yang dibebankan ke atas diri mereka, terasa merasa harus memikul beban seluruh dunia di atas pundak mereka. Mereka mengetahui bahwa mereka harus mendengarkan bisikan Roh Kudus, namun berbagai macam tuntutan dari orang-orang dan tugas-tugas kadang-kadang menghalangi kemampuan mereka untuk mendengar “suara kecil” yang berbicara dalam doa dan Kitab Suci.

Apabila kita tetap memikirkan berbagai kesulitan yang dihadapi oleh para pemimpin Gereja, maka kita akan kurang berkecenderungan untuk mengkritisi mereka yang telah dipanggil Allah untuk menjaga serta memperhatikan umat-Nya. Tentu saja kita akan mampu untuk menyebutkan contoh-contoh uskup, prelat dan imam yang telah “gagal” dalam mewujudkan panggilan Allah bagi mereka masing-masing. Namun daripada mengutuk-ngutuk atau pun bergosip-gosip ria, marilah kita mendukung mereka, berdoa bagi kedamaian dan perlindungan-Nya atas diri mereka.

Barangkali kita juga dapat melakukan hal-hal tertentu guna mendukung pribadi-pribadi yang dipanggil untuk menjadi pemimpin-pemimpin Gereja. Bagaimana? Dengan menghadapi dan menjalani kehidupan Kristiani kita sepenuh mungkin. Bayangkanlah hal-hal baik yang dapat berdampak positif terhadap hati para pemimpin kita karena melihat umat awam menghayati dengan serius kehidupan Injili dengan cara yang mampu mentransformasikan kehidupan. Maka, bersama dengan para pemimpin Gereja, marilah kita menjadi warga-warga Kerajaan Allah yang berbuah, sehingga Gereja akan menjadi terang yang sungguh cemerlang, yang mampu menarik orang-orang kepada kasih Kristus.

DOA: Bapa surgawi, kami mohon perlindungan-Mu atas semua pemimpin Gereja. Kami menyadari segala kesulitan dan godaan yang mereka hadapi. Oleh karena itu, kami mohon Engkau sudi mendorong serta menyemangai mereka dan memperbaiki mereka lewat Roh Kudus-Mu, sehingga mereka dapat memimpin segenap umat-Mu dalam kekudusan. Amin.

13. PERUMPAMAAN TENTANG BIJI MUSTAR

Lalu kata Yesus, “Beginilah hal Kerajaan Allah itu: Seumpama orang yang menaburkan benih di tanah, lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu bertunas dan tumbuh, bagaimana terjadinya tidak diketahui orang itu. Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu. Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim menuai  sudah tiba.”

Kata-Nya lagi, “Dengan apa kita hendak membandingkan Kerajaan Allah itu, atau dengan perumpamaan manakah kita hendak menggambarkannya? Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu yang paling kecil daripada segala jenis benih yang ada di bumi. Tetapi apabila ditaburkan,  benih itu tumbuh dan menjadi lebih besar daripada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya.”

Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan firman kepada mereka sesuai dengan kemampuan mereka untuk mengerti, dan tanpa perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri. (Mark 4:26-34)

Bacaan Pertama: 2Sam 11:1-4a,5-10a, 13-17; Mazmur Tanggapan: Mzm 51:3-7,10-11

Biji mustar itu sungguh sebutir benih yang sangat kecil. Namun apabila benih ditanam, maka benih itu mempunyai potensi untuk bertumbuh menjadi sebatang pohon yang besar. Itulah cara Kerajaan Allah memanisfestasikan dirinya dalam kehidupan kita. Sebagaimana benih pada saat baptisan kita, iman kita pada akhirnya bertumbuh menjadi cukup besar untuk memberikan “naungan” dan kehidupan bagi orang-orang lain. Dan, seperti juga sebatang pohon, iman kita akan melalui tahap-tahap pertumbuhan sampai menjadi berbuah.

Hanya setelah sebutir benih dikuburkan – artinya ditanam di tanah – maka benih itu mulai menjadi sesuatu yang substansial. Karena kita cenderung untuk memandang manisfestasi-manifestasi yang kasat mata, maka kita tidak dapat melihat hasil-hasil yang dimungkinkan dari benih iman kecil yang kita terima pada saat kita dibaptis. Allah memandang lebih mendalam daripada kecenderungan kita dalam memandang. Tidak ada yang lolos dari perhatian-Nya. Karena Allah yang membentuk diri kita dan karena Dia-lah yang membawa kita dalam telapak tangan-Nya, maka Allah-lah yang dapat menyelesaikan pekerjaan-Nya dalam diri kita. Hal ini dapat berupa waktu yang cukup untuk berdoa secara mendalam dan persekutuan dengan Yesus. Barangkali Allah memanggil kita untuk membaca sabda-Nya dalam Kitab Suci secara lebih lagi setiap hari, atau untuk bereksperimen lewat upaya mensyeringkan iman kita dengan orang-orang di sekeliling kita. Apa pun kasusnya, Allah senantiasa mengawasi kita, memberikan kepada kita peluang yang diperlukan bagi iman kita untuk dapat bertumbuh dan menghasilkan buah.

Sekarang apakah anda siap untuk bertumbuh? Apakah anda ingin melihat Allah dalam kehidupan anda secara lebih lagi? Untuk itu baiklah anda melihat ke dalam batin anda sendiri! Janganlah hanya mencoba untuk melakukan hal-hal yang benar (ini memang harus), melainkan melihat kerja Roh Kudus dalam hati anda. Apakah Roh Kudus sedang mencoba untuk mematikan dosa dalam diri anda? Apakah Dia sedang mencoba untuk menolong anda mengatasi luka-luka anda akibat ulah orang lain atas diri anda? Oleh karena marilah kita memberikan kesempatan kepada Roh Kudus untuk mengambil benih iman kita dan menumbuhkannya menjadi sesuatu yang sungguh menakjubkan.

DOA: Bapa surgawi, aku mengatakan “ya” kepada-Mu dalam segala hal yang Kauminta dari diriku. Peganglah hidupku secara lebih mendalam dan nyatakanlah kehendak-Mu dari hidupku. Bangunlah suatu fondasi di dalam diri kita yang juga dapat membantu orang-orang lain mengenal Engkau. Amin. 

14. ANGGUR BARU DAN KANTONG KULIT BARU

Pada suatu kali ketika murid-murid Yohanes dan orang-orang Farisi sedang berpuasa, datanglah orang-orang dan mengatakan kepada Yesus, “Mengapa murid-murid Yohanes dan murid-murid orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?”   Jawab Yesus kepada mereka, “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sementara mempelai itu bersama mereka? Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa. Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa. Tidak seorang pun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabiknya, yang baru mencabik yang tua, lalu makin besarlah koyaknya. Demikian juga tidak seorang pun menuang anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula.”  (Mrk 2:18-22)

Bacaan Pertama: 1Sam 15:16-23; Mazmur Tanggapan: Mzm 50:8-9,16-17,21,23

Suatu perbedaan yang sangat nyata antara kantong kulit untuk anggur yang tua dan yang baru itu tidak hanya dalam umurnya, tetapi ada atau tidak-adanya minyak dalam kulit itu. Adanya unsur minyak dalam kulit kantong anggur yang baru membuatnya menjadi fleksibel dan mampu mengembang. Bilamana anggur baru dituang ke dalam kantong yang baru itu, maka kantong itu beradaptasi dengan tekanan yang ditimbulkan oleh anggur baru tersebut. Sebaliknya kulit yang sudah tua sudah menjadi keras dan kaku – tidak mampu lagi berkembang. Kantong tua yang diisi dengan anggur baru dapat rusak/robek atau malah meletup.

 Apabila kita dibaptis dan diurapi dengan minyak keselamatan, kita pun telah diberikan suatu kemampuan baru untuk menanggapi tindakan Roh Kudus yang menggembirakan itu. Hati kita telah diubah, dibuat lembut oleh pengenalan dan pengalaman akan kasih Allah. Sekarang kita mempunyai kemampuan untuk menerima dari Dia suatu fleksibilitas baru yang dapat menjaga kita agar tetap terbuka bagi cara apa saja yang ditentukan oleh-Nya untuk kita kerjakan, walaupun kelihatannya tidak mungkin atau tidak biasa.

Akan tetapi, pertanyaan yang harus senantiasa kita tanyakan kepada diri kita sendiri, “Apakah aku tetap lembut dan lentur, siap untuk melakukan apa saja yang diminta oleh Roh Kudus dari diriku? Apakah diriku patuh terhadap dorongan Roh Kudus, atau aku semakin mengeraskan diri dan tidak fleksibel? Apakah aku terpaku pada ide-ide yang kaku, atau dapat menanggapi apa yang diinginkan Tuhan dari diriku pada hari ini – di rumah, di tempat kerjaku, di gerejaku, atau ke mana saja Dia memimpin aku?”

Allah memang kadang-kadang menantang ide-ide kita tentang Siapa diri-Nya dan bagaimana Dia bekerja dalam kehidupan kita. Jalan-jalan atau cara-cara-Nya dapat sangat berbeda dengan apa yang dapat kita bayangkan. Apakah kita mau membuka diri kita dan menerima Kerajaan-Nya seturut syarat-syarat yang ditetapkan-Nya? Marilah kita mengingat kembali apa yang telah terjadi dengan Abraham. Allah memanggilnya untuk meninggalkan tempat kediamannya dan pergi ke sebuah tempat yang baru samasekali – dan Abraham mematuhi panggilan Allah itu (lihat Kej 12:1 dsj.). Marilah kita mengingat apa yang terjadi dengan Maria: Perawan dari Nazaret ini sungguh merasa ketakutan ketika dikunjungi malaikat-agung Gabriel, namun ia mengatakan “Ya” kepada Allah, pada saat diminta untuk membawa Kristus ke tengah-tengah dunia (lihat Luk 1:26-38). Kita mengingat pula apa yang terjadi dengan Beata Bunda Teresa dari Kalkuta: Ketika Allah memanggil dirinya untuk melayani orang-orang yang paling miskin (the poorest of the poor), maka dia menukar rencananya sendiri dengan rencana Allah bagi dirinya. Kita pun harus siap untuk mengembang seperti kantong kulit anggur yang baru dan menerima panggilan Allah.

DOA: Roh Kudus Allah, penuhilah hatiku. Lebarkanlah mata hatiku ini agar dapat melihat kehendak-Mu untuk hidupku dan bagi Gereja Kristus di dunia. Ubahlah diriku agar dapat menjadi saksi Kristus yang sejati bagi dunia di sekelilingku. Amin.

15. PERUMPAMAAN TENTANG DOMBA YANG HILANG

“Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang sesat itu? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu daripada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. Demikian juga Bapamu yang di surga tidak menghendaki salah seorang dari anak-anak yang hilang.” (Mat 18:12-14)

Bacaan Pertama: Yes 40:1-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 96:1-3,10-13 Marilah kita berempati dengan sang gembala dalam perumpamaan ini dengan menempatkan diri sebagai dirinya. Apabila anda adalah gembala yang bertanggung jawab atas seratus ekor domba, apakah anda akan meninggalkan sembilan puluh sembilan ekor domba untuk mencari seekor domba yang hilang? Tidak seorang pun yang masih atau pernah berkecimpung di dunia bisnis akan melakukannya! Yang jelas seorang pelaku bisnis yang berorientasi pada keuntungan (istilah kerennya: profit making) dan memahami manajemen risiko (risk management) tidak akan melakukannya. Orang itu mempertimbangkan lebih baik kehilangan seekor dombanya dan bekerja lebih keras untuk melindungi domba-dombanya yang masih ada.

Namun demikian, justru pesan Yesus kepada kita adalah yang terasa tak masuk akal itu. Ajaran-Nya terasa radikal, bukan? Nah, Yesus kita ini memang tidak berminat untuk terlibat dalam penghitungan bottom line, untung atau rugi, dan Ia juga tidak tertarik dengan cost analysis seperti saya, atau kita-kita ini yang sekolahnya di bidang ekonomi/bisnis. Yesus telah menginvestasikan dalam diri kita masing-masing gairah dan komitmen yang sama dalam jumlah dan substansinya, tidak peduli siapa kita ini dan jalan apa yang ditempuh oleh kita masing-masing.

Yesus adalah sang Gembala Baik. Ia mempunyai komitmen untuk mencari domba asuhan-Nya yang hilang, apa dan berapa pun biayanya! Dia akan pergi ke mana saja di atas muka bumi ini untuk menemukan kembali siapa saja yang hilang. Kepada kita – satu per satu – Yesus memberi kesempatan untuk memeluk-Nya, merangkul diri-Nya. Bukankah ini adalah prinsip dasar cintakasih dan bela rasa yang kita sedang persiapkan guna merayakan Hari Natal?

Sebenarnya kita masing-masing adalah seekor domba yang hilang. Bayangkanlah di mana kita pada saat ini seandainya cara berpikir Yesus itu tidak berbeda dengan cara berpikir para pelaku bisnis yang menekankan perhitungan rugi-laba belaka: “Ah, biarlah kita menerima sedikit kerugian agar supaya dapat menyelamatkan margin keuntungan kita.” Lalu, pertimbangkanlah cintakasih begitu mengagumkan yang menggerakkan Yesus untuk mengorbankan segalanya untuk membawa kita kembali kepada hati-Nya. Kita berterima kasih penuh syukur kepada Tuhan Allah, karena rancangan-Nya bukanlah rancangan kita (Yes 55:8)! Dalam hal kebaikan, Allah kita memang Mahalain!

Dalam doa-doa kita hari ini, pertimbangkanlah bagaimana cara berpikir kita apabila dibandingkan dengan cara berpikir Yesus. Berapa lama waktu yang kita butuhkan untuk melihat keluarga kita, sahabat-sahabat kita dan sesama kita dibawa ke dalam Kerajaan Allah, dan negeri kita tercinta mengalami kelimpahan berkat karena mengenal Kristus? Marilah kita bertanya kepada Roh Kudus, langkah-langkah apa yang harus kita ambil hari ini agar cara berpikir kita semakin dekat dengan cara berpikir Yesus. Memang hal ini tidak selalu mudah, akan tetapi percayalah bahwa Yesus – sang Gembala Baik – tidak akan meninggalkan kita. Dan …… Roh Kudus-Nya akan mengajar kita agar cara-cara-Nya dapat menjadi cara-cara kita, dan pikiran-pikiran-Nya menjadi pikiran-pikiran kita. Marilah kita menjalani masa Adven ini dengan memuji-muji Yesus yang akan datang menyelamatkan kita.

DOA: Tuhan Yesus, terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu karena Engkau mengasihiku dengan kasih yang menakjubkan. Terima kasih karena Engkau datang ke tengah dunia untuk mencari dan menyelamatkan mereka yang hilang. Aku mencintai Engkau, Yesus, dan akan selalu mengikuti jejak-Mu. Amin.

16. PERKATAAN-KU TIDAK AKAN BERLALU

Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini kepada mereka, “Perhatikanlah pohon ara atau pohon apa saja. Apabila kamu melihat pohon-pohon itu sudah bertunas, kamu tahu dengan sendirinya bahwa musim panas sudah dekat. Demikian juga, jika kamu melihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Orang-orang zaman ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya terjadi. Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.” (Luk 21:29-33)

Bacaan Pertama: Dan 7:2-14; Mazmur Tanggapan: Dan 3:75-81

Yesus mengatakan kepada para murid-Nya, bahwa sebagaimana pohon ara atau pohon-pohon lainnya yang sudah bertunas menandakan sudah dekatnya musim panas, demikian pula akan ada tanda-tanda yang pasti bahwa kerajaan Allah sudah dekat. Metafora yang digunakan Yesus dipahami dengan baik oleh para pendengar-Nya yang adalah orang-orang Yahudi. Mereka memahami bahwa pohon ara akan berbuah dua kali dalam satu tahun – pada awal musim semi dan pada musim gugur. Kitab Talmud mengatakan bahwa buah pertama dimaksudkan untuk datang pada hari setelah Paskah – saat di mana orang-orang Israel percaya bahwa Mesias akan melayani dalam kerajaan Allah.

Dengan mengajarkan perumpamaan ini, Yesus sebenarnya menjelaskan pentingnya bagi orang-orang untuk membaca “tanda-tanda zaman” seperti para petani harus mendengarkan dan memahami prakiraan cuaca agar berhasil dalam bercocok-tanam, maka kita pun harus mampu untuk mendengar dan mengerti tanda-tanda dari Allah dan karya-karya-Nya dalam kehidupan kita sehingga kita dapat siap untuk saat kedatangan kerajaan-Nya.

Allah berbicara dengan banyak cara: lewat pembacaan dan permenungan Kitab Suci, lewat ajaran-ajaran Gereja, lewat kata-kata yang diucapkan saudari-saudara Kristiani lainnya, dalam hati kita, bahkan dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia. Akan tetapi, bagaimanakah kiranya kita dapat mengenali suara-Nya di tengah-tengah suara-suara lainnya yang menarik perhatian kita? Rasa percaya (trust) yang didasarkan pada kerendahan hati dan rasa sesal mendalam atas dosa-dosa kita dapat mulai membuka telinga-telinga kita. Mengambil risiko-risiko kecil, senantiasa memohon Roh Kudus agar mengajar kita, semua ini dapat menolong kita bertumbuh dalam keyakinan bahwa Allah tidak ingin meninggalkan kita dalam kegelapan. Jadi, selalu ada kemungkinan bagi kita untuk belajar bagaimana memandang dengan mata iman, mendengarkan dengan telinga-telinga pengharapan, dan memberi tanggapan dengan hati penuh cintakasih.

Kita tidak mengetahui kapan hari akhir itu akan datang, akan tetapi Yesus mengatakan kepada kita: “Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia” (Luk 21:36). Yesus juga memberikan kepada kita tanda-tanda untuk menolong kita agar berjaga-jaga dan dipenuhi hasrat mendalam akan kedatangan kerajaan-Nya. Setiap hari kita dapat menyambut Yesus masuk ke dalam hati kita dan mohon kepada-Nya untuk menunjukkan sedikit lagi rencana-Nya. Allah ingin memenuhi diri kita dengan antisipasi penuh gairah selagi kita menantikan kedatangan-Nya kembali. Marilah kita mendengarkan ketukan-Nya pada pintu hati kita dan menyambut kedatangan kerajaan-Nya dalam kepenuhannya. Peganglah senantiasa kata-kata-Nya: “Perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Luk 21:33).

 DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku agar mampu mengenali tanda-tanda-Mu hari ini. Apakah yang Kauinginkan untuk kulihat? Bukalah pintu surga, ya Tuhan, agar aku dapat memperoleh pandangan sekilas dari kerajaan-Mu selagi aku berdiri siap untuk menyapa Engkau pada saat kedatangan-Mu kelak. Amin.

17. YESUS KRISTUS ADALAH SANG RAJA

Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari yang lain, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. Lalu Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu menjenguk aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Lalu orang-orang benar itu akan menjawab Dia, Tuhan, kapan kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Kapan kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Kapan kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Raja itu akan menjawab mereka: Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah disediakan untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak menjenguk Aku. Lalu mereka pun akan menjawab Dia, Tuhan, kapan kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? Ia akan menjawab mereka: Sesungguhnya Aku berkata, segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku. Orang-orang ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal.” (Mat 25:31-46)

Bacaan Pertama: Yeh 34:11-12,15-17; Mazmur Tanggapan: Mzm 23:1-3,5-6; Bacaan Kedua: 1Kor 15:20-26a,28

Pada hari ini, ketika kita merayakan pemerintahan Yesus atas segenap ciptaan, kita bergembira atas pengamanan/keamanan dan perlindungan yang dibawakan oleh sang Raja bagi kita. Akan tetapi, kita pun melihat adanya berbagai tanda di sekeliling kita bahwa otoritas Yesus telah ditolak oleh banyak orang. Banyak sekali negara yang dahulu dikenal sebagai negara-negara Kristiani tidak lagi pantas untuk disebut begitu. Banyak gedung gereja menjadi relatif kosong dan kebaktian liturgis hanya dihadiri oleh para lansia. Ada juga gedung gereja yang dijual.

Memang umat beriman mengakui betapa menyenangkan berada di bawah pemerintahan Yesus, namun banyak yang masih belum mengetahui serta mengalami berkat-berkat karena menjadi milik-Nya. Salah satu contohnya adalah adanya relasi terluka yang diderita banyak keluarga Kristiani juga. Itulah sebabnya mengapa Allah memanggil kita guna memajukan Kerajaan-Nya lewat syering dengan orang-orang lain perihal rahasia pengharapan kita. Mengapa tidak bisa? Hari penghakiman cepat atau lambat akan tiba, dan tergantung pada kitalah untuk ikut mengusahakan agar sebanyak mungkin orang kelak menghadapi pengadilan terakhir dengan rasa yakin-mantap akan memperoleh keselamatan. Tidak cukuplah bagi kita untuk sekadar menikmati sendiri hidup rohani kita, suci-suci sendiri. Kita sama sekali tidak dapat/boleh berhenti pada “pengalaman Tabor” kita, karena memang kehendak Yesus-lah bahwa kita harus turun gunung untuk mensyeringkan pengalaman kita akan Allah/Kristus itu kepada sesama kita. Tidak cukuplah merasa disentuh oleh Roh Kudus dalam sebuah pertemuan PDKK, penuh haru, merasa “in”, karena pengalaman seperti itu harus disusul dengan karya pelayanan kasih yang nyata, teristimewa di tengah-tengah mereka yang miskin/dina. Justru karena kita telah mengalami sukacita pemerintahan Yesus dalam kehidupan kita, maka kita harus terdorong untuk membawa orang-orang lain kepada-Nya.

Perjumpaan kita dengan Yesus dalam doa dan Perayaan Ekaristi seharusnya membawa efek dinamis atas dan dalam diri kita: “Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. Kristus yang telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka” (2Kor 5:14-15). Allah memanggil kita untuk mensyeringkan cintakasih kita kepada Yesus dan sukacita kita dengan orang-orang lain. Oleh karena itu, marilah kita membuka diri terhadap karya kreatif Roh Kudus dalam diri kita. Dengan bimbingan-Nya, kita dapat membawa kesembuhan atas situasi di mana hanya ada dosa dan ketiadaan-pengharapan. Biarlah devosi kita kepada Yesus menyebarkan-luaskan sebuah pesan ke tengah dunia: KRISTUS ADALAH RAJA !!!

DOA: Yesus Kristus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku. Aku berdoa agar pada saat kedatangan-Mu kelak, Engkau akan menemukan iman yang benar di tengah segenap umat. Semoga kedatangan-Mu kembali dalam kemuliaan menemukan aku telah memberi makan mereka yang lapar, memberi minum mereka yang haus, memberi tumpangan kepada orang asing, pakaian kepada mereka yang telanjang, menjenguk mereka yang sakit  dan berada dalam penjara. Berkat bimbingan penguatan oleh Roh Kudus-Mu, semoga aku telah melakukan amanat agung-Mu untuk memberitakan Injil kepada dunia di sekelilingku. Amin.

18. PERUMPAMAAN TENTANG UANG MINA

Sementara mereka mendengarkan hal-hal itu, Yesus melanjutkan perkataan-Nya dengan suatu perumpamaan, sebab Ia sudah dekat Yerusalem dan mereka menyangka bahwa Kerajaan Allah akan segera kelihatan. Lalu Ia berkata, “Ada seorang bangsawan berangkat ke sebuah negeri yang jauh untuk dinobatkan menjadi raja di situ dan setelah itu baru kembali. Ia memanggil sepuluh orang hambanya dan memberikan sepuluh mina kepada mereka, katanya: Pakailah ini untuk berdagang sampai aku datang kembali. Akan tetapi, orang-orang sebangsanya membenci dia, lalu mengirimkan utusan menyusul dia untuk mengatakan: Kami tidak mau orang ini menjadi raja atas kami. Setelah dinobatkan menjadi raja, ketika ia kembali ia menyuruh memanggil hamba-hambanya yang telah diberinya uang itu, untuk mengetahui berapa hasil dagang mereka masing-masing. Orang yang pertama datang dan berkata: Tuan, mina tuan yang satu itu telah menghasilkan sepuluh mina. Katanya kepada orang itu: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang baik; engkau telah setia dalam hal yang sangat kecil, karena itu terimalah kekuasaan atas sepuluh kota. Datanglah yang kedua dan berkata: Tuan, mina tuan telah menghasilkan lima mina. Katanya kepada orang itu: Dan engkau, kuasailah lima kota. Lalu hamba yang lain datang dan berkata: Tuan, inilah mina tuan, aku telah menyimpannya dalam sapu tangan. Sebab aku takut kepada Tuan, karena Tuan orang yang kejam; Tuan mengambil apa yang tidak pernah Tuan taruh dan Tuan menuai apa yang tidak Tuan tabur. Katanya kepada orang itu: Hai hamba yang jahat, aku akan menghakimi engkau menurut perkataanmu sendiri. Engkau  sudah tahu bahwa  aku orang yang keras yang mengambil apa yang tidak pernah aku taruh dan menuai apa yang tidak aku tabur. Jika demikian, mengapa uangku itu tidak kau kaumasukkan ke bank (catatan: orang yang menjalankan uang)? Jadi, pada waktu aku kembali, aku dapat mengambilnya dengan bunganya. Lalu katanya kepada orang-orang yang berdiri di situ: Ambillah mina yang satu itu dari dia dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh mina itu. Kata mereka kepadanya: Tuan, ia sudah mempunyai supuluh mina. Jawabnya: Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, juga apa yang ada padanya akan diambil. Akan tetapi, semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan bunuhlah mereka di depan mataku.”

Setelah mengatakan semuanya itu Yesus mendahului mereka dan meruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem. (Luk 19:11-28)

Bacaan Pertama: 2Mak 7:1,20-31; Mazmur Tanggapan: Mzm 17:1,5-6,8,15

Perayaan Paskah sudah semakin mendekat. Kota Yerikho dipadati oleh kelompok-kelompok peziarah yang sedang menuju ke kota suci Yerusalem untuk merayakan Paskah – peringatan peristiwa pembebasan bangsa Yahudi dari tanah Mesir. Setiap orang berpikir inilah saatnya bagi Yesus untuk berjaya, dan Kerajaan Allah akan segera kelihatan … Dalam waktu singkat, di dekat pintu gerbang Yerusalem, mungkin hanya beberapa jam lagi, mereka akan mengelu-elukan sang “Putera Daud” sambil melambai-lambaikan daun palma (baca Luk 19:28 dsj.).

Sekitar sepuluh hari kemudian, dua orang murid dalam perjalanan menuju Emmaus akan mengungkapkan kekecewaan mereka dengan kata-kata berikut ini: “Padahal kami dahulu mengharapkan bahwa Dialah yang akan membebaskan bangsa Israel” (Luk 24:21), dan lima puluh hari kemudian, para rasul-Nya masih saja bertanya kepada-Nya: “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” (Kis 1:6).

Pada masa itu, sewaktu Santo Lukas menulis Injilnya, banyak peragu masih saja mempertanyakan dengan nada menghina: “Di mana janji tentang kedatangan-Nya itu? Sebab sejak bapak-bapak leluhur kita meninggal, segala sesuatu tetap seperti semula, pada waktu dunia diciptakan” (2Ptr 3:4).

Memang kelihatannya Allah seakan-akan membuat umat-Nya menanti dan menanti. Kita memang tidak banyak menyaksikan kemegahan Kerajaan-Nya! Sebenarnya Yesus telah memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dari mereka yang ragu-ragu itu. Di manakah kita dapat memperoleh jawaban Yesus itu? Dalam ‘perumpamaan tentang uang mina’! …… “Ada seorang bangsawan berangkat ke sebuah negeri yang jauh untuk dinobatkan menjadi raja di situ dan setelah itu baru kembali. Ia memanggil sepuluh orang hambanya dan memberikan sepuluh mina kepada mereka, katanya: Pakailah ini untuk berdagang sampai aku datang kembali” (Luk 19:12-13).

Orang-orang Yahudi pada zaman Yesus itu mengharapkan kedatangan sebuah Kerajaan, yang akan langsung diwujudkan di atas bumi ini. Yesus mencoba menjelaskan kepada mereka bahwa sebelum Kerajaan itu diwujudnyatakan, akan akan semacam penundaan, dan selama masa penundaan itu Ia mempercayakan tugas serta tanggung jawab yang menyertai tugas itu kepada kita – para murid-Nya – yang hidup di atas bumi ini. Kurun waktu di dalam mana kita hidup bukanlah untuk “bermimpi”, melainkan untuk “bekerja”, melakukan pekerjaan yang akan “berbuah”. “Akan tetapi, orang-orang sebangsanya membenci dia, lalu mengirimkan utusan menyusul dia untuk mengatakan: Kami tidak mau orang ini menjadi raja atas kami”  (Luk 19:14). Orang-orang yang hidup pada zaman Yesus sebenarnya mengharap-harapkan kedatangan sebuah Kerajaan yang penuh kemuliaan, sebuah Kerajaan yang berjaya dan mampu mengalahkan bangsa-bangsa lain. Yesus ingin para murid-Nya memahami, bahwa peresmian atau inaugurasi dari Kerajaan-Nya akan didahului dengan sebuah pemberontakan – katakanlah ‘revolusi’ – melawan “RAJA” ini. Beribu-ribu tahun telah lewat, namun masih saja terngiang-ngiang di telinga kita (umat Kristiani yang hidup di abad ke-21 ini) apa saja yang diteriakkan dengan penuh kebencian oleh sebagian besar bangsa pilihan Allah: “Enyahkanlah Dia, lepaskanlah Barabas bagi kami! …… Salibkan Dia! Salibkan Dia!” (Luk 23:18,21).

Sengsara Yesus …… Sengsara Allah karena ditolak oleh umat-Nya sendiri, adalah sebuah peristiwa sejarah yang sangat mengganggu nurani setiap insan yang normal. Yesus mempermaklumkan hal tersebut …… Ini adalah sebuah fenomena aktual – sebuah peristiwa dalam setiap zaman.

Di samping itu, Yesus sebenarnya membuat allusi pada suatu peristiwa historis yang baru saja terjadi sebelumnya: Arkhelaus (anak raja Herodes; lihat Mat 2:22) di mana kota Yerikho berada dalam kekuasaannya – pergi ke Roma untuk meminta gelar “Raja” dari Kaisar Agustus – namun sebuah delegasi yang terdiri dari 50 pemimpin Yahudi mengusahakan agar permohonan tersebut ditolak.

“Setelah dinobatkan menjadi raja, ketika ia kembali ia menyuruh memanggil hamba-hambanya yang telah diberinya uang itu, untuk mengetahui berapa hasil dagang mereka masing-masing” (Luk 19:15). Mulai dari titik ini dalam ‘perumpamaan tentang uang mina’ ini, kita dapat merasakan adanya keserupaan narasi antara perumpamaan ini dengan ‘perumpamaan tentang talenta’ yang hanya terdapat dalam Injil Matius (Mat 25:14-30), dan dalam suatu konteks eskatologis yang serupa. Jangka waktu yang mendahului “Kerajaan Allah yang terlihat” adalah suatu masa di mana Allah sudah memerintah/meraja, namun belum kelihatan secara kasat mata. Ini adalah masa pengejaran dan penganiayaan. Ini adalah masa di mana iman umat diuji, …… masa untuk bertekun. Ini adalah masa untuk bekerja bagi Allah: “apa saja yang telah dipercayakan Allah kepada seorang pribadi manusia haruslah berbuah” …… Ini adalah masa bagi kita untuk setia “dalam hal-hal kecil” (Luk 16:10) sampai saat di mana Allah mempercayakan kepada kita masing-masing dengan tugas dan tanggung jawab yang lebih penting: hamba yang berhasil mengelola uang mina diberikan kekuasaan untuk memerintah kota-kota. Ini adalah masa Gereja …… Ini adalah HARI INI.

DOA: Bapa surgawi, banyak orang di segala zaman mengalami pengejaran dan penganiayaan karena iman mereka kepada-Mu dalam Yesus Kristus. Bila hal sedemikian terjadi atas diri kami, berikanlah kepada kami keberanian untuk tetap berpegang pada kebenaran-Mu – bahkan sampai mati sekali pun. Amin.

19. BERBUAH UNTU KERAJAAN ALLAH

 “Sebab hal Kerajaan Surga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat. Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta. Hamba yang menerima dua talenta itu pun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta. Tetapi hamba yang menerima satu  talenta itu pergi dan menggali lubang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya. Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka. Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta. Lalu kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam hal kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam hal yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. Sesudah itu, datanglah hamba yang menerima dua talenta itu, katanya: Tuan, dua talenta tuan percayakan; lihat, aku telah beroleh laba dua talenta. Lalu kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam hal yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam hal yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. Kini datanglah juga hamba yang menerima satu talenta itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa Tuan adalah orang yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan memungut dari tempat di mana Tuan tidak menanam. Karena itu, aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan! Tuannya itu menjawab, Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam? Karena itu, seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya pada waktu aku kembali, aku menerimanya serta dengan bunganya. Sebab itu, ambillah talenta itu dari dia dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu. Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari dia. Sedangkan hamba yang yang tidak berguna itu, campakkanlah dia ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.”  ( Mat 25:14-30)

Bacaan Pertama: Ams 31:10-13,19-20,30-31; Mazmur Tanggapan: Mzm 128:1-5; Bacaan Kedua: 1Tes 5:1-6

Yesus akan datang kembali. Kita tidak tahu kapan atau bagaimana, namun Yesus telah berjanji bahwa Ia akan kembali dalam kemuliaan untuk mendirikan langit dan bumi yang baru (lihat Yes 65:17; 66:22; Why 21:1). Kita yang hidup pada rentang waktu antara saat kenaikan Yesus ke surga dan saat kembalinya dipanggil untuk senantiasa bersiap-siaga dan penuh daya sementara kita menantikan kedatangan sang Raja.

Gereja dipanggil untuk mengelola perkara-perkaranya dengan penuh kebijaksanaan, seperti seorang istri yang cakap dan bijaksana dalam mengatur rumah tangganya (Ams 31:10-31). Selama masa antisipasi ini, kita dipanggil untuki menggunakan berbagai sumber daya yang kita miliki untuk menyebar-luaskan Injil dan menjamin kesejahteraan spiritual dari Gereja. Kita dipanggil untuk melayani Tuhan kita dan menyenangkan-Nya dalam segala tindakan kita. Kesiap-siagaan kita mempengaruhi cara kita hidup. Dengan berjalan sebagai “anak-anak terang dan anak-anak siang” – melalui ketaatan kepada perintah-perintah Allah dan kehidupan doa – kita membuktikan iman kita akan kedatangan kembali Kristus (lihat 1Tes 5:5).

Setiap hari, kita mempunyai banyak kesempatan untuk menggunakan berbagai karunia yang telah dianugerahkan Allah kepada kita. Seperti ditunjukkan oleh ‘perumpamaan tentang talenta’, dua orang hamba mengambil risiko dengan uang (talenta) yang dipercayakan oleh tuan kepada mereka; mereka menginvestasikan uang tersebut dan memperoleh return yang baik. Hamba yang ketiga takut untuk mengambil risiko, dengan demikian ia menyembunyikan uang itu di tempat yang aman dan kemudian mengembalikannya kepada tuannya pada kesempatan pertama (Mat 25:14-30). Sebagaimana halnya dengan kedua hamba yang pertama, kita juga dipanggil untuk mengambil risiko demi pengembangan kerajaan Allah, melangkah keluar dalam iman dan menyaksikan Allah bergerak selagi kita menaruh kepercayaan kepada-Nya.

Allah tidak menganugerahkan kepada kita berbagai karunia dan talenta agar kita dapat menyembunyikan semua atau menyalah-gunakannya untuk tujuan-tujuan yang mementingkan diri sendiri. Setiap dari kita telah dibentuk secara unik oleh Tuhan untuk memainkan suatu peranan dalam memajukan kerajaan Allah, dengan menggunakan segala sumber daya yang telah diberikan oleh-Nya kepada kita. Apakah itu uang, berbagai kemampuan, waktu, pendidikan, latar belakang, tidak ada yang tidak relevant. Kita harus mempunyai keyakinan bahwa initisiatif apa saja yang kita ambil untuk menggunakan berbagai karunia kita, akan diberkati Allah. Ingatlah: Hasrat Allah kepada umat-Nya senantiasa lebih besar dari hasrat kita; Dia akan melakukan segalanya agar Injil disebar-luaskan ke ujung-ujung bumi.

Selagi kita memberikan diri kita, kita akan melihat kuasa Allah dan kemuliaan-Nya dinyatakan. Keterlibatan aktif kita dalam kehidupan ini sungguh merupakan suatu petualangan (adventure), dipenuhi dengan kesempatan-kesempatan untuk menggunakan segalanya yang Allah telah berikan kepada kita dan  melihat Dia membuat keajaiban-keajaiban selagi kita bekerja dalam nama-Nya. Inilah panggilan kita. Marilah kita menanggapi panggilan ini dengan penuh syukur dan sukacita.

Apakah anda percaya bahwa Allah dapat menggunakan anda untuk memajukan kerajaan-Nya? Melangkahlah dalam iman dan lihatlah perbedaan yang dapat anda buat dalam keluargamu, komunitasmu, parokimu dst. Perkenankanlah Roh Kudus memerintah dalam hidup anda, dan lihatlah buah baik yang dihasilkan!

DOA: Roh Kudus Allah, aku memperkenankan Engkau untuk bekerja lebih penuh lagi dalam hidupku. Datanglah dan penuhilah diriku dengan kuat-kuasa dan berbagai karunia yang kubutuhkan agar aku dapat berbuah untuk kerajaan Allah. Amin.

20. ALLAH TIDAK MENYESALI KARUNIA-KARUNIA DAN PANGGILAN-NYA

Sebab Allah tidak menyesali karunia-karunia dan panggilan-Nya. Sebab sama seperti kamu dahulu tidak taat kepada Allah, tetapi sekarang beroleh belas kasihan oleh karena ketidaktaatan mereka, demikian juga mereka sekarang tidak taat, supaya oleh belas kasihan yang telah kamu peroleh, mereka juga akan beroleh belas kasihan. Sebab Allah telah mengurung semua orang dalam ketidaktaatan, supaya Ia dapat menunjukkan belas kasihan-Nya atas mereka semua.

 O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin. (Rm 11:29-36)

Mazmur Tanggapan: Mzm 69:30-31,33-34,36-37; Bacaan Injil: Luk 14:12-14

Mendekati kesimpulan dari argumentasinya berkaitan dengan masalah ketidakpercayaan Israel, akhirnya Paulus mengungkapkan suatu wawasan yang bersifat klimaks dan meringkasnya ke dalam misteri tujuan penyelamatan Allah yang indah, suatu wawasan istimewa yang ditujukan untuk menyebabkan para pembaca suratnya bergabung dengan dirinya dalam pengharapan akan penyelamatan Allah yang bersifat universal. Peranan unik yang dimainkan oleh Israel di dalam rencana penyelamatan Allah membuat pengharapan bahwa seluruh Israel akan diselamatkan menjadi semakin pasti bagi para pembaca suratnya.

Paulus menginginkan agar jemaat di Roma dan para pembaca suratnya di segala zaman untuk menyadari dan menghargai kenyataan, bahwa dari sudut tujuan penyelamatan Allah, ketidakpercayaan Israel sangat bermanfaat untuk penyebarluasan kepercayaan dalam Injil, teristimewa kepada orang-orang non-Yahudi. Namun, sehubungan dengan pemilihan Allah sebelumnya, bangsa Israel tetap menjadi “kekasih” Allah karena secara jasmani mereka tetap merupakan keturunan para Bapak bangsa. Karunia-karunia yang telah dianugerahkan atas bangsa Israel (lihat Rm 9:4-5) dan pilihan yang dijatuhkan Allah atas bangsa itu melalui nenek moyang mereka, para Bapak bangsa (lihat Rm 9:6-13) bersifat permanen, jadi tidak bisa diubah (Inggris: irrevocable), dengan demikian tetap menjadi fondasi kokoh dari pengharapan bagi Israel (Rm 11:29).

Belas kasihan yang telah diberikan oleh Allah kepada orang-orang non-Yahudi menstimulir pengharapan akan datangnya belas kasihan Allah bagi bangsa Israel. Maksudnya, Allah telah memberikan belas kasihan-Nya kepada orang-orang Kristiani non-Yahudi justru karena ketidakpercayaan orang-orang Yahudi. Pada akhirnya Allah akan menunjukkan belas kasihan-Nya juga atas bangsa Yahudi seperti yang telah diwujudkan-Nya atas orang-orang Kristiani non-Yahudi itu. Hal ini menggambarkan mengapa orang-orang Kristiani tidak boleh menggantungkan diri pada pengharapan sempit dan terbatas yang ditopang hanya oleh hikmat-manusiawi mereka sendiri, melainkan harus memperluas jangkauan tujuan pengharapan di masa depan yang menyangkut pengharapan mereka untuk merangkul belas kasihan Allah dan penyelamatan-Nya bagi semua orang – baik orang-orang non-Yahudi maupun orang-orang Yahudi.

Paulus menulis, “… sama seperti kamu dahulu tidak taat kepada Allah, tetapi sekarang beroleh belas kasihan oleh karena ketidaktaatan mereka, demikian juga mereka sekarang tidak taat, supaya oleh belas kasihan yang telah kamu peroleh, mereka juga akan beroleh belas kasihan” (Rm 11:30-31). Karena peranan penyelamatan-historis dari orang-orang non-Yahudi dan Israel saling dikaitkan satu sama lain secara “rumit” oleh Allah, maka pantaslah bagi kita semua untuk meyakini bahwa sebagaimana belas kasihan Allah telah mulai mengatasi ketidaktaatan/ ketidakpercayaan orang-orang non-Yahudi (seperti dengan mudah dapat dibenarkan oleh jemaat di Roma atau para pembaca suratnya pada umumnya dengan memandang diri mereka sendiri), maka sekarang pada masa yang terbuka bagi masa depan eskatologis Allah yang telah dimulai, belas kasihan Allah itu tentunya akan mengatasi ketidaktaatan/ketidakpercayaan Israel.

Sebelum menyalin sebuah madah lagi (Rm 11:33-36) dalam suratnya, Paulus telah membuat orang-orang Kristiani yang membaca suratnya sadar bahwa karena berdasarkan belas kasihan Allah yang bebas dan universal, maka pengharapan Kristiani yang otentik dapat dan secara radikal harus tetap bagi masa depan Allah – bagi masa depan manifestasi belas kasih dan penyelamatan-Nya bagi semua orang, termasuk seluruh Israel. Beberapa kali Paulus mengungkapkan belas kasihan dalam rencana Allah bagi keselamatan universal (lihat Rm 11:30, 31). Satu lagi sebagai penutup bagian ini: “Sebab Allah telah mengurung semua orang dalam ketidaktaatan, supaya Ia dapat menunjukkan belas kasihan-Nya atas mereka semua” (Rm 11:32).

Paulus menutup diskusinya dengan sebuah madah pujian liturgis (Rm 11:33-36) seperti yang telah dilakukannya sebelumnya (lihat Rm 9:5). Frase pembukaan madah itu menggemakan kualitas yang indah dari Kitab Ayub yang menyampaikan pesan betapa kecilnya manusia di hadapan keagungan Allah. Rekonsiliasi Allah atas orang-orang Yahudi dan non-Yahudi dalam kematian dan kebangkitan Yesus sungguh bertentangan dengan segala logika manusia. Paulus percaya bahwa tidak seorang pun harus terkejut oleh pilihan apa yang dilakukan oleh Allah. Ia memetik dari Yes 40:13 dengan beberapa bagian dari ayat-ayat dari Ay 35:7 dan 41:11. Allah yang telah menjadi begitu terlibat dalam sejarah manusia berdiri di awal dan di akhir segala ciptaan dan gerakannya.

Ayat-ayat dalam madah ini mempunyai kualitas yang bersifat magnetis, yang hanya sebagian saja dapat dideskripsikan dalam gambaran-gambaran. Ayat demi ayat menarik para pembaca dari dunia yang dapat diprediksi ke dalam dunia yang tanpa akhir. Dalam visi mendalam tentang dunia seperti itu, kita mengalami suatu rasa keutuhan bersama dengan segalanya yang ada karena kita tertangkap dalam persatuan dengan Allah yang adalah sang Pencipta dan Tuhan segala sesuatu yang ada.

Lewat madah ini, Paulus:

(1) mengundang orang-orang Kristiani untuk berdiri penuh rasa takjub akan rencana Allah yang indah untuk keselamatan universal.

(2) mengingatkan para pembaca suratnya, bahwa tidak ada seorang pun yang dapat memahami sepenuhnya hikmat yang indah dari rencana Allah bagi keselamatan semua orang.

(3) mengajak orang-orang Kristiani untuk memuji-muji Allah pengharapan yang tanpa batas.

DOA: Allah, Bapa kami yang ada di surga. Kuduslah nama-Mu, ya Khalik langit dan bumi! Engkau adalah Allah mahapencipta, dan jalan-jalan-Mu bukanlah jalan-jalan kami. Rencana-Mu tetap tersembunyi bagi kami. Kami menaruh kepercayaan sepenuhnya pada kebaikan-Mu dan kasih-Mu. Amin.

21. HENDAKLAH DOSA JANGAN BERKUASA LAGI DI DALAM TUBUHMU YANG FANA

Sebab itu, hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya. Janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata kebenaran. Sebab dosa tidak akan berkuasa lagi atas kamu, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah anugerah.

Jadi bagaimana? Apakah kita akan berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah anugerah? Sekali-kali tidak! Apakah kamu tidak tahu bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk menaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran? Tetapi syukurlah kepada Allah! Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati telah menaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu. Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran. (Rm 6:12-18)

Mazmur Tanggapan: Mzm 124:1-8; Bacaan Injil: Luk 12:39-48

Sabda Allah dalam Kitab Suci mengajarkan bahwa seluruh umat manusia telah terinfeksi oleh suatu kecenderungan untuk melakukan hal-hal yang buruk dan salah – semacam “hadiah ulang tahun” dari Adam dan Hawa yang kita semua begitu ingin membukanya. Bagaimana? Dengan begitu sering membuat keputusan-keputusan yang bertentangan dengan perintah-perintah Allah. Sebagai akibatnya, kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, dan malah seluruh budaya menjadi rusak oleh dosa. Lihat saja dosa korupsi yang begitu membudaya sehingga sungguh merusak masyarakat kita.

Ini adalah gambaran yang cukup gelap. Bagaimana Santo Paulus mungkin berkata bahwa dosa tidak lagi menguasai kita? Bagaimana mungkin dia mengharapkan kita menghidupi suatu kehidupan yang telah dibebaskan dari dosa apabila kita dilahirkan dengan cara begini? Paulus berargumentasi bahwa walaupun kita mewariskan dosa – jadi juga penghukuman – dari Adam dan Hawa, kita pun juga adalah para pewaris kebenaran dan kehidupan kekal dari Yesus.

Bagaimana kita “bergeser” status dari pewaris Adam menjadi pewaris Kristus? Dengan menerima Yesus dan merangkul baptisan kita dalam nama-Nya! Dipenuhi dengan Roh Kudus, kita menjadi seorang ciptaan baru dan menjadi milik Yesus sekarang, bukan lagi milik dosa.

Posisi intim ini dan persekutuan penuh kuat-kuasa dengan Kristus adalah hak kita untuk memohon kepada-Nya. Kemudian, manakala kita menghadapi pertempuran melawan dosa dan godaan, maka kita bertahan dalam iman dan dengan ‘keras-kepala’ tetap mengklaim posisi kita dalam Kristus. Inilah gagasan yang ingin disampaikan oleh Paulus ketika dia menulis, “Hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana …… Janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi sekarang hidup” (Rm 6:12-13).

Pengalaman pribadi Paulus sendiri mengajar dirinya bahwa baik rasa kewajiban moral maupun rasa takut akan penghukuman, dua-duanya tidaklah cukup untuk menjaga agar kita tetap berada di jalan kebenaran. Kita membutuhkan persatuan dengan Kristus. Setiap hari, kita perlu mengingat bahwa kita telah dikubur dengan Yesus dan pada waktu Dia bangkit, maka kita pun bangkit bersama-Nya menuju kepada suatu kehidupan baru yang seluruhnya baru. Setiap hari, kita harus percaya bahwa selagi kita berjalan di atas bumi ini kita sebenarnya dapat hidup bagi Yesus dan melalui Yesus. Sementara kita memperbaharui iman kita dengan cara begini, kita akan melihat cengkeraman dosa atas diri kita mulai terurai-lepas, dan kita akan dipenuhi dengan rasa syukur dan sukacita yang semakin bertumbuh.

DOA: Tuhan Yesus, terpujilah nama-Mu. Terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu untuk kebebasan dari dosa yang telah Kaumenangkan bagiku. Tolonglah aku sekarang untuk menolak dosa dan secara berkesinambungan mempersembahkan diriku kepada-Mu dalam kebenaran. Amin.

22. JANGANLAH KITA LUPA UNTUK MENGENAKAN PAKAIAN PESTA

Lalu Yesus berbicara lagi dalam perumpamaan kepada mereka, “Hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang ke perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang itu tidak mau datang. Ia menyuruh lagi hamba-hamba lain, pesannya: Katakanlah kepada orang-orang yang diundang itu: Sesungguhnya, hidangan telah kusediakan, lembu-lembu jantan dan ternak piaraanku telah disembelih; semuanya telah tersedia, datanglah ke perjamuan kawin ini. Tetapi orang-orang yang diundang itu tidak mengindahkannya; ada yang pergi ke ladangnya, ada yang pergi mengurus usahanya, dan yang lain menangkap hamba-hambanya itu, menyiksanya dan membunuhnya. Maka murkalah raja itu, lalu menyuruh pasukannya ke sana untuk membinasakan pembunuh-pembunuh itu dan membakar kota mereka. Sesudah itu ia berkata kepada hamba-hambanya: Perjamuan kawin telah tersedia, tetapi orang-orang yang diundang tadi tidak layak untuk itu. Karena itu, pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu. Lalu pergilah hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu. Ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan tamu-tamu itu, ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta. Ia berkata kepadanya: Hai Saudara, bagaimana engkau masuk ke mari tanpa mengenakan pakaian pesta? Tetapi orang itu diam saja. Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.

Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.” (Mat 22:1-14)

Bacaan Pertama: Yes 25:6-10a;Mazmur Tanggapan: Mzm 23:1-6; Bacaan Kedua: Flp 4:12-14,19-20

Dalam kerahiman-Nya yang berlimpah, Allah telah mengundang semua orang untuk menghadiri pesta perkawinan kerajaan antara Putera-Nya dengan Gereja. Nabi Yesaya mengumumkan undangan Allah ini: “TUHAN (YHWH) semesta alam akan menyediakan di gunung Sion ini bagi segala bangsa-bangsa suatu perjamuan dengan masakan yang bergemuk, suatu perjamuan dengan anggur yang tua benar, masakan yang bergemuk dan bersumsum, anggur yang tua yang disaring endapannya” (Yes 25:6). Dalam ‘perumpamaan tentang perjamuan kawin’ hari ini, kita kembali membaca tentang suatu perjamuan kawin yang terbuka untuk semua orang, sebuah pesta di mana tidak seorang pun dikecualikan (Mat 22:1-14).

 Baik Yesaya maupun Yesus menekankan bahwa undangan Tuhan itu bukanlah sebuah undangan untuk menghadiri sebuah peristiwa yang akan dihadiri oleh kaum elit saja (jadi, bukan a high-society event). Semua orang diundang tanpa melihat status kehidupan mereka, posisi dalam masyarakat, kekayaan materi, ras, umur dst. Pencampuran kelompok-kelompok sosial merupakan suatu konsep yang radikal pada masa Yesaya, Yesus dan juga pada masa kita. Orang-orang Farisi pada masa Yesus, misalnya memandang hina para pemungut cukai dan pendosa, namun para “pendosa” ini sering diterima oleh Yesus  di depan orang-orang Farisi yang memandang diri paling benar itu (Mat 9:10-12). Pada zaman modern ini, orang-orang yang terdidik dan berkecukupan dalam segi keuangan seringkali menghindar dari Injil, sementara orang-orang miskin dan wong cilik justru memeluk Injil itu dengan penuh gairah.

Dalam Sakramen Ekaristi, Allah mengundang semua orang untuk mencicipi kasih-Nya yang besar dan agung. Selagi kita berpartisipasi dalam liturgi Ekaristi, Allah meningkatkan hasrat kita dan kesiap-siagaan kita dalam menghadapi perjamuan surgawi yang akan datang. Bagaimana kita akan menanggapi undangan Allah untuk perjamuan kawin Putera-Nya? Akankah kita begitu disibukkan dengan berbagai masalah dunia sehingga tidak mudah untuk dapat menerima undangan itu dengan rendah hati? Atau akankah kita menanggapi undangan itu secara spontan dengan hati yang dipenuhi cintakasih dan rasa syukur kepada Tuhan atas karunia penyegaran-Nya dan kesempatan untuk berdiam dalam rumah-Nya sepanjang masa (Mzm 23:3,6)?

Yesus bersabda: “Banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih” (Mat 22:14). Raja menolak orang yang tidak mengenakan pakaian pesta karena orang itu tidak memandang undangannya sebagai suatu kehormatan besar. Artinya, dia tidak peduli untuk “mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya” (Ef 4:24). Sebaliknya, para tamu yang mengenakan pakaian pesta adalah orang-orang yang dapat mengenali kerahiman (belas kasihan) dan kasih Allah yang berlimpah-limpah sebagai sumber kekuatan dan pengharapan mereka satu-satunya, sehingga dengan demikian mereka sendiri dapat mengenakan baju belas-kasihan Allah ini.

Marilah kita merangkul karunia kasih Allah dan rahmat-Nya dalam Ekaristi Kudus. Dengan melakukannya sedemikian, Ia akan memampukan kita menerima dengan sepenuh hati undangan-Nya untuk bergabung dalam perayaan pesta kawin sang Anak Domba.

DOA: Bapa surgawi, tolonglah aku agar sungguh siap untuk ikut-serta dalam pesta perjamuan surgawi kelak. Oleh kuasa Roh Kudus-Mu buatlah aku agar tidak ragu menanggapi undangan-Mu. Ingatkanlah aku juga agar tidak lupa mengenakan pakaian pestaku. Amin.

23. IA AKAN MEMBERIKAN ROH KUDUS KEPADA MEREKA YANG MEMINTA KEPADA-NYA

Lalu kata-Nya kepada mereka, “Jika seorang di antara kamu mempunyai seorang sahabat dan pada tengah malam pergi kepadanya dan berkata kepadanya: Sahabat, pinjamkanlah kepadaku tiga roti, sebab seorang sahabatku yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan kepadanya; masakan ia yang di dalam rumah itu akan menjawab: Jangan mengganggu aku, pintu sudah tertutup dan aku serta anak-anakku sudah tidur; aku tidak dapat bangun dan memberikannya kepadamu. Aku berkata kepadamu: Sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena orang itu adalah sahabatnya, namun karena sikapnya yang tidak malu itu, ia akan bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya. Karena itu, Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetuk, baginya pintu dibukakan. Bapak manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan, akan memberikan ular kepada anaknya itu sebagai ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya  kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di surga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Luk 11:5-13).

Bacaan Pertama: Mal 3:13-4:32a; Mazmur Tanggapan: Mzm 1:1-4,6

Apakah artinya iman apabila tidak diiringi dengan rasa percaya (trust) dan ketekunan? Allah menginginkan kita untuk menjadi orang yang tidak bergeming sampai sahabat-tetangganya memberikan kepadanya semua yang dibutuhkannya. Allah ingin agar kita datang kepada-Nya dengan penuh gairah serta menghasrati berkat-Nya dan mempunyai harapan Ia akan memberikan segala sesuatu yang kita butuhkan. Jika Ia tidak langsung memberikan apa yang kita mohonkan, maka hal itu tidak disebabkan Ia terlalu sibuk dengan hal-hal lain atau memang tidak cukup memperhatikan kita. Seringkali, Ia ingin agar kita menunggu karena Dia mengetahui bagaimana ketekunan yang mendalam dapat mengubah kita. Santo Paulus menulis: “…… kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan” (Rm 5:3-4).

Seperti halnya orang-orang tertentu, kita bisa saja merasa cepat putus-asa apabila kita tidak langsung menerima sebuah jawaban dari Yang Ilahi. Kita dapat merasa seperti menyerah berharap kepada Allah dan mulai mengandalkan diri kepada kekuatan kita sendiri.  Akan tetapi Allah mendesak kita agar supaya tetap mengetuk pintu; Ia berjanji akan membukakan pintu dan mencurahkan Roh Kudus-Nya. Kita tidak pernah boleh melupakan, bahwa Dia adalah ‘seorang’ Bapa yang hikmat-Nya mentransenden (melampaui) pemahaman manusiawi yang kita miliki.

Bilamana Allah menunda pemberian jawaban-Nya terhadap doa kita, maka hal itu seringkali disebabkan karena Dia sedang mengajar kita untuk takut kepada-Nya secara layak dan pantas. Dia adalah Allah dan kita hanyalah makhluk ciptaan-Nya. Allah selalu baik, kudus dan benar. Dia selalu pantas bagi rasa percaya kita dan Dia taat-setia apakah kehidupan kita lurus di jalan-Nya atau suka melenceng kesana-kemari. Fondasi batu-karang kita yang kokoh adalah perwahyuan Allah sendiri tentang diri-Nya dalam Yesus Kristus, bukan turun-naiknya kehidupan kita sehari-hari. Apabila kita mendasarkan kehidupan kita atas kenyataan siapa Allah itu  dan kasih-Nya yang tak pernah gagal, maka kita dapat melihat bahwa doa-doa kita dijawab oleh-Nya. Sama seperti orang yang dengan tekunnya meminta bantuan sahabat-tetangganya dan akhirnya sang sahabat-tetangganya itu memberikan apa saja yang dibutuhkan olehnya, maka kita pun akan menerima berkat-berkat yang Allah inginkan untuk dicurahkan atas diri kita.

Melalui kesetiaan dan ketekunan, kita dapat memperkenankan Allah untuk membentuk diri kita menjadi bejana-bejana bagi kemuliaan-Nya. Selagi kita menanti-nanti-Nya, kita pun belajar untuk menaruh kepercayaan kepada diri-Nya, dan dalam menaruh rasa percaya itu pada-Nya, kita pun bertumbuh semakin kuat dan lebih mampu untuk menolong orang-orang lain. Itulah saatnya di mana Dia dapat memakai kita sebagai instrumen-instrumen untuk mewujudkan kasih dan kuat-kuasa-Nya ke tengah-tengah dunia.

DOA: Bapa surgawi, aku berterima kssih penuh syukur kepada-Mu karena Engkau penuh kasih dan baik hati. Aku percaya bahwa sementara aku bertekun dalam doa dan ketaatan, maka Engkau akan mencurahkan Roh Kudus-Mu ke atas diriku, untuk membuat diriku seorang ‘ciptaan baru’ seturut karakter Putera-Mu terkasih, Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamatku. Amin.

24. PERUMPAMAAN TENTANG ORANG SAMARIA YANG BAIK HATI

Kemudian berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya, “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Yesus kepadanya, “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di dalamnya?” Jawab orang itu, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kata Yesus kepadanya, “Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.” Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus, “Dan siapakah sesamaku manusia?” Jawab Yesus, “Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi juga memukulnya dan sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia mengeluarkan dua dinar dan memberikannya kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun?” Jawab orang itu, “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya, “Pergilah, dan perbuatlah demikian!” (Luk 10:25-37)

Bacaan Pertama: Yun 1:1-17;2:10; Mazmur Tanggapan: Yun 2:2-5,8

Dengan bertanya, “Siapakah sesamaku manusia?” ahli Taurat itu mencoba untuk mengetahui  sampai berapa jauh kewajiban-kewajiban (hukum)-nya. Apakah “sesamaku” hanya terbatas pada sahabat-sahabatku yang terdekat? Bagaimana dengan penduduk kotaku yang lain? Bagaimana dengan musuh-musuhku? Bagaimana dengan orang-orang gelandangan yang tergeletak di pinggir jalan? Apakah aku diharapkan untuk mengasihi orang-orang seperti itu juga? Yesus menjawab ahli Taurat itu dengan sebuah perumpamaan, yaitu ‘perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati’. Lewat perumpamaan termaksud, Yesus menunjukkan bahwa segala sesuatu berpusat pada kasih, bukan kewajiban-kewajiban hukum. Santo Paulus memahami hal inti benar, ketika dia menulis, “Kasih adalah kegenapan hukum Taurat” (Rm 13:10).

Orang yang tergeletak babak belur setengah mati di jalan antara Yerusalem dan Yerikho karena habis dirampok dan dipukuli adalah seorang Yahudi, sedangkan yang datang menolongnya adalah seorang Samaria. Pada zaman itu hubungan antara orang Yahudi dan orang Samaria sangatlah buruk, termasuk di dalamnya ketegangan rasial. Orang Samaria adalah orang-orang yang tidak asli lagi. Yang ingin dikemukakan Yesus adalah bahwa kasih yang sejati tidak mengenal batas-batas yang disebabkan perbedaan dalam suku, ras, status sosial dlsb. Perintah untuk mengasih sesama mengacu pada semua orang, termasuk orang-orang asing yang tinggal di tengah-tengah kita, mereka yang termajinalisasi dalam masyarakat, orang-orang miskin, yang lapar, …… wong cilik!

Allah Bapa menunjukkan kasih-Nya kepada umat-Nya ketika Dia mengirim Putera-Nya yang tunggal untuk membawa pengampunan dan rekonsiliasi. Yesus mempunyai kasih yang sama ketika Dia mengatakan “ya” terhadap rencana Bapa, walaupun hal itu berarti meninggalkan kemuliaan surgawi dan memperkenankan orang-orang yang diciptakan dan dikasihi-Nya dengan begitu intens malah membunuh-Nya di kayu salib. Seperti cintakasih yang ditunjukkan oleh orang Samaria itu, kasih Yesus juga tanpa batas-batas yang bersifat diskriminatif. Kita – murid-murid-Nya – juga harus mengasihi tanpa diskriminasi macam apa pun.

Menunjukkan cintakasih dan belas kasihan dapat mengubah hati kita. Hal itu dapat mengajar kita untuk memandang setiap pribadi sebagai anak yang sangat dikasihi Allah, pantas dan layak sebagai pribadi yang bermartabat – batasan apa pun yang ada.

Dalam pekan ini kita dapat mencoba melakukan dua hal. Pertama, marilah kita keluar untuk bertemu dengan orang-orang lain, siapa pun mereka itu. Perhatian penuh cintakasih dari kita kepada orang-orang yang kita jumpai dapat membantu “menggairahkan” kembali kehidupan seseorang yang hampir mencapai titik terendah. Kedua, marilah kita membuat diri kita semakin dekat dengan Allah dan menerima kasih dan kerahiman-Nya. Roh-Nya dapat memberdayakan kita untuk melanjutkan sikap dan tindakan cintakasih kita manakala kita merasa sudah tidak mempunyai apa-apa lagi untuk diberikan kepada orang-orang lain.

DOA: Yesus, tunjukkan diri-Mu kepada semua orang yang berada dalam kesendirian di dunia ini. Penuhilah diri mereka dengan Roh-Mu dan tolonglah kami keluar menemui orang-orang yang tidak mempunyai  siapa-siapa lagi yang memperhatikan mereka. Bangkitkanlah ‘orang-orang Samaria yang baik hati’ di seluruh dunia. Amin.          

25. PERUMPAMAAN TENTANG PENGGARAP-PENGGARAP KEBUN ANGGUR

“Dengarkanlah suatu perumpamaan yang lain. Adalah seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan membuat pagar sekelilingnya. Ia menggali lubang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. Ketika hampir tiba musim petik, ia menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya. Tetapi penggarap-penggarap itu menangkap hamba-hambanya itu: mereka memukul yang seorang, membunuh yang lain dan melempari yang lain lagi dengan batu. Kemudian tuan itu menyuruh pula hamba-hamba yang lain, lebih banyak daripada yang semula, tetapi mereka pun diperlakukan sama seperti kawan-kawan mereka. Akhirnya ia menyuruh anaknya kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang kepada yang lain: Inilah ahli warisnya, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita. Mereka menangkapnya dan melemparkannya ke luar kebun anggur itu, lalu membunuhnya. Apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan dilakukannya dengan penggarap-penggarap itu?” Kata mereka kepada-Nya, “Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada penggarap-penggarap lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktkunya.” Kata Yesus kepada mereka, “Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita. Sebab itu, Aku berkata kepadamu bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari kamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu. (Mat 21:33-43)

Bacaan Pertama: Yes 5:1-7; Mazmur Tanggapan: Mzm 80:9,12-16,19-20; Bacaan Kedua: Flp 4:6-9

Dalam perumpamaan ini Yesus menggunakan gambaran kebun anggur seperti yang digunakan oleh Yesaya sebelumnya (Yes 5:1-7). Sasaran Yesus dengan perumpamaan ini adalah para pemimpin atau pemuka agama Yahudi. Mereka membimbing umat Allah (kebun anggur) untuk keuntungan mereka sendiri, bukan untuk Allah (pemilik kebun anggur). Dengan demikian Allah tidak menerima tanggapan (buah) yang diharap-harapkannya. Yang lebih “parah” lagi adalah, bahwa mereka menutup umat dari Yesus, sang Putera Allah.

Kita dapat menggunakan gambaran (imaji) kebun anggur ini untuk mencerminkan cara sikap-sikap yang keliru dapat menguasai pikiran kita dan mencegah kita menghasilkan buah baik berupa kasih dan belas kasihan. Harapan-harapan sang tuan tanah pemilik kebun anggur hancur  karena kebun anggur miliknya itu dikuasai oleh para penggarap yang bersikap memusuhi. Sesuatu yang serupa terjadi dalam relasi kita dengan Allah ketika kita memperkenankan filsafat-filsafat (katakanlah dalam hal ini falsafah-falsafah) dunia mengkontaminasi pemikiran kita. Barangkali kita telah mengambil oper relativisme moral atau “yang buruk-buruk di bidang seks” dari film, buku atau dari “dunia maya” (internet). Barangkali kita telah melibatkan diri dalam praktek-praktek okultisme atau “new age”. Sebagai akibatnya, kehidupan rahmat dalam diri kita menjadi rusak.

Kabar baiknya adalah bahwa Allah itu tanpa reserve dan tidak menghitung-hitung biaya dalam upaya-Nya untuk membebaskan diri kita dari pengaruh-pengaruh yang tidak baik seperti disebut di atas. Yesus datang untuk membuang segala hal yang mengganggu membawa dampak buruk atas pikiran kita, kemudian mendirikan kerajaan-Nya di dalam diri kita – namun Ia tidak akan melakukan hal tersebut sendiri. Setiap hari, Dia memanggil kita untuk menaruh iman kita dalam kemenangan-Nya atas dosa dan kematian dan taat kepada perintah-perintah-Nya. Tindakan menyerahkan diri kita kepada kita bukanlah suatu kehilangan kendali yang tidak sehat, melainkan memperoleh kembali kendali kita. Mengapa? Karena dengan demikian kita dipulihkan kepada pikiran kita yang benar. Selagi sabda Allah meresap dalam kehidupan kita, kita pun dibebaskan dari tirani dosa dan pikiran kita dipenuhi dengan “semua yang benar, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedang didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji” (Flp 4:8).

DOA: Yesus Kristus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku. Aku menyerahkan diriku sepenuhnya ke bawah pengendalian kasih-Mu. Tuhan, usirlah apa saja dalam diriku yang bertentangan dengan Engkau dan nilai-nilai kerajaan-Mu. Aku sungguh ingin berbuah seturut rencana-Mu menciptakanku. Amin.

26. PERUMPAMAAN TENTANG DUA ORANG ANAK YANG TIDAK SEMPURNA

“Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. Jawab anak itu: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal dan pergi. Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Anak itu menjawab: Baik, Bapa, tetapi ia tidak pergi. Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?” Jawab mereka, “Yang pertama.” Kata Yesus kepada mereka, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan pelacur akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan pelacur percaya kepadanya. Meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya” (Mat 21:28-32).

Bacaan pertama: Yeh 18:25-28; Mazmur Tanggapan: Mzm 25:4-9; Bacaan Kedua: Flp 2:1-11

Secara umum, makna dari perumpamaan Yesus ini kiranya jelas. Para pemimpin Yahudi adalah orang-orang yang mengatakan bahwa mereka akan mentaati Allah, namun praktek kehidupan mereka malah menunjukkan kebalikannya. Sebaliknya, para pemungut cukai dan pelacur adalah orang-orang yang dipandang sebagai orang-orang “buangan”, “sampah masyarakat”, namun kemudian dari kalangan merekalah muncul orang-orang yang mengikuti jalan Allah.

Akan tetapi, ada beberapa aspek yang dapat kita soroti apabila kita ingin mendalami perumpamaan ini lebih lanjut. Salah satunya adalah seperti yang diuraikan berikut ini. Ada yang mengatakan (William Barclay), bahwa kunci untuk menangkap makna yang benar dari perumpamaan ini adalah sesungguhnya tidak memuji siapa pun. Perumpamaan ini adalah sebuah gambaran dari dua jenis orang yang tidak sempurna, yang satu tidak lebih baik daripada yang lain. Tidak seorang pun dari kedua anak laki-laki dalam perumpamaan ini merupakan tipe anak laki-laki yang membawakan sukacita penuh kepada sang ayah. Dua-duanya sebenarnya tidak memuaskan, namun anak yang pada akhirnya taat dan mematuhi perintah sang ayah tentunya jauh lebih baik daripada anak yang lain. Anak laki-laki yang ideal adalah anak yang menerima perintah-perintah ayahnya dan kemudian melaksanakannya dengan taat serta penuh hormat, dan tanpa bertanya-tanya yang tidak perlu secara penuh melaksanakan perintah-perintah itu. Akan tetapi, kita harus mencatat bahwa ada kebenaran-kebenaran dalam perumpamaan ini yang melampaui situasi yang digambarkan, seperti yang diuraikan berikut ini.

Perumpamaan ini mengungkapkan adanya dua kelas/macam orang-orang di dalam dunia. Pertama, ada orang-orang yang profesinya jauh lebih baik daripada praktek mereka. Mereka akan menjanjikan segala hal – apa saja – yang baik; mereka membuat pernyataan-pernyataan besar berkaitan dengan kesalehan dan kesetiaan; namun praktek kehidupan mereka jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan apa yang mereka canangkan. Kedua, ada orang-orang yang praktek kehidupannya jauh lebih baik daripada profesi mereka. Mereka mengakui bahwa mereka adalah orang-orang yang kasar, materialis dlsb., namun orang lain melihat bahwa orang-orang “kurang benar” itu justru berbuat banyak kebaikan – hampir dalam kerahasiaan, artinya hampir tidak kelihatan – seakan mereka malu melakukan kebaikan itu. Mereka menyatakan bahwa mereka tidak berminat pada Gereja dan agama, namun kalau dilihat secara lebih teliti, ternyata mereka menghayati kehidupan Kristiani yang jauh lebih baik daripada orang-orang yang dengan penuh kebanggaan (kesombongan?) mengakui diri mereka sebagai orang-orang Kristiani sejati.

Kita semua tentunya sudah pernah bertemu dengan kedua macam orang yang digambarkan di atas. Butir penting dari perumpamaan ini adalah, bahwa sementara macam orang yang kedua jauh lebih baik ketimbang macam pertama, kedua-duanya sebenarnya tidak sempurna. Orang yang sempurna adalah orang yang profesi dan praktek hidupnya selaras-cocok.

Selanjutnya, perumpamaan ini mengajarkan bahwa “janji-janji” tidak pernah dapat menggantikan tempat “prestasi atau performa”, dan “kata-kata indah” tidak pernah dapat menggantikan “perbuatan-perbuatan baik”. Anak laki-laki yang mengatakan kepada ayahnya bahwa dia akan pergi, namun pada akhirnya tidak pergi, dia memiliki semua tanda-luar (lahiriah) yang menunjukkan kesantunan. Dia menjawab ayahnya dengan santun dan segala hormat: “Baik Bapa!” Akan tetapi kesopan-santunan yang tidak dapat diwujudkan melampaui “kata-kata manis dan sopan” adalah kurang-lebih ilusi saja. Kesopan-santunan yang sejati adalah ketaatan, yang diberikan dengan penuh kemauan dan keramahan. Di lain pihak, perumpamaan ini mengajar kita bahwa seseorang dapat dengan mudahnya merusak suatu hal yang baik oleh cara dia melakukannya. Dia dapat melakukan hal yang  baik tanpa keramahan dan dengan cara yang tidak menawan hati sehingga merusak seluruh perbuatannya. Di sini kita belajar bahwa cara Kristiani berurusan dengan prestasi/performa dan bukan janji-janji, dan bahwa tanda seorang Kristiani adalah ketaatan yang diberikan dengan penuh keramahan dan kesopan-santunan.

DOA: Tuhan Yesus, terima kasih untuk perumpamaan yang Kauajarkan kepada kami pada hari ini. Jadikanlah kami anak-anak yang senantiasa taat kepada perintah-perintah Bapa di surga. Amin.

27. TIDAK ADA YANG PENGANGGURAN DALAM TUBUH KRISTUS

“Adapun hal Kerajaan Allah sama seperti seorang pemilik kebun anggur yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar lagi dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. Katanya kepada mereka: Pergilah juga kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Lalu mereka pun pergi. Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapti orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku. Ketika hari malam pemilik kebun itu berkata kepada mandornya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk pertama. Lalu datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul kira-kira pukul lima dan mereka menerima masing-masing satu dinar. Kemudian datanglah mereka yang masuk pertama, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima masing-masing satu dinar juga. Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada pemilik kebun itu, katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. Tetapi pemilik kebun itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?

Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang pertama dan yang pertama akan menjadi yang terakhir. (Mat 20:1-16)

Bacaan Pertama: Yes 55:6-9; Mazmur Tanggapan: Mzm 145:2-3,8-9,17-18 Bacaan Kedua: Flp 1:20c-24,27a

Masalah pengangguran adalah salah satu aspek terpenting dalam manajemen perekonomian negara. Berbagai gejolak sosial dalam bentuk kerusuhan dlsb., bahkan sampai jatuhnya sebuah pemerintahan negara dapat disebabkan oleh masalah pengangguran ini. Berbicara mengenai “pengangguran” ini, ada satu hal yang dapat kita pastikan, yaitu bahwa tidak akan ada masalah pengangguran dalam tubuh Kristus! Inilah salah satu pesan yang dapat kita dapatkan dari “perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur” yang menjadi bacaan Injil hari ini.

Kita mungkin saja merasa terganggu, atau “rasa keadilan” kita tergoncang melihat apa yang terjadi dengan para pekerja yang paling lama bekerja di kebun anggur pada hari itu ketimbang mereka yang hanya bekerja untuk satu jam lamanya. Kita bersimpati kepada mereka yang bekerja lebih lama itu, malah berempati dengan mereka (Mat 20:8-12)! Perumpamaan ini juga dapat mengembalikan kenangan lama yang buruk dan menusuk hati siapa saja yang kiranya pernah diperlakukan tidak adil dalam perusahaan  tempat dia bekerja, a.l. misalnya dalam hal promosi jabatan dan penerimaan renumerasi yang bersifat diskriminatif.

Akan tetapi, kita juga dapat membaca perumpamaan ini dari terang yang berbeda, andaikata kita memusatkan perhatian kita pada kenyataan bahwa sang pemilik kebun itu mempunyai begitu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan: Sepanjang hari itu, setiap jam ia harus mencari tambahan pekerja! Nah, kebun anggur Allah adalah seperti itu juga. Lebih dari satu kali Yesus berkata kepada para murid-Nya, bahwa “tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit” (Mat 9:38; bdk. Yoh 4:35). Allah senantiasa mencari orang-orang yang dipenuhi dengan kuasa-Nya agar kemudian dapat diutus-Nya untuk menyembuhkan orang-orang sakit, mengenakan pakaian pada orang-orang yang telanjang dan mewartakan Injil. Apakah kita datang pada jam-jam terakhir atau menjawab panggilan-Nya pada menit-menit terakhir, yang jelas ada pekerjaan yang disediakan-Nya bagi kita masing-masing – dan upahnya pada akhir hari pun tidak akan mengecewakan.

Sesungguhnya, pada waktu kita dibaptis, Yesus memanggil kita kepada “kekudusan” dan juga suatu “misi”. Sekarang masalahnya adalah, apakah kita telah menjawab panggilan-Nya itu. Kalau anda berpikir, “Ah, aku sudah terlalu tua nih”, ingatlah akan Abraham dan istrinya, Sara. Apabila anda berpikir, “Aku terlalu berdosa”, ingatlah si penjahat yang disalibkan di sebelah Yesus, yang cerita tentang pertobatannya pada menit-menit terakhir dalam Injil Lukas telah membawa begitu banyak orang (kembali) kepada Yesus Kristus selama 20 abad ini. Bilamana anda berpikir, “Aku kan masih terlalu muda”, ingatlah Maria, Daud, Daniel dan Timotius. Lagipula, isunya di sini bukanlah terutama apa yang anda dapat lakukan bagi Allah, melainkan apa yang Allah dapat lakukan melalui diri anda! Ada kata-kata bijak yang berbunyi sebagai berikut: “Allah tidak memanggil orang-orang yang qualified (lulus kualifikasi), Ia membuat qualified  orang-orang yang dipanggil.” Ingatlah juga bahwa Yesus itu tidak diskriminatif, Ia tidak mengenal favoritisme. Lihatlah siapa-siapa saja yang dipanggil-Nya menjadi rasul-rasul-Nya!

Ketika Yesus memandang Petrus si nelayan penjala-ikan, Ia melihat dalam diri Petrus seorang “penjala manusia”. Ketika Ia melihat Lewi alias Matius, si pemungut cukai yang dibenci masyarakat, Yesus melihat dalam dirinya seseorang yang kelak menjadi penulis Injil yang tetap memiliki nilai-kekinian, bahkan pada abad ke-21 ini. Sekarang, apa yang dilihat Yesus pada diri anda ketika Ia dengan penuh kasih memandang anda?

Oleh karena itu, Saudari-Saudaraku, janganlah kita membuat batasan-batasan sehubungan dengan apa yang dapat terjadi ketika Allah yang Mahakuasa sedang bekerja di dalam dan melalui diri kita masing-masing. Yakinilah, bahwa kita pun dapat menjadi pekerja yang baik di kebun anggur milik Allah!

DOA: Tuhan Yesus, aku seorang yang lemah, berikanlah kekuatan kepadaku, ya Yesus yang baik. Aku seorang berdosa, namun Engkau membuatku kudus. Aku memberikan hidupku kepada-Mu, ya Tuhan dan Juruselamatku. Penuhilah diriku dengan kasih dan kuat-kuasa-Mu, lalu pakailah aku seturut kehendak-Mu. Terima kasih, ya Tuhan dan Allahku. Amin.

28. HANYA KARENA WAFAT DAN KEBANGKITAN-NYA

Ketika orang banyak berbondong-bondong datang, yaitu orang-orang yang dari kota ke kota menggabungkan diri dengan Yesus, berkatalah Ia dalam suatu perumpamaan, “Adalah seorang penabur keluar untuk menaburkan benihnya. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu diinjak orang dan burung-burung di udara memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan setelah tumbuh ia menjadi kering karena tidak mendapat air. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan semak itu tumbuh bersama-sama dan menghimpitnya sampai mati. Sebagian jatuh di tanah yang baik, dan setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat.” Setelah berkata demikian Yesus berseru, “Siapa yang mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!” 

Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya tentang maksud perumpamaan itu. Lalu Ia menjawab, “Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang lain hal itu diberitakan dalam perumpamaan, supaya sekalipun memandang, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti. Inilah arti perumpamaan itu: Benih itu ialah firman Allah. Yang jatuh di pinggir jalan itu ialah orang-orang yang telah mendengarnya; kemudian datanglah Iblis lalu mengambil firman itu dari dalam hati mereka, supaya mereka jangan percaya dan diselamatkan. Yang jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang-orang yang setelah mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad. Yang jatuh dalam semak duri ialah orang-orang yang telah mendengar firman itu, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekhawatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang. Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang-orang yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan.” (Luk 8:4-15).

Bacaan Pertama: 1Tim 6:13-16; Mazmur Tanggapan: Mzm 100:2-5

Petani macam apa yang membiarkan benih yang ditaburkan olehnya jatuh di pinggir jalan atau di tanah yang berbatu-batu, atau di tengah semak duri? Para petani mengetahui bahwa hasil tuaian dari benih yang ditaburkan di tanah yang baik memiliki kemungkinan lebih besar untuk tumbuh berbuah, daripada benih yang jatuh di pinggir jalan, tanah yang berbatu-batu, atau di tengah semak duri. Sementara selalu ada saja sedikit harapan bahwa benih yang jatuh di tanah yang “tidak baik” paling sedikit dapat tumbuh berbuah (meskipun jauh kurang dari “tanah yang baik”), seorang petani yang menggarap “tanah yang tidak baik” itu harus memiliki keyakinan besar dan benih yang banyak agar mampu menuai dengan berkelimpahan.

Perumpamaan ini mengajar kita tentang bagaimana Yesus dengan penuh kemurahan hati melimpahkan rahmat dan kehidupan. Lukas menulis Injilnya untuk orang-orang Kristiani dengan latar belakang non-Yahudi (baca: Yunani), jadi bukan untuk orang-orang Kristiani Yahudi. Dalam perumpamaan ini dan juga dalam perumpamaan-perumpamaan-Nya yang lain, Yesus mengajar bahwa pesan dan kuasa Injil bukanlah hanya bagi orang-orang Yahudi, melainkan juga bagi orang-orang non-Yahudi (kafir). Yesus mencurahkan rahmat dan kehidupan-Nya kepada semua orang dalam segala situasi. Yesus itu murah hati dan tidak mengenal diskriminasi.

Hasil benih yang ditabur di tanah yang baik biasanya berkisar dari tujuh sampai sepuluh kali lipat; namun dalam perumpamaan ini benih yang ditabur di tanah yang baik itu menghasilkan buah seratus kali lipat! Ini adalah hasil tuaian yang sungguh luarbiasa, berdasarkan standar apa pun yang kita gunakan. Hasil berlimpah ini datang ke tengah kehidupan kita sendiri hanya karena kematian dan kebangkitan Yesus. Karya Yesus menata kembali dunia sehingga sekarang kita dapat mengharapkan adanya panen yang berlimpah. Semua pembatasan dan rintangan yang menghalangi kita untuk menghasilkan buah telah diatasi, misalnya dosa dan kematian. Lebih lagi, kita dapat yakin bahwa Yesus sangat berhasrat untuk bekerja dengan kita agar kita dapat memberikan hasil yang melimpah bagi kerajaan-Nya.

Marilah kita berpaling kepada Yesus dan meyakini bahwa kematian dan kebangkitan-Nya telah mengubah tatanan dunia. Kita harus penuh harap bahwa selagi kita menaruh iman kita pada-Nya, maka kita akan mengalami kuat-kuasa dari kematian dan kebangkitan-Nya dalam kehidupan kita dan kehidupan orang-orang di sekeliling kita. Apabila kita menaruh rasa percaya pada kuat-kuasa ini dan mempercayainya, maka akan ada buah spiritual bahkan apabila kita tidak melihatnya secara langsung.

DOA: Tuhan Yesus, Engkau menghancurkan kuasa kematian dan dosa dan memberikan kepada kami kehidupan baru melalui kemenangan-Mu di atas kayu salib. Segalanya menjadi baru sekarang. Kami berdoa agar kami juga dapat menghasilkan buah yang berlimpah bagi-Mu dan bahwa rahmat dan kehidupan-Mu akan dialami oleh semua orang. Amin.

29. MENGAMPUNI, MENGAMPUNI LEBIH SUNGGUH

Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus, “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali? Yesus berkata kepadanya, “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.

Sebab hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Lalu sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunasi. Tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.

Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Lalu sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunasi. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai ia melunasi hutangnya.

Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Kemudian raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohon kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Tuannya itu pun marah dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunasi seluruh hutangnya.

Demikian juga yang akan diperbuat oleh Bapa-Ku yang di surga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” (Mat 18:21-35)

Bacaan Pertama: Sir 27:30-28:9; Mazmur Tanggapan: Mzm 103:1-4,9-12; Bacaan Kedua: Rm 14:7-9

“Mengampuni, mengampuni lebih sungguh. Mengampuni, mengampuni lebih sungguh. Tuhan lebih dulu mengampuni kepadaku. Mengampuni, mengampuni lebih sungguh!” (teks sebuah lagu rohani sederhana).

Setelah ditusuk berkali-kali dengan ‘jarum tusuk tukang sepatu’ oleh seorang laki-laki yang berniat memperkosanya, seorang anak gadis yang baru berumur sekitar 11/12 tahun kedapatan oleh ibunya tergeletak berlumuran darah karena luka-lukanya dan hampir mati. Dalam keadaan gawat menjelang kematiannya, si anak gadis mengucapkan kata-kata ini tentang penyerangnya: “Demi kasih Yesus saya mengampuni dia … dan aku ingin agar dia nanti bersamaku di firdaus.” Nama anak gadis itu adalah Maria Goretti [1890-1902]. St. Maria Goretti meninggal dunia di rumah sakit, 24 jam setelah peristiwa tersebut, di hadapan seorang imam, beberapa orang suster dan ibunya. Ia mengampuni pembunuhnya dan meninggal dunia dengan perasaan ikhlas.

Sebagai orang-orang dewasa pun, kebanyakan dari kita tidak pernah sampai kepada pemahaman mendalam tentang panggilan untuk mengampuni seperti yang telah dihayati dengan baik sekali oleh St. Maria Goretti. Kita cenderung untuk berpikir bahwa kita hanya dapat mengampuni orang lain yang datang memohon maaf/ampun dari kita atau paling sedikit menunjukkan tanda-tanda penyesalan atas kesalahan mereka. Akan tetapi, Maria Goretti mengampuni laki-laki bahkan sebelum dia menyesali perbuatannya dan bertobat. Selama sidang pengadilan laki-laki itu tidak menyesali perbuatannya dan dia dihukum 27 tahun penjara. Namun hanya setelah 8 tahun meringkuk dalam penjara dia menyesali perbuatannya yang buruk itu dan mulai memperbaiki hidupnya. Laki-laki itu menerima pengampunan Maria Goretti maupun pengampunan dari Allah sendiri. Akhirnya, setelah dibebaskan dari penjara dia mencari ibunda Maria Goretti untuk memohon pengampunannya.

Kita harus jujur mengakui, bahwa mengampuni sebanyak “tujuh puluh kali tujuh kali”, artinya untuk mengampuni dari hati terdalam segala kesalahan seorang lain kepada kita, sungguhlah sulit. Banyak orang kudus malah mengatakan, bahwa hal tersebut memang tidak mungkin, apabila kita tidak menyadari bahwa Allah telah terlebih dahulu mengasihi dan mengampuni diri kita. Sangat perlu kita yakini dalam hati kita yang terdalam, bahwa “ketika kita masih berdosa, Kristus telah mati untuk kita” (Rm 5:8). Kematian Yesus tidak sekadar berurusan dengan dosa-dosa pribadi kita, melainkan juga dengan kecenderungan untuk berdosa dalam diri kita masing-masing, suatu perlawanan terhadap Allah yang kuat berakar dalam diri manusia, yang terus mencari jalan ketidaktaatan terhadap Allah dan jalan mementingkan diri sendiri. Dengan menghancurkan tembok penghalang yang didirikan oleh dosa-dosa kita, Yesus memberikan kita akses kepada segala kuasa penyembuhan dan pemulihan dari Bapa surgawi.

Kesempatan-kesempatan untuk mengampuni dan diampuni datang setiap hari. Selagi kita bertumbuh dalam pemahamam bahwa kita telah diampuni, bukan hanya dosa-dosa kita, kita menjadi semakin memiliki kemauan untuk mengampuni orang-orang lain – bahkan sedramatis seperti yang dilakukan oleh St. Maria Goretti. Hal itu terjadi secara bertahap, sedikit demi sedikit, selagi kita menarik kekuatan Yesus dan terus memilih untuk mengampuni. Jika kita menyadari bahwa kita sebenarnya adalah pribadi-pribadi yang tidak pantas diampuni, maka kita pun dimampukan untuk mengampuni orang-orang lain yang mendzalimi kita. Selagi kita melakukannya, maka kita akan melihat rentetan kepahitan dan kemarahan mulai berjatuhan dan menjauh dari diri kita. Dengan membebaskan orang-orang lain, maka kita pun membebaskan diri kita sendiri!

DOA: Tuhan Yesus, terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu karena wafat-Mu telah membawa kehidupan bagiku. Semoga semua orang berdosa mengenal dan mengalami belaskasihan-Mu dan pengampunan-Mu. Terpujilah nama-Mu selama-lamanya. Amin.

30. RUMAH YANG DIDIRIKAN DI ATAS DASAR KOKOH

 “Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon dikenal dari buahnya. Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur. Orang yang baik mengeluarkan apa yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan apa yang jahat dari perbendaharaan yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.”

“Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan? Setiap orang yang datang kepada-Ku dan mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya – Aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan – ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun. Akan tetapi, siapa saja yang mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya” (Luk 6:43-49).

Bacaan Pertama: 1Tim 1:15-17; Mazmur Tanggapan: Mzm 113:1-7

Kita akan menyoroti Luk 6:47-49 saja. Perikop ini mengingatkan kita pada perikop Mat 7:14-27, yang membedakan dua macam orang, yaitu (1) orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya diatas batu dan  (2) orang yang bodoh, yaitu yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Bacaan yang sedang kita soroti ini menunjukkan bahwa fondasi kokoh satu-satunya untuk hidup kita adalah firman (sabda) Allah. Firman Allah ini tersedia secara istimewa bagi kita dalam Kitab Suci. Kitab Suci ini dapat bertahan terhadap segala terpaan hujan-badai dan gangguan-gangguan lain dalam kehidupan kita.

Bagaimana anda memandang Kitab Suci? Apakah di mata anda, Kitab Suci merupakan sekadar sebuah daftar yang memuat hal-hal yang harus dilakukan dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan? Apakah Kitab Suci (Alkitab) bagi anda adalah textbook  yang hanya pantas digeluti oleh para pakar dan orang-orang yang berlatar-belakang pendidikan cukup tinggi saja? Apakah bagi anda Kitab Suci adalah semacam buku sejarah? Atau, apakah Kitab Suci ini merupakan perwahyuan hati dan pikiran Allah kepada setiap orang yang mengambil dan membacanya? Bagaimana kita memandang Kitab Suci itu memang penting.

Mendengarkan Roh Kudus dalam doa (prayerful listening to the Holy Spirit) adalah kunci dalam upaya membuat Kitab Suci itu menjadi hidup. Roh Kudus ini biasanya berbicara kepada hati kita dan Gereja: dengan lemah-lembut, tidak dengan cara yang sensasional atau pun spektakuler. Tanpa bimbingan Roh Kudus,  Kitab Suci dengan mudah dapat menjadi membosankan dan tidak menarik!

Saudari dan Saudaraku, Roh Kudus ingin membimbing kita masing-masing. Seperti membangun rumah di atas fondasi yang kokoh, kita juga dapat membangun hidup kita sesuai dengan berbagai wawasan yang kita peroleh dari Kitab Suci. Hal seperti ini menyenangkan hati Allah. Hal yang lebih menyemangati kita adalah: selagi kita bertindak atas dasar firman Allah, kita mengetahui bahwa kita bukanlah satu-satunya yang sedang membangun. Allah sendiri juga sedang bekerja membangun hidup-Nya dalam diri kita. Oleh karena itu kita harus percaya bahwa Allah akan menolong kita membangun hidup kita masing-masing di atas batu yang kokoh, yaitu firman-Nya. Dengan demikian kita harus mencari sebuah tempat dan menyediakan waktu yang hening, khusus di tengah rutinitas kita sehari-hari ……… untuk menggumuli firman Allah dalam Kitab Suci itu.

DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku membangun hidupku di atas batu yang kokoh, yaitu firman-Mu yang terdapat dalam Kitab Suci. Teristimewa dalam bulan Kitab Suci ini,  biarlah Roh-Mu mendorong daku untuk lebih mencintai firman-Mu dalam Kitab Suci. Semoga Roh hikmat-Mu membimbing daku dalam segala hal hari ini. Amin.

31. AJARAN TENTANG KASIH

Yesus menyampaikan lagi suatu perumpamaan kepada mereka, “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lubang? Seorang murid tidak lebih daripada gurunya, tetapi siapa saja yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya. Mengapa engkau melihat serpihan kayu di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Saudara, biarlah aku mengeluarkan serpihan kayu yang ada di dalam matamu, padahal balok yang di dalam matamu tidak engkau lihat? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan serpihan kayu itu dari mata saudaramu.” (Luk 6:39-42)

Bacaan Pertama: 1Tim 1:1-2,12-14; Mazmur Tanggapan: Mzm 16:1,2,5,7-8,11

Keempat kitab Injil menceritakan cerita dasar yang sama mengenai Yesus: Siapa Dia sebenarnya; mengapa Dia datang ke dunia; signifikansi dari kehidupan-Nya. Masing-masing penulis kitab Injil mencoba untuk menggambarkan latar belakang Yesus yang bersifat unik, pendidikan-Nya sejak kecil dan panggilan-Nya. Tujuan Lukas adalah untuk meyakinkan para pembaca Injilnya yang terdiri dari orang-orang kafir (non Yahudi), bahwa Allah memasukkan mereka dalam rencana penyelamatan-Nya sejak awal, walaupun orang-orang Yahudi adalah yang pertama mendengar pesan keselamatan tersebut dan orang-orang Yahudi itu adalah saluran bagi pesan keselamatan itu untuk menyebar kepada bangsa-bangsa lain. Seluruh narasi yang ditulis Lukas dalam kitab Injilnya  tentang apa artinya mengikuti Yesus dipenuhi dengan nada sukacita.

‘Perumpamaan tentang orang buta yang menuntun orang buta’ dan ‘perumpamaan tentang serpihan kayu di dalam mata saudara dan balok di dalam mata sendiri’ yang ada dalam bacaan Injil hari ini adalah bagian dari “Khotbah di dataran” (Luk 6:17-49). Melihat konteksnya, kedua perumpamaan singkat itu menggambarkan dengan suatu cara yang lain perihal ajaran agung Yesus tentang kasih, terutama untuk mengasihi orang-orang yang tidak mengasihi kita, musuh-musuh kita, bersikap tidak menghakimi orang-orang lain dan membuat praktek ini menjadi bagian dari hidup kita sehari-hari.

Kita dapat melihat ajaran ini dicerminkan dalam ‘perumpamaan tentang orang buta yang menuntun orang buta’. Ini adalah gambaran dari para guru yang puas dengan menawarkan jalan yang “kurang berat” (tidak banyak tuntutannya) daripada jalan yang diajarkan oleh Yesus untuk kita ikuti. Seorang guru yang baik tidak hanya menyampaikan informasi; dia juga melatih muridnya untuk menjadi seperti dirinya sendiri. Yesus adalah seorang guru sejati par excellence dan perumpamaan ini menunjuk  kepada dirinya. Ia memanggil kita untuk berbela rasa, adil dan penuh pengampunan. Lewat contoh-Nya, Yesus menunjukkan kepada kita bagaimana kita menghayati ajaran-ajaran-Nya dalam kehidupan kita sehari-hari.

Ajaran tentang kasih juga dicerminkan dalam ‘perumpamaan tentang serpihan kayu di dalam mata saudara dan balok di dalam mata sendiri’. Perumpamaan ini berbicara kepada kita semua perihal kecenderungan manusia untuk mengoreksi orang-orang lain untuk kesalahan-kesalahan mereka yang relatif kecil, namun tidak mampu untuk melihat kesalahan-kesalahan yang relatif besar dalam kehidupan kita sendiri. Sebagai susulan dari ‘perumpamaan tentang orang buta yang menuntun orang buta’, perumpamaan ini juga mengarahkan para pembaca yang serius dari Injil ini untuk mengikuti jejak Yesus, sang Guru sempurna tentang kasih.

DOA: Tuhan Yesus, berikanlah kepada kami hikmat-kebijaksanaan untuk mengikuti jejak-Mu di jalan kasih. Tolonglah diriku agar dapat menjadi seorang pribadi yang mengasihi dan berbela-rasa, tidak menghakimi orang-orang lain dan selalu siap mengampuni dalam segala situasi dalam kehidupanku. Amin.

32. PERUMPAMAAN TENTANG PERJAMUAN KAWIN

Lalu Yesus berbicara lagi dalam perumpamaan kepada mereka, “Hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang ke perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang itu tidak mau datang. Ia menyuruh lagi hamba-hamba lain, pesannya: Katakanlah kepada orang-orang yang diundang itu: Sesungguhnya, hidangan telah kusediakan, lembu-lembu jantan dan ternak piaraanku telah disembelih; semuanya telah tersedia, datanglah ke perjamuan kawin ini. Tetapi orang-orang yang diundang itu tidak mengindahkannya; ada yang pergi ke ladangnya, ada yang pergi mengurus usahanya, dan yang lain menangkap hamba-hambanya itu, menyiksanya dan membunuhnya. Maka murkalah raja itu, lalu menyuruh pasukannya ke sana untuk membinasakan pembunuh-pembunuh itu dan membakar kota mereka. Sesudah itu ia berkata kepada hamba-hambanya: Perjamuan kawin telah tersedia, tetapi orang-orang yang diundang tadi tidak layak untuk itu. Karena itu, pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu. Lalu pergilah hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu. Ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan tamu-tamu itu, ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta. Ia berkata kepadanya: Hai Saudara, bagaimana engkau masuk ke mari tanpa mengenakan pakaian pesta? Tetapi orang itu diam saja. Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.

Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.” (Mat 22:1-14)

Bacaan Pertama: Hak 11:29-39a;Mazmur Tanggapan: Mzm 40:5,7-10

Apakah artinya menyiapkan diri kita untuk “perjamuan kawin” yang akan terjadi pada akhir zaman? “Pakaian pesta” yang macam bagaimana yang pantas kita kenakan pada saat Kerajaan Allah datang dalam kepenuhannya?

Pertama-tama, tentunya, kita harus menanggapi secara positif undangan Yesus. Jangan salah, Bapa surgawi sangat mengasihi kita. Dia ingin agar kita masing-masing menjadi tamu istimewa pada perjamuan-Nya yang final ini. Allah menginginkan semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (lihat 1Tim 2:4). 

Pada waktu Roh Kudus bergerak dalam hati anda – teristimewa pada awal jalanmu dengan Yesus – sambutlah Dia masuk! Jangan biarkan distraksi-distraksi dan urusan-urusan duniawi menghalangi anda untuk menanggapi Allah yang memanggil-manggil anda. Panggilan Allah ini adalah sebuah rahmat! Singkirkanlah tugas apa saja yang menuntut perhatian anda dan langsunglah pergi ke pesta perkawinan itu sekarang juga!

Kedua, pastikanlah bahwa kita masing-masing sungguh sudah siap untuk pergi ke perjamuan kawin itu. Janganlah sampai kita seperti orang yang tidak mengenakan pakaian pesta dalam perumpamaan ini: dia menanggapi undangan sang raja, namun tidak sungguh-sungguh mencoba berpakaian secara layak untuk suatu perjamuan kawin, artinya dia tidak sungguh bekerja mengikuti Yesus setiap hari.

Dengan demikian, marilah kita senantiasa berpakaian darah Anak Domba. Baiklah kita mendekatkan diri kepada Yesus setiap hari melalui doa dan pembacaan dan permenungan sabda-Nya dari Kitab Suci, juga sesering mungkin dalam liturgi, teristimewa dalam perayaan Ekaristi. Janganlah sampai kita hanya menjadi “pendengar firman”, melainkan harus menjadi “pelaku firman” juga (Yak 1:22).

Setiap hari, Roh Kudus ingin memenuhi diri kita dengan pengharapan akan kedatangan hari akhir, pada saat mana kita akan mengambil tempat dalam meja perjamuan dengan Yesus. Setiap hari Bapa surgawi mengundang kita masing-masing untuk menghadiri perjamuan perkawinan Putera-Nya. Di sana, pada pesta perjamuan itu sudah ada para kudus bersama dengan Dia, dan ada sebuah tempat istimewa yang sudah “reserved”khusus untuk diri kita masing-masing. Sungguh sebuah pesta perjamuan yang tiada bandingnya! Pada hari yang istimewa itu kita akan mampu memandang Tuhan seperti apa adanya Dia. Kita akan berada bersama Dia selama-lamanya dalam sebuah pesta perjamuan yang mulia.

Saudari dan Saudaraku, janganlah ragu untuk menanggapi undangan-Nya. Lakukanlah sekarang juga! Oh ya, jangan lupa untuk mengenakan pakaian pesta anda!

DOA: Datanglah, ya Tuhan Yesus. Datanglah, jemputlah dan bawalah mempelai-Mu ke perjamuan perkawinan. Roh Kudus, buatlah kami semua menjadi murni dan sungguh tanpa noda di hadapan Allah. Tolonglah kami agar sungguh siap bagi pesta perjamuan surgawi kelak. 

33. SAMPAI TUJUH PULUH KALI TUJUH KALI

Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus, “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya, “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.

Sebab hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Lalu sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunasi. Tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.

Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Lalu sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunasi. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai ia melunasi hutangnya.

Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Kemudian raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohon kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Tuannya itu pun marah dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunasi seluruh hutangnya.

Demikian juga yang akan diperbuat oleh Bapa-Ku yang di surga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.”

Setelah Yesus mengakhiri perkataan itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba di daerah Yudea yang di seberang Sungai Yordan. (Mat 18:21-19:1)

Bacaan Pertama: Yos 3:7-10a; Mazmur Tanggapan: Mzm 114:1-6

Petrus mengajukan sebuah pertanyaan kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Petrus tentunya memandang dirinya cukup bermurah hati karena bersedia mengampuni sampai tujuh kali, namun bagi Yesus sikap dan perilaku seperti dikemukakan oleh Petrus itu tidaklah cukup. Bagi Yesus, pengampunan itu haruslah tidak terbatas (Mat 18:21-22).

Agar pendapatnya dimengerti, Yesus mengajarkan sebuah perumpamaan. Dua orang pemain kunci dalam perumpamaan-Nya adalah seorang raja yang berniat untuk mengadakan perhitungan dengan para hambanya, dan seorang hamba yang berhutang kepada raja sebanyak sepuluh ribu talenta, suatu jumlah yang sangat besar – hutang yang praktis tidak akan mampu dilunasinya. Sang raja kemudidan memerintahkan supaya hamba itu dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Hukuman berat ini menyebabkan si hamba (yang sudah berstatus debitur macet) itu bersembah sujud di depan sang raja. Ia mohon agar raja sabar dan segala hutangnya akan dia lunasi. Hati sang raja menjadi tergerak oleh belas kasihan, sehingga dia membebaskan si hamba dan menghapuskan hutangnya (Mat 18:24-27).

Kemurahan hati sang raja dalam perumpamaan ini mencerminkan Allah yang penuh bela rasa, mahapengampun dan maharahim (maha berbelaskasih). Allah ingin agar kita masing-masing mencerminkan kerahiman (belas kasihan) yang telah kita terima dalam kehidupan kita sendiri, dengan menjadi berbela rasa juga kepada orang-orang lain. Roh Kudus ingin bekerja di dalam diri kita untuk memupuk hati yang berbela rasa, yang mencerminkan aspek karakter Yesus yang paling indah.

Setiap hari kita diberi kesempatan untuk menunjukkan bela rasa terhadap orang-orang di sekeliling kita – orang-orang miskin, orang-orang yang menderita sakit-penyakit, para single parents dan anak-anak mereka yang masih kecil-kecil, orang-orang yang sedang ditimpa berbagai kemalangan, kekhawatiran, keputusasaan, orang-orang yang membutuhkan simpati dari hati yang penuh bela rasa dst. Di mana saja kita menemukan mereka (termasuk dalam rumah kita sendiri), baiklah kita memakai semboyan sederhana namun penuh makna ini: “Seperti Kristus yang sedang berbela rasa”.

Hati yang berbela rasa menjadi langka apabila kita melupakan belas kasihan dan bela rasa yang telah kita terima dari Allah. Si hamba dalam perumpamaan di atas begitu cepat melupakan belas kasihan sang raja atas dirinya. Dengan demikian dia tidak mampu untuk berbelas kasihan terhadap rekannya. Seorang hamba lain yang berhutang kepadanya hanya sejumlah seratus dinar saja. Allah tidak suka melihat sikap dan perilaku seperti ditunjukkan oleh si hamba yang telah diampuni oleh raja tadi. Oleh kuasa Roh Kudus-Nya, Bapa surgawi ingin membentuk dalam diri kita masing-masing suatu hati yang penuh bela rasa, sebagaimana yang dimiliki Putera-Nya, Yesus Kristus.

DOA: Bapa surgawi, aku bersukacita dan berterima kasih penuh syukur untuk bela rasa dan kerahiman yang telah kuterima dari-Mu melalui Putera-Mu, Yesus Kristus. Aku ingin, ya Allahku, agar menjadi mampu menunjukkan kepada orang-orang lain belas kasihan dan bela rasa yang sama, seperti yang telah kuterima. Amin.

34. PERUMPAMAAN TENTANG JALA BESAR

“Demikianlah pula hal Kerajaan Surga itu seumpama jala yang ditebarkan di laut lalu mengumpulkan berbagai jenis ikan. Setelah penuh, jala itu diseret orang ke pantai, lalu duduklah mereka dan mengumpulkan ikan yang baik ke dalam tempayan dan ikan yang tidak baik mereka buang. Demikianlah juga pada akhir zaman: Malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar, lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.

Mengertikan kamu semuanya itu?” Mereka menjawab, “Ya, kami mengerti.” Lalu berkatalah Yesus kepada mereka, “Karena itu, setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran tentang Kerajaan Surga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya.”

Setelah Yesus selesai menceritakan perumpamaan-perumpamaan itu, Ia pun pergi dari situ. (Mat 13:47-53).

Bacaan Pertama: Kel 40:16-21,34-38; Mazmur Tanggapan: Mzm 84:3-6,8,11

Apakah kematian tidak dapat dihindari? Ya! Apakah ada surga dan neraka? Ya! Apakah ada pengadilan terakhir, pemisahan antara ikan yang baik dan ikan yang tidak baik (Mat 13:48), atau pemisahan antara domba dan kambing (Mat 25:32 dsj.), atau pemisahan lalang dari gandum (Mat 13:30)? Ya, ya, dan sekali lagi, ya! Hal-hal “akhir zaman” yang baru disebutkan ini sungguh-sungguh riil. Akan tetapi kita harus senantiasa berhati-hati, agar tidak membiarkan pemikiran tentang akhir zaman memenuhi diri kita dengan rasa takut yang tidak perlu. Sebagai umat Kristiani, kita tahu bahwa Allah kita adalah ‘seorang’ Bapa yang sangat mengasihi, yang menyediakan segalanya yang kita butuhkan untuk tetap tegak penuh kepercayaan, walaupun pada hari penghakiman kelak.

Sabda Allah dalam Kitab Suci terus-menerus mengingatkan kita bahwa mereka yang ada dalam Kristus adalah “ciptaan baru”. Santo Paulus menulis: “Jadi, siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: Yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2Kor 5:17), dan mereka yang percaya kepada Yesus telah melalui kematian dan masuk ke dalam kehidupan dan tidak dijatuhi hukuman. Dalam hal ini Yesus bersabda: “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Siapa saja yang mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup” (Yoh 5:24).

Kebenaran Injil yang membebaskan adalah, bahwa apabila kita tetap ada dalam Kristus, kita menjadi “ikan yang baik”. Dalam Dia kita menjadi “domba”, bukan “kambing”. Dalam Yesus, kita menjadi “gandum” dan bukannya “lalang”.

Dari uraian di atas kita sudah memaklumi bahwa penghakiman terakhir – mau tidak mau – akan terjadi juga pada suatu hari kelak. Apakah hal ini membuat anda merasa takut? Atau anda selalu berupaya untuk menghindarkan diri dari isu penghakiman terakhir tersebut, dan menyibukkan diri dengan segala rutinitas sehari-hari dan berbagai “masalah” besar lainnya yang menyangkut kesejahteraan ekonomi-sosial keluarga anda? Untuk menjawab kedua pertanyaan di atas kita memerlukan pernyataan dari Yesus sendiri. Dia akan menunjukkan kepada kita bahwa kita tidak perlu takut akan penghakiman terakhir. Ia akan menolong kita dalam menentukan skala prioritas kehidupan kita, sehingga kita dapat memusatkan perhatian kita kepada hari H kelak, pada saat mana kita akan berjumpa dengan Dia – muka ketemu muka.

Selagi kita datang kepada-Nya dalam doa dan pembacaan serta permenungan sabda Allah di dalam Kitab Suci, Yesus akan menunjukkan bahwa keberadaan-Nya dalam diri kita masing-masing merupakan suatu harta kekayaan yang ternilai harganya, dan Ia akan menunjukkan kepada kita bagaimana hidup dalam jalan yang menyenangkan hati-Nya.

Allah ingin sekali kita mengetahui, bahwa pembaptisan hanyalah sebuah awal dari relasi kita dengan diri-Nya. Dia ingin menopang kita setiap hari dengan Roh Kudus-Nya, tidak hanya agar diri kita dipenuhi dengan Roh Kudus-Nya itu, melainkan juga agar hati, pikiran dan tindak-tanduk kita juga senantiasa dipimpin oleh Roh Kudus-Nya. Allah ingin mengajar kita bagaimana hidup dalam Kristus setiap hari, sehingga dalam situasi apa pun yang kita hadapi dalam hidup ini, kita dapat tetap berpegang teguh pada janji-janji penyelamatan-Nya dan tetap percaya bahwa dalam Dia kita telah ditebus. Setiap hari Yesus ingin memberikan diri-Nya kepada kita sehingga kita dapat memberikan diri kita sepenuhnya kepada Dia.

DOA: Tuhan Yesus, aku ingin dipersatukan dengan Dikau. Buanglah jauh-jauh segala rasa khawatirku tentang kematian dan pengadilan terakhir. Tolonglah aku agar mau dan mampu mengarahkan hatiku pada sasaran yang benar, yaitu memandang wajah-Mu dan ikut ambil bagian dalam perjamuan besar dalam kerajaan surga kelak. Amin.

35. YANG SPIRITUAL DI DALAM YANG NATURAL

 “Hal Kerajaan Surga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamnya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu.

Demikian pula hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.”

“Demikianlah pula hal Kerajaan Surga itu seumpama jala yang ditebarkan di laut lalu mengumpulkan berbagai jenis ikan. Setelah penuh, jala itu diseret orang ke pantai, lalu duduklah mereka dan mengumpulkan ikan yang baik ke dalam tempayan dan ikan yang tidak baik mereka buang. Demikianlah juga pada akhir zaman: Malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar, lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.

Mengertikan kamu semuanya itu?” Mereka menjawab, “Ya, kami mengerti.” Lalu berkatalah Yesus kepada mereka, “Karena itu, setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran tentang Kerajaan Surga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya.” (Mat 13:44-52)

Bacaan Pertama:  1Raj 3:5,7-12; Mazmur Tanggapan: Mzm 119:57,72,76-77,127-130; Bacaan Kedua: Rm 8:28-30

“Setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran tentang Kerajaan Surga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya” (Mat 13:52).

Anda tentu pernah melihat gambar/foto pemandangan indah pada saat matahari terbit (sunrise) atau terbenam (sunset). Dalam kesempatan ini saya akan bercerita sedikit. Beberapa pekan yang lalu, rombongan kami yang terdiri dari 6 orang naik pesawat terbang menuju Yogyakarta, dan dari sana akan melanjutkan perjalanan ke Muntilan untuk menghadiri kapitel nasional OFS di kota itu. Rombongan kami ini terdiri dari tiga orang imam Fransiskan (salah seorang dari mereka adalah pendamping rohani dari Roma), seorang saudari OFS dari Korea sebagai delegatus Minister Jenderal OFS yang akan memimpin kapitel, seorang saudari OFS dari Persaudaraan St. Ludovikus IX Jakarta yang kebetulan adalah Sekretaris Dewan Nasional, dan saya sendiri; kita berdua bertugas menemani dua orang dari luar negeri itu.

Namun karena kepadatan penumpang, rombongan kami dalam pesawat itu terpencar-pencar. Saya duduk di tengah-tengah. Di sebelah kiri saya duduk seorang laki paruh baya yang berpenampilan sebagai seorang ulama muslim yang sibuk dengan tidurnya dan di sebelah kanan saya seorang laki-laki berusia sekitar 40 tahun yang sibuk memotret saat-saat matahari terbenam (sunset). Karena kesibukannya itu kami pun menjadi teman bicara yang cukup intens dan ramai (dia lulusan Fisip GAMA). Melihat foto-fotonya dari kameranya, saya yakin memang potret-memotret adalah hobi yang ditekuninya dengan baik. Ia mengatakan, bahwa pemandangan pada saat matahari terbit (sunrise) lebih indah lagi. 

Memang keindahan yang dramatis dari sunset dapat menyentuh sanubari kita secara mendalam dan menginspirasikan seorang seniman sampai ke puncak kreativitasnya.  Akan tetapi – inilah yang saya ingin tekankan – bagi seorang beriman, peristiwa sehari-hari yang dianggap biasa namun sebenarnya indah ini, juga merupakan suatu peringatan bahwa sampai berapa  atau bagaimana pun indahnya sunset yang kita saksikan, semua ini tidak berarti apa-apa apabila dibandingkan dengan keindahan yang akan kita alami ketika berhadapan dengan Allah muka-ketemu-muka kelak di surga.

Untuk mengajar kita tentang siapa sebenarnya Allah dan seperti apa Kerajaan-Nya, Yesus seringkali menggunakan analogi-analogi dari alam ciptaan dan kehidupan sehari-hari, misalnya saat matahari terbenam, bunga bakung, burung-burung, ragi, ladang gandum dsb. secara luarbiasa hebatnya sehingga mampu menangkap imajinasi para pendengar-Nya, Yesus menggabungkan “yang lama” dan “yang baru” secara bersama-sama, dengan memilih contoh-contoh dari alam ciptaan untuk menggambarkan hal yang spiritual. 

Bayangkan dan pikirkanlah “harta yang terpendam di ladang” atau “mutiara yang sangat berharga”, sehingga orang yang menemukannya rela untuk menjual segala harta miliknya demi memiliki apa yang ditemukannya itu. Sekarang, bagaimana dengan Kerajaan Surga yang ke dalamnya Bapa surgawi ingin kita semua memasukinya? Bukankah ini jauh lebih bernilai, jauh lebih berharga? Sekarang refleksikanlah proses pemilihan ikan-ikan yang baik di daratan setelah penangkapan ikan-ikan dengan jala di laut. Ikan-ikan yang tidak baik dipisahkan dari yang baik dan kemudian dibuang – suatu imaji yang baik dari pemisahan orang-orang jahat dari orang-orang yang baik pada hari penghakiman terakhir.

“Yang lama” dan “yang baru” datang bersama-sama dalam kehidupan kita sehari-hari juga. Semua kegiatan dan pekerjaan kita yang biasa-biasa dan dipandang sebagai rutinitas belaka memiliki signifikansi yang baru dan spiritual sementara Roh Kudus menunjukkan kepada kita betapa dekat dan akrab Allah itu dalam segalanya yang kita lakukan. Ia berbicara kepada kita melalui kekuatan dan keindahan alam ciptaan. Kita merasakan kehadiran-Nya ketika menyaksikan seorang anak dengan lugunya tertawa lucu atau ketika seorang teman menolong keluarga kita sehingga dapat melanjutkan kehidupan yang layak. Bahkan ketika kita melakukan tugas-tugas rutin seperti membersihkan pekarangan atau kebun, berbelanja di pasar dan bertemu dengan ibu penjual sayur dll., Allah sebenarnya mengajar kita tentang diri-Nya dan mengundang kita untuk datang kepada-Nya. 

Marilah kita merenungkan hal berikut ini: Yesus sangat mengasihi kita semua, sehingga Dia selalu menyertai kita. Dia adalah Imanuel, Allah yang menyertai kita. Yesus sungguh rindu agar kita semua tetap berada di dekat-Nya sepanjang hari. Dengan demikian setiap hari Dia datang kepada kita dengan begitu banyak cara. Sementara kita menjadi semakin sadar akan kehadiran “yang spiritual” di dalam “yang alami” (natural), “yang baru” di dalam “yang lama”, maka kita pun akan menemukan Yesus hadir bersama kita. Dan, apabila hati kita terbuka bagi kehadiran-Nya, maka Dia pun akan memenuhi hati kita masing-masing dengan kasih-Nya dan penyembuhan pun dapat melimpah ruah kepada banyak orang lain.

DOA: Yesus, Engkau adalah Tuhan (Kyrios) segala ciptaan. Engkau kekal, namun selalu baru. Aku memuji Dikau, ya Tuhan dan Allahku, untuk hikmat-kebijaksanaan-Mu dan meluhurkan Dikau untuk kasih-Mu yang selalu hadir dalam diriku. Terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu. 

36. DENGAN SABAR DIA MENAWARKAN APAKAH KITA MAU DIUBAH MENJADI GANDUM?

Yesus menyampaikan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya, “Hal Kerajaan Surga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya. Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi. Ketika gandum itu tumbuh dan mulai berbulir, nampak jugalah lalang itu. Lalu datanglah hamba-hamba pemilik ladang itu kepadanya dan berkata: Tuan, bukankah benih baik, yang tuan taburkan di ladang tuan? Jadi, dari manakah lalang itu? Jawab tuan itu: Seorang musuh yang melakukannya. Lalu berkatalah hamba-hamba itu kepadanya: Jadi, maukah Tuan supaya kami pergi mencabut lalang itu? Tetapi ia berkata: Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu mencabut lalang itu. Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku.” (Mat 13:24-30)

Bacaan Pertama:  Kel 24:3-8; Mazmur Tanggapan: Mzm 50:1-2,5-6,14-15

Pernahkah anda menanam benih rumput yang bagus untuk taman pekarangan anda, dan belakangan anda menyaksikan ada juga rumput alang-alang perusak halaman yang tumbuh bersama dengan rumput mahal? Jika begitu halnya, maka anda barangkali memahami apa yang dipikirkan oleh para hamba pemilik ladang dalam perumpamaan di atas: cabutlah lalang itu sekarang juga, karena tumbuhan itu hanya merusak tumbuhan gandum! Sebuah keputusan yang memberi kesan cepat-tepat!

Akan tetapi bagaimana dengan orang yang menaburkan benih gandum itu? Apa dan bagaimana reaksinya? Ia langsung mengetahui dari mana lalang itu berasal. Namun tidak seperti para hambanya, dia lambat marah terhadap perbuatan licik musuhnya, dan hal ini memampukannya untuk berpikir secara jernih dan mengambil keputusan yang tepat tentang bagaimana menangani masalahnya. Dengan sabar, bahkan penuh belas kasihan, dia bersedia untuk membiarkan lalang itu bertumbuh, demi hasil gandum yang baik di akhir cerita. Tindakannya juga adil, karena meski dia menanti sampai waktu menuai, dia sungguh-sungguh menyuruh bakar lalang yang sudah diikat berberkas-berkas itu, dan gandum pun dikumpulkan ke dalam lumbungnya.

Perumpamaan ini menunjukkan kepada kita bahwa apabila Allah menyatakan diri-Nya kepada kita, kita dapat merasa bersalah dan bahkan terkutuk, karena rancangan Allah bukanlah rancangan kita, dan jalan-Nya bukanlah jalan kita (lihat Yes 55:8). Kita bertanya: “Mengapa tidak langsung saja mencabut lalang dan biarkan gandum itu bertumbuh?” Respons tergesa-gesa seperti itu menunjukkan bahwa kita perlu merefleksikan lebih lanjut satu hal: Sebagai ‘siapa’ Allah menyatakan diri-Nya? Allah kita bukanlah ‘seorang’ Allah yang langsung menghukum. Ia adalah Allah yang panjang sabar yang menawarkan setiap “lalang” kesempatan untuk diubah menjadi “gandum”. Selagi kita mulai sedikit memahami kerahiman Allah dan kesabaran-Nya, maka hati kita dapat disentuh dengan suatu hasrat untuk ikut ambil bagian dalam misi-Nya mentransformir dunia kita sehingga dapat menjadi lahan yang subur dan menghasilkan buah. Kita semua mengakui bahwa musuh dapat menaburkan benih lalang, namun Allah tetap yakin bahwa Dia dapat membawa kebaikan dan mengalahkan kejahatan.

Santa Katarina dari Siena pernah mengatakan bahwa Allah adalah “lautan yang dalam”: “semakin banyak yang kita cari, semakin banyak pula yang kita temukan, dan semakin banyak yang kita temukan, semakin banyak pula yang kita cari.” Pada waktu kita berdoa, ketika kita membaca Kitab Suci, bahkan perumpamaan-perumpamaan Yesus yang paling sederhana sekali pun, Ia mengejutkan kita dengan pernyataan-Nya yang tak sebagaimana diharap-harapkan sebelumnya: pernyataan kasih-Nya, kerahiman-Nya, kesenangan-Nya serta sayang-Nya akan ciptaan-Nya. Singkat cerita: Allah menjungkirbalikkan asumsi-asumsi kita dan membuktikan bahwa diri-Nya lebih setia dan jauh lebih penuh dengan kuat-kuasa daripada apa yang kita pernah bayangkan!

Santa Birgitta dari Swedia yang kita peringati pada hari ini berasal dari keluarga terkemuka sekaligus saleh. Sejak masa mudanya dia berniat untuk mempersembahkan keperawanannya bagi Tuhan, namun demi ketaatan kepada keinginan ayahnya, dia dinikahkan dengan Pangeran Ulf yang memiliki keutamaan yang kokoh dan memang pantas untuk menjadi pasangan hidup Briggita. Mereka berdua bergabung dengan Ordo Ketiga Santo Fransiskus guna memperkuat diri mereka dalam hidup pelayanan kepada sesama dan juga hidup pertobatan. Allah memberkati perkawinan mereka dengan 8 (delapan) orang anak, dan Brigitta  memandang sebagai tugas sucinya mendidik anak-anaknya agar menjadi insan-insan yang takut akan Allah. Pada satu titik dalam hidup perkawinan mereka, Pangeran Ulf masuk biara Cistercian (Trapis) di Alvastra dan meninggal pada tahun 1344. Setelah membagi-bagi warisan kepada anak-anaknya dan juga kaum fakir miskin, Birgitta mendirikan sebuah biara untuk komunitas para biarawati di Vadstena. Birgitta meninggal dunia ketika berumur 71 tahun, setelah banyak sekali melakukan kebaikan di tengah-tengah kaum miskin.

Dari pengalamannya melayani “wong cilik” di Italia, Birgitta tercatat pernah mengatakan: “Di sini, di Napoli, orang-orang Kristiani tidak lebih baik daripada orang-orang kafir, dalam memelihara budak-budak perempuan seperti pelacur, membebani para budak laki-laki dengan pekerjaan yang berkelebihan, mencaci-maki dan memukuli mereka, sehingga dalam keputusasaan banyak dari mereka melakukan bunuh diri. Dosa-dosa ini sungguh membuat Allah dan seluruh makhluk surgawi menjadi marah, karena Allah mengasihi semua manusia. Dia telah menciptakan mereka semua dan telah menebus mereka semua oleh Sengsara dan Kematian-Nya di kayu salib” (Ronda de Sola Chervin, QUOTABLE SAINTS, hal. 122). Apa yang dikatakan orang kudus ini masih terjadi di mana-mana pada abad ke-21 ini, bukankah begitu? Suatu hal yang senantiasa kita harus renungkan berkaitan diri kita sendiri juga: Bagaimana kita memperlakukan para pegawai kita, PRT kita dsb.? Birgitta bukanlah sekadar seorang pendengar firman, dia adalah sungguh seorang pelaku firman yang sejati (baca: Yak 1:19-27).

Birgitta dikanonisasikan oleh Paus Bonifasius IX [1389-1404]. Kongregasinya berkembang terus dan menyebar ke banyak tempat, termasuk Amerika Serikat (1957). Santa Brigitta dari Swedia merupakan contoh dari seorang murid Kristus yang karena sentuhan ilahi telah membuktikan dirinya mampu ikut ambil bagian dalam misi-Nya mentransformir dunia kita.

DOA: Bapa surgawi, selagi aku berdoa dan membaca Kitab Suci pada hari ini, tunjukkanlah kepadaku dengan lebih jelas lagi siapa sebenarnya Engkau. Aku ingin mengenal kuat-kuasa-Mu untuk mengubah hati manusia – bahkan hatiku sendiri juga – agar dapat menjadi gandum yang terbaik. Amin.

37. PERUMPAMAAN TENTANG LALANG DI ANTARA GANDUM

Yesus menyampaikan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya, “Hal Kerajaan Surga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya. Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi. Ketika gandum itu tumbuh dan mulai berbulir, nampak jugalah lalang itu. Lalu datanglah hamba-hamba pemilik ladang itu kepadanya dan berkata: Tuan, bukankah benih baik, yang tuan taburkan di ladang tuan? Jadi, dari manakah lalang itu? Jawab tuan itu: Seorang musuh yang melakukannya. Lalu berkatalah hamba-hamba itu kepadanya: Jadi, maukah Tuan supaya kami pergi mencabut lalang itu? Tetapi ia berkata: Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu mencabut lalang itu. Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku.” (Mat 13:24-30; versi panjang: 13:24-43)

Bacaan Pertama:  Keb: 12:13,16-19; Mazmur Tanggapan: Mzm 86:5-6,9-10,15-16; Bacaan Kedua: Rm 8:26-27

Bacaan Injil untuk hari ini cukup panjang. Saya mengambil versi yang pendek berdasarkan pertimbangan praktis. Penjelasan atas “Perumpamaan tentang lalang di antara gandum” (Mat 13:24-30) sudah dijelaskan oleh Yesus sendiri dan termuat di dalam Injil (Mat 13:36-43). Ada dua lagi perumpamaan yang termasuk dalam bacaan Injil hari ini, yaitu “Perumpamaan tentang biji sesawi” (Mat 13:31-32), dan “Perumpamaan tentang ragi” (Mat 13:33). Yang disebutkan terakhir ini disinggung sedikit saja dalam kaitan dengan bacaan di atas.

Kita semua tentunya ingin menjadi “gandum” seperti diceritakan dalam perumpamaan ini. Kita semua ingin diketemukan dalam keadaan pantas bagi Kerajaan Allah pada akhir zaman. Syukurlah, karena inilah juga yang dikehendaki Yesus bagi kita semua, dan Ia mengetahui  bahwa hal seperti itu hanya akan terjadi apabila kita percaya kepada-Nya dan menerima Roh-Nya ke dalam kehidupan kita.

Tentang Roh Kudus ini, Santo Paulus menulis: “Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri menyampaikan permohonan kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan” (Rm 8:26). Doa bagi kita itu sama perlunya dengan air dan cahaya matahari, tidak banyak bedanya dengan kenyataan bahwa bahan-bahan bergizi diperlukan bagi pertumbuhan gandum. Namun, apabila kita mencoba semuanya itu atas dasar kekuatan sendiri, maka doa dengan mudah dapat menjadi kering dan tak berbuah. Hanya Roh Allah-lah yang mengetahui pikiran Allah, sebagaimana ditulis oleh Santo Paulus: “Siapa di antara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia? Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah (1Kor 2:11). Jadi, hanya Roh Kudus-lah yang dapat menghembuskan kehidupan ilahi ke dalam doa kita.

Roh Kudus adalah “ragi” (lihat Mat 13:33) yang mengangkat kita ke dalam kehidupan rahmat dan memberikan kepada kita hati yang berbelas kasihan dan memiliki kasih. Memang tidak selalu mudah bagi kita masing-masing untuk hidup sebagai seorang Kristiani di dalam dunia. Adalah suatu kenyataan hidup bahwa tidak mudahlah bagi kita masing-masing untuk mengatasi godaan si jahat dan kelemahan karena kodrat kita yang cenderung untuk berdosa. Akan tetapi, oleh kuasa Roh Kudus, sementara kita terus menyerahkan hidup kita kepada-Nya, maka kita dapat menemukan diri kita berbuah secara berlimpah. Sebagaimana Musa belajar untuk menaruh kepercayaan kepada TUHAN (YHWH) selama 40 tahun hidup di tanah Midian (lihat Kel 7:7; Kis 7:23,30), demikian pula kita dapat belajar tentang hal yang sama. Yang diminta Allah hanyalah adanya upaya serius dari pihak kita. Selebihnya? Dia akan menunjukkan jalan-Nya kepada kita!

Sepanjang hari ini, marilah kita coba untuk melakukan sedikit “eksperimen”. Apabila memori-memori yang berkaitan dengan situasi menyakitkan dari masa lalu muncul ke permukaan, maka kita mohon kepada Roh Kudus untuk menolong kita mengampuni. Apabila kita disadarkan bahwa kita menolak melakukan sesuatu yang kita tahu diminta oleh Allah sendiri dari diri kita, maka baiklah kita mendoakan sebuah doa singkat kepada Roh Kudus agar kita diberikan kekuatan. Dengan berjalannya waktu, kita pun kiranya akan “bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa” (lihat Mat 13:43).

Santa Maria Magdalena Postel [1756-1846]. Orang kudus yang secara istimewa dirayakan oleh para suster Misericordia pada hari ini hidup pada zaman yang sukar dan tercatat sebagai lembaran gelap/hitam sejarah Kekristenan. Ia dilahirkan di Barfleur di Normandia pada tanggal 28 November 1756 dengan nama Julie Fransiska Katarina Postel. Setelah pendidikan dasarnya, dia menerima pelatihan lanjutan dari para suster Benediktin di Volognes. Di situlah dia mengambil keputusan untuk mengabdikan diri sepenuhnya untuk melayani Allah dan sesama. Secara pribadi dan diam-diam dia berjanji kepada Allah untuk menghayati hidup kemurnian. Lima tahun setelah dia membuka sebuah sekolah untuk anak-anak perempuan di La Bretonne, pecahlah Revolusi Perancis. Seperti kita ketahui, dalam era itu Gereja mengalami pengejaran dan penganiayaan. Selama masa penganiayaan itu Julie Postel memainkan peranan penting dan heroik, khususnya menolong para imam yang bersembunyi atau yang dijebloskan ke dalam penjara, juga menguatkan iman orang-orang Katolik Barfleur yang setia. Kepadanya diberikan izin untuk menyimpan Sakramen Mahakudus dalam rumahnya. Kemudian ketika keadaan semakin buruk, dia diberi izin untuk membawa Sakramen Mahakudus secara pribadi, bahkan untuk memberikan Viaticum Suci kepada orang-orang menjelang kematian mereka. Seringkali orang-orang Yakobin (salah satu aliran Protestan pada masa itu) mencurigainya, namun dirinya selalu mendapat perlindungan ilahi sehingga tidak mengalami hal-hal yang tidak diharapkan. Dalam dekrit beatifikasinya, Paus Pius X (santo) tidak ragu-ragu menyebutnya sebagai seorang “imam perempuan”.

Setelah badai berlalu, Julie membantu memulihkan iman-kepercayaan umat lewat katekese kepada orang muda dan tua, dan mulai mengajar sekalah lagi di Cherbourg. Dengan persetujuan Vikaris Louis Cabart, Julie dan dua orang perempuan lain mendirikan sebuah komunitas religius di

 Cherbourg pada tahun 1805; dan dua tahun kemudian mereka bertiga dan seorang lagi mengucapkan kaul religius mereka. Mereka menamakan diri mereka “Puteri-puteri Miskin Misericordia” dan menepati Anggaran Dasar Ordo Ketiga Santo Fransiskus yang berlaku pada waktu itu. Julie menjadi pemimpin dan namanya sejak saat itu adalah Muder Maria Magdalena. Pertumbuhan komunitas ini tidak mulus, namun dengan penuh keberanian para suster di bawah pimpinannya maju terus. Biara mereka dipindahkan dari Cherbourg ke sebuah biara yang dahulunya biara Benediktin St. Sauveur le Vicomte di Courtance. Pada tahun 1837 Vikaris Jenderal Delamare mengganti Anggaran Dasar Ordo Ketiga St. Fransiskus dengan anggaran dasar dari St. Yohanes Pembaptis de las Salle, pendiri para bruder Kristiani (Inggris: Christian Brothers). Dengan demikian komunitas para suster ini bukan lagi Fransiskan, dan berganti nama menjadi Suster-suster Misericordia dari sekolah-sekolah Kristiani. Dalam tahun-tahun terakhir hidupnya, Muder Maria Magdalena menyaksikan pertumbuhan cukup pesat dari kongregasinya dan keberhasilannya dalam pencapaian hal-hal besar. Berdasarkan dorongannya, Vikaris Jenderal Delamare pada tahun 1843 mendirikan komunitas para bruder misericordia di Montebourg.

Muder Maria Magdalena Postel meninggal dunia pada tanggal 16 Juli 1846 dan kongregasinya terus bertumbuh-kembang serta menyebar ke berbagai negara, teristimewa Inggris dan Italia.  Di Indonesia mereka berkarya di keuskupan Malang. Sumber utama: P. Marion A. Habig OFM, THE FRANCISCAN BOOK OF SAINTS.

DOA: Roh Kudus Allah, aku berterima kasih penuh syukur kepada-Mu karena kehadiran-Mu dalam kehidupanku. Tolonglah aku agar diubah menjadi semakin serupa dengan Yesus Kristus. Biarlah kuat-kuasa-Mu mengalir di dalam dan melalui diriku. Amin

38. PERUMPAMAAN TENTANG SEORANG PENABUR

Pada hari itu keluarlah Yesus dari rumah itu dan duduk di tepi danau. Lalu datanglah orang banyak berbondong-bondong dan mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke perahu dan duduk di situ, sedangkan orang banyak semuanya berdiri di pantai. Ia mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Kata-Nya, “Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah tanaman-tanaman itu dan menjadi kering karena tidak berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati. Sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat. Siapa yang bertelinga, hendaklah ia mendengar!” (Mat 13:1-9; versi panjang: 13:1-23)

Bacaan Pertama:  Yes 55:10-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 65:10-14; Bacaan Kedua: Rm 8:18-23

Coba anda mengingat-ingat guru-guru terbaik di sekolah tempat anda belajar dahulu atau dosen-dosen ketika kuliah dahulu. Pada tahun 1960-an di FEUI ada seorang dosen yang  bernama Drs. Tan Goan Tiang (kelak dikenal sebagai Prof. Nathanael, pendiri Lembaga Demografi FEUI). Saya duduk di kelas beliau ketika belajar “Ilmu Ekonomi Mikro”. Banyak mahasiswa kelas itu merasa tidak sabar menunggu-nunggu pengajaran beliau. Praktis semua mahasiswa dalam kelas itu menaruh respek kepada beliau karena beliau memang pandai namun sederhana dalam penampilan, serius, tidak banyak membual. Kelasnya selalu penuh. Menjadi guru memang panggilannya. Dia pernah menjadi seorang guru SMA Kristen yang hampir setiap tahun menghasilkan bintang pelajar; dan tidak ada yang menyangkal bahwa beliau adalah seorang Kristiani sejati (anggota Gereja GKI Kwitang), yang dihormati tidak hanya oleh mereka yang Kristiani. Pada hari kematiannya, mantan mahasiswanya dari berbagai angkatan datang melayat. Prof. Dr. Dorojatun Kuncorojakti menulis sebuah artikel di salah satu majalah pada waktu itu, kalau tidak salah berjudul “Pohon yang berbuah”. Prof. Tan Goan Tiang memang seorang guru sejati.

Saya yakin sekali bahwa Yesus, ketika mengajar tentang Kerajaan Allah, juga pasti sangat memikat para murid dan orang banyak yang mendengar-Nya. Yesus bukanlah seorang guru yang datang dengan berbagai data statistik, diagram dll. Tentunya Dia juga tidak mengajar sampai detil-detil yang harus dihafalkan oleh para pendengar-Nya. Yesus menggunakan perumpamaan-perumpamaan, cerita-cerita mengenai orang-orang dan situasi-situasi yang dengan mudah membuat orang menghubungkan dirinya dengan itu semua. Dia ingin memenangkan hati kita dan juga membentuk pikiran kita. Siapa yang bisa mengajar lebih hebat daripada Yesus, Dia yang menciptakan kita dan “turun ke dunia” sebagai seorang manusia, kemudian mati di kayu salib untuk menyelamatkan kita?

Layaknya seorang guru yang baik, Yesus tidak memberikan jawaban-jawaban standar. Ia mengundang kita untuk terlibat. Ia menantang kita agar membuka hati dan dengan rendah hati menerima sabda-Nya ke dalam jiwa kita. Agar supaya ajaran-Nya berbuah dalam kehidupan kita, maka kita harus “mendengar dengan telinga kita” dan “melihat dengan mata kita” (bdk. Mat 13:15-17). Walaupun kita mempunyai ajaran Gereja, tidak ada pengganti daripada penemuan apa yang dikatakan oleh sabda Allah dalam Kitab Suci bagi kita masing-masing secara pribadi.

Dengan perumpamaan ini, Matius menunjukkan satu pengajaran Yesus yang indah. Melalui perumpamaan ini penulis Injil ini menyoroti cara Yesus mengajar. Yesus menggunakan ‘perumpamaan tentang seorang penabur’ ini untuk mengilustrasikan kemurahan-hati Allah yang berlimpah-limpah. Bapa surgawi selalu menaburkan benih-benih firman-Nya, mengundang kita untuk mengenal dan mengalami kasih dan kerahiman-Nya. Dia selalu mengulurkan tangan-tangan-Nya kepada kita.  Mengetahui bahwa kita memiliki seorang Bapa yang tidak pernah membelakangi atau menolak kita, maka seharusnya hal ini memberikan kepada kita damai-sejahtera dan pengharapan.

Setiap benih yang jatuh pada tanah yang baik akan bertumbuh. Benih yang ditanam oleh Bapa surgawi tentunya akan bertumbuh manakala bertemu dengan hati yang terbuka bagi-Nya. Ini adalah janji Allah. Namun bagaimana kita menentukan apakah hati kita itu baik? Apa beberapa butir acuan:

Apakah keragu-raguan dan rasa tidak-percaya langsung mencuri damai-sejahtera yang dibawa oleh firman Allah kepada kita? (lihat Mat 13:19).

Apabila kesusahan atau penderitaan datang karena iman kita, apakah kita berdiri dengan kokoh dalam iman kita atau apakah kita jatuh ke dalam kompromi (lihat Mat 13:20-21).

Apakah kita terlalu dibebani dengan pengurusan hal-ikhwal dunia? Apakah kesenangan karena harta-kekayaan dan berbagai hasrat akan ‘kenikmatan-kenikmatan’ mengambil tempat yang lebih besar dalam hati kita ketimbang kehadiran Yesus? (lihat Mat 13:22).

Kita seharusnya tidak berputus-asa atas tanah yang berbatu-batu atau semak duri dari ketidak-percayaan, pelanturan-pelanturan atau rasa takut yang menghalangi firman Allah untuk kuat-mengakar dalam hati kita. Yesus senang sekali mengubah hati kita, asal saja dengan tulus-ikhlas kita mohonkan hal itu kepada-Nya. Yesus memiliki kesabaran yang sangat luarbiasa dengan kita masing-masing, seperti apa yang telah dicontohkan-Nya ketika membimbing/mengajar para murid-Nya yang bebal-bebal itu. Dia juga sangat senang untuk menjelaskan kepada kita mengenai ‘rahasia Kerajaan Allah’ selagi kita memperkenankan sabda firman-Nya bertumbuh dalam diri kita.

 

DOA: Roh Kudus Allah, siapkanlah hati kami untuk menerima firman Allah, lebih dan lebih banyak lagi. Nyatakanlah kepada kami hasrat mendalam dari Yesus untuk mengajar kami tentang ‘rahasia Kerajaan Allah’, dan juga betapa besar kasih-Nya serta kesabaran-Nya dalam menghadapi segala kelemahan kami. Tolonglah kami agar dapat sungguh berbuah bagi Kerajaan Allah. Amin

39. BAPA SURGAWI DIMULIAKAN JIKA KITA BERBUAH BANYAK

“Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dimuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku.” (Yoh 15:1-8).

Bacaan Pertama: Kis 15:1-6; Mazmur Tanggapan: Mzm 122:1-5

Dalam Perjanjian Lama, Israel seringkali diibaratkan sebagai pohon anggur. Allah menanam pohon anggur itu dan memeliharanya, namun pohon anggur itu menjadi jelek dan akhirnya diinjak-injak: “Aku telah membuat engkau tumbuh sebagai pokok anggur pilihan, sebagai benih yang sungguh murni. Betapa engkau berubah menjadi pohon berbau busuk, pohon anggur liar!” (Yer 2:21). Sebagai perbandingan, bacalah juga Mzm 80:8-15; Yes 5:1-7; Yeh 19:10-14.

Yesus menyatakan diri-Nya bahwa Dialah “pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya” (Yoh 15:1). Dalam diri Yesus dan para pengikut-Nya, Bapa akan menemukan jenis buah anggur yang dihasrati-Nya. Tugas kita adalah untuk tetap terhubungkan dengan pokok anggur yang merupakan sumber makanan dari Kristus sendiri. Adalah tugas Bapa surgawi untuk memelihara pokok anggur agar dapat berbuah banyak. Pernyataan ini terdengar begitu eksplisit sehingga kita dapat luput melihat kebesaran dari tantangan dan janji yang diberikannya.

Dalam mengikuti Kristus, kecenderungan kita adalah mengambil tindakan yang bersifat pre-emptive terhadap pekerjaan Allah dengan mengambil gunting besar pemotong tangkai anggur dan melakukan pengguntingan sendiri; dengan demikian kita menggantikan pekerjaan ilahi-Nya dengan sesuatu yang kita rancang berdasarkan pemikiran kita sendiri. Kita merancang proyek-proyek menolong diri-sendiri (self-help projects) yang cenderung memusatkan perhatian pada kekurangan-kekurangan dalam kehidupan pribadi yang memalukan kita (dilihat dari mata dunia). Jadi, kita tidak pernah sampai kepada perubahan hati yang lebih mendalam yang Allah inginkan bekerja dalam diri kita. Ini adalah justru perubahan-perubahan yang kita perlukan guna mengalami kehidupan baru; sebagai buah tindakan Allah dan kerja sama kita, tidak sekadar tindakan kita sendiri.

Apabila Allah bekerja dalam kehidupan seseorang, maka orang tersebut bercahaya seperti sebuah bintang di tengah-tengah dunia yang menggelap ini. Dengan menggunakan kata-kata Paulus: “anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah orang yang jahat dan sesat ini, sehingga …… bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia” (Flp 2:15). Pada kenyataannya kita kadang-kadang dapat menghadapi berbagai pencobaan dan kesulitan hidup yang disebabkan oleh keterlekatan-keterlekatan pada hal-hal yang bukan berasal dari Allah; namun apabila semuanya itu diserahkan ke dalam tangan Allah, maka kelekatan-kelekatan ini dapat dipangkas sehingga kita dapat berbuah. Tidak ada upaya berdasarkan kekuatan sendiri, juga studi atau devosi yang dapat di bandingkan dengan sentuhan-pangkasan halus dari Allah sendiri.

Jesus berjanji bahwa Bapa surgawi sendirilah yang akan memangkas setiap ranting pohon anggur yang tidak berbuah dan membersihkan setiap ranting yang berbuah, agar pohon anggur itu berbuah lebih banyak lagi. Apabila kita mengakui kebenaran ini, maka kita pun memiliki keyakinan yang luarbiasa besarnya. Siapa lagi yang lebih dapat diandalkan, lebih sabar, lebih mengasihi dan lebih memiliki hasrat akan pertumbuhan kita daripada Bapa kita sendiri yang begitu mengasihi kita, anak-anak-Nya?

DOA: Bapa surgawi, pangkaslah dari diri kami carang-carang kelekatan duniawi kami dan kuatkanlah kami agar dapat menghasilkan panen berlimpah. Amin.

40. YESUS SANG GEMBALA BAIK AKAN MENJAGA KITA

Tidak lama kemudian tibalah hari raya Penahbisan Bait Allah di Yerusalem; ketika itu musim dingin. Yesus berjalan-jalan di Bait Allah, di serambi Salomo, Lalu orang-orang Yahudi mengelilingi Dia dan berkata kepada-Nya, “Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami dalam kebimbangan? Jikalau Engkau Mesias, katakanlah terus terang kepada kami.” Yesus menjawab mereka, “Aku telah mengatakannya kepada kamu, tetapi kamu tidak percaya; pekerjaan-pekerjaan yang Kulakakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberi kesaksian tentang Aku, tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-tomba-Ku. Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar daripada siapa pun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. Aku dan Bapa adalah satu.” (Yoh 10:22-30)

Bacaan Pertama: Kis 11:19-26;  Mazmur Tanggapan: Mzm  87:1-7

Beberapa hari terakhir ini kita terus membicarakan mengenai perumpamaan Yesus tentang “Gembala yang Baik”, dan pada hari ini pun kita akan membahasnya lagi. Walaupun terasa seakan mengulang-ulang, tetaplah berharga bagi kita untuk merenungkan gambaran-gambaran tentang seorang gembala yang baik karena kemampuan gambaran-gambaran ini mengungkapkan banyak dimensi tentang siapa Yesus itu dan betapa dalam Ia mengasihi kita.

Karena tidak sedikit jumlah waktu yang digunakan oleh para gembala dengan kawanan domba mereka, maka bukanlah hal yang aneh apabila seorang gembala untuk mengenal  setiap detil dari masing-masing domba yang dipelihara olehnya – tanda-tanda khas masing-masing domba, kebiasaan-kebiasaannya, bahkan katakanlah ‘kepribadian’-nya. Di lain pihak domba-domba peliharaannya juga mengenal sang gembala dan menjadi sangat akrab dengan suaranya. Sedikit saja suara dari seorang yang asing dapat mengejutkan mereka dan membuat mereka berlari-lari kian kemari.

Selama musim semi dan musim panas, pada waktu sebuah kawanan domba dapat digembalakan di daerah luar kota untuk berbulan-bulan lamanya, maka seorang gembala akan mengumpulkan domba-dombanya dalam sebuah “kandang domba” yang terletak di lereng gunung untuk beristirahat di malam hari. “Kandang domba” ini mempunyai “tembok” (biasanya dari bebatuan) namun tidak mempunyai gerbang atau pintu. Yang ada hanyalah suatu bagian yang lowong-terbuka untuk domba-domba itu masuk-keluar. Begitu domba-domba itu sudah terkumpul di dalam “kandang”, maka sang gembala akan menjadi pintu kandang tersebut. Dia merebahkan diri di bagian yang lowong-terbuka itu untuk menjaga kawanan dombanya. Dengan perkataan lain, pada dasarnya dia “memberikan nyawanya untuk domba-dombanya”.

Yesus mengetahui  bahwa perumpamaan-perumpamaan seperti ‘perumpamaan tentang gembala yang baik’ akan menolong para pendengar-Nya (termasuk kita semua pada zaman modern ini) untuk memahami kasih-Nya secara lebih penuh lagi. Yesus mengetahui bahwa imaji-imaji yang hidup akan membantu mentransformir konsep-konsep abstrak ke dalam hal-hal yang konkret yang dapat dipahami orang-orang. Yesus bersabda: “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut dari tangan-Ku” (Yoh 10:27-28). Artinya, Yesus menyerahkan hidup-Nya bagi kita, dan tidak ada seorang pun yang dapat merampas kita dari tangan-Nya. Janji-janji-Nya sama dapat dipercaya seperti komitmen sang gembala baik kepada kawanan dombanya di dalam perumpamaan-Nya. Bilamana kita memasuki “kandang domba”-nya, maka Yesus sang Gembala Baik akan menjaga kita untuk selalu dekat pada-Nya dan Ia akan melindungi kita dari segala macam bahaya.

Lain kali, apabila kita bertemu dengan sebuah perumpamaan Yesus, maka kita harus berketetapan hati mempelajari secara lebih mendalam lagi tentang imaji-imaji yang digunakan oleh Yesus. Sebaiknya kita juga mempelajari beberapa bacaan pengantar atau tafsir yang dapat dimanfaatkan oleh orang awam seperti kita. Kita harus memperkenankan kata-kata Yesus meresap ke dalam hati kita. Kita gunakan imajinasi untuk membuat gambar dalam pikiran kita. Melalui studi seperti ini, doa dan kontemplasi, Roh Kudus dapat membuka jalan-jalan pemahaman yang baru untuk memperkuat iman dan membuat kasih kita kepada Yesus menjadi semakin berkobar-kobar.

DOA: Roh Kudus Allah, Engkau membuat terang hati semua orang beriman. Terangilah imajinasi ku sehingga aku dapat mengalami secara lebih mendalam kasih Allah Tritunggal Mahakudus yang tak terbatas itu. Amin.

41. GEMBALA YANG BAIK 

Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan menceraiberaikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu. Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. Tetapi Aku juga mempunyai domba-domba lain yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala. Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku agar Aku menerimanya kembali. Tidak seorang pun mengambilnya dari Aku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah perintah yang Kuterima dari Bapa-Ku.” (Yoh 10:11-18)

Bacaan Pertama: Kis 11:1-18; Mazmur Tanggapan: Mzm 42:2-3;43:3-4

“Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku……. Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku agar Aku menerimanya kembali. Tidak seorang pun mengambilnya dari Aku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah perintah yang Kuterima dari Bapa-Ku.” (Yoh 10: 14, 17-18).

Lagi-lagi Yesus ingin menggugah hati orang-orang, yang karena alasan (atau alasan-alasan) tertentu, masih saja lamban untuk percaya kepada-Nya. Untuk menetralkan ketakutan dan keragu-raguan yang mungkin ditimbulkan oleh klaim-Nya atas keilahian-Nya, Yesus meneguhkan bahwa Dia memang datang untuk menolong, bukan membawa  bencana; untuk memberi, bukan menuntut; untuk mengorbankan diri-Nya sendiri bagi mereka, jauh lebih daripada mereka harus berkorban demi diri-Nya. Semua ini akan dilakukan-Nya dalam rangka pemenuhan rencana penebusan dari Bapa surgawi.

Yesus mengetahui betapa mudahnya bagi orang untuk mendengar kata-kata-Nya tanpa menghargai pesan yang ingin disampaikan oleh-Nya. Ia mengetahui pula bahwa kebenaran-Nya akan mempengaruhi kehidupan orang-orang secara korelatif-proporsional dengan upaya mereka mencoba untuk memahami kebenaran-Nya itu dengan lebih penuh lagi, menghargainya dengan lebih mendalam dan menerapkannya dengan lebih setia dalam kehidupan sehari-hari. Yesus mengulang-ulang pesan-Nya yang memberi hidup itu, dengan menambah wawasan yang lebih luas setiap kali Dia melakukan pengulangan termaksud. Bagi para pendengar pesan-Nya, semua ini membutuhkan waktu untuk mengingat yang lama, memahami yang baru dan mengintegrasikan keduanya ke dalam kebiasaan-kebiasaan  baru dalam berpikir dan menjalani kehidupan.

Siapakah – yang memiliki hati terbuka – yang tidak terkesan melihat desakan Yesus yang terus-menerus itu, bahwa Dia mengasihi kita dan sangat prihatin dengan segala urusan kita? Di sini Yesus menamakan diri-Nya “Gembala yang baik”, yang mengenal diri kita – domba-domba-Nya – sampai sedalam-dalamnya. Dia mengetahui kecenderungan spontan kita, setiap perasaan dan niat kita, setiap kelemahan dan upaya kita. Dia menyatakan diri-Nya siap untuk mengorbankan nyawa-Nya bagi kita, dan Ia akan melakukannya manakala Bapa meminta hal ini sebagai tebusan atas dosa-dosa kita. Betapa berharga diri kita ini bagi-Nya, karena Ia sungguh mengasihi kita. Akan tetapi, kita tidak pernah akan sepenuhnya memahami dan menghargai ketinggian, kedalaman, lebar dan intensitas dari kasih-Nya itu, apabila kita hanya mendengar atau membaca buku/tulisan tentang hal itu. Dengan demikian, kita harus melakukan permenungan atas hal tersebut secara terus menerus di bawah bimbingan Roh Kudus-Nya.

Pengorbanan Yesus bagi kita-manusia sungguh sangat besar dan tak terukur dengan ukuran manusia macam apa pun, teristimewa karena Dia melakukan pengorbanan itu dengan bebas. Yesus jelas mengatakan, bahwa tidak seorang pun akan mengambil nyawa-Nya dari Dia: “Tidak  seorang pun mengambilnya dari Aku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali” (Yoh 10:18). Unsur kehendak bebas ini digambarkan oleh Santo Paulus sebagai berikut: “Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama” (Flp 2:5-9). Kalau kita mengandalkan akal budi manusia semata-mata, maka pemikiran bahwa Allah – sang pencipta alam semesta – memilih untuk menjadi salah ‘seorang’ dari kita-manusia, lalu mati secara memalukan dan dalam kedinaan di kayu salib demi kita-manusia, memang sangat sukar untuk dipahami.

Sungguh menghiburlah untuk mengetahui bahwa Allah Bapa tidak hanya mengutus Yesus turun ke bumi dan mengharapkan hasil yang terbaik. Bapa surgawi sesungguhnya merencanakan segala sesuatu dari awal. Yesus sendiri memahami pengorbanan-Nya di atas kayu salib sebagai “perintah yang Kuterima dari Bapa-Ku” (Yoh 10:18). Dalam deskripsinya tentang hari-hari terakhir Yesus di bumi ini, seringkali Yohanes Penginjil menulis bahwa Tuhan melakukan perjalanan ke Kalvari guna memenuhi kata-kata nubuatan para nabi. Dengan perkataan lain, penderitaan sengsara, kematian dan kebangkitan Yesus sudah ada dalam pikiran Allah, bahkan sebelum Kitab Suci ditulis! Adakah rancangan lain yang lebih menakjubkan dari kenyataan ini?

Kejeniusan di belakang karya-karya musik, lukisan dlsb. yang paling besar di dunia ini tidak ada artinya apabila dibandingkan dengan rancangan Allah berkenan dengan kematian dan kebangkitan Putera-Nya yang tunggal, Yesus Kristus. Bahkan kehidupan kita sendiri pun merupakan bagian dari masterpiece agung ini, karena nama kita tertulis dalam Kitab Allah (bdk. Mzm 139:16)! Sekarang, renungkanlah sejenak betapa dalam diri kita dikasihi oleh-Nya! Marilah kita bersukacita dan merasa terjamin, karena mengetahui dan percaya bahwa kita juga adalah bagian dari rencana agung Allah.

DOA: Bapa surgawi, Engkau menyerahkan Putera-Mu sendiri untuk menebus kami semua. Oleh karena itu kami pun yakin, bahwa Engkau akan memberikan segalanya yang kami butuhkan dalam kehidupan di dunia ini. Engkaulah andalan kami, ya Allah. Amin

42. MENDENGAR SUARA YESUS SANG GEMBALA BAIK

“Sesungguhnya aku berkata kepadamu: Siapa yang masuk ke dalam kandang domba tanpa melalui pintu, tetapi dengan memanjat dari tempat lain, ia adalah seorang pencuri dan seorang perampok; tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba. Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar. Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya. Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka akan lari dari orang itu, karena suara orang-orang asing tidak mereka kenal.”

Yesus mengatakan kiasan ini kepada mereka, tetapi mereka tidak mengerti apa maksudnya Ia berkata demikian kepada mereka.

Karena itu Yesus berkata lagi, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, Akulah pintu bagi domba-domba itu. Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka. Akulah pintu; siapa saja yang masuk melalui Aku, ia akan diselamatkan dan Ia akan masuk dan keluar serta menemukan padang rumput. Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang supaya mereka mempunyai hidup, mempunyainya dengan berlimpah-limpah.  (Yoh 10:1-10)

Bacaan Pertama: Kis 2:14A,36-41; Mazmur Tanggapan: Mzm 23:1-6; Bacaan Kedua: 1Pet 2:20b-25

Para gembala dan kawanan domba mereka adalah gambaran yang familiar di tengah daerah perbukitan atau dataran tinggi di Yudea. Seperti para penulis Perjanjian Lama (lihat Mzm 23,  Yes 40:11; Yeh 34:16), Yesus melihat bahwa alamiah-lah untuk menggunakan imaji gembala yang memelihara kawanan dombanya sebagai ilustrasi tentang cara Allah memperhatikan serta memelihara umat-Nya.

Domba-domba teristimewa dipelihara untuk dicukur bulunya (wool) dan kemudian baru untuk dagingnya, dan domba-domba itu dipelihara untuk bertahun-tahun lamanya, sehingga dapat mengenali suara gembala mereka dengan akrab. Apabila karena sesuatu hal sang gembala absen, maka domba-domba peliharaannya dapat menjadi ketakutan dan bingung. Hanya setelah mendengar suara gembala mereka, maka domba-domba itu dapat menjadi tenang kembali. Atas dasar kenyataan inilah maka tugas penggembalaan dari seorang gembala secara tetap menuntut kewaspadaan, keberanian dan kesabaran dalam memperhatikan serta memelihara kawanan dombanya. Jadi tidak mengherankanlah apabila Yesus mengibaratkan diri-Nya sebagai seorang gembala baik, yang rela mati untuk kawanan domba-Nya (lihat Yoh 10:11).

Apakah anda mengenal serta mengalami Yesus sebagai gembalamu yang baik? Apakah anda telah memutuskan untuk menyediakan waktu bersama-Nya, belajar cara-cara-Nya dan menjadi familiar dengan suara-Nya? Apabila kita memiliki kemampuan untuk mendengar suara-Nya ketika Dia berbicara, maka kita pun akan terlindungi dari daya pikat banyak suara lainnya yang mengaburkan pemusatan perhatian kita. Walaupun penting bagi kita untuk mempelajari doktrin Kristiani – sabda Yesus – hal ini tidaklah cukup. Kata-kata Yesus dapat dimanipulasi, disalahtafsirkan dengan sengaja maupun tidak, dengan demikian disalahpahami. Kita juga perlu sekali menjadi familiar dengan suara Yesus selagi Dia berbicara kepada hati kita. Hanya dengan begitu pengenalan kita menjadi kasih. Hanya setelah mengalami-Nya seperti itu maka kita akan mampu mengasihi orang-orang lain dengan cara yang sungguh mencerminkan kasih-tanpa batas dari Yesus kepada mereka.

Sebagai anak-anak Allah yang dibaptis, maka keakraban dengan Yesus seperti ini adalah hak kita sejak lahir. Yesus menginginkan kita untuk mengenal-Nya sebagaimana Dia mengenal kita secara pribadi dan mendalam. Dalam doa-doa pada hari ini, baik di dalam gereja maupun di rumah dan di mana saja, marilah kita menenangkan hati kita. Dalam keheningan baiklah kita mendengar suara Tuhan Yesus. Anda mungkin mencoba mendengarkan musik untuk mengiringi meditasi atau membaca mazmur dengan bersuara agar dapat menyingkiran segala pelanturan yang ada. Marilah kita mohon kepada Roh Kudus agar menarik kita lebih dekat lagi kepada  Yesus. Semoga suara Yesus menghangatkan hati kita masing-masing.

DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku mengenal suara-Mu sehingga aku dapat tetap berada dengan aman di tengah kawanan domba-Mu, yaitu umat-Mu sendiri. Terima kasih penuh syukur  kuhaturkan kepada-Mu untuk kasih-Mu yang senantiasa penuh kesetiaan. Amin.

43. YA ALLAH, KASIHANILAH AKU ORANG YANG BERDOSA INI

Kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus menyampaikan perumpamaan. “Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezina dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul dirinya dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah sedangkan orang lain itu tidak. Sebab siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan (Luk 18:9-14).

Bacaan Pertama: Hos 6:1-6; Mazmur Tanggapan: Mzm 51:3-4,18-21

Apakah gambaran anda tentang Allah? Menurut anda, apa kiranya yang ada dalam pikiran Allah ketika Dia memandang anda? Orang Farisi dan si pemungut cukai mempunyai gambaran (imaji) tentang Allah yang sangat berbeda satu sama lain; konsepsi mereka yang berbeda tentang Dia dan cara Dia mempersepsikan mereka menyebabkan mereka berdoa dengan cara yang satu sama lain berbeda.

Bagi si Farisi, hubungannya dengan Allah menuntutnya untuk memaksimalkan perbuatan-perbuatan baiknya dan meminimalkan perbuatan-perbuatan buruknya. Martabatnya dan pembenaran atas dirinya didasarkan kepada apa yang dilakukan olehnya bagi Allah, atau sedikitnya sampai seberapa berhasil dia menghindari penghakiman dari Allah. Allah menentukan standar; dan si Farisi hanya harus memenuhi standar itu.

Sebaliknya, bagi si pemungut cukai, Allah itu penuh bela rasa dan belas kasihan. Ia juga mengetahui bahwa Allah menetapkan suatu standar, tetapi dia juga menyadari bahwa dengan kekuatannya sendiri dia tidak akan mampu memenuhi standar tersebut. Namun demikian, dia tidak kehilangan pengharapan atau berputus asa, melainkan menaruh dirinya di tangan-tangan Allah. Dia mengakui bahwa segalanya yang dimilikinya adalah karena berhutang kepada Allah – bahkan keberadaannya sendiri. Dia senantiasa harus bergantung kepada Allah dan mengharapkan pertolongan-Nya.

Si pemungut pajak juga secara benar mengidentifikasikan permohonannya. Sementara si Farisi menunjuk kepada perbuatan-perbuatan baik sebagai dasar dari statusnya. Si pemungut cukai berdoa: “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini” (Luk 18:13). Dia mengakui bahwa kebutuhannya akan belas kasihan Allah tidak hanya disebabkan oleh dosa-dosanya.

Yesus memuji pendekatan terhadap Allah yang dilakukan si pemungut cukai, dan mengatakan: “Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah” (Luk 18:14). Dari pemahamannya yang benar mengenai Allah, dia memohon belas kasihan Allah dan pengampunan atas dirinya. Doanya didasarkan pada kebenaran yang terdapat dalam Mazmur hari ini: “Hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah” (Mzm 51:19).

Dalam kasih-Nya, Allah Bapa kita semua ingin sekali menyentuh kita satu per satu. Dia menginginkan ketaatan kita, namun Ia tidak membuat ketaatan sebagai sebuah penghalang terhadap penyembuhan dan pengampunan-Nya. Yakin seyakin-yakinnya bahwa kita adalah anak-anak-Nya dan Ia adalah Bapa kita, marilah kita mohon kepada-Nya untuk melingkupi kita dengan belas kasihan dan kasih-Nya. Allah sungguh ingin menyembuhkan dan mengampuni kita, karena Dia ingin membuat kita masing-masing sebagai seorang pribadi yang utuh.

DOA: Bapa surgawi, kami mengakui bahwa segala sesuatu yang baik berasal dari-Mu. Oleh Roh Kudus-Mu, buatlah agar hati kami masing-masing dapat menjadi serupa dengan Hati Kudus Yesus, Putera-Mu terkasih. Biarlah kemenangan Putera-Mu atas dosa membasuh bersih dosa-dosa kami dan mentransformasikan diri kami menjadi serupa dengan Yesus. Amin.

44. BERTOBAT DAN PERCAYA

 “Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. Jawab anak itu: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal dan pergi. Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Anak itu menjawab: Baik, Bapa, tetapi ia tidak pergi. Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?” Jawab mereka, “Yang pertama.” Kata Yesus kepada mereka, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan pelacur akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan pelacur percaya kepadanya. Meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya” (Mat 21:28-32).

Bacaan pertama: Zef 3:1-2.9-13; Mazmur Tanggapan:  Mzm 34:2-3,6-7,17-19,23

“Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?” (Mat 21:31).  Yesus mengidentifikasikan seorang anak laki-laki dari sang pemilik kebun anggur dengan para pemuka agama Yahudi pada zaman-Nya, yaitu anak yang mengatakan “ya” terhadap permintaan/ perintah sang ayah untuk bekerja dalam kebun anggur, akan tetapi tidak melakukannya, Para pemuka agama Yahudi memang berkata “ya dengan mulut/bibir mereka, namun tidak dengan hati mereka. Anak yang sulung dalam perumpamaan ini  adalah seperti para pemungut cukai dan perempuan pelacur yang pada awalnya memang mengatakan “tidak” kepada Allah dan hukum-Nya (diwujudkan dalam sikap dan perilaku mereka), namun kemudian sadar akan kedosaan mereka dan berbalik kepada Allah dalam pertobatan. Pada akhirnya, merekalah yang melakukan kehendak Bapa surgawi.

Apabila kita meninjau kembali dengan teliti perikehidupan kita, maka kita dapat mengidentifikasikan diri kita dengan kedua anak laki-laki dalam perumpamaan di atas. Dengan niat terbaik, berketetapan hati untuk mengikuti kehendak Allah dalam hidup kita, seringkali kita kehilangan keyakinan untuk setia mengikuti jalan-Nya. Pada kesempatan lain, kita bahkan gagal untuk memberikan jawaban “ya” ketika mendengar panggilan-Nya.

Dalam masing-masing kasus, Allah telah menyediakan suatu obat penyembuh yang indah. Apabila kita “bertobat dan percaya” (lihat Mat 21:32), kita akan memperoleh penghiburan dalam belas kasihan atau kerahiman-Nya. Yesus berkata kepada imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan pelacur akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Mat 21:31). Pertobatan dan iman akan memimpin kita kepada Bapa surgawi, bahkan setelah banyak terlibat dalam kedosaan, baik dengan pikiran, kata-kata yang kita ucapkan, perbuatan maupun kelalaian. Tuhan Allah akan memberikan rahmat-Nya kepada kita agar mampu melawan godaan-godaan di masa depan, memberdayakan kita untuk menghayati suatu kehidupan yang taat serta patuh kepada perintah-perintah-Nya dan penuh-iman.

Selagi kita melakukan pertobatan dalam Masa Adven ini dan mulai mempersiapkan segalanya yang diperlukan untuk menyongsong Hari Raya Natal yang sudah mulai mendekat, sangat bermanfaatlah segala karunia yang diberikan Tuhan Allah dalam Sakramen Rekonsiliasi. Oleh karena itu janganlah sampai kita melewatkan kesempatan yang bagus ini. Di sinilah kesempatan kita untuk bertobat dan percaya dalam arti sesungguh-sungguhnya, dan menerima rahmat yang Allah ingin berikan kepada kita dalam masa yang istimewa ini. Apakah kita menyerupai anak laki-laki yang berkata “ya” namun tidak melakukan tugasnya, atau apakah kita lebih menyerupai si anak sulung yang berkata “tidak” tetapi kemudian melakukan tugasnya? Yang penting, melalui Sakramen Rekonsiliasi, Tuhan Allah siap mencurahkan belas kasihan-Nya kepada kita. “pertobatan dan iman kita” adalah suatu pemberian yang pasti menyenangkan sang Raja yang kelahir an-Nya sebagai bayi di Betlehem akan kita rayakan sekitar 10 hari lagi.

DOA: Tuhan Yesus, kami sungguh menyesal atas dosa-dosa kami, baik lewat pikiran, perkataan, perbuatan maupun kelalaian kami. Curahkanlah rahmat-Mu ke atas diri kami masing-masing agar kami dapat menghayati suatu kehidupan Kristiani yang otentik, yang sungguh memuliakan nama-Mu. Amin.

45. BERJUANGLAH UNTUK MASUK MELALUI PINTU YANG SEMPIT ITU

Kemudian Yesus berjalan keliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa sambil mengajar dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem. Lalu ada seseorang yang berkata kepada-Nya, “Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Jawab Yesus kepada orang-orang di situ, “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sempit itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat. Jika tuan rumah telah bangkit dan telah menutup pintu, kamu akan berdiri di luar dan mengetuk-ngetuk pintu sambil berkata, ‘Tuan, bukakanlah pintu bagi kami!’ dan Ia akan menjawab dan berkata kepadamu, ‘Aku tidak tahu dari mana kamu datang.’ Lalu kamu akan berkata: Kami telah makan dan minum di hadapan-Mu dan Engkau  telah mengajar di jalan-jalan kota kami. Tetapi Ia akan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang, enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan! Di sana akan terdapat ratapan dan kertak gigi, ketika kamu melihat Abraham dan Ishak dan Yakub dan semua nabi di  dalam Kerajaan Allah, tetapi kamu sendiri dicampakkan ke luar. Orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. Sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang pertama dan ada orang yang pertama yang akan menjadi orang yang terakhir (Luk 13:22-30).

Bayangkan sebuah pintu kayu yang kasar dan berukuran kecil, hampir tak dapat dikenali sebagai pintu masuk ke dalam sebuah gubuk kecil yang buruk rupa. Kemudian bayangkan sebuah pintu yang berukuran jauh lebih besar dan indah: pintu masuk sebuah istana. Pintu mana yang akan anda pilih? Kebanyakan kita akan tertarik pada pintu yang lebih besar dan lebih indah itu. Namun bagaimana halnya kalau pintu yang lebih kecil itu adalah untuk membuka jalan ke surga, di mana sudah tersedia meja perjamuan yang penuh dengan makanan yang enak-lezat. Bagaimana kalau pintu yang jauh lebih besar dan lebih indah itu hanya merupakan jalan masuk ke dalam kegelapan dan kekosongan/kehampaan?

Yesus mendorong para murid-Nya untuk masuk melalui pintu yang kecil-sempit, hal ini mengacu pada kepercayaan dalam diri-Nya sebagai Mesias, dan pada suatu tingkat ketaatan kepada Allah yang akan ditolak oleh banyak orang. Dunia, kedagingan, dan Iblis, semua memberi isyarat kepada kita untuk menemukan jalan yang paling mudah, paling enak-nyaman dan paling mengesankan dalam hidup ini. Namun jalan ke surga tidaklah mudah, tidak nyaman dan tidak mengesankan dari sudut mata manusia. Jalan ke surga banyak menuntut dari kita, namun pada saat yang sama memberi ganjaran tanpa batas.

Apabila kita menggantungkan diri pada pemahaman-pemahaman kita sendiri tentang apa-apa yang terbaik bagi kita, maka kita dapat tergoda untuk memilih rute yang paling mudah. Namun Yesus mengajarkan kepada kita untuk memilih pintu sempit yang akan membawa kita kepada hidup. Untuk masuk lewat pintu yang sempit ini, Yesus minta kepada kita untuk melakukan pertobatan dan bebas dari dosa yang menyebabkan kita memilih jalan yang lebih lebar. Ia mengundang kita untuk dengan penuh rasa percaya, karena mengetahui bahwa jalan kepada-Nya itu sempit, tetapi terbuka bagi semua orang.

Yesus hidup dalam jalan yang sempit dan hanya dapat kita jumpai lewat jalan itu. Dia bahkan menerima kematian di kayu salib demi keselamatan kita. Melalui salib-Nya, dosa-dosa kita diampuni. Bahkan sampai hari ini darah-Nya memiliki kuasa untuk membersihkan kita. Yesus meninggalkan Roh Kudus untuk melengkapi kita dengan keberanian, visi dan cintakasih yang diperlukan untuk mengikut Dia sebagai murid-murid-Nya – betapa besar pun biaya kemuridan itu. Roh Kudus akan memberdayakan kita agar mampu melakukan apa saja yang Tuhan minta dari kita, agar kita pun dapat masuk lewat pintu yang sempit itu.

DOA: Tuhan Yesus, terima kasih untuk memilih jalan yang sempit. Kuatkanlah kami dalam pilihan-pilihan yang akan kami buat hari ini, yang akan selalu memilih pintu sempit yang akan membawa kami kepada-Mu. Amin.

46. HARTA TERPENDAM ATAU MUTIARA INDAH ADALAH YESUS SENDIRI

 “Hal Kerajaan Surga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamnya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu.

Demikian pula halnya Kerajaan Surga itu seumpama seorang seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu” (Mat 13:44-46).

Dapatkah anda membayangkan menjual segalanya yang anda miliki? Pertukaran macam apa yang mungkin memotivasi  anda untuk membuat transaksi yang begitu drastis dan radikal? Yesus menggambarkan adanya harta terpendam di sebuah ladang, dan sebutir mutiara yang indah. Akan tetapi, apa sebenarnya semua ini? Bagi seorang ahli geologi tentunya nilai sepotong batu permata lain sekali dengan apa yang dilihat oleh seorang arkeolog, atau seorang isteri boss konglomerat yang senang bersolek dan berpesta-pora. Bagaimana pun juga “beauty is in the eye of the beholder, kata orang yang berbahasa Inggris, artinya ‘keindahan atau kecantikan itu tergantung mata siapa yang memandangnya’. Nah, ngomong-ngomong soal ‘eye of the beholder’ ini, maka di mata para rabi Yahudi, Yesus hanyalah seorang guru agama keliling Yahudi yang menyebabkan kepala para penguasa Romawi di tanah Palestina sedikit pusing.

Akan tetapi tentunya sekarang kita lebih mengetahui daripada para pemuka agama Yahudi itu. Dari abad ke abad banyak sekali orang  meninggalkan segalanya yang mereka miliki untuk dan demi mengikuti Yesus, seperti halnya dengan orang-orang yang diceritakan dalam perumpamaan-perumpamaan singkat di atas, dan mereka pun telah memperoleh ganjaran dari Yang Ilahi, jauh melampaui mimpi mereka yang paling ‘gila’ sekali pun. Kita masing-masing pun tentunya sudah sedikit banyak sempat memandang ‘batu permata atau mutiara yang sangat indah’ yang bernama Yesus ini. Ingat-ingatlah lagi di mana saja, kapan saja, dengan cara yang bagaimana saja hati anda pernah merasa tersentuh dan mata anda pun terbuka bagi hal-hal yang sebelumnya tak terlihat, misalnya ketika menyanyikan doa BAPA KAMI dalam perayaan Ekaristi. Kalau tak bisa mengingatnya, maka renungkanlah betapa jauh langkah yang telah dibuat Yesus untuk menebus anda. Renungkanlah sengsara yang sedemikian dahsyat yang harus diderita-Nya agar supaya dosa-dosa kita dapat diampuni. Biarlah kebenaran-kebenaran ini meyakinkan anda bahwa anda dapat mendengar hikmat yang diucapkan-Nya bagi kehidupan anda. Biarlah semuanya itu membuktikan kepada anda bahwa meskipun dalam kemuliaan-Nya, Yesus ingin merendahkan diri-Nya agar dapat berbicara dengan anda. Dia bahkan ingin memberikan tubuh dan darah-Nya sendiri sebagai asupan makanan bergizi-tinggi bagi kehidupan spiritual anda!

Bagi orang-orang tertentu, Yesus adalah sumber pembebasan/pelepasan dari pola-pola dosa yang telah mereka gumuli bertahun-tahun lamanya. Bagi orang-orang lain, Ia mungkin adalah seorang penyembuh dan penyelamat sebuah perkawinan yang sudah berada di ambang kehancuran, atau pemulih suatu relasi orangtua dan anak yang sudah genting serta berbahaya. Mungkin Ia juga juga telah menyembuhkan secara fisik seseorang dari penyakit tertentu, atau dari depresi dan lain-lain.

Adakah yang lain lagi, yang lebih menarik daripada Yesus, Juruselamat, Penebus, dan Pembebas kita ini? Cintakasih tanpa syarat yang dilimpah-limpahkan-Nya ke atas diri kita, kebebasan dari dosa, persekutuan dengan Roh-Nya di dalam diri kita, janji akan kehidupan kekal di surga bersama-Nya. Semua hal ini dapat menggerakkan kita setiap hari agar kita dapat memberikan sedikit lebih lagi bagian kehidupan kita, sehingga dengan demikian pada suatu hari kita sudah sepenuhnya menyerahkan diri kepada-Nya. Pengalaman pribadi akan sentuhan-Nya dalam kehidupan seseorang tidak dapat diperdebatkan. Pengalaman akan Yesus itu melampaui segala kemampuan untuk menulisnya sebagai sebuah kisah. Para penulis riwayat hidup Orang Kudus, misalnya Santo Fransiskus dari Assisi, tidak dapat menceritakan bagaimana detilnya pengalaman pribadi orang kudus ini akan Allah/Yesus.

DOA: Tuhan Yesus, aku cinta pada-Mu! Engkau adalah harta paling berharga yang aku dapat miliki, dan Engkau dengan bebas-merdeka telah memberikan diri-Mu sendiri bagiku. Aku menyerahkan diriku kepada-Mu sambil melepas segalanya yang lain, sehingga dengan demikian Engkau dapat hidup di dalam diriku, dan aku dalam Engkau. Amin.

47. TUHAN, BUATLAH HATIKU MENJADI SEPERTI TANAH YANG BAIK

Karena itu, dengarlah arti perumpamaan penabur itu. Kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Surga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan. Benih yang ditaburkan di  tanah yang berbatu-batu ialah orang yang  mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira. Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang ini pun segera murtad. Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekhawatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat” (Mat 13:18-23).

Bacaan Pertama: Yer 3:14-17.

Perbandingan antara tindakan menaburkan benih di kondisi yang berbeda-beda dan firman Allah yang bertumbuh di dalam hati kita adalah satu dari metode-metode pengajaran paling penting yang pernah digunakan oleh Yesus. Jenis-jenis ‘tanah’  yang berbeda-beda dengannya  hati kita dapat dibandingkan, akhirnya mengerucut pada titik apakah kita terbuka terhadap kebenaran-kebenaran Kerajaan Surga dan apakah kita rindu untuk mengetahui kehidupan Kristus. Hati yang terbuka, seperti juga tanah yang baik, siap untuk ditanami dengan firman/sabda Allah. Hati yang terbuka memperkenankan Roh Kudus ‘melahirkan’ buah yang besar untuk Kerajaan Surga.

Benih – sabda Allah – itu dipenuhi dengan potensi luarbiasa. Perbedaan satu-satunya adalah tanah, yaitu hati kita masing-masing. Namun demikian, kalau pun hati kita tidak sempurna, kita tidak pernah boleh berputus-asa. Roh Kudus selalu siap untuk memberi perwahyuan, untuk menghibur, untuk mengajar dan untuk memberdayakan kita. Dia rindu untuk mengangkat bagi kita gembala-gembala yang sesuai dengan hati-Nya; yang akan menggembalakan kita  “dengan pengetahuan dan pengertian” (lihat Yer 3:15). Yang diminta oleh Allah adalah agar kita datang kepada-Nya dengan hati terbuka, mencari sabda-Nya. YHWH Allah berseru memanggil kita: “Aku akan mengambil kamu, …… dan akan membawa kamu ke Sion” (Yer 3:14). Sejarah membuktikan bahwa Tuhan itu adalah seorang Pribadi yang setia!

Seperti tanah macam apa hati kita itu? Apakah kita ‘mati-matian’ mencari kebenaran-kebenaran dari Kerajaan Surga? Apakah kita sungguh merindukan hidup Kristus sendiri bergerak dan aktif dalam diri kita? Dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan seperti ini kepada diri kita sendiri, maka kita dapat menguji ‘tanah’ macam apa sebenarnya hati kita ini? Apakah kita sangat berkeinginan untuk mendengar tentang kebenaran-kebenaran tentang kebenaran-kebenaran Kerajaan Allah? Apakah kehidupan kita dapat menjadi seperti “taman yang diairi dengan baik-baik, sehingga tidak akan kembali merana? (lihat Yer 31:12).

Kebanyakan dari kita masih memiliki hati seperti tanah yang berbatu-batu dan/atau semak berduri. Selagi kita mencari Tuhan dalam doa-doa kita, dalam Ekaristi, dan dalam pembacaan serta permenungan sabda-Nya yang terdapat dalam Kitab Suci, maka Roh Kudus dapat menyiapkan hati kita agar mampu menerima benih sabda-Nya secara lebih penuh. Dengan membuka diri kita bagi-Nya, kita memperkenankan Roh Kudus untuk memperbaiki kondisi hati kita, sehingga Yesus dapat bekerja dalam hati kita dan menolong kita untuk menghasilkan buah tiga puluh kali lipat, enam puluh kali lipat, bahkan seratus kali lipat untuk kerajaan-Nya (Mat 13:23). Marilah kita pergi menghadap Yesus dalam doa. Hanya Dialah yang dapat membuat kita siap menghasilkan panen yang berlimpah.

DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku agar dapat memusatkan perhatian pada kehendak-Mu. Hembuskanlah nafas kehidupan-Mu ke dalam nas-nas Kitab Suci yang kubaca agar aku dapat memahami sabda-Mu dan disembuhkan. Aku mempercayakan seluruh hatiku kepada-Mu. Oleh Roh Kudus-Mu, buatlah hatiku itu agar dapat menghasilkan buah-buah berlimpah demi kemuliaan-Mu. Amin.

48. YESUS POKOK DAN KITA CARANGNYA

“Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. Tinggallah di dalam Aku dan aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dimuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku” (Yoh 15:1-8).

Judul renungan ini saya ambil dari sebuah lagu sekolah minggu atau bina-iman anak-anak, sebuah lagu gembira yang dikarang berdasarkan pesan Yesus tentang ‘Pokok anggur yang benar’, bacaan kita hari ini. “Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5). Ini sebuah pesan Yesus yang begitu jelas-gamblang. Sekarang, marilah kita mengepak-ngepakkan lengan/tangan kita secepat mungkin seperti layaknya seekor burung bangau. Apakah dengan begitu kita dapat terbang tinggi? Naik satu sentimeter pun tidak. Secara fisik memang tidak mungkinlah bagi kita manusia untuk terbang. Akan tetapi setiap hari kita dapat melihat pesawat-pesawat terbang melintas, entah ke kota/negeri mana perginya. Kita tahu bahwa kita tidak mampu terbang, namun dengan penuh kesadaran, kita mengatakan: “Besok gue terbang ke Amsterdam dengan KLM!” Untuk ‘terbang’ seperti itu, yang kita butuhkan hanyalah masuk ke pesawat dan diam di dalamnya sampai mendarat di tempat tujuan. Jadi, dengan ‘berdiam’ atau ‘tinggal’ di dalam pesawat terbang, maka ‘terbang’ bukan hanya menjadi mungkin, melainkan juga menjadi begitu sederhana. Demikian pula kalau kita ‘berdiam’ atau ‘tinggal’ dalam Kristus, sehingga ujung-ujungnya kita pun dimampukan untuk berbuah banyak.

Kitab Suci mengatakan bahwa buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Gal 5:22). Sebuah pohon akan berbuah banyak sepanjang pohon itu berakar kuat di lahan yang subur. Demikian pula kita pun akan berbuah-limpah seturut kuatnya kita berakar dalam Kristus. Dengan perkataan lain, kita akan memanifestasikan buah Roh sementara kita belajar untuk mengandalkan diri sepenuhnya pada kasih dan kuasa Yesus. Kita akan mengasihi seperti kita mengalami kasih Allah terhadap diri kita sendiri. Kegelisahan dan kecemasan kita akan berubah menjadi kesabaran diri. Belas rasa kita pun akan bertumbuh selagi kita menjadi semakin sadar bagaimana Yesus telah mengampuni kita tanpa reserve. Secara sederhana, ‘berdiam’ atau ‘tinggal’ dalam Kristus berarti mempersembahkan hati kita kepada Tuhan dan memperkenankan Roh-Nya dalam diri kita melayani orang-orang lain melalui diri kita.

Dua orang imam-martir yang kita peringati hari ini, Beato Vincent Soler (Agustinian) dan Santo Angelus (Karmelit) menerima perwahyuan selagi mereka memperkenankan Yesus memenuhi pikiran dan hati mereka. Dengan demikian kematian pun tidak berarti apa-apa bagi mereka – tidak menakutkan samasekali – karena tidak ada siapa dan/atau apa pun yang dapat memisahkan mereka dari Kristus (lihat Rm 8:38-39). Santo Fransiskus dari Assisi mentransformir Gereja yang sedang mau runtuh, bukan melalui tindakan menyusun kembali batu demi batu seperti yang dikiranya semula, melainkan begitu Yesus memenuhi diri-Nya dan menjadikannya bejana rahmat dan kuasa ilahi. Ibu Teresa dari Kalkuta adalah seorang perempuan kecil, lemah, namun melalui dirinya begitu banyak orang ditolong, dipelihara dan disembuhkan. Itulah beberapa contoh dari –para murid Yesus sejati yang selalu ‘tinggal’ dalam Yesus dan Yesus ‘tinggal’ dalam diri mereka.

Di setiap tempat dan pada setiap abad serta zaman, berbagai mukjizat dan tanda heran, perwahyuan, penyembuhan dan pertobatan terjadi melalui hidup keseharian umat Kristiani yang ‘tinggal’ dalam kasih Allah. Janji akan buah yang berlimpah diberikan oleh Yesus kepada kita semua tanpa kecuali: seorang profesor teologi atau seorang awam biasa yang tak tahu apa-apa tentang pernak-pernik organisasi Gereja; seorang anggota Dewan Paroki atau satpam gereja; seorang perempuan atau laki-laki; seorang kaya yang datang ke gereja dengan berkendara Toyota Alphard atau seorang miskin yang setiap kali pergi ke gereja dengan naik angkot/ojek sampai dibasahi keringat setiba di gereja; seorang yang memberi kolekte jutaan rupiah setiap kali atau dengan uang receh saja. Percayalah, Tuhan Yesus tidak mengenal favoritisme!

Buah Roh berlimpah adalah akibat langsung dari keberadaan kita di hadapan hadirat Allah dalam doa-doa, sehingga dengan demikian Ia dapat mengisi kita dan mentransformir kita. Marilah kita ‘tinggal’ dalam kesempurnaan-Nya, agar kita pun akan melihat diri kita semakin disempurnakan.

DOA: Tuhan Yesus, pada saat ini aku menghadap Engkau dalam keheningan. Aku menaruh harapanku sepenuhnya pada-Mu, ya Tuhan. Engkaulah yang mengetahui segalanya, melihat segalanya, mengasihi segalanya dan memenuhi segalanya dengan kasih-Mu. Amin.

49. TUHAN YESUS KRISTUS ADALAH GEMBALA YANG BAIK

“Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Siapa yang masuk ke dalam kandang domba tanpa melalui pintu, tetapi dengan memanjat dari tempat lain, ia adalah seorang pencuri dan seorang perampok; tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba. Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar. Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya. Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka akan lari dari orang itu, karena suara orang–orang asing tidak mereka kenal.”

Yesus mengatakan kiasan ini kepada mereka, tetapi mereka tidak mengerti apa maksudnya Ia berkata demikian kepada mereka.

Karena itu Yesus berkata lagi, “Sesungguhnya aku berkata kepadamu, Akulah pintu bagi domba-domba itu. Semua orang yang datang  sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka. Akulah pintu; siapa saja yang masuk melalui Aku, ia akan diselamatkan dan ia akan masuk dan keluar serta menemukan padang rumput. Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dengan berlimpah-limpah” (Yoh 10:1-10).

Yesus, sang Tersalib, telah ditinggikan dan duduk di sebelah kanan Bapa (Kis 2:22-28). Inilah kata-kata-kata yang diberikan Petrus demi meyakinkan para pendengarnya kepada mereka yang berkumpul di hari Pentakosta Kristiani yang pertama. Seperti juga mereka yang  percaya di awal Gereja ini, kita juga dapat mengalami kondisi sukacita dan mengharukan pada waktu kita membuka diri terhadap Roh-Nya yang dicurahkan atas diri kita, Roh yang menggerakkan kita ke dalam pertobatan sejati dan iman yang diperbaharui, untuk menerima kehidupan yang ditawarkan oleh Yesus.  Dia “yang tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya” (1Ptr 2:22), demi cintakasih-Nya kepada kita dan ketaatan pada Bapa, menanggung segala dosa dan kesalahan kita, agar kita dapat memperoleh hidup baru dalam Dia.

Tokoh GEMBALA memang sangat tepat untuk menggambarkan Allah yang sangat mengasihi, penuh perhatian dan selalu melindungi umat-Nya. Ini adalah imaji (image) yang biasa dalam Perjanjian Lama, yang diturunkan dari kehidupan pastoral namun dengan acuan khusus kepada pembebasan bangsa Yahudi yang dialami selama Keluaran (Exodus). Sekarang, bagi umat Kristiani, Yesus-lah sang Gembala Baik: Musa baru yang memimpin umat-Nya dalam ziarah di dunia ini. Dalam suratnya yang pertama, Petrus menyatakan: “Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu” (1Ptr 2:25). Dia datang supaya kita para murid-Nya mempunyai hidup secara berkelimpahan (lihat Yoh 10:10).

Memang dunia menawarkan begitu banyak opsi yang menjanjikan (iming-iming) ‘kehidupan’ – namun yang ujung-ujungnya hanya akan berakibat pada kekecewaan dan kehampaan. Sebaliknya Yesus menawarkan suatu kehidupan kekal yang akan membawa kita kepada persatuan dengan kehidupan ilahi Tritunggal Mahakudus.

Setiap imaji  (gambaran) Yesus sebagai  Gembala Baik yang tidak merangkul dimensi pengorbanan dari pekerjaan seorang gembala tidak akan mampu ‘menangkap’ bagaimana Yesus memaknai misi-Nya. Dalam pelayanan-Nya di tengah-tengah masyarakat Yesus berkonfrontasi dengan situasi hidup-mati, dan perbuatan dan apa yang diwartakan-Nya akhirnya menggiring-Nya ke bukit Kalvari. Yesus adalah Gembala sejati karena demi cintakasih-Nya yang begitu agung kepada kita semua, Dia memberikan nyawa-Nya. Dia sendiri mengatakannya pada malam sebelum kematian-Nya: “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada ini, yakni seseorang memberikan nyawanya demi sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Cintakasih Yesus bersifat pribadi (personal) dan intim (katakanlah: akrab), dan Ia memanggil kita dengan nama kita masing-masing (lihat Yoh 10:3). Didorong dan dikuasai oleh cintakasih mendalam, Ia akan mencari ‘domba yang hilang’ (bdk. Luk 15:4-7).

Di tengah-tengah riuh-rendahnya berbagai penawaran dan janji dalam dunia modern ini, mereka yang haus dan lapar akan ‘kehidupan sejati’ akan mengenali suara-Nya. Setiap murid yang mengikut Dia diberdayakan oleh rahmat untuk menjalani kehidupan sama seperti kehidupan-Nya. Kita akan dikuatkan oleh Roh Kudus-Nya dalam perjuangan kita sehari-hari melawan godaan dan kecenderungan untuk berdosa, apabila kita terus berpegang pada sang Gembala Baik. Ia tidak hanya akan memberikan hidup yang  berkelimpahan, tetapi Dia juga adalah ‘pintu’ bagi kita untuk menemukan jalan kepada ‘kehidupan’. Bersama sang pemazmur kita masing-masing berseru dengan penuh keyakinan: “TUHAN (YHWH) adalah gembalaku, takkan kekurangan aku!” (Mzm 23:1).

DOA: Tuhan Yesus, Engkau adalah Gembala Baik  yang membaringkan aku di padang yang berumput hijau, membimbingku ke air yang tenang dan menyegarkan jiwaku. Engkau menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Mu. Sekali pun aku berjalan dalam kegelapan, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau selalu besertaku. Engkau adalah Imanuel! Terpujilah nama-Mu selalu, ya Tuhan Yesus. Amin.

50. SANG GEMBALA BAIK AKAN MELINDUNGI & MEMELIHARA KITA

Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar daripada siapa pun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 10:27-30).

Bacaan Pertama: Kis 13:14.43-52; Mazmur Tanggapan: Mzm 100:2-3.5; Bacaan Kedua: Why 7:9.14-17.

“Ketahuilah, bahwa YHWH-lah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya” (Mzm 100:3). Yesus, sang Gembala Agung mengenal kita dengan nama kita masing-masing, kita yang adalah kawanan domba-Nya. Cintakasih-Nya yang begitu total kepada kita mendesak (kalau tidak boleh menggunakan kata ‘memaksa’) Dia untuk menjadi Anak Domba kurban yang akan dipersembahkan bagi dan demi kita. Dengan mempersembahkan diri-Nya sendiri bagi kita, Yesus telah menyelamatkan kita dari ancaman para ‘predator’ di dunia ini. Dia mau memimpin kita agar dapat kembali dengan aman ke rumah Bapa-Nya. Yesus begitu mengasihi kita, Dia memelihara kita semua sebagai seorang gembala yang baik, menjaga dan memelihara kawanan dombanya.

Sang Gembala Baik akan melindungi kita melalui  “kesusahan yang besar” (Why 7:14). Darah-Nya membersihkan dosa-dosa kita dan memurnikan kita sehingga kita dapat dengan penuh sukacita masuk ke dalam kawanan milik Bapa. Berbagai kesusahan dan krisis tidak akan memporak-porandakan kita apabila kita tetap berada dalam pemeliharaan sang Gembala Baik. Kita tidak akan menderita kelaparan dan dahaga lagi, dan matahari atau panas terik tidak akan menimpa kita lagi. Sebab sang Anak Domba akan menggembalakan kita dan akan menuntun kita ke mata air kehidupan. Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka (lihat Why 7:16-17).

Allah tidak menciptakan kita untuk kemudian ditelantarkan. Karena masyarakat dan berbagai falsafah dunia mengajarkan bahwa kita sendirilah yang harus menjadi boss dalam kehidupan di dunia ini, maka sulitlah untuk memperkenankan Yesus melayani kita. Akan tetapi, sementara kita mulai merasa yakin bahwa Yesus sungguh mengasihi kita, kita pun akan mampu untuk mulai menyerahkan hidup kita kepada-Nya. Menaruh kepercayaan kita kepada-Nya secara total, artinya mengandalkan Dia semata, adalah jalan untuk kembali kepada kerajaan Bapa. Seperti dikatakan dalam Kitab Wahyu: “Mereka ini orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar dan mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba. …… Ia yang duduk di atas takhta itu akan membentangkan kemah-Nya di atas mereka. … Mereka  tidak akan menderita lapar dan dahaga lagi … Sebab Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu, akan mengggembalakan mereka …” (Why 7:14-17).

Apakah anda percaya bahwa Yesus mengenal anda secara intim, secara akrab? Ingatlah, bahwa Gembala Baik kita yang setia mempunyai jawaban-jawaban untuk segala kebutuhan kita. Marilah kita mendengarkan suara-Nya dan mengikuti Dia. Baiklah kita mengakui kebutuhan kita, keperluan kita, … dan kemudian menyerahkan diri kita kepada pemeliharaan penuh cintakasih-Nya. Karena kita tahu, bahwa Yesus sungguh mengasihi kita tanpa reserve dalam setiap aspek kehidupan kita, maka kita pun dapat mengikuti-Nya dengan penuh kepercayaan.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, Engkau adalah Gembala yang setia. Karena Engkau mengasihi setiap domba gembalaan-Mu, maka tanpa keraguan sedikit pun kami menaruh hidup kami di tangan-tangan-Mu. Tolonglah kami agar dapat mendengar suara-Mu dan mengikuti Engkau ke padang rumput-Mu. Amin. DOSA MANUSIA, KASIH ALLAH DAN PERTOBATAN

51. DOSA MANUSIA, KASIH ALLAH DAN PERTOBATAN

Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampur Pilatus dengan darah kurban yang mereka persembahkan. Yesus berkata kepada mereka, “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya daripada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? “Tidak!”, kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian. Atau sangkamu kedelapan belas orang yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya daripada kesalahan semua orang lain yang tinggal di Yerusalem? “Tidak”, kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian.”

Kemudian Yesus menyampaikan perumpamaan ini, “Seseorang mempunyai pohon ara yang ditanam di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Lihatlah, sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan sia-sia! Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!” (Luk 13:1-9).

Yesus melanjutkan pengajaran kepada para murid-Nya tentang hal-ikhwal mengikuti Dia. Di sini Dia mengajarkan tentang perlunya semua orang untuk bertobat. Orang-orang Yahudi pada zaman Yesus menghubung-hubungkan bencana dengan hukuman karena dosa. Beberapa orang minta kepada Yesus untuk mengomentari dua bencana lokal yang terjadi. Jelas ada sejumlah orang Galilea yang sedang mempersembahkan kurban di Bait Suci Yerusalem dibunuh oleh serdadu Pilatus. Darah mereka dicampur dengan darah hewan yang sedang dipersembahkan sebagai kurban. Bencana kedua barangkali kecelakaan pada waktu konstruksi di Siloam. Yesus tidak menolak kemungkinan terdapatnya hubungan antara dosa dan malapetaka, namun Dia menolak gagasan bahwa derajat kedosaan dapat dikira-kira dari besar-kecilnya malapetaka.

Nasib baik atau bencana bukanlah indikator-indikator yang layak untuk mengukur spiritualitas seseorang, karena Bapa surgawi “menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar” (Mat 5:45). Di lain pihak, penghakiman dapat dipastikan akan dijatuhkan atas orang-orang yang belum bertobat dari dosa-dosa mereka (lihat Luk 13:3.5). Yesus akan selalu mengampuni kita, betapa pun beratnya dosa kita. Dia memberikan kepada kita setiap kesempatan untuk datang kepada-Nya dengan jiwa yang hancur serta hati yang patah dan remuk-redam (lihat Mzm 51:19), untuk menerima pengampunan dan pendamaian (rekonsiliasi). Mereka yang tidak bertobat akan mengalami hukuman pada penghakiman terakhir.

Dosa memisahkan kita dari Allah. Dosa itu mempunyai efek yang dahsyat sekali atas kehidupan dan relasi seorang pribadi manusia dengan Allah. Motif Allah mengutus Putera-Nya yang tunggal ke dunia adalah ‘kasih’ semata, agar setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Dia kemudian menderita dan mati di kayu salib sebagai silih atas dosa-dosa kita, manusia. Santo Paulus menulis: “Apakah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidak tahukah engkau bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan? Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan (Rm 2:4-5).

‘Perumpamaan tentang pohon ara’ (Luk 13:6-9) menggambarkan belarasa Allah dan penghakiman-Nya yang ditunda, untuk memperkenankan kita melakukan pertobatan dan terhindar dari konsekuensi-konsekuensi serius yang disebabkan dosa-dosa kita. Dengan demikian, kita dapat bersukacita dan memuji-muji Tuhan, karena meskipun dosa-dosa kita itu sungguh parah, Dia akan tetap mengampuni. YHWH memang telah berfirman lewat mulut nabi Yesaya: “Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba” (Yes 1:18). Namun demikian, kita tidak pernah boleh tetap santai-santai saja, berleha-leha atau menunda-nunda keputusan untuk melakukan pertobatan, agar supaya dapat mencapai rekonsiliasi dengan Allah, berdamai kembali dengan Sang Khalik langit dan bumi.

Sebagai seorang insan yang sungguh-sungguh ingin mengikuti jejak Yesus Kristus, marilah kita  memeriksa batin kita masing-masing dan kemudian berbalik kepada Allah dengan ‘jiwa yang hancur serta hati yang patah dan remuk-redam’ (bdk. Mzm 51:19).

DOA: Ya Tuhanku dan Allahku, Dikau telah mengatakan, bahwa dosa dapat disembuhkan lewat puasa, doa dan karya karitatif. Dalam Masa Prapaskah ini, terimalah pengakuan dosa-dosa kami yang tulus dan tegakkanlah kami yang selama ini tertindih oleh beban-beban dosa kami. Kami berdoa demikian, dalam nama Yesus, Tuhan dan Juruselamat kami, yang hidup dan berkuasa bersama Dikau dalam persekutuan Roh Kudus, Allah sepanjang segala abad. Amin.

52. PERUMPAMAAN TENTANG BENIH YANG TUMBUH DAN BIJI SESAWI

Lalu kata Yesus, “Beginilah hal Kerajaan Allah itu: Seumpama orang yang menaburkan benih di tanah, lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu bertunas dan tumbuh, bagaimana terjadinya tidak diketahui orang itu. Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu. Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim menuai  sudah tiba.”

Kata-Nya lagi, “Dengan apa kita hendak membandingkan Kerajaan Allah itu, atau dengan perumpamaan manakah kita hendak menggambarkannya? Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu yang paling kecil daripada segala jenis benih yang ada di bumi. Tetapi apabila ditaburkan,  benih itu tumbuh dan menjadi lebih besar daripada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya.”

Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan firman kepada mereka sesuai dengan kemampuan mereka untuk mengerti, dan tanpa perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri (Mark 4:26-34).

Benih tanaman mungkin sekali merupakan salah satu ciptaan Allah yang paling menakjubkan. Apabila kita memegang sebutir benih di tangan kita, maka kelihatannya tidak lebih daripada setitik noda hitam yang kecil. Memang kalau kita tidak ‘mempertemukan’ butir hitam kecil itu dengan tanah, maka tetaplah benda kecil itu seperti setitik noda hitam, benda mati tak berguna, sehingga pantas untuk dibuang. Namun benih ini memiliki potensi yang luarbiasa menakjubkan! Kalau kita menaruhnya dalam tanah yang  tersedia dalam pot misalnya, memberi air sedikit dan menaruh pot itu di tempat yang cukup terkena sinar matahari, maka benda kecil itu dapat mentransformasikan dirinya menjadi sebatang pohon besar pada suatu hari kelak, atau tanaman bunga yang indah, atau tanaman sayuran yang bermanfaat bagi kita.

Orang yang menaburkan benih tidak perlu melakukan semua yang diperlukan agar benih itu bertumbuh. Siang dan malam, pada waktu dia sibuk dengan urusan sehari-harinya, benih ini sibuk bertumbuh. Dengan kekuatan alaminya benih terkecil seperti biji sesawi dapat tumbuh dan “menjadi lebih besar daripada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya” (Mrk 4:32).

Dalam dua perumpamaan ini, yang dimaksudkan dengan benih adalah Yesus sendiri. Dia datang ke dalam dunia tanpa banyak orang yang tahu, lahir di tengah-tengah keluarga miskin di kandang-gua. Untuk 30 tahun lamanya Yesus hidup sebagai orang biasa yang tidak dikenal banyak orang. Ia belajar dari Yusuf, seorang tukang kayu di Nazaret. Kemudian Ia pun menjadi seorang tukang kayu. Ketika Dia mengawali tugas pelayanan-Nya di muka umum, banyak pemuka agama Yahudi memandangnya sebagai seorang fanatik, seperti beberapa orang yang bermunculan sebelum diri-Nya. Ia juga sempat disangka kerasukan roh jahat. Bahkan anggota keluarga-Nya pun salah memahami-Nya.

Namun demikian, dari BENIH  inilah Allah mendatangkan ‘tanaman’ terbesar dalam taman ciptaan-Nya. Ini adalah POHON KEHIDUPAN. Sekarang, melalui Yesus keselamatan telah datang ke seluruh dunia. Kita, umat-Nya, dapat beristirahat dan menikmati minuman penyegar di bawah naungan cabang-cabang penuh dedaunan pohon itu.

Terkadang sulitlah bagi kita untuk melihat Allah yang (sedang) berkarya di dalam diri kita dan di sekeliling kita. Seperti dalam hal biji sesawi, kalau kita sibuk mengamati hal-hal besar yang terjadi, maka pertumbuhan biji sesawi itu akan mudah luput dari pengamatan kita. Oleh karena itu kita harus menjaga pikiran kita tetap terbuka dan hati kita lembut agar menerima cara apa saja yang dipilih-Nya untuk bekerja. Kita tidak pernah tahu cara apa yang akan digunakan dan ke mana kita akan dibawa oleh-Nya.

DOA: Ya Tuhan Allah, Engkaulah yang menanamkan benih dalam kehidupan kami dan mendatangkan buah-buah. Tolonglah kami hari ini agar dapat mengenali karya-Mu dan menghargai buah-buah yang dihasilkan. Semoga kami tidak pernah menjadi penghalang terhadap karya-Mu. Amin.

53. PERUMPAMAAN TENTANG SEORANG PENABUR

Ketika orang banyak berbondong-bondong datang, yaitu orang-orang yang dari kota ke kota menggabungkan diri dengan Yesus, berkatalah Ia dalam suatu perumpamaan, “Adalah seorang penabur keluar untuk menaburkan benihnya. Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu diinjak orang dan burung-burung di udara memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan setelah tumbuh ia menjadi kering karena tidak mendapat air. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan semak itu tumbuh bersama-sama dan menghimpitnya sampai mati. Sebagian jatuh di tanah yang baik, dan setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat.” Setelah berkata demikian Yesus berseru, “Siapa yang mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”  (Luk 8:4-8).

Bacaan Injil Misa Kudus pada hari ini sebenarnya lebih panjang, yaitu Luk 8:4-15. Ayat-ayat yang belum tercakup dalam petikan di atas akan disoroti juga dalam permenungan berikut.

Perumpamaan ini sungguh merupakan sebuah tantangan besar. Sekali firman Allah ditanam dalam hati kita, kita mempunyai pilihan bagaimana kita akan menanggapi firman tersebut. Yesus mengajar dengan jelas: Apabila benih gagal berakar dalam diri kita, maka kita tidak akan mampu bertahan ketika menghadapi kesulitan. Tanah yang baik adalah ‘hati yang baik dan jujur serta taat’ (lihat Luk 8:15). Kalau firman Allah bertemu dengan hati yang demikian, maka firman itu akan tumbuh dan berbuah. Perumpamaan ini menunjukkan bahwa kita dapat memupuk hati kita sehingga, ketika sang penabur menaburkan benihnya ke dalam diri kita, maka kita akan siap untuk menerima benih itu dan memberi makan kepada benih itu agar dapat hidup dan tumbuh dalam diri kita.

Bagaimana kita dapat menjadi tanah yang baik dan subur? Kita dapat mulai dengan mohon kepada Roh Kudus untuk mengisi diri kita dengan suatu hasrat yang tulus akan firman Allah dan suatu keterbukaan terhadap kuasa firman Allah itu untuk mentransformasikan kita. Kita juga dapat membuat diri kita tersedia bagi Allah sehingga ‘benih’ di dalam diri kita dapat menghasilkan akar yang dalam serta kuat, dan dapat menghasilkan buah secara berlimpah-limpah. Melalui doa-doa harian, bacaan dan studi Kitab Suci serta partisipasi aktif dalam Misa Kudus, kita dapat membawa makanan bagi diri kita secara konstan, menciptakan suatu keadaan di mana benih firman Allah dapat bertumbuh dan menjadi produktif.

Disamping hati yang baik, jujur dan taat, kita juga membutuhkan kesabaran kalau mau melihat tanaman itu tumbuh dan berbuah seratus kali lipat. Selagi kita berjalan melalui kehidupan kita ini, pastilah kita mengalami berbagai godaan, masalah dan kesulitan. Barangkali kita tertarik pada kekayaan dan kenikmatan hidup (Luk 8:14). Namun Allah memerintah dalam hati yang kuat berakar pada firman-Nya. Allah akan melihat kita melalui waktu-waktu di mana kita tergoda untuk mengambil jalan-mudah, atau ketika kita  mengalami distraksi (pelanturan) yang disebabkan oleh berbagai tuntutan atas waktu dan perhatian kita. Yesus, sang Firman Allah, akan menjaga hati kita tetap lembut dan lunak. Kalau kita menantikan-Nya dengan sabar, maka Dia tidak akan mengecewakan kita.

Marilah kita menerima firman Allah dengan kesabaran dan penuh kepercayaan. Marilah kita minta kepada Roh Kudus untuk menanam firman-Nya dalam-dalam pada diri kita, sehingga tidak ada yang dapat mencabutnya, apakah Iblis, atau godaan-godaan, atau kekayaan, atau kenikmatan-kenikmatan yang ditawarkan dunia. Baiklah kita memusatkan pikiran dan hati kita pada firman-Nya, mohon kepada Roh Kudus untuk membawa firman-Nya ke dalam diri kita. Baiklah kita membuat Kitab Suci sebagai fondasi kita yang kokoh-kuat.

DOA: Bapa surgawi, kuduslah nama-Mu ya Allah-ku. Bapa, berkat rahmat-Mu buatlah agar hidupku berbuah demi kemuliaan-Mu. Tumbuhkanlah dalam hati kami suatu hasrat untuk menerima firman-Mu. Ubahlah hati kami supaya menjadi tanah yang baik dan subur bagi firman-Mu untuk tumbuh dan berbuah. Jagalah terus hati kami agar firman-Mu jangan sampai terhimpit mati di dalamnya seakan terhimpit di tengah semak duri, jangan sampai menjadi kering di dalamnya seakan jatuh ke atas tanah yang berbatu-batu, jangan sampai sia-sia seperti benih yang jatuh di pinggir jalan kemudian diambil oleh Iblis. Amin.

54. PERUMPAMAAN TENTANG HAKIM YANG TIDAK ADIL

Yesus menyampaikan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan bahwa mereka harus selalu berdoa tanpa jemu-jemu. Kata-Nya, “Dalam sebuah kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun. Di kota itu ada seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku. Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun, namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku.” Kata Tuhan, “Perhatikanlah apa yang dikatakan hakim yang tidak adil itu! Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Apakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, apakah Ia akan mendapati iman di bumi?” (Luk 18:1-8).

Kita melihat begitu banyak terjadi ketidak-adilan dan keserakahan pada banyak tempat di dunia ini, termasuk di negeri kita tercinta ini. ‘Wong Cilik’ diperlakukan dengan semena-mena tanpa mempedulikan sedikit pun hak-hak azasi mereka.  Bahkan dalam hidup kita sendiri pun, tentunya kita juga mengalami di sana-sini ‘ketidak-adilan’ itu. Kita merasa tak berdaya dan tidak tahu harus minta tolong kepada siapa lagi. Dalam situasi-situasi seperti ini hati kita berseru: “Akankah Allah menurunkan keadilan atas mereka yang tak bersalah?” 

Yesus menjamin bahwa seruan kita tidaklah percuma. Dalam perumpamaan Yesus ini, sang janda merupakan personifikasi dari orang yang paling rentan dalam masyarakat, yang paling mudah dilecehkan oleh orang lain. Dalam ketidak-berdayaannya dia mohon kepada Pak Hakim untuk membela hak-haknya. Dia tidak mempunyai siapa-siapa lagi untuk menolongnya, tidak mempunyai kedudukan sosial sebagai orang terpandang, tidak pula mempunyai uang dan kuasa. Sekarang, secara lengkap dia tergantung pada good-will Pak Hakim. Tetapi Pak Hakim ini bukanlah seorang yang memikirkan masalah keadilan, dia tidak takut kepada Allah dan tidak juga menaruh respek kepada orang-orang lain. Oleh karena itu kelihatannya permohonan sang janda itu akan sia-sia belaka. Namun demikian, permohonan sang janda yang tabah-ulet ini akhirnya meluluhkan hati Pak Hakim karena dia sudah merasa begitu terganggu oleh permohonan-permohonan sang janda yang datang secara bertubi-tubi.

Dari perumpamaan ini Yesus menarik tiga buah kesimpulan yang harus diterapkan dalam hidup kita. Pertama, kalau Pak Hakim yang tidak jujur itu mau mendengarkan permohonan sang janda, maka lebih-lebih lagi Allah yang menurunkan keadilan kepada mereka yang dikasihi-Nya manakala mereka berseru kepada-Nya secara terus-menerus. Allah adalah ‘seorang’ Bapa penuh-kasih yang membela orang-orang yang tak bersalah. Allah mendengarkan dan menjawab seruan-seruan kita. Kedua, Allah tidak akan menunda lama-lama. Dengan ‘cepat’ Ia akan menjawab doa-doa umat beriman. ‘Cepat’ bukan berarti doa kita ‘langsung’ dijawab-Nya, karena mungkin saja Dia masih menunda. Namun demikian mengapa Allah tidak langsung menjawab permohonan kita? Pertanyaan ini membawa kita kepada butir berikutnya. Ketiga, Yesus mengakhiri perumpamaan-Nya dengan sebuah pertanyaan: “… jika Anak Manusia itu datang, apakah Ia akan mendapati iman di bumi?” (Luk 18:8). Pada waktu Yesus datang untuk menghakimi dunia, apakah masih ada orang yang berdoa untuk kedatangan-Nya dan percaya bahwa hal itu akan terjadi? Pertanyaan sebenarnya bukanlah apakah Allah akan membawa keadilan pada akhir zaman, melainkan apakah kita dengan penuh kepercayaan masih berpengharapan bahwa hal itu akan dilakukan-Nya? Allah menunda jawaban-Nya supaya memberikan kepada kita suatu kesempatan untuk memanifestasikan iman kita kepada-Nya. Iman yang ingin dilihat Allah dari kita adalah iman seperti iman sang janda dalam perumpamaan di atas. Kalau kita memiliki iman seperti itu, maka doa-doa kita pun tidak penuh diisi dengan berbagai permohonan dari seorang peminta-segala, akan tetapi diisi dengan harapan penuh sukacita. Marilah kita mengikuti contoh sang janda yang tekun ini sementara kita menempatkan segala kebutuhan kita di hadapan Allah.

DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku agar menjadi lebih yakin lagi akan kebaikan-Mu dan berilah aku kesabaran yang diperlukan untuk mampu melihat perkembangan segala sesuatu seturut kehendak-Mu. Berikanlah kepadaku, ya Tuhan, keberanian untuk bertekun dalam doa-doaku, walaupun selagi Engkau memberikan damai-sejahtera kepadaku karena mengetahui bahwa Engkau akan mengerjakan segala sesuatu untuk kebaikanku. Amin.

55. RUMAH YANG DIDIRIKAN DI ATAS DASAR KOKOH

“Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon dikenal dari buahnya. Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur. Orang yang baik mengeluarkan apa yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan apa yang jahat dari perbendaharaan yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.”

“Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan? Setiap orang yang datang kepada-Ku  dan mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya  Aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan – ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun. Akan tetapi, siapa saja yang mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya” (Luk 6:43-49).

Kita akan menyoroti Luk 6:47-49 saja. Perikop ini mengingatkan kita pada perikop Mat 7:14-27, yang membedakan dua macam orang, yaitu (1) orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya diatas batu dan  (2) orang yang bodoh, yaitu yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Bacaan yang sedang kita soroti ini menunjukkan bahwa fondasi kokoh satu-satunya untuk hidup kita adalah firman Allah. Firman Allah ini tersedia secara istimewa bagi kita dalam Kitab Suci. Kitab Suci ini dapat bertahan terhadap segala terpaan hujan-badai dan gangguan-gangguan lain dalam kehidupan kita.

Bagaimana anda memandang Kitab Suci? Apakah di mata anda, Kitab Suci merupakan sekadar sebuah daftar yang memuat hal-hal yang harus dilakukan dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan? Apakah Kitab Suci (Alkitab) bagi anda adalah textbook  yang hanya pantas digeluti oleh para pakar dan orang-orang yang berlatar-belakang pendidikan cukup tinggi saja? Apakah bagi anda Kitab Suci adalah semacam buku sejarah? Atau, apakah Kitab Suci ini merupakan perwahyuan hati dan pikiran Allah kepada setiap orang yang mengambil dan membacanya? Bagaimana kita memandang Kitab Suci itu memang penting.

Mendengarkan Roh Kudus dalam doa (prayerful listening to the Holy Spirit) adalah kunci dalam upaya membuat Kitab Suci itu menjadi hidup. Roh Kudus ini biasanya berbicara kepada hati kita dan Gereja dengan lemah-lembut, tidak dengan cara yang sensasional atau pun spektakuler. Tanpa bimbingan Roh Kudus,  Kitab Suci dengan mudah dapat menjadi membosankan dan tidak menarik.

Saudara-saudariku, Roh Kudus ingin membimbing kita masing-masing. Seperti membangun rumah di atas fondasi yang kokoh, kita juga dapat membangun hidup kita sesuai dengan berbagai wawasan yang kita peroleh dari Kitab Suci. Hal seperti ini menyenangkan hati Allah. Hal yang lebih menyemangati kita adalah: selagi kita bertindak atas dasar firman Allah, kita mengetahui bahwa kita bukanlah satu-satunya yang sedang membangun. Allah sendiri juga sedang bekerja membangun hidup-Nya dalam diri kita. Oleh karena itu kita harus percaya bahwa Allah akan menolong kita membangun hidup kita masing-masing di atas batu yang kokoh, yaitu firman-Nya. Dengan demikian kita harus mencari sebuah tempat dan menyediakan waktu yang hening, khusus di tengah rutinitas kita sehari-hari ……… untuk menggumuli firman Allah dalam Kitab Suci itu.

DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku membangun hidupku di atas batu yang kokoh, yaitu firman-Mu yang terdapat dalam Kitab Suci. Teristimewa dalam bulan Kitab Suci ini,  biarlah Roh-Mu mendorong daku untuk lebih mencintai firman-Mu dalam Kitab Suci. Semoga Roh hikmat-Mu membimbing daku dalam

56. UKURAN YANG KAMU PAKAI AKAN DIUKURKAN KEPADAMU

Lalu Yesus berkata kepada mereka, “Mungkinkah orang membawa pelita supaya ditempatkan di bawah tempayan atau di bawah tempat tidur? Bukankah supaya ditaruh di atas kaki pelita? Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap. Siapa yang mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”

Lalu Ia berkata lagi, “Perhatikanlah apa yang kamu dengar! Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan di samping itu akan ditambah lagi kepadamu. Karena siapa yang mempunyai, kepadanyalah akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa  pun juga yang ada padanya akan diambil” (Mrk 4:21-25).

Perumpamaan Yesus tentang seorang penabur telah sungguh menyentuh hati sejumlah pendengar-Nya sehingga mereka tetap bersama Yesus untuk beberapa waktu dan meminta kepada-Nya agar diberikan lebih banyak lagi pengajaran (lihat Mrk 4:10-11). Yesus menangkap adanya hasrat besar mereka untuk memperoleh pengajaran yang lebih mendalam, maka Dia pun dengan gembira menyediakan waktu ekstra bagi mereka. Kita hanya bisa membayangkan Dia minta kepada Roh Kudus agar menunjukkan kepada-Nya cara terbaik untuk membuka hati orang-orang ini bagi lebih banyak lagi kebenaran-Nya. Melalui perumpamaan-perumpamaan seperti ‘perumpamaan seorang penabur’, ‘perumpamaan tentang pelita’ dan ‘perumpamaan tentang ukuran’, Yesus mengibaratkan Kerajaan Allah dengan kegiatan-kegiatan sehari-hari, sehingga orang-orang dapat lebih siap menangkap pengajaran-Nya.

Yesus sangat senang apabila orang meminta kepada-Nya untuk diajar secara lebih mendalam lagi. Dia juga senang menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dan memberikan kepada mereka hikmat-Nya. Kesenangan luarbiasa inilah yang berada di belakang kata-kata-Nya: “Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu: (Mrk 4:24). Orang-orang yang lebih banyak menyediakan waktu pada kaki Yesus mengalami lebih banyak kasih Allah serta berkat-berkat-Nya; mereka pun lebih siap untuk mengikuti jejak-Nya. “Ukuran yang kita pakai” adalah cara kita memperhatikan sabda Yesus. “Ukuran yang kita pakai” berurusan dengan kebebasan dan kehidupan yang kita terima ketika mendengar sabda-Nya dan mengikuti jejak-Nya. 

Hari ini pun tetap Yesus berkeinginan untuk terus mengajar kita. Begitu banyak hal yang dapat diajarkan-Nya kepada kita, kalau saja setiap hari kita setia menyediakan waktu untuk membaca sabda-Nya dalam Kitab Suci dan merenungkannya, dalam suasana doa. Dalam ‘suasana doa’ berarti kita beristirahat di hadapan hadirat Allah selagi kita masukkan satu atau dua ayat saja dari bacaan kita ke dalam pikiran kita. Hal ini berarti menanti di hadapan-Nya dalam keheningan sampai Dia berbicara kepada kita. Dengan demikian kita memperkenankan sabda-Nya mengendap dalam hati kita. Secara pribadi kita juga dapat melakukan studi Alkitab dengan melakukan riset kecil-kecilan, misalnya mencari tahu tentang sejarah atau latar-belakang teks yang sedang kita baca lewat pembacaan keterangan dalam buku tafsir ringan dan/atau kamus Alkitab yang tersedia, atau dengan memanfaatkan berbagai cross-reference yang terdapat dalam catatan kaki Alkitab. Dalam hal ini pun doa tak boleh pernah dilupakan. Kalau kita melakukan studi Alkitab ini secara regular – misalnya seminggu sekali – maka upaya ini akan membantu membuka pikiran kita terhadap kepenuhan dan kekayaan isi Kitab Suci.

Merenungkan dan mempelajari sabda Allah dalam Kitab Suci seperti diuraikan di atas adalah sesuai dengan kehendak Allah, apabila kita mempercayakan upaya-upaya kita pada pertolongan Roh Kudus yang pada akhirnya akan membawa kita kepada kebenaran sejati. Dia adalah Parakletos: pendamping, pengacara, pembela kita. Dia bersama kita setiap kali kita membuka Alkitab. Apabila kita bertekun dalam melakukan upaya-upaya seperti diuraikan di atas, maka kita sebenarnya  memberikan kepada Allah  segenap perhatian kita sehingga Dia pun dapat membuat ‘mukjizat’ dalam diri kita. Kata-kata sang pemazmur tetap memiliki nilai kebenaran pada hari ini juga: “Taurat YHWH itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan YHWH itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. Titah YHWH itu tepat, menyukakan hati; perintah YHWH itu murni, membuat mata mata bercahaya” (Mzm 119:8-9).

Marilah kita mohon lebih lagi dari Allah dengan menyediakan lebih banyak lagi waktu setiap harinya untuk membaca, merenungkan dan mempelajari sabda-Nya. Setiap kali kita memutuskan untuk mohon lebih lagi dari Allah, maka sebenarnya kita mengetuk pintu surga; dan Allah telah berjanji untuk selalu menjawab kita (Mat 7:7-8).

DOA: Yesus yang baik, ucapkanlah sabda kehidupan-Mu kepadaku. Perkenankanlah sabda-Mu menerangi jalanku setiap hari sehingga aku dapat mengikuti jejak-Mu. Berikanlah kepadaku rahmat untuk memberikan kepada-Mu suatu ‘ukuran diriku yang penuh’ selama waktu-waktu doa serta penyembahanku, dan pelayananku kepada orang-orang lain. Amin.

57. MENJADIKAN DIRI KITA TANAH YANG BAIK

Pada suatu kali Yesus mulai mengajar lagi di tepi danau. Lalu datanglah orang banyak yang sangat besar jumlahnya mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke sebuah perahu yang sedang berlabuh lalu duduk di situ, sedangkan semua orang banyak itu di darat, di tepi danau itu. Ia mengajarkan banyak hal dalam  perumpamaan kepada mereka. Dalam ajaran-Nya itu Ia berkata kepada mereka, “Dengarlah! Adalah seroang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah tanam-tanaman itu dan menjadi kering karena tidak berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati, sehingga ia tidak berbuah. Sebagian jatuh di tanah yang baik, sehingga tumbuh dengan subur dan berbuah. Hasilnya ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang seratus kali lipat.” Lalu kata-Nya, “Siapa yang mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”

Ketika Ia sendirian, pengikut-pengikut-Nya dan kedua belas murid itu bertanya kepada-Nya tentang perumpamaan itu. Lalu Ia berkata kepada mereka, “Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, supaya: Sekalipun memang melihat, mereka tidak memahami, sekalipun memang mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan diberi pengampunan.” Lalu Ia berkata kepada mereka, “Tidakkah kamu mengerti perumpamaan ini? Kalau demikian bagaimana kamu dapat memahami semua perumpamaan yang lain? Penabur itu menaburkan firman. Orang-orang yang di pinggir jalan, tempat firman itu ditaburkan, ialah mereka yang mendengar firman, lalu datanglah Iblis dan mengambil firman yang baru ditaburkan di dalam mereka. Demikian juga yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu, ialah orang-orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira, tetapi mereka tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila kemudian datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu mereka segera murtad. Yang lain ialah yang ditaburkan di tengah semak duri; itulah yang mendengar firman itu, lalu kekhawatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. Akhirnya yang ditaburkan di tanah yang baik, ialah orang yang mendengar dan menyambut firman itu lalu berbuah, ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang seratus kali lipat” (Mrk 4:1-20).

Dengan perumpamaan ini, Markus menunjukkan satu pengajaran Yesus yang indah. Sebelum perikop ini Markus memusatkan perhatian pada banyak kerja dan mukjizat yang dilakukan oleh Yesus. Sekarang, melalui perumpamaan ini penulis Injil mulai menyoroti cara Yesus mengajar. Yesus menggunakan perumpamaan untuk mengilustrasikan kemurahan-hati Allah yang berlimpah-limpah. Bapa surgawi selalu menaburkan benih-benih firman-Nya, mengundang kita untuk mengenal dan mengalami kasih dan kerahiman-Nya. Dia selalu mengulurkan tangan-tangan-Nya kepada kita.  Mengetahui bahwa kita memiliki seorang Bapa yang tidak pernah membelakangi atau menolak kita, maka seharusnya hal ini memberikan kepada kita damai-sejahtera dan pengharapan.

Setiap benih yang jatuh pada tanah yang baik akan bertumbuh. Benih yang ditanam oleh Bapa surgawi tentunya akan bertumbuh manakala bertemu dengan hati yang terbuka bagi-Nya. Ini adalah janji Allah. Namun bagaimana kita menentukan apakah hati kita itu baik? Apa beberapa butir acuan:

Apakah keragu-raguan dan rasa tidak-percaya langsung mencuri damai-sejahtera yang dibawa oleh firman Allah? (lihat Mrk 4:15).

Apabila kesusahan atau penderitaan datang karena iman kita, apakah kita berdiri dengan kokoh dalam iman kita atau apakah kita jatuh dalam kompromi (lihat Mrk 4:16-17).

Apakah kita terlalu dibebani dengan pengurusan hal-ikhwal dunia? Apakah kesenangan karena harta-kekayaan dan berbagai hasrat akan ‘kenikmatan-kenikmatan’ mengambil tempat yang lebih besar dalam hati kita ketimbang kehadiran Yesus? (lihat Mrk 4:18-19).

Kita seharusnya tidak berputus-asa atas tanah yang berbatu-batu atau semak duri dari ketidak-percayaan, pelanturan-pelanturan atau rasa takut yang menghalangi firman Allah untuk kuat-mengakar dalam hati kita. Yesus senang sekali mengubah hati kita, asal saja dengan tulus-ikhlas kita mohonkan hal itu kepada-Nya. Yesus memiliki kesabaran yang sangat luarbiasa dengan kita masing-masing, seperti apa yang telah dicontohkan-Nya ketika membimbing/mengajar para murid-Nya yang bebal-bebal itu. Dia juga sangat senang untuk menjelaskan kepada kita mengenai ‘rahasia Kerajaan Allah’ selagi kita memperkenankan sabda firman-Nya bertumbuh dalam diri kita.

Santa Angela Merici (1474-1540) yang kita peringati hari ini adalah seorang pribadi manusia yang membuka diri-Nya sehingga firman Allah berakar dengan kuat dalam dirinya. “Hidup di tengah-tengah dunia, tetapi bukan dari dunia itu.” Inilah cita-citanya yang sederhana, namun sangatlah sulit terlaksana tanpa hidup dalam Roh dan dipimpin oleh Roh sehari-harinya. Angela adalah pendiri sebuah ordo biarawati besar dalam Gereja, yaitu Ordo Santa Ursula (OSU) yang sekian ratus tahun lamanya berkarya terutama dalam bidang pendidikan bagi para anak perempuan di banyak penjuru dunia.

DOA: Roh Kudus Allah, siapkanlah hati kami untuk menerima firman Allah, lebih dan lebih banyak lagi. Nyatakanlah kepada kami hasrat mendalam dari Yesus untuk mengajar kami tentang ‘rahasia Kerajaan Allah’, dan juga betapa besar kasih-Nya serta kesabaran-Nya dalam menghadapi segala kelemahan kami. Tolonglah kami agar dapat sungguh berbuah bagi Kerajaan Allah. 

58. RUMAH YANG DIDIRIKAN DI ATAS DASAR KOKOH

“Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon dikenal dari buahnya. Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur. Orang yang baik mengeluarkan apa yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan apa yang jahat dari perbendaharaan yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.”

“Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan? Setiap orang yang datang kepada-Ku  dan mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya  Aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun. Akan tetapi, siapa saja yang mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya” (Luk 6:43-49).

Kita akan menyoroti Luk 6:47-49 saja. Perikop ini mengingatkan kita pada perikop Mat 7:14-27, yang membedakan dua macam orang, yaitu (1) orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya diatas batu dan  (2) orang yang bodoh, yaitu yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Bacaan yang sedang kita soroti ini menunjukkan bahwa fondasi kokoh satu-satunya untuk hidup kita adalah firman Allah. Firman Allah ini tersedia secara istimewa bagi kita dalam Kitab Suci. Kitab Suci ini dapat bertahan terhadap segala terpaan hujan-badai dan gangguan-gangguan lain dalam kehidupan kita.

Bagaimana anda memandang Kitab Suci? Apakah di mata anda, Kitab Suci merupakan sekadar sebuah daftar yang memuat hal-hal yang harus dilakukan dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan? Apakah Kitab Suci (Alkitab) bagi anda adalah textbook  yang hanya pantas digeluti oleh para pakar dan orang-orang yang berlatar-belakang pendidikan cukup tinggi saja? Apakah bagi anda Kitab Suci adalah semacam buku sejarah? Atau, apakah Kitab Suci ini merupakan perwahyuan hati dan pikiran Allah kepada setiap orang yang mengambil dan membacanya? Bagaimana kita memandang Kitab Suci itu memang penting.

Mendengarkan Roh Kudus dalam doa (prayerful listening to the Holy Spirit) adalah kunci dalam upaya membuat Kitab Suci itu menjadi hidup. Roh Kudus ini biasanya berbicara kepada hati kita dan Gereja dengan lemah-lembut, tidak dengan cara yang sensasional atau pun spektakuler. Tanpa bimbingan Roh Kudus,  Kitab Suci dengan mudah dapat menjadi membosankan dan tidak menarik.

Saudara-saudariku, Roh Kudus ingin membimbing kita masing-masing. Seperti membangun rumah di atas fondasi yang kokoh, kita juga dapat membangun hidup kita sesuai dengan berbagai wawasan yang kita peroleh dari Kitab Suci. Hal seperti ini menyenangkan hati Allah. Hal yang lebih menyemangati kita adalah: selagi kita bertindak atas dasar firman Allah, kita mengetahui bahwa kita bukanlah satu-satunya yang sedang membangun. Allah sendiri juga sedang bekerja membangun hidup-Nya dalam diri kita. Oleh karena itu kita harus percaya bahwa Allah akan menolong kita membangun hidup kita masing-masing di atas batu yang kokoh, yaitu firman-Nya. Dengan demikian kita harus mencari sebuah tempat dan menyediakan waktu yang hening, khusus di tengah rutinitas kita sehari-hari ……… untuk menggumuli firman Allah dalam Kitab Suci itu.

DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku membangun hidupku di atas batu yang kokoh, yaitu firman-Mu yang terdapat dalam Kitab Suci. Teristimewa dalam bulan Kitab Suci ini,  biarlah Roh-Mu mendorong daku untuk lebih mencintai firman-Mu dalam Kitab Suci. Semoga Roh hikmat-Mu membimbing daku dalam segala hal hari ini. Amin.

59. UKURAN YANG KAMU PAKAI AKAN DIUKURKAN KEPADAMU

Lalu Yesus berkata kepada mereka, “Mungkinkah orang membawa pelita supaya ditempatkan di bawah tempayan atau di bawah tempat tidur? Bukankah supaya ditaruh di atas kaki pelita? Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap. Siapa yang mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”

Lalu Ia berkata lagi, “Perhatikanlah apa yang kamu dengar! Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan di samping itu akan ditambah lagi kepadamu. Karena siapa yang mempunyai, kepadanyalah akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa  pun juga yang ada padanya akan diambil” (Mrk 4:21-25).

Perumpamaan Yesus tentang seorang penabur telah sungguh menyentuh hati sejumlah pendengar-Nya sehingga mereka tetap bersama Yesus untuk beberapa waktu dan meminta kepada-Nya agar diberikan lebih banyak lagi pengajaran (lihat Mrk 4:10-11). Yesus menangkap adanya hasrat besar mereka untuk memperoleh pengajaran yang lebih mendalam, maka Dia pun dengan gembira menyediakan waktu ekstra bagi mereka. Kita hanya bisa membayangkan Dia minta kepada Roh Kudus agar menunjukkan kepada-Nya cara terbaik untuk membuka hati orang-orang ini bagi lebih banyak lagi kebenaran-Nya. Melalui perumpamaan-perumpamaan seperti ‘perumpamaan seorang penabur’, ‘perumpamaan tentang pelita’ dan ‘perumpamaan tentang ukuran’, Yesus mengibaratkan Kerajaan Allah dengan kegiatan-kegiatan sehari-hari, sehingga orang-orang dapat lebih siap menangkap pengajaran-Nya.

Yesus sangat senang apabila orang meminta kepada-Nya untuk diajar secara lebih mendalam lagi. Dia juga senang menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dan memberikan kepada mereka hikmat-Nya. Kesenangan luarbiasa inilah yang berada di belakang kata-kata-Nya: “Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu: (Mrk 4:24). Orang-orang yang lebih banyak menyediakan waktu pada kaki Yesus mengalami lebih banyak kasih Allah serta berkat-berkat-Nya; mereka pun lebih siap untuk mengikuti jejak-Nya. “Ukuran yang kita pakai” adalah cara kita memperhatikan sabda Yesus. “Ukuran yang kita pakai” berurusan dengan kebebasan dan kehidupan yang kita terima ketika mendengar sabda-Nya dan mengikuti jejak-Nya. 

Hari ini pun tetap Yesus berkeinginan untuk terus mengajar kita. Begitu banyak hal yang dapat diajarkan-Nya kepada kita, kalau saja setiap hari kita setia menyediakan waktu untuk membaca sabda-Nya dalam Kitab Suci dan merenungkannya, dalam suasana doa. Dalam ‘suasana doa’ berarti kita beristirahat di hadapan hadirat Allah selagi kita masukkan satu atau dua ayat saja dari bacaan kita ke dalam pikiran kita. Hal ini berarti menanti di hadapan-Nya dalam keheningan sampai Dia berbicara kepada kita. Dengan demikian kita memperkenankan sabda-Nya mengendap dalam hati kita. Secara pribadi kita juga dapat melakukan studi Alkitab dengan melakukan riset kecil-kecilan, misalnya mencari tahu tentang sejarah atau latar-belakang teks yang sedang kita baca lewat pembacaan keterangan dalam buku tafsir ringan dan/atau kamus Alkitab yang tersedia, atau dengan memanfaatkan berbagai cross-reference yang terdapat dalam catatan kaki Alkitab. Dalam hal ini pun doa tak boleh pernah dilupakan. Kalau kita melakukan studi Alkitab ini secara regular misalnya seminggu sekali maka upaya ini akan membantu membuka pikiran kita terhadap kepenuhan dan kekayaan isi Kitab Suci.

Merenungkan dan mempelajari sabda Allah dalam Kitab Suci seperti diuraikan di atas adalah sesuai dengan kehendak Allah, apabila kita mempercayakan upaya-upaya kita pada pertolongan Roh Kudus yang pada akhirnya akan membawa kita kepada kebenaran sejati. Dia adalah Parakletos: pendamping, pengacara, pembela kita. Dia bersama kita setiap kali kita membuka Alkitab. Apabila kita bertekun dalam melakukan upaya-upaya seperti diuraikan di atas, maka kita sebenarnya  memberikan kepada Allah  segenap perhatian kita sehingga Dia pun dapat membuat ‘mukjizat’ dalam diri kita. Kata-kata sang pemazmur tetap memiliki nilai kebenaran pada hari ini juga: “Taurat YHWH itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan YHWH itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. Titah YHWH itu tepat, menyukakan hati; perintah YHWH itu murni, membuat mata mata bercahaya” (Mzm 119:8-9).

Marilah kita mohon lebih lagi dari Allah dengan menyediakan lebih banyak lagi waktu setiap harinya untuk membaca, merenungkan dan mempelajari sabda-Nya. Setiap kali kita memutuskan untuk mohon lebih lagi dari Allah, maka sebenarnya kita mengetuk pintu surga; dan Allah telah berjanji untuk selalu menjawab kita (Mat 7:7-8).

DOA: Yesus yang baik, ucapkanlah sabda kehidupan-Mu kepadaku. Perkenankanlah sabda-Mu menerangi jalanku setiap hari sehingga aku dapat mengikuti jejak-Mu. Berikanlah kepadaku rahmat untuk memberikan kepada-Mu suatu ‘ukuran diriku yang penuh’ selama waktu-waktu doa serta penyembahanku, dan pelayananku kepada orang-orang lain. Amin.

60. MENJADIKAN DIRI KITA TANAH YANG BAIK

Pada suatu kali Yesus mulai mengajar lagi di tepi danau. Lalu datanglah orang banyak yang sangat besar jumlahnya mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke sebuah perahu yang sedang berlabuh lalu duduk di situ, sedangkan semua orang banyak itu di darat, di tepi danau itu. Ia mengajarkan banyak hal dalam  perumpamaan kepada mereka. Dalam ajaran-Nya itu Ia berkata kepada mereka, “Dengarlah! Adalah seroang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah tanam-tanaman itu dan menjadi kering karena tidak berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati, sehingga ia tidak berbuah. Sebagian jatuh di tanah yang baik, sehingga tumbuh dengan subur dan berbuah. Hasilnya ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang seratus kali lipat.” Lalu kata-Nya, “Siapa yang mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”

Ketika Ia sendirian, pengikut-pengikut-Nya dan kedua belas murid itu bertanya kepada-Nya tentang perumpamaan itu. Lalu Ia berkata kepada mereka, “Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, supaya: Sekalipun memang melihat, mereka tidak memahami, sekalipun memang mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan diberi pengampunan.” Lalu Ia berkata kepada mereka, “Tidakkah kamu mengerti perumpamaan ini? Kalau demikian bagaimana kamu dapat memahami semua perumpamaan yang lain? Penabur itu menaburkan firman. Orang-orang yang di pinggir jalan, tempat firman itu ditaburkan, ialah mereka yang mendengar firman, lalu datanglah Iblis dan mengambil firman yang baru ditaburkan di dalam mereka. Demikian juga yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu, ialah orang-orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira, tetapi mereka tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila kemudian datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu mereka segera murtad. Yang lain ialah yang ditaburkan di tengah semak duri; itulah yang mendengar firman itu, lalu kekhawatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. Akhirnya yang ditaburkan di tanah yang baik, ialah orang yang mendengar dan menyambut firman itu lalu berbuah, ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang seratus kali lipat” (Mrk 4:1-20).

Dengan perumpamaan ini, Markus menunjukkan satu pengajaran Yesus yang indah. Sebelum perikop ini Markus memusatkan perhatian pada banyak kerja dan mukjizat yang dilakukan oleh Yesus. Sekarang, melalui perumpamaan ini penulis Injil mulai menyoroti cara Yesus mengajar. Yesus menggunakan perumpamaan untuk mengilustrasikan kemurahan-hati Allah yang berlimpah-limpah. Bapa surgawi selalu menaburkan benih-benih firman-Nya, mengundang kita untuk mengenal dan mengalami kasih dan kerahiman-Nya. Dia selalu mengulurkan tangan-tangan-Nya kepada kita.  Mengetahui bahwa kita memiliki seorang Bapa yang tidak pernah membelakangi atau menolak kita, maka seharusnya hal ini memberikan kepada kita damai-sejahtera dan pengharapan.

Setiap benih yang jatuh pada tanah yang baik akan bertumbuh. Benih yang ditanam oleh Bapa surgawi tentunya akan bertumbuh manakala bertemu dengan hati yang terbuka bagi-Nya. Ini adalah janji Allah. Namun bagaimana kita menentukan apakah hati kita itu baik? Apa beberapa butir acuan:

Apakah keragu-raguan dan rasa tidak-percaya langsung mencuri damai-sejahtera yang dibawa oleh firman Allah? (lihat Mrk 4:15).

Apabila kesusahan atau penderitaan datang karena iman kita, apakah kita berdiri dengan kokoh dalam iman kita atau apakah kita jatuh dalam kompromi (lihat Mrk 4:16-17).

Apakah kita terlalu dibebani dengan pengurusan hal-ikhwal dunia? Apakah kesenangan karena harta-kekayaan dan berbagai hasrat akan ‘kenikmatan-kenikmatan’ mengambil tempat yang lebih besar dalam hati kita ketimbang kehadiran Yesus? (lihat Mrk 4:18-19).

Kita seharusnya tidak berputus-asa atas tanah yang berbatu-batu atau semak duri dari ketidak-percayaan, pelanturan-pelanturan atau rasa takut yang menghalangi firman Allah untuk kuat-mengakar dalam hati kita. Yesus senang sekali mengubah hati kita, asal saja dengan tulus-ikhlas kita mohonkan hal itu kepada-Nya. Yesus memiliki kesabaran yang sangat luarbiasa dengan kita masing-masing, seperti apa yang telah dicontohkan-Nya ketika membimbing/mengajar para murid-Nya yang bebal-bebal itu. Dia juga sangat senang untuk menjelaskan kepada kita mengenai ‘rahasia Kerajaan Allah’ selagi kita memperkenankan sabda firman-Nya bertumbuh dalam diri kita.

Santa Angela Merici (1474-1540) yang kita peringati hari ini adalah seorang pribadi manusia yang membuka diri-Nya sehingga firman Allah berakar dengan kuat dalam dirinya. “Hidup di tengah-tengah dunia, tetapi bukan dari dunia itu.” Inilah cita-citanya yang sederhana, namun sangatlah sulit terlaksana tanpa hidup dalam Roh dan dipimpin oleh Roh sehari-harinya. Angela adalah pendiri sebuah ordo biarawati besar dalam Gereja, yaitu Ordo Santa Ursula (OSU) yang sekian ratus tahun lamanya berkarya terutama dalam bidang pendidikan bagi para anak perempuan di banyak penjuru dunia.

DOA: Roh Kudus Allah, siapkanlah hati kami untuk menerima firman Allah, lebih dan lebih banyak lagi. Nyatakanlah kepada kami hasrat mendalam dari Yesus untuk mengajar kami tentang ‘rahasia Kerajaan Allah’, dan juga betapa besar kasih-Nya serta kesabaran-Nya dalam menghadapi segala kelemahan kami. Tolonglah kami agar dapat sungguh berbuah bagi Kerajaan Allah.

61. RUMAH YANG DIDIRIKAN DI ATAS DASAR KOKOH

“Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. Sebab setiap pohon dikenal dari buahnya. Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur. Orang yang baik mengeluarkan apa yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan apa yang jahat dari perbendaharaan yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.”

“Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan? Setiap orang yang datang kepada-Ku  dan mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya – Aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan – ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun. Akan tetapi, siapa saja yang mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya” (Luk 6:43-49).

Kita akan menyoroti Luk 6:47-49 saja. Perikop ini mengingatkan kita pada perikop Mat 7:14-27, yang membedakan dua macam orang, yaitu (1) orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya diatas batu dan  (2) orang yang bodoh, yaitu yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Bacaan yang sedang kita soroti ini menunjukkan bahwa fondasi kokoh satu-satunya untuk hidup kita adalah firman Allah. Firman Allah ini tersedia secara istimewa bagi kita dalam Kitab Suci. Kitab Suci ini dapat bertahan terhadap segala terpaan hujan-badai dan gangguan-gangguan lain dalam kehidupan kita.

Bagaimana anda memandang Kitab Suci? Apakah di mata anda, Kitab Suci merupakan sekadar sebuah daftar yang memuat hal-hal yang harus dilakukan dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan? Apakah Kitab Suci (Alkitab) bagi anda adalah textbook  yang hanya pantas digeluti oleh para pakar dan orang-orang yang berlatar-belakang pendidikan cukup tinggi saja? Apakah bagi anda Kitab Suci adalah semacam buku sejarah? Atau, apakah Kitab Suci ini merupakan perwahyuan hati dan pikiran Allah kepada setiap orang yang mengambil dan membacanya? Bagaimana kita memandang Kitab Suci itu memang penting.

Mendengarkan Roh Kudus dalam doa (prayerful listening to the Holy Spirit) adalah kunci dalam upaya membuat Kitab Suci itu menjadi hidup. Roh Kudus ini biasanya berbicara kepada hati kita dan Gereja dengan lemah-lembut, tidak dengan cara yang sensasional atau pun spektakuler. Tanpa bimbingan Roh Kudus,  Kitab Suci dengan mudah dapat menjadi membosankan dan tidak menarik.

Saudara-saudariku, Roh Kudus ingin membimbing kita masing-masing. Seperti membangun rumah di atas fondasi yang kokoh, kita juga dapat membangun hidup kita sesuai dengan berbagai wawasan yang kita peroleh dari Kitab Suci. Hal seperti ini menyenangkan hati Allah. Hal yang lebih menyemangati kita adalah: selagi kita bertindak atas dasar firman Allah, kita mengetahui bahwa kita bukanlah satu-satunya yang sedang membangun. Allah sendiri juga sedang bekerja membangun hidup-Nya dalam diri kita. Oleh karena itu kita harus percaya bahwa Allah akan menolong kita membangun hidup kita masing-masing di atas batu yang kokoh, yaitu firman-Nya. Dengan demikian kita harus mencari sebuah tempat dan menyediakan waktu yang hening, khusus di tengah rutinitas kita sehari-hari ……… untuk menggumuli firman Allah dalam Kitab Suci itu.

DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku membangun hidupku di atas batu yang kokoh, yaitu firman-Mu yang terdapat dalam Kitab Suci. Teristimewa dalam bulan Kitab Suci ini,  biarlah Roh-Mu mendorong daku untuk lebih mencintai firman-Mu dalam Kitab Suci. Semoga Roh hikmat-Mu membimbing daku dalam segala hal hari ini. Amin.

62. PERUMPAMAAN TENTANG POHON ARA

Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini kepada mereka, “Perhatikanlah pohon ara atau pohon apa saja. Apabila kamu melihat pohon-pohon itu sudah bertunas, kamu tahu dengan sendirinya bahwa musim panas sudah dekat. Demikian juga, jika kamu melihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Orang-orang zaman ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya terjadi. Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Luk 21:29-33).

Semakin dekat saatnya bagi Yesus untuk mempersembahkan hidup-Nya demi keselamatan dunia. Dia hampir menyelesaikan kerja pelayanan-Nya, kematian dan kebangkitan-Nya sudah di depan mata dan hal ini menandakan ‘peresmian’ Kerajaan Allah serta kelahiran Gereja. Meskipun menghadapi penolakan, penganiayaan dan oposisi,  Yesus memproklamasikan dengan penuh keyakinan bahwa keselamatan kita sudah dekat. Sementara kita menantikan Yesus datang kembali, kita – sebagai Gereja – harus bertumbuh dalam kedewasaan  dalam kuasa Roh Kudus.

Yesus ingin agar kita penuh keyakinan, selagi menantikan kedatangan-Nya untuk kedua kalinya. Kita akan mengalami oposisi dan penganiayaan, akan tetapi seperti Yesus telah berjaya, kita pun akan berjaya, kalau kita percaya pada firman-Nya. Kita tidak perlu merasa gundah atau ciut-hati di kala kita mengalami kesengsaraan atau kemalangan. Sebaliknya, kalau kesulitan-kesulitan bertumbuh dalam intensitas, maka semua itu harus dilihat sebagai indikasi-indikasi positif bahwa perwujudan final dan penuh kemuliaan dari keselamatan kita sudah semakin dekat. Yesus mengumpamakan semua itu sebagai pohon ara yang kalau sudah bertunas menjamin bahwa musim panas sudah dekat.

Setiap hari kita menghadapi pilihan-pilihan. Kita dapat mempertimbangkan apa yang telah dilakukan Yesus untuk menebus dan menyembuhkan kita. Kita menaruh kepercayaan pada firman-Nya untuk manifestasi kemuliaan-Nya secara penuh pada saat kedatangan-Nya untuk kedua kali. Atau, kita dapat melihat penderitaan kita di dunia dan dengan cepat menjadi takut dan khawatir. Apabila kita datang menghadap Tuhan dalam doa dan memperkenankan firman-Nya yang memberi pengharapan dan dorongan untuk menyentuh hati kita dan mengarahkan pemikiran-pemikiran kita, maka kita akan diangkat dan dipenuhi dengan sukacita dan damai-sejahtera, dan memampukan kita untuk melihat lebih daripada sekedar keadaan kita sendiri. Firman-Nya menggerakkan batin kita dan kita dapat percaya bahwa dalam Dia semua hal adalah mungkin.

Pada zaman modern ini banyak orang Kristiani masih menderita di bawah rezim-rezim atheis dan totaliter. Terkadang situasi sedemikian memberi kesan bahwa kuasa kegelapan telah menang dan berjaya. Namun munculnya kembali Kristianitas di Eropa Timur misalnya, membuktikan bahwa masih berlakunya kata-kata Yesus bahwa Dia akan melindungi Gereja-Nya. Pada zaman ini orang-orang Kristiani adalah saksi-saksi hidup atas ucapan Yesus ini: “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Luk 21:33).

DOA: Tuhan Yesus, ajarlah kami kuasa dan kebenaran firman-Mu. Biarlah firman-Mu menjadi batu karang dan benteng di tengah-tengah keributan kehidupan. Biarlah firman-Mu menjadi pelita bagi langkah kami, sehingga kami dapat menantikan kedatangan-Mu dengan pengharapan penuh sukacita. Amin.

63. PERUMPAMAAN TENTANG UANG MINA

Sementara mereka mendengarkan hal-hal itu, Yesus melanjutkan perkataan-Nya dengan suatu perumpamaan, sebab Ia sudah dekat Yerusalem dan mereka menyangka bahwa Kerajaan Allah akan segera kelihatan. Lalu Ia berkata, “Ada seorang bangsawan berangkat ke sebuah negeri yang jauh untuk dinobatkan menjadi raja di situ dan setelah itu baru kembali. Ia memanggil sepuluh orang hambanya dan memberikan sepuluh mina kepada mereka, katanya: Pakailah ini untuk berdagang sampai aku datang kembali. Akan tetapi, orang-orang sebangsanya membenci dia, lalu mengirimkan utusan menyusul dia untuk mengatakan: Kami tidak mau orang ini menjadi raja atas kami. Setelah dinobatkan menjadi raja, ketika ia kembali ia menyuruh memanggil hamba-hambanya yang telah diberinya uang itu, untuk mengetahui berapa hasil dagang mereka masing-masing. Orang yang pertama datang dan berkata: Tuan, mina tuan yang satu itu telah menghasilkan sepuluh mina. Katanya kepada orang itu: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang baik; engkau telah setia dalam hal yang sangat kecil, karena itu terimalah kekuasaan atas sepuluh kota. Datanglah yang kedua dan berkata: Tuan, mina tuan telah menghasilkan lima mina. Katanya kepada orang itu: Dan engkau, kuasailah lima kota. Lalu hamba yang lain datang dan berkata: Tuan, inilah mina tuan, aku telah menyimpannya dalam sapu tangan. Sebab aku takut kepada Tuan, karena Tuan orang yang kejam; Tuan mengambil apa yang tidak pernah Tuan taruh dan Tuan menuai apa yang tidak Tuan tabur. Katanya kepada orang itu: Hai hamba yang jahat, aku akan menghakimi engkau menurut perkataanmu sendiri. Engkau  sudah tahu bahwa  aku orang yang keras yang mengambil apa yang tidak pernah aku taruh dan menuai apa yang tidak aku tabur. Jika demikian, mengapa uangku itu tidak kau kaumasukkan ke bank (orang yang menjalankan uang)? Jadi, pada waktu aku kembali, aku dapat mengambilnya dengan bunganya. Lalu katanya kepada orang-orang yang berdiri di situ: Ambillah mina yang satu itu dari dia dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh mina itu. Kata mereka kepadanya: Tuan, ia sudah mempunyai supuluh mina. Jawabnya: Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, juga apa yang ada padanya akan diambil. Akan tetapi, semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan bunuhlah mereka di depan mataku.”

Setelah mengatakan semuanya itu Yesus mendahului mereka dan meruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem (Luk 19:11-28).

Yesus sudah dekat dengan kota Yerusalem untuk menyelesaikan misinya di atas muka bumi. Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem (Luk 9:51-19:27), Yesus memberikan banyak pengajaran tentang apa artinya menjadi murid-murid-Nya. Sekarang, ketika Dia sudah hampir sampai ke tempat di mana Dia akan mengalami sengsara, kematian dan kebangkitan-Nya, sekali lagi Yesus mengajar lewat sebuah perumpamaan tentang apa apa artinya mengikuti jejak-Nya. Dengan iman saya berkeyakinan, bahwa peristiwa Yesus di Yerusalem bersifat sangat menentukan dalam sejarah manusia, dan tanggapan (pilihan) kita menentukan hidup atau mati bagi kita. Kita tidak bisa netral dalam hal ini, karena terhadap apa yang telah dilakukan Yesus dalam kematian dan kebangkitan-Nya, suatu tanggapan (yang bersifat afirmatif) dituntut dari kita masing-masing sebagai pribadi.

Perumpamaan Yesus kali ini menggambarkan tiga macam tanggapan. Tanggapan pertama adalah menerima martabat Yesus sebagai Raja, bekerja dengan rajin dan menghasilkan buah rohani sehubungan berbagai kemampuan/karunia yang diberikan Allah (lihat Luk 19:16-19). Tanggapan kedua adalah menerima Yesus, namun karena takut atau alasan-alasan lainnya, tidak berhasil untuk merangkul-Nya dengan penuh dan menghasilkan buah-buah seperti dihasrati-Nya (Luk 19:20-24). Tanggapan ketiga adalah menunjukkan sikap bermusuhan terhadap Dia dan menolak klaim-Nya untuk memiliki kuasa atas dirinya (Luk 19:14).

Untuk dapat menghasilkan buah-buah sesuai dengan karunia yang dianugerahkan Allah kepadanya, seseorang harus merangkul sepenuhnya Yesus dan kematian serta kebangkitan-Nya dan memperkenankan-Nya bekerja dalam kehidupannya. Demikian pula dengan kita semua! Hanya dengan begitu kita dapat menomor-duakan agenda kita sendiri dan menerima rencana-sempurna Allah bagi hidup kita, dengan segala berkat-Nya yang melimpah. Apabila roh kita, intelek kita, emosi kita dan kehendak kita ditundukkan di bawah kuasa Roh Kudus, maka kita dapat menghasilkan  ‘pendapatan bunga rohani’ bagi Allah (Luk 19:23). Dari sini timbullah berbagai prioritas pribadi, berbagai sasaran tujuan pribadi dan berbagai tindakan pribadi yang sungguh-sungguh untuk melayani Allah. Berbagai kemampuan kita, inteligensia kita, atau situasi kehidupan pada akhirnya tidak membuat perbedaan; Yesus ingin kita menanggapi Dia sesuai dengan apa yang telah diberikan-Nya kepada kita. Tindakan-tindakan yang kita lakukan harus mencerminkan keadaan hati kita.

Yesus telah ‘meresmikan’ Kerajaan Allah dan kerajaan itu memang ada di tengah-tengah kita. Melalui Roh Kudus, kita ikut dalam buah-buah pertama kerajaan itu, bahkan hari ini. Sementara kita tidak akan tahu mengenai kepenuhan janji sampai kedatangan Yesus untuk kedua kali, kita menaruh kepercayaan atas kebenaran janji itu.

DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku menyingkirkan kebutuhanku untuk mengendalikan kehidupanku. Ajarlah aku untuk merangkul sepenuhnya rencana-Mu bagiku, sehingga di bawah kuasa-Mu sebagai Raja, aku dapat ikut serta dalam panen raya mendatang. Amin.

64. KEDATANGAN ANAK MANUSIA-PERUMPAMAAN TENTANG POHON ARA

 “Tetapi pada masa itu, sesudah siksaan itu, matahari akan menjadi gelap dan bulan tidak bercahaya dan bintang-bintang akan berjatuhan dari langit, dan kuasa-kuasa langit akan guncang. Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan-awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. Pada waktu itu juga Ia akan menyuruh keluar malaikat-malaikat dan akan mengumpulkan orang-orang pilihan-Nya dari keempat penjuru bumi, dari ujung bumi sampai ke ujung langit.

Tariklah pelajaran dari perumpamaan tentang pohon ara. Apabila ranting-rantingnya melembut dan mulai bertunas, kamu tahu bahwa musim panas sudah dekat. Demikian juga, jika kamu lihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah bahwa waktunya sudah dekat, sudah di ambang pintu. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Orang-orang zaman ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya itu terjadi. Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.

Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorang pun yang tahu, malaikat-malaikat di surga tidak dan Anak pun tidak, hanya Bapa saja.”

Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! Sebab kamu tidak tahu kapan saatnya tiba. Keadaannya  sama seperti seorang yang bepergian, yang meninggalkan rumahnya dan menyerahkan tanggung jawab kepada hamba-hambanya, masing-masing dengan tugasnya, dan memerintah-kan penjaga pintu supaya berjaga-jaga. Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu kapan tuan rumah itu pulang, menjelang malam, atau tengah malam, atau larut malam, atau pagi-pagi buta, supaya kalau ia tiba-tiba datang jangan kamu didapatinya sedang tidur. Apa yang Kukatakan kepada kamu, Kukatakan kepada semua orang: berjaga-jagalah!   (Mrk 13:24-37).

Bacaan pertama: Dan 12:1-3; Mzm 16:5.8.9-10.11; bacaan kedua: Ibr 10:11-14.18.

Kebanyakan orang, bahkan orang-orang Kristiani sekali pun, jarang memikirkan tentang kapan Yesus akan datang kembali kelak, yaitu kedatangan Yesus untuk kedua kalinya. Memikirkan kematian dan bagaimana kiranya kita menghadapi penghakiman, apalagi membayangkan bagaimana Yesus secara tiba-tiba muncul dan menghakimi kita di tempat, semuanya cukup menakutkan. Gereja tidak menghendaki kita bersikap dan berperilaku seperti itu dalam mengantisipasi kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan.

Kedatangan-Nya kembali adalah peristiwa penuh sukacita. Memetik dari kitab Daniel, Yesus mengatakan bahwa kita akan melihat Anak Manusia datang dalam awan-awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya (Mrk 13:26; Dan 7:13; bdk. Why 1:7). Bagi semua orang yang percaya kepada Yesus, kedatangan-Nya kedua kali akan merupakan sebuah perayaan yang penuh sukacita. Itulah saatnya ‘raja dan pemimpin’ kita datang kembali untuk membebaskan kita sekali dan selamanya dari tangis-sedih serta segala kesusahan lainnya akibat dosa yang telah merusak dunia ini. Dia akan membawa umat beriman ke surga untuk bersama-Nya, jiwa dan raga, selamanya. Inilah yang sebenarnya kita mohonkan kepada Bapa surgawi setiap kali kita berdoa: “Datanglah kerajaan-Mu”  (Mat 6:10; Luk 11:2).

Kenyataan bahwa ada kehidupan lagi setelah kehidupan di dunia ini berakhir, seharusnya merupakan suatu sumber pengharapan besar bagi kita yang percaya. Kalau tidak demikian halnya, maka hidup kita adalah kesia-siaan belaka, yang penuh diisi dengan pengejaran habis-habisan akan kenikmatan-duniawi yang ujung-ujungnya adalah ‘kehampaan’. Sang pemazmur mencerminkan pengharapan ini ketika dia menyatakan: “Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram; sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan” (Mzm 16:9-10).

Sebuah kunci untuk memperoleh disposisi pengharapan dan sukacita berkaitan dengan kedatangan Yesus untuk kedua kalinya, adalah membuat diri kita terbuka bagi karya Roh Kudus dalam diri kita. Roh Kudus memampukan kita untuk menikmati buah pertama dari hasil panen raya kehidupan yang akan datang (lihat Rm 8:23; Gal 5:22-23). Selagi kita dipenuhi hasrat untuk hidup setiap hari dalam hadirat Tuhan, mengasihi-Nya, mengasihi sesama kita dan mengikuti jejak-Nya, kita pun menghasrati  agar Yesus datang menyelesaikan apa yang telah dimulai-Nya. Bagi mereka yang tidak mengenal Yesus dan belum pernah mencicipi kehidupan Allah, maka pemikiran tentang kedatangan Yesus untuk kedua kali akan menyebabkan kegelisahan dan ketakutan. Akan tetapi bagi mereka yang telah mengalami Allah (betapa pun sedikitnya), maka kedatangan kembali Yesus untuk kedua kali dipandang sebagai kedatangan saat penting sekali yang selama ini kita harap-harapkan. Namun yang jelas, kita harus selalu berjaga-jaga agar mampu menyambut Dia yang datang dalam kemuliaan-Nya, dalam keadaan siap. Kedatangan-Nya itu tidak dapat diramalkan oleh siapa pun.

“Hati-hatilah dan berjaga-jagalah!” Seruan Yesus ini mengingatkan kita kepada sebuah acara berita kriminalitas televisi di RCTI dengan nama ‘SERGAP’. Setiap kali acara ini hampir mendekati penghujungnya, ditampilkanlah ‘Bang Napi’ yang memberikan komentar singkat tentang pemberitaan sebelumnya. Orang berpenampilan ‘preman’ yang berada di balik jeruji besi itu akan selalu berseru, “Waspadalah, waspadalah!” sebelum mengakhiri komentarnya, seruan peringatan yang tak akan terlupakan oleh para pemirsa acara TV itu.

Demikian pula dengan seruan Yesus yang sederhana namun keras ini. Yesus wanti-wanti mengingatkan kita semua agar selalu bersiap-siaga terhadap kemungkinan datangnya akhir zaman. Seruan ini sebenarnya merupakan bagian penutup dari khotbah panjang Yesus tentang akhir zaman dalam Injil Markus (13:1-37), dengan demikian bukan berdiri sendiri. Yesus mengajar bahwa Bait Allah akan diruntuhkan (13:1-2); Dia mengajarkan kepada para murid-Nya tentang permulaan penderitaan (13:3-13); tentang siksaan yang berat dan mesias-mesias palsu (13:14-23); tentang kedatangan Anak Manusia dan perumpamaan tentang pohon ara (13:24-32). Setelah itu semua barulah Yesus memberi nasihat-nasihat supaya para murid berjaga-jaga. Dalam salah satu perumpamaan Yesus kita mendengar tentang pentingnya tuan rumah berjaga-jaga menghadapi kemungkinan datangnya “seorang pencuri yang mau membongkar rumah” (lihat Mat 24:37-43), maka pada kesempatan kali ini Yesus berbicara mengenai pentingnya penjaga pintu berjaga-jaga menghadapi kemungkinan pulangnya sang tuan rumah yang dapat terjadi kapan saja.

Memang kita tidak pernah akan mengetahui kapan sesungguhnya Yesus akan datang dalam kemuliaan-Nya. Oleh karena itu janganlah kita pernah merasa iseng untuk mendengarkan khotbah ‘penginjil profesional maupun amati’ atau ‘hamba Tuhan’ mana saja yang seakan-akan telah menerima wahyu kapan sesungguhnya akhir zaman itu akan terjadi. Namun di sisi lain, ada lagi sikap dan perilaku berjaga-jaga yang diperlukan oleh kita semua dalam masa Adven yang akan dimulai minggu depan, yaitu berjaga-jaga serta waspada terhadap berbagai kejutan yang akan diberikan Yesus kepada kita.

Sementara kita menantikan kedatangan sang Mesias dengan penuh kewaspadaan, baiklah kita berbagi sukacita dan pengharapan dengan saudara-saudari kita. Dengan penuh iman marilah kita datang ke tengah-tengah mereka dan mengundang mereka juga ke dalam Kerajaan Allah.

DOA: Tuhan Yesus, aku menyembah dan memuji Engkau, teristimewa untuk karya agung-Mu demi menyelamatkan umat manusia. Aku bersyukur kepada-Mu karena Engkau telah menjamin keanggotaan kami, para murid-Mu, sebagai warga Kerajaan-Mu. Amin.

65. PERUMPAMAAN TENTANG HAKIM YANG TIDAK ADIL

Yesus menyampaikan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan bahwa mereka harus selalu berdoa tanpa jemu-jemu. Kata-Nya, “Dalam sebuah kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun. Di kota itu ada seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku. Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun, namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku.” Kata Tuhan, “Perhatikanlah apa yang dikatakan hakim yang tidak adil itu! Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Apakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, apakah Ia akan mendapati iman di bumi?” (Luk 18:1-8).

Kita melihat begitu banyak terjadi ketidak-adilan dan keserakahan pada banyak tempat di dunia ini, termasuk di negeri kita tercinta ini. ‘Wong Cilik’ diperlakukan dengan semena-mena tanpa mempedulikan sedikit pun hak-hak azasi mereka.  Bahkan dalam hidup kita sendiri pun, tentunya kita juga mengalami di sana-sini ‘ketidak-adilan’ itu. Kita merasa tak berdaya dan tidak tahu harus minta tolong kepada siapa lagi. Dalam situasi-situasi seperti ini hati kita berseru: “Akankah Allah menurunkan keadilan atas mereka yang tak bersalah?” 

Yesus menjamin bahwa seruan kita tidaklah percuma. Dalam perumpamaan Yesus ini, sang janda merupakan personifikasi dari orang yang paling rentan dalam masyarakat, yang paling mudah dilecehkan oleh orang lain. Dalam ketidak-berdayaannya dia mohon kepada Pak Hakim untuk membela hak-haknya. Dia tidak mempunyai siapa-siapa lagi untuk menolongnya, tidak mempunyai kedudukan sosial sebagai orang terpandang, tidak pula mempunyai uang dan kuasa. Sekarang, secara lengkap dia tergantung pada good-will Pak Hakim. Tetapi Pak Hakim ini bukanlah seorang yang memikirkan masalah keadilan, dia tidak takut kepada Allah dan tidak juga menaruh respek kepada orang-orang lain. Oleh karena itu kelihatannya permohonan sang janda itu akan sia-sia belaka. Namun demikian, permohonan sang janda yang tabah-ulet ini akhirnya meluluhkan hati Pak Hakim karena dia sudah merasa begitu terganggu oleh permohonan-permohonan sang janda yang datang secara bertubi-tubi.

Dari perumpamaan ini Yesus menarik tiga buah kesimpulan yang harus diterapkan dalam hidup kita. Pertama, kalau Pak Hakim yang tidak jujur itu mau mendengarkan permohonan sang janda, maka lebih-lebih lagi Allah yang menurunkan keadilan kepada mereka yang dikasihi-Nya manakala mereka berseru kepada-Nya secara terus-menerus. Allah adalah ‘seorang’ Bapa penuh-kasih yang membela orang-orang yang tak bersalah. Allah mendengarkan dan menjawab seruan-seruan kita. Kedua, Allah tidak akan menunda lama-lama. Dengan ‘cepat’ Ia akan menjawab doa-doa umat beriman. ‘Cepat’ bukan berarti doa kita ‘langsung’ dijawab-Nya, karena mungkin saja Dia masih menunda. Namun demikian mengapa Allah tidak langsung menjawab permohonan kita? Pertanyaan ini membawa kita kepada butir berikutnya. Ketiga, Yesus mengakhiri perumpamaan-Nya dengan sebuah pertanyaan: “… jika Anak Manusia itu datang, apakah Ia akan mendapati iman di bumi?” (Luk 18:8). Pada waktu Yesus datang untuk menghakimi dunia, apakah masih ada orang yang berdoa untuk kedatangan-Nya dan percaya bahwa hal itu akan terjadi? Pertanyaan sebenarnya bukanlah apakah Allah akan membawa keadilan pada akhir zaman, melainkan apakah kita dengan penuh kepercayaan masih berpengharapan bahwa hal itu akan dilakukan-Nya? Allah menunda jawaban-Nya supaya memberikan kepada kita suatu kesempatan untuk memanifestasikan iman kita kepada-Nya. Iman yang ingin dilihat Allah dari kita adalah iman seperti iman sang janda dalam perumpamaan di atas. Kalau kita memiliki iman seperti itu, maka doa-doa kita pun tidak penuh diisi dengan berbagai permohonan dari seorang peminta-segala, akan tetapi diisi dengan harapan penuh sukacita. Marilah kita mengikuti contoh sang janda yang tekun ini sementara kita menempatkan segala kebutuhan kita di hadapan Allah.

DOA: Tuhan Yesus, tolonglah aku agar menjadi lebih yakin lagi akan kebaikan-Mu dan berilah aku kesabaran yang diperlukan untuk mampu melihat perkembangan segala sesuatu seturut kehendak-Mu. Berikanlah kepadaku, ya Tuhan, keberanian untuk bertekun dalam doa-doaku, walaupun selagi Engkau memberikan damai-sejahtera kepadaku karena mengetahui bahwa Engkau akan mengerjakan segala sesuatu untuk kebaikanku. Amin.

66. TUAN DAN HAMBA

“Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Sesudah itu engkau boleh makan dan minum. Apakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan (Luk 17:7-10).

Sebagai siapakah kita anda mau menempatkan diri dalam perumpamaan ini? Sebagai sang tuan atau hamba? Kecenderungan manusiawi yang ada pada diri kita akan mengatakan: “Sebagai Tuan”. Lagipula ide menjadi seorang hamba sungguh tidak membuat nyaman. Kita begitu biasa memiliki kontrol – besar atau kecil – atas hidup kita sendiri, dan juga kita sangat enggan untuk setiap saat harus siap melayani orang lain. Misalnya, memang dalam kampanye pemilu dan lain sebagainya, ide pemimpin sebagai pelayan rakyat relatif sering digembar-gemborkan, namun biasanya dilupakan begitu sang kandidat berhasil dipilih.  Sifat masyarakat kita juga membuat kata-kata Yesus ini terdengar sangat radikal.

Di sisi lain penyerahan diri secara total kepada kehendak Allah merupakan salah satu ciri pribadi yang kita kagumi dari orang-orang kudus. Maria, Yosef, para martir Kristus di abad-abad pertama sejarah Gereja, para misionaris masa lampau dan lain sebagainya adalah contoh-contoh dari orang-orang yang melakukan tindakan penyerahan-diri secara total kepada kehendak Allah. Mereka semua melepaskan hak-hak mereka atas kehidupan mereka sendiri, dan hanya melakukan apa yang dikehendaki Allah supaya mereka lakukan. Mereka menjadi hamba-hamba yang memberikan hidup mereka kepada Allah dalam berbagai cara. Dengan menjadi milik Yesus Kristus, mereka tidak hanya menemukan sukacita, melainkan juga energi, kasih yang sejati dan ketekunan-tahan-banting seperti ditunjukkan dalam kehidupan mereka.

Abad ke-20 mengenal Ibu Teresa yang menunjukkan ciri pribadi seperti yang baru disebutkan. Hidup kemiskinan yang dihayati Ibu Teresa dan para susternya mencakup juga kemiskinan-ketaatan (poverty of obedience), artinya menolak pilihan-pilihan pribadi, semua demi pelayanan total kepada Allah. Ibu Teresa menulis:

“Kalau sesuatu adalah milikku, maka aku memiliki kuasa penuh untuk menggunakannya sesuai dengan keinginanku. Aku milik Yesus; maka Dia dapat melakukan apa saja atas dirinku sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Karya kami bukanlah panggilan kami. Aku dapat melakukan karya ini tanpa perlu menjadi seorang biarawati. Profesi kami menyatakan bahwa kami adalah milik-Nya. Oleh karena itu aku siap untuk melakukan apa saja: mencuci, menggosok lantai, membersihkan. Aku seperti seorang ibu yang melahirkan seorang anak. Anak itu miliknya. Semua cuciannya, tetap berjaga di waktu malam, dll. membuktikan bahwa anak itu adalah miliknya. Dia tidak akan melakukan hal-hal ini untuk anak lain, namun dia akan melakukan apa saja untuk anaknya sendiri. Apabila aku adalah milik Yesus, maka aku akan melakukan apa saja bagi Yesus” (Total Surrender, hal. 123).

Santo Leo Agung (Paus Leo I, masa jabatan: 440-461) yang kita peringati hari ini adalah satu dari dua orang paus yang diberikan gelar ‘agung’ (satunya lagi adalah Paus Gregorius Agung (Paus Gregorius I, masa jabatan: 590-604). Salah satu jasa Paus Leo I adalah menolong mempertahankan eksistensi pemerintahan kekaisaran yang memang semakin menurun. Dalam melakukan tugas-kewajibannya, Paus Leo I menunjukkan keberaniannya yang luar biasa. Contohnya adalah pada tahun 452 ketika dia menemui Attila orang Hun, yang siap dengan pasukannya untuk meluluh-lantakkan Roma dan seluruh Italia. Penyerbuan orang-orang Hun akhirnya batal. Roma dan Italia diselamatkan! Sebagai seorang hamba Allah yang baik, pengabdian Paus Leo I kepada-Nya tidak diragukan. Dia tahu benar bahwa dirinya adalah sepenuhnya milik Allah.

Seperti Beata Teresa dari Kalkuta dan Santo Leo Agung, kita semua adalah milik Allah, dengan demikian kita berhutang kepada-Nya untuk keberadaan kita. Tidak ada pekerjaan baik dari pihak kita yang dapat menghapus hutang kepada Allah. Namun demikian kita harus yakin bahwa kalau tahun-tahun pelayanan kita yang dilakukan dengan rendah-hati berakhir, maka kita akan memperoleh ganjaran melalui kerahiman-Nya. Ingatlah apa yang dikatakan Yesus: “Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang” (Luk 12:37). Maka marilah kita bergabung dengan para kudus yang menemukan sukacita dalam melayani Tuan mereka, Yesus Kristus.

DOA: Tuhan Yesus, Engkau adalah seorang hamba yang taat kepada Bapa-Mu melalui kasih yang sempurna. Tolonglah aku untuk mengenal dan mengalami kasih-Mu dalam doa-doa dan tindakan-tindakanku. Tuhan Yesus, jadikanlah hatiku seperti hati-Mu, agar melalui aku orang-orang lain dapat mengenal dan mengalami kasih-Mu. Amin.

67. PERUMPAMAAN TENTANG BENDAHARA YANG TIDAK JUJUR

Kemudian Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya. Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya: Apa ini yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungjawaban atas apa yang engkau kelola, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara. Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak kuat, mengemis aku malu. Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka. Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku? Jawab orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Terimalah surat hutangmu, duduklah dan tulislah segera: Lima puluh tempayan. Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Berapakah hutangmu? Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Terima surat hutangmu, dan tulislah: Delapan puluh pikul. Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya daripada anak-anak terang”               (Luk 16:1-8).

Bayangkanlah suatu situasi dalam dunia bisnis. Pak Bernard telah bekerja lebih dari sepuluh tahun lamanya dalam sebuah perusahaan kontraktor besar di bidang pelayanan pemeliharaan gedung kantor, pabrik dan gudang. Karirnya ini telah mampu membawanya sampai suatu posisi penting dalam perusahaan itu. Kepada Bernard sekarang dipercayakan kontrak-kontrak paling besar termasuk kewenangan dalam aspek keuangannya.

Karena suksesnya ini Bernard juga menjalani hidup yang nyaman dan rumahnya pun terletak di lokasi yang tergolong ‘elit’. Namun beberapa tahun kemudian ada gosip beredar yang menyebabkan atasannya mempertanyakan integritas Pak Bernard. Tidak lama kemudian Pak Bernard akan digeser dari kedudukannya dan digantikan oleh orang lain. Tidak ada banyak perusahaan yang mempunyai lowongan untuk jabatan senior seperti yang dipegang Pak Bernard, dan dia tidak mempunyai keterampilan teknis yang diperlukan untuk berhasil di bidang-bidang lain. Juga tidak mudahlah bagi keluarganya beradaptasi dengan suatu perubahan sedemikian. Dunia Pak Bernard pun menjadi berantakan. Apakah yang harus dilakukan oleh Pak Bernard dalam hal ini? Atasan Pak Bernard sudah siap untuk mengambil tindakan terhadap dirinya, dan waktunya tinggal sekitar satu minggu lagi. Pak Bernard harus bertindak cepat untuk menyelamatkan dirinya dari situasi kelabu yang sedang dihadapinya.

Hari ini, sekitar satu jam lagi Pak Bernard mempunyai business appointment dengan langganan terbesar perusahaannya untuk membahas jumlah hutang perusahaan langganan itu dan pembayarannya. Tiba-tiba dia mendapat ide: mengapa tidak memberikan keringanan yang berarti bagi langganannya itu dengan menetapkan fee yang lebih ringan, bukankah hal ini masih berada dalam kewenangannya? Memang dengan begitu perusahaannya memperoleh pendapatan yang relatif lebih kecil, namun bukankah dengan demikian Pak Bernard sudah mempunyai ‘pegangan’ seandainya dia  diberhentikan kerja tidak lama lagi? Karena ada yang ‘berhutang budi’!

Cerita ini pada hakekatnya merupakan pengulangan dari perumpamaan Yesus tentang bendahara yang tidak jujur. Dalam perumpamaan itu Yesus kembali (Luk 12:13-34) kepada pertanyaan tentang kekayaan dan mengajar para murid-Nya mengenai penggunaan uang.

Dari sudut etika, tidak diragukan lagi bahwa apa yang dilakukan oleh bendahara yang tidak jujur itu tidak dapat diterima, namun justru hal ini bukanlah fokus dari pengajaran Yesus. Yesus memuji sang bendahara karena dengan cerdik dia menilai keadaan yang dihadapinya dan mengambil tindakan dengan cepat guna memperoleh manfaat terbaik untuk masa depannya. Sebagai umat Kristiani kita mengetahui mengenai hidup kekal dan kebenaran-kebenaran yang seharusnya membentuk keputusan-keputusan kita di sini dan sekarang. Pada waktu kita harus bekerja untuk keselamatan kita di dunia, dapatkah kita – seperti si bendahara – melihat inti permasalahannya dengan kejernihan hati? Dapatkah kita mentuntaskan pekerjaan kita dengan tindakan-tindakan yang menentukan, sehingga menjamin posisi kita kelak di surga.

DOA: Tuhan Yesus, ajarlah aku untuk menggunakan uangku dengan bijaksana. Berikanlah kepadaku sebuah hati yang mampu menggunakan uangku dan waktuku untuk proyek-proyek yang akan memuliakan nama-Mu. Setiap hari tanamkanlah dalam diriku kepastian akan ‘takdir’ kekalku, dan berikanlah kepadaku suatu ketetapan hati agar mampu menjalani hidup di bumi ini dengan gambaran surga selalu di hadapanku. Amin.

68. PERUMPAMAAN TENTANG DOMBA DAN DIRHAM YANG HILANG

Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa, semuanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Lalu bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya, “Orang ini menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.” Lalu Ia menyampaikan perumpamaan ini kepada mereka, “Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? Kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab aku telah menemukan dombaku yang hilang itu. Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di surga karena satu orang bertobat, lebih daripada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.”

“Atau perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu dirham, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai ia menemukannya? Kalau ia telah menemukannya, ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab aku telah menemukan dirhamku yang hilang itu. Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat” (Luk 15:1-10).

Seorang ayah baru saja pulang ke rumahnya di sebuah desa yang terpencil. Pada saat dia pulang, rumah itu sedang terbakar dan tiga orang anaknya yang masih kecil-kecil terjebak di dalam rumah. Para tetangga yang tidak banyak jumlahnya itu, mengatakan bahwa sudah tidak ada harapan untuk menyelamatkan anak-anaknya. Namun demikian sang bapak keluarga ini – tanpa ragu-ragu – langsung masuk ke dalam kobaran api dan mencari anak-anaknya dari ruangan yang satu ke ruangan yang lain. Satu persatu berhasil diselamatkan olehnya.

Mengapa seseorang melakukan tindakan yang terasa begitu mengabaikan kehati-hatian, tanpa hitung-hitung, malah sembrono, seperti ditunjukkan oleh sang ayah dari tiga orang anak itu? Jawabnya cukup sederhana: Karena cinta! Cintakasih mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal yang tak terbayangkan. Cintakasih melindungi; cintakasih bertekun! Cintakasih berarti menanggung risiko ditolak, bahkan cidera pribadi juga, demi kebaikan orang-orang yang kita cintai. Dalam dua perumpamaan di atas, Yesus menunjukkan bagaimana Bapa surgawi berupaya secara luarbiasa untuk mencari dan menyelamatkan mereka yang hilang. Allah sampai mengutus Putera-Nya yang tunggal ke dunia (lihat Yoh 3:16-17) bahkan sampai menemui ajal di kayu salib. Semua ini agar manusia kembali ke rumah-Nya

Bagaimana kalau salah seorang anak yang kita cintai mulai menyeleweng dari iman Kristiani? Dalam hal ini, bayangkanlah dia sebagai seekor domba yang hilang atau sebuah dirham yang hilang. Bapa surgawi tahu bahwa anak itu ‘hilang’. Maka Dia pun langsung mencari anak yang hilang itu, tanpa hitung-hitung. Seperti sang ayah yang menerobos sebuah rumah yang sedang terbakar hebat, Allah pun tidak akan berhenti untuk mencari pribadi-pribadi yang kita cintai dan membawa mereka ke tempat yang aman. Sementara itu yang dapat kita lakukan adalah berdoa, berdoa dan berdoa. Sedapat mungkin, jadilah Yesus bagi dia. Bersahabatlah dengan dia, menjadi ‘telinga yang mendengarkan’ baginya, dan berilah dorongan-dorongan positif kepadanya, kasihilah mereka tanpa reserve. Bayangkanlah dia ditemukan oleh Bapa surgawi. Bayangkan juga pesta penuh sukacita yang diadakan di surgawi kalau mereka kembali kepada hidup iman semula. Santa Monika berdoa untuk anaknya, Augustinus, bertahun-tahun lamanya. Saya pun dapat merasakan bagaimana ibuku untuk bertahun-tahun lamanya tanpa banyak omong berdoa rosario (dan doa-doa lain) bagi diri dan keluarga saya ketika saya  cukup lama tidak ke gereja dan agama (Ilah) saya adalah kerja dan karir belaka. Santa Monika dan ibuku tidak pernah kehilangan harapan. Mereka terus berdoa untuk anak-anak mereka masing-masing sampai Yesus membawa mereka pulang.

DOA: Tuhan Yesus, pada hari ini aku membawa ke hadapan-Mu orang-orang ini yang telah ‘hilang’. [Sebutkanlah nama-nama orang yang kita kasihi secara spesifik]. Tuhan, meskipun aku tidak dapat melihat bagaimana Engkau akan berkarya dalam kehidupan orang-orang ini, aku tetap percaya bahwa Engkau mendengarkan doa-doaku dan akan menjawab doa-doa itu. Aku membayangkan orang-orang yang kukasihi ini duduk dalam meja perjamuan-Mu di surga, dan aku berjanji untuk mengasihi dan menjaga mereka sampai mereka kembali pulang kepada-Mu. Amin.

69. PERUMPAMAAN TENTANG ORANG-ORANG YANG BERDALIH

Mendengar itu berkatalah salah seorang yang sedang makan itu kepada Yesus, “Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah.” Tetapi Yesus berkata kepadanya, “Ada seseorang mengadakan perjamuan besar dan ia mengundang banyak orang. Menjelang perjamuan itu dimulai, ia menyuruh hambanya mengatakan kepada para undangan: Marilah, sebab segala sesuatu sudah siap. Tetapi mereka semua, satu demi satu, mulai meminta  maaf. Yang pertama berkata kepadanya: Aku telah membeli ladang dan harus pergi melihatnya, aku minta maaf. Yang lain berkata: Aku telah membeli lima pasang lembu dan harus pergi mencobanya; aku minta maaf. Yang lain lagi berkata: Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang. Lalu kembalilah hamba itu dan menyampaikan semuanya itu kepada tuannya. Tuan rumah itu pun murka dan berkata kepada hambanya: Pergilah dengan segera ke semua jalan dan lorong kota dan bawalah ke mari orang-orang miskin dan orang-orang buta dan orang-orang lumpuh. Kemudian hamba itu melaporkan: Tuan, apa yang tuan perintahkan itu sudah dilaksanakan, sekalipun demikian masih ada tempat. Lalu kata tuan itu kepada hambanya: Pergilah ke semua jalan dan lorong dan paksalah orang-orang yang ada di situ, masuk, supaya rumahku terisi penuh. Sebab Aku berkata kepadamu: Tidak ada seorang pun dari orang-orang yang telah diundang itu akan menikmati jamuan-Ku” (Luk 14:15-24).

Barbecue daging sapi muda sudah disiapkan, demikian pula kue-kue dan minuman anggur merah yang manis serta beraroma sedap. Kemudian berdatanganlah permohonan-permohonan maaf: “sudah ada business appointment yang tidak dapat dibatalkan”, “mau menikmati quality time bersama keluarga”, dan berbagai macam dalih lainnya. Alasan-alasan seperti ini menunjukkan bahwa perjamuan besar sang tuan bukanlah prioritas utama bagi orang-orang yang menerima undangannya. Mungkin faktor yang membuat mereka memandang perjamuan tersebut tidak sebagai prioritas utama adalah sang tuan pengundang itu sendiri, atau dapat juga hidangan yang disediakan. Yang jelas mereka tidak melihat adanya urgency untuk menghadiri undangan ke perjamuan itu. Mungkin juga mereka merasa undangan itu bernada sedikit memaksa, atau mungkin juga waktu perjamuan yang kurang cocok. Mungkin pada hari itu mereka mau santai-santai dan enggan berpakaian resmi-resmi. Apa pun alasannya, mereka menolak undangan dan kehilangan semuanya. Bayangkan berita yang tersebar tentang siapa yang akhirnya diundang ke perjamuan, dan betapa orang-orang tersebut sungguh menikmatinya!

Hal serupa dapat terjadi pada diri kita apabila kita mengabaikan undangan paling penting yang kita terima, tidak sekali, tetapi setiap hari. Setiap hari Bapa surgawi mengundang kita untuk datang kepada-Nya dan diberikan makan-minum oleh-Nya. Ia sungguh ingin bersama kita – suatu keintiman dengan sang Pencipta dan Penyelamat dunia. Agar tetap survive, tubuh kita membutuhkan makanan-minuman setiap hari. Demikian pula, roh kita membutuhkan makanan rohani yang hanya dapat kita terima lewat persekutuan dengan Allah dari hari ke hari. Betapa baiknya untuk menjadi haus dan lapar akan Allah! Karena semakin haus dan lapar kita, semakin banyak pula kita akan mencicipi kebaikan-Nya: menimba lebih banyak lagi kebenaran dari Kitab Suci, lebih banyak lagi hikmat-kebijaksanaan dari ‘sana’ yang memenuhi diri kita, hiburan-hiburan pada saat-saat kita sedang susah, dorongan-dorongan batin selagi kita mengembangkan berbagai talenta kita.

Apabila kita menyediakan waktu untuk sendiri bersama Allah, maka kita akan mulai melihat perbedaannya. Dalam berbagai situasi yang kita hadapi sepanjang hari, kita akan merasakan kehadiran dan kuasa-Nya di sekeliling kita. Setiap hari menjadi sebuah hari yang baru dan penuh dengan janji, karena sang Empunya segalanya telah menjadi Pribadi terdekat dan Pembimbing kita. Dia yang adalah Kasih ingin mengajar kita bagaimana mengasihi. Undangan apa lagi yang lebih penting daripada undangan Bapa surgawi kepada kita semua? Undangan-Nya harus dimasukkan ke dalam daftar prioritas kita: prioritas utama!

DOA: Bapa surgawi, terima kasih untuk undangan-Mu. Dengan sepenuh hati kuterima undangan dari-Mu itu. Aku tahu bahwa tidak ada sesuatu pun di atas muka bumi ini yang dapat dibandingkan dengan waktuku bersama-Mu. Amin.

70. PERUMPAMAAN TENTANG BIJI SESAWI DAN RAGI

Lalu kata Yesus, “Seumpama apakah hal Kerajaan Allah dan dengan apakah Aku akan mengumpamakannya? Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang diambil dan ditaburkan orang di kebunnya; biji itu tumbuh dan menjadi pohon dan burung-burung bersarang pada cabang-cabangnya.”  Ia berkata lagi, “Dengan apakah Aku akan mengumpamakan Kerajaan Allah? Kerajaan itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu sebanyak empat puluh liter sampai mengembang seluruhnya”      (Luk 13:18-21).

Apabila digunakan oleh seorang guru yang baik, maka perumpamaan-perumpamaan dapat menjadi sarana yang berguna untuk menghasilkan pemikiran dan refleksi.  Melalui gambaran yang kaya namun sederhana, sebuah perumpamaan menantang para pendengarnya untuk memahami sebuah pokok-masalah pada tingkat yang berbeda-beda. Yesus seringkali menggunakan perumpamaan-perumpamaan untuk memperluas pemahaman para murid-Nya tentang kerajaan Allah.

Setelah dalam beberapa bab/fasal menggambarkan kerajaan Allah dan arti dari jalan Kristiani, Lukas merangkum pokok-pokok ini dengan perumpamaan tentang biji sesawi dan ragi. Perumpamaan singkat ini mengikuti beberapa contoh meningkatnya perlawanan terhadap Yesus, termasuk penolakan orang-orang Samaria (Luk 9:51-53) dan permusuhan kaum Farisi yang semakin meningkat (Luk 11:53). Karena perlawanan ini, Yesus mengundang para murid-Nya untuk memandang kerajaan Allah dari suatu perspektif global: “Kerajaan itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung sebanyak empat puluh liter sampai mengembang seluruhnya” (Luk 13:18-21).

Gambaran ini mengingatkan kita kepada cara sederhana ketika mulai diumumkannya kerajaan Allah oleh seorang tukang kayu dari Nazaret yang tak dikenal, kepada sekelompok orang yang terdiri dari para nelayan dan orang-orang yang ‘biasa-biasa saja’, malah ada juga anggota gerakan ‘zeloti’ Galilea yang dikenal bergaris-keras. Namun demikian, dari awal yang sederhana-tak-berarti ini, pemerintahan Allah yang bersifat kekal-abadi masuk ke dalam dunia kita yang dibatasi ruang dan waktu. Kerajaan Allah akan berlanjut di dalam dunia ini sampai Yesus Kristus datang kembali dalam kemuliaan-Nya.

Yesus juga minta agar para murid-Nya menerapkan perumpamaan itu pada suatu tingkat personal. Kalau kita memandang dengan cara seperti ini, maka kita akan melihat bahwa hal-hal paling kecil sekalipun yang kita lakukan untuk membuat diri kita hadir bagi Allah dapat membuat dampak yang besar. Siapa yang pernah menyangka bahwa Santa Frances Xavier Cabrini yang sakit-sakitan, bersama-sama beberapa temannya, akan mendirikan sebuah kongregasi para biarawati (Missionary Sisters of the Sacred Heart) pada tahun 1880, yang kemudian bertumbuh menjadi besar dan banyak sekali menolong orang-orang miskin di rumah-rumah sakit serta panti-panti asuhan mereka di Amerika Serikat dan di seluruh dunia? Santa Fransiska Cabrini ini adalah warga negara Amerika pertama yang dikanonisasikan sebagai orang kudus (1946), hanya beberapa tahun setelah kematiannya di Chicago pada tahun 1917. Dia dilahirkan di Sant’Angelo di Lodi, Lombardy pada tahun 1850 dan dia adalah seorang anggota Ordo Ketiga sekular Santo Fransiskus, sebelum mendirikan kongregasi suster-suster tersebut di atas. Biara pertama mereka pun adalah bekas biara para Saudara Dina. Fransiska Cabrini berimigrasi ke Amerika Serikat dalam usianya yang masih muda. Allah menggunakan iman ‘biji sesawi’ dan ‘ragi’ perempuan sakit-sakitan ini untuk mencapai karya kasih yang begitu besar, indah dan agung. Yesus mengajarkan bahwa kerajaan Allah mulai secara kecil-kecilan dalam hati kita, namun dapat bertumbuh menjadi sesuatu yang dapat mentransformasikan dunia.

DOA: Ya Tuhan dan Allahku, engkau tidak menetapkan batasan-batasan bagaimana kerajaan-Mu akan bertumbuh-kembang. Melalui ketaatanku, semoga datanglah kerajaan-Mu dalam kehidupanku dan dalam diri mereka yang ada di sekelilingku. Amin.

71. ORANG KAYA YANG BODOH

Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus, “Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya, “Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?” Kata-Nya lagi kepada mereka, “Berjaga-jagalah dan waspadalah  terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung pada kekayaannya itu.” Kemudian Ia menyampaikan kepada mereka suatu perumpamaan, “Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan akan menyimpan di dalamnya semua gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, engkau memiliki banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau yang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil daripadamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah” (Luk 12:13-21).

Dalam perumpamaan tentang “Orang kaya yang bodoh”, Yesus menunjukkan bahwa hidup sejati bukan berarti memiliki harta milik dengan berkelimpahan, akan tetapi kaya di mata Allah. Santo Paulus juga menunjukkan hal yang sama ketika dia berkata: “Pikirkanlah hal-hal yang di atas, bukan yang di bumi” (Kol 3:2).

Cinta akan harta milik duniawi – dan hasrat yang tak kunjung henti untuk memperoleh lebih banyak lagi harta duniawi – hanya akan merugikan dalam jangka panjang. Yesus tahu bahwa semakin jelas kita memahami siapa kita ini sebenarnya dan mengapa kita ada di sini, semakin penuh pula kita akan mencari harta hidup surgawi bersama Dia. Orang kaya dalam perumpamaan Yesus di atas terlambat belajar bahwa kepemilikan harta duniawi tidak akan pernah mampu memberikan hidup sejati. Tentu saja, harta milik duniawi kita adalah anugerah dari Allah – berbagai sumber daya untuk mana Dia menginginkan kita menjadi pengurus yang baik. Kalau Allah memberkati kita dengan barang-barang duniawi secara berkelimpahan, kita harus bersyukur kepada-Nya dan berupaya untuk menggunakan semua itu dengan cara terbaik dalam melayani-Nya dan orang-orang lain. Selagi kita belajar menjadi “kaya di hadapan Allah”[1] dengan cara ini (Luk 12:21), hati kita pun dapat menjadi lebih terbuka bagi kasih Yesus dan kita pun dapat dipenuhi dengan harta kekayaan kerajaan Allah.

Harta kekayaan yang paling agung yang dapat kita terima adalah anugerah Roh Kudus, karena Roh Kuduslah yang memimpin kita kepada kekayaan kerajaan Allah. Melalui Roh Kudus, kita dapat belajar bagaimana menempatkan kasih akan Allah dan kasih akan sesama lebih dahulu dari cinta-diri dan keuntungan-keuntungan duniawi. Roh Kudus dapat mengajar kita untuk pertama-tama mencari kerajaan Allah dan mempercayai bahwa Bapa surgawi yang penuh kasih akan menyediakan bagi kita segalanya yang kita perlukan di dunia ini (Mat 6:33). Ada tiga hal yang sungguh bertahan lama, yaitu iman, harapan dan kasih (1Kor 13:13). Apabila kita dipenuhi dengan anugerah-anugerah Allah yang tak ternilai harganya ini, maka pasti kita tak akan kekurangan sesuatu pun.

DOA: Roh Kudus Allah, datanglah memasuki hidup kami dengan lebih penuh lagi; ajarlah kami untuk menghargai kekayaan kerajaan Allah dan kemudian memilikinya. Tolonglah kami untuk mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan orang-orang lain, sebelum kebutuhan-kebutuhan kami sendiri. Jagalah kami agar  selalu memusatkan perhatian kami pada hal-hal yang di atas, bukan hal-hal dunia ini. Amin.

72. MINTALAH, CARILAH, KETUKLAH!!!

Lalu kata-Nya kepada mereka, “Jika seorang di antara kamu mempunyai seorang sahabat dan pada tengah malam pergi kepadanya dan berkata kepadanya: Sahabat, pinjamkanlah kepadaku tiga roti, sebab seorang sahabatku yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan kepadanya; masakan ia yang di dalam rumah itu akan menjawab: Jangan mengganggu aku, pintu sudah tertutup dan aku serta anak-anakku sudah tidur; aku tidak dapat bangun dan memberikannya kepadamu. Aku berkata kepadamu: Sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena orang itu adalah sahabatnya, namun karena sikapnya yang tidak malu itu, ia akan bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya. Karena itu, Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetuk, baginya pintu dibukakan. Bapak manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan, akan memberikan ular kepada anaknya itu sebagai ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya  kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di surga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Luk 11:5-13).

Perumpamaan Yesus tentang sahabat yang tekun ini menunjukkan kepada kita betapa Dia berkeinginan untuk menjawab doa-doa kita. Kita adalah anak-anak Allah, dan seperti orangtua mana saja yang baik, Bapa surgawi mau memberikan kepada kita. Apabila kita dengan rendah hati mengikuti Tuhan Yesus, Dia akan memberikan kepada kita segalanya yang kita minta dalam nama-Nya. Hati yang rendah dan penuh ketekunanlah yang mengenal hiburan Tuhan.

Ketika Abraham berdoa syafaat untuk Sodom (lihat Kej 18:20-32), dia cukup rendah hati untuk mengetahui bahwa hanya Allah sajalah yang dapat menyelamatkan orang-orang di Sodom itu. Dia tahu bahwa situasi mereka sudah sangat susah. Dia tidak tahan lagi melihat mereka dihukum, maka dia pun memanjatkan doa permohonan kepada Allah bagi orang-orang itu. Hati yang rendah dan penuh semangat seperti hati Abraham menyenangkan Allah.  Karena doa syafaat Abraham yang tekun itu, maka sepupunya Lot dan dua orang anak perempuannya dibebaskan dari penghakiman yang ditimpakan atas penduduk Sodom. Bayangkan sekarang, apa yang akan terjadi apabila kita berdoa kepada Bapa surgawi dalam nama Yesus!

Yesus berkata kepada para murid-Nya, “… jika kamu … tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di surga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya”  (Luk 11:13). Selagi kita memasuki hadirat Tuhan dalam doa, kita mendapat kesempatan untuk mengatakan: “Tuhan, aku tahu bahwa aku tidak mempunyai semuanya yang kubutuhkan untuk menyenangkan-Mu hari ini. Aku membutuhkan rahmat-Mu. Aku perlu menerima hidup dari-Mu. Penuhilah aku dengan Roh-Mu.” Kemudian, dipenuhi dengan rahmat, kita pun dapat bergerak terus dengan berdoa bagi orang-orang lain – sesempurna seperti yang telah dilakukan oleh Abraham.

Marilah kita sekarang berseru kepada Allah agar dia memberkati setiap orang di muka bumi ini. Marilah kita berdoa agar semua orang dapat mengenal Tuhan Yesus. Selagi kita membuka diri kita bagi Roh Kudus, Ia akan mengajar kita bagaimana berdoa. Dia akan mengajar kita untuk menjadi seperti sang sahabat yang penuh ketekunan itu, yang tak pernah malu dan kendur-semangat mengajukan permintaan-permintaannya di hadapan Dia yang dapat memenuhi segala kebutuhan kita.

DOA: Bapa surgawi, berikanlah kepada kami hati yang merindukan berkat-berkat-Mu atas segala sesuatu. Curahkanlah Roh-Mu ke atas bangsa-bangsa, ya Tuhan, sehingga semua orang dapat mengenal Engkau dan hidup untuk-Mu. Amin.

73. PERUMPAMAAN TENTANG DUA ORANG ANAK

 “Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. Jawab anak itu: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal dan pergi. Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Anak itu menjawab: Baik, Bapa, tetapi ia tidak pergi. Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?” Jawab mereka, “Yang pertama.” Kata Yesus kepada mereka, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan pelacur akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan pelacur percaya kepadanya. Meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya” (Mat 21:28-32).

Bacaan pertama: Zef 3:1-2.9-13.

Yesus suka memberi pengajaran dengan merujuk kepada rupa-rupa karakter yang dimiliki manusia. Perumpamaan tentang dua orang anak ini menunjukkan bagaimana Yesus sungguh memahami manusia. Ada anak-anak yang mengatakan bahwa mereka taat serta patuh terhadap perintah-perintah orangtua mereka, namun mereka tetap saja melakukan apa saja yang mereka inginkan sendiri. Di lain pihak ada juga anak-anak yang menggerutu ketika diperintahkan sesuatu oleh orangtua mereka, namun mereka melakukan juga apa yang diinginkan orangtua mereka.

Yesus menceritakan perumpamaan ini untuk membenarkan orang-orang yang dipandang hina oleh para pemuka agama pada zaman-Nya. Orang-orang ini menolak kehendak Allah pada awalnya, namun kemudian bertobat dan hidup mereka benar di mata Allah. Di sisi lain para pemuka agama itu, berkhotbah serta mengajar orang-orang untuk mengikuti hukum Allah, namun pada kenyataannya membuat diri mereka sendiri HUKUM, yang harus diikuti oleh orang-orang. Yesus mengajarkan bahwa ketaatan serta kepatuhan kepada kehendak Allah bukanlah sekadar dalam ucapan kata-kata, melainkan harus diwujudkan dalam perbuatan. Yesus memahami kita dan Ia tahu betapa sulit bagi kita untuk membuang egosentrisme serta egoisme dari diri kita, agar mampu merangkul sepenuhnya kehendak Allah. Namun demikian, Yesus menghendaki lebih dari sekadar ucapan kata-kata dari kita masing-masing. Dalam ‘Doa Bapa Kami’ kita memang mengatakan, “Terjadilah kehendak-Mu, di bumi seperti di surga”, akan tetapi setelah mengucapkannya kita juga harus meneladan Yesus dalam arti sesungguhnya. Menjelang sengsara dan kematian-Nya Dia mengajar para murid-Nya: “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. …… Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang Kuperbuat kepadamu” (Yoh 13:13.15).

Meskipun Yesus memiliki kodrat ilahi, Dia juga memiliki kodrat insani. Dia menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa (bdk. Ibr 4:15) dan ketaatan-Nya sebagai manusia terhadap kehendak Bapa-Nya membawa-Nya kepada kematian di kayu salib. Apakah hal ini mudah bagi Yesus. Tentu saja tidak!!!  Pada waktu Dia menderita di taman Getsemani pada malam hari sebelum kematian-Nya, Yesus seperti anak yang mengatakan, “Aku tidak mau” dalam perumpamaan di atas. Akan tetapi dari doa-Nya Yesus menemukan kekuatan untuk mengatakan kepada Bapa, “Ya Abba, ya Bapa, segala sesuatu mungkin bagi-Mu, ambillah cawan ini dari hadapan-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki” (Mrk 14:36). Kita semua tahu bahwa Yesus taat sampai titik terakhir, seperti ditulis oleh Santo Paulus: “… dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Flp 2:8).

Nabi Zefanya hidup pada zaman penuh dekadensi sekitar abad ke-7 SM. Pada masa itu kota Yerusalem telah memberontak melawan Allah, dan telah melakukan penyembahan kepada ilah-ilah. Selagi orang-orang meninggalkan Allah, mereka pun menjadi berdosa karena terlibat dalam ketidakadilan sosial yang serius. Kepada kota yang sudah murtad ini nabi Zefanya mengumumkan akan adanya penghakiman yang tidak dapat dihindari. Namun gambarannya tidak seluruhnya gelap. YHWH berjanji bahwa Dia akan memelihara sekelompok sisa-sisa Israel yang suci yang akan tetap setia kepada-Nya (lihat Zef 3:12-13). Kita merenungkan nubuatan ini dalam masa Adven karena melalui sisa Israel ini lahirlah Sang Juruselamat di tengah-tengah umat manusia. Sisa Israel yang suci ini adalah satu mata-rantai manusia yang memimpin kepada kedatangan Kristus yang pertama. Apakah masyarakat kita sekarang tidak berada dalam kegelapan juga seperti Yerusalem sekitar 2.000 tahun lalu? Tidak sedikit anggota masyarakat yang dalam hidup sehari-harinya menyembah ‘berhala-berhala’ dalam rupa kekuasaan dan uang; mereka mendewa-dewakan harta-kekayaan,  individualisme, konsumerisme dan lain-lain ‘is-me’ yang sudah kita ketahui, yang semuanya mengakibatkan ketidak-adilan sosial dalam berbagai bentuknya. Kalau kita sungguh mengasihi Allah, maka kita tidak pernah dapat mengabaikan orang-orang lain, terutama mereka yang miskin dan tersisihkan. Sebagai umat Kristiani, kita dipanggil untuk menghayati hidup yang penuh kasih tanpa pamrih, bukan sebagai orang-orang yang sehari-harinya dipenuhi kegiatan untuk memuaskan diri belaka. Sekarang pun Allah memanggil kita untuk menjadi sisa-sisa suci dari Israel yang baru. Kita juga diundang menjadi salah satu mata-rantai yang akan membawa kepada hari kedatangan Kristus kelak untuk mendirikan kerajaan-Nya yang bercirikan keadilan, kasih dan damai-sejahtera.

DOA: Tuhan Yesus, kami sungguh menyesali dosa-dosa kami karena segala ketidak-taatan kami kepada-Mu. Berikanlah kepada kami rahmat untuk menghayati suatu kehidupan Kristiani yang otentik, yang memberikan kemuliaan kepada nama-Mu. Amin.

 

Jaminsen

Welcome, TO BE LIKE JESUS

Post a Comment

Previous Post Next Post