Adam kehilangan
kemuliaan Allah setelah jatuh dalam dosa, bukan berarti dia menjadi bejat sama seperti binatang, namun masih memiliki
kemuliaan manusia yang bisa berbuat baik menurut standar manusia/umum, namun
Allah menginginkan atau merancang manusia memiliki standar moral Allah, untuk
itulah manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (kej 1:26).
Adam
diberi tanggung jawab untuk meresponi panggilan Allah untuk berkodrat
Ilahi yaitu keserupaan dengan
Allah di
dalam dirinya dengan taat kepada
didikan Allah.
Buah dari pohon Kehidupan dan buah dari pohon Pengetahuan tentang yang baik dan
jahat, sebenarnya hanya figuratif atau bukan arti harafiah. Manusia harus memilih
pikirannya diisi oleh kebenaran dari Allah yang digambarkan dengan pohon
Kehidupan, atau filosofi yang berasal si jahat yang digambarkan dengan pohon
Pengetahuan tentang yang baik dan jahat. Ternyata manusia lebih mengkonsumsi
filosofi dari si jahat, sehingga manusia gagal mencapai keserupaan dengan
Allah. Hal ini sama dengan tidak mencapai berkeadaan sebagai berkodrat Ilahi.
Kodrat Ilahi inilah yang dimaksud dengan kemuliaan Allah yang harus dicapai
oleh Adam.
Ketika
manusia
jatuh dalam dosa, hal inilah membuat manusia
telah kehilangan kemuliaan Allah; sebenarnya maksudnya adalah bahwa manusia
gagal untuk mencapai kodrat Ilahi. Keadaan manusia tidak mulia seperti
rancangan Allah semula (Kej. 1:26). Kata
“kehilangan” bisa membangun asumsi yang salah, seakan-akan manusia pernah
mencapai kemuliaan Allah tersebut, padahal belum. Sebenarnya manusia
telah gagal mencapai kemuliaan Allah, yang
hilang adalah kesempatan untuk meraih kemuliaan Allah atau kesempatan
untuk berkeadaan sebagai berkodrat Ilahi.
Manusia memiliki Kemuliaan berkurang
atau tidak penuh/lengkap
seperti yang dikehendaki oleh Allah. Dalam
teks bahasa Yunani kata “kehilangan” atau berkurang ini adalah yustereo (ὑστερέω)
(Rm. 3:23). Gambar Allah merupakan sesuatu yang interen di dalam diri manusia,
yaitu sesuatu yang tidak dapat dilepaskan dari diri manusia. Itulah sebabnya walaupun manusia sudah
jatuh dalam dosa, tidak dinyatakan bahwa gambar Allah (tselem) telah hilang
sama sekali, tetapi berkurang kualitasnya seperti yang Allah kehendaki.
Ini yang disebut kehilangan kemuliaan Allah. Dalam Kejadian 9:6, Alkitab mencatat
bahwa siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh
manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya. Dalam teks aslinya
(Kej. 9:6) kata “gambar” adalah “tselem”
(צַלְמֵ֖).
Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun manusia telah jatuh dalam dosa tetapi
manusia tetap masih memiliki komponen yang juga ada pada Allah.
Komponen-komponen itu tidak hilang yaitu pikiran, perasaan dan kehendak. Tetapi
komponen komponen
tersebut tidak bisa berkeadaan serupa (demuth) dengan Allah atau manusia
gagal berkodrat Ilahi.
Untuk memperjelas
uraian di atas perlu diamati Kejadian 5:3 yang tertulis: Setelah Adam hidup
seratus tiga puluh tahun, ia memperanakkan seorang laki-laki menurut rupa dan
gambarnya, lalu memberi nama Set kepadanya. Kata rupa dan gambar dalam teks
aslinya (Kej. 5:3) adalah tselem dan demuth (צַלְמֵ֖
דְמוּתֵּ֑).
Set memiliki rupa dan gambar Adam
bukan, bukan rupa dan gambar Allah. Hal ini hendak menunjukkan bahwa
anak yang dilahirkan oleh Adam segambar dengan “diri Adam”, sama kualitasnya
dengan Adam yang
sudah jatuh dalam dosa. Tselem dan demuth-nya sama dengan Adam, yaitu kualitas
manusia yang telah jatuh dalam dosa yang tidak bisa lagi bertumbuh atau
berkembang mencapai kualitas tselem dan demuth
seperti yang dikehendaki oleh Allah. Inilah yang dimaksud Alkitab bahwa semua
manusia telah “terjual di bawah kuasa dosa”. Manusia berkeadaan berkodrat dosa.
Sejak
manusia berdosa, maka kemuliaan Allah telah hilang, artinya manusia tidak mampu mencapai standar kesucian Allah. Adam tidak mampu
mencapai kesucian Allah sebab telah keluar dari hadirat Allah sehingga Roh
Allah tidak bisa lagi berdiam dalam dirinya sebab telah menjadi seteru Allah dan
hidup dalam daging.
Walaupun
demikian, manusia masih memiliki kemuliaan
manusia. Manusia masih bisa menjadi manusia yang beradab yang jauh lebih mulia
dari hewan. Pengertian ini penting, sebab dalam proses keselamatan, gambar
Allah yang rusak ini dipulihkan kembali (Lat. restituio imaginis Dei). Pikiran,
perasaan dan kehendak manusia yang rusak atau cacat diberi kemampuan untuk
dipulihkan atau diproses menjadi seperti demuth Allah atau berkualitas seperti
kualitas yang Allah kehendaki.
Oleh
karena kejatuhannya, manusia telah menjadi manusia yang kehilangan kemuliaan
Allah, artinya gambar Allah telah rusak (Rm. 3:23). Kata berdosa dalam teks tersebut
adalah hamartia (ἁμαρτάνω),
yang artinya meleset, melukai hati dan hilangnya tanda. Ini berarti manusia
telah menyimpang atau meleset dari kehendak Allah. Gambar Allah yang rusak
mengakibatkan manusia tidak mampu mencapai kesucian Allah. Hal ini melukai hati
Allah, sebab manusia tidak mampu melakukan sesuatu yang tepat seperti yang
dikehendaki oleh Allah. Padahal, inilah maksud tujuan manusia diciptakan.
Kejatuhan manusia membuat manusia kehilangan “tanda”. Tanda ini bisa menunjuk
kepada kodrat Ilahi atau keberadaan dimana manusia bisa mengambil bagian dalam
kekudusan Allah atau mengenakan kodrat Ilahi.
Akibat kejatuhannya,
komponen-komponen yang dimiliki manusia tidak lagi digunakan untuk melakukan
kehendak Allah yaitu untuk kesenangan dan kepuasan-Nya
tetapi untuk apa yang dirasakan menyenangkan dan memuaskan diri sendiri. Ini
berarti manusia tidak lagi melayani dan mengabdi kepada Tuhan secara benar.
Pada dasarnya, dosa membuat manusia membuka peluang untuk
menjadikan dirinya sendiri sebagai tuan atau majikan. Karakter
manusia menjadi rusak, tidak segambar lagi dengan Allah. Manusia terkunci dalam
kondisi tidak mampu mencapai kesucian Tuhan atau mendapat bagian dalam kodrat Ilahi.
Keselamatan
dalam Yesus Kristus dimaksudkan agar karakter manusia yang rusak dapat
diperbaiki kembali. Inilah proses pemulihan gambar Allah. Dalam
proses keselamatan, Tuhan bukan hanya menyelamatkan jiwa
dan roh dari neraka, tetapi juga karakter atau watak manusia.
Jika seseorang mengalami proses keselamatan (proses penyempurnaan), maka hal itu nyata dalam perubahan karakter atau watak secara bertahap dan terus menerus sampai kembali serupa dengan Allah sejak masih di dunia. Dalam hal ini Tuhan Yesus adalah modelnya.