KRISTOLOGI

 


Filipi 4:7 
Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.

A. TRITUNGGAL ADALAH KEKAL DAN TIDAK BISA BERUBAH

1. Tritunggal adalah Kekal dan Tidak Berubah

Hakikat Allah dalam Tritunggal (Bapa, Anak/Firman, dan Roh Kudus) tidak pernah berubah. Allah tidak bisa berubah dalam keberadaan, esensi, atau natur-Nya (Mal. 3:6; Yak. 1:17). Jadi, keberadaan Trinitas tetap sama bahkan ketika Sang Firman menjadi manusia.

2. Yang Berubah adalah Ekspresi/Peran dalam Ekonomi Keselamatan

Walaupun esensi Trinitas tidak berubah, “ekonomi” (cara kerja, peran dalam sejarah keselamatan) memang tampak berbeda ketika Firman menjadi manusia:

  • Bapa: Mengutus Anak ke dunia (Yoh. 3:16).
  • Anak/Firman: Mengosongkan diri, mengambil rupa hamba, menjadi manusia (Flp. 2:6–7).
  • Roh Kudus: Mengandung dalam rahim Maria (Luk. 1:35), mengurapi Yesus (Mat. 3:16), dan menyertai pelayanan-Nya.

Artinya, koordinasi karya Tritunggal dalam sejarah keselamatan tampil dalam bentuk baru, tetapi bukan perubahan hakikat.

3. Pengosongan Diri (Kenosis) Bukan Kehilangan Keallahan

Ketika Firman “mengosongkan diri” (Flp. 2:7), Ia tidak berhenti menjadi Allah. Yang “dikosongkan” adalah hak dan kemuliaan-Nya, bukan natur ilahi-Nya.
Ia menerima keterbatasan manusiawi tanpa berhenti menjadi Allah.

4. Jadi, Apakah Konfigurasi Kerja Tritunggal Berubah?

  • Tidak dalam hakikat internal (immanent Trinity) → relasi Bapa, Anak, dan Roh Kudus kekal dan tetap sama.
  • Ya dalam ekonomi/pekerjaan keselamatan (economic Trinity) → karena Firman yang kekal kini hadir dalam sejarah sebagai manusia, karya Tritunggal tampil dalam bentuk baru (Inkarnasi, penebusan, kebangkitan).

RINGKASNYA:

Tritunggal tidak berubah dalam natur-Nya, tetapi dalam sejarah keselamatan terjadi manifestasi baru dari karya Tritunggal melalui inkarnasi.


1. Tritunggal Imanen (dalam diri Allah sendiri) Tetap Sama

Relasi kekal Bapa, Anak, dan Roh Kudus tidak pernah berubah.

  • BAPA tetap menjadi sumber/asal ilahi.
  • ANAK tetap keluar dari Bapa (Yoh 1:18).
  • ROH KUDUS tetap “berasal dari” (proceed) Bapa (dan juga Anak, menurut tradisi Barat).

Inkarnasi tidak mengubah relasi internal ini.


2. Tritunggal Ekonomis (dalam karya keselamatan) Menampakkan Diri Baru

Ketika Firman menjadi manusia, pola peran (fungsi) Tritunggal terlihat dalam sejarah:

  • Bapa: merencanakan dan mengutus.
  • Anak/Firman: taat, turun, mengambil rupa manusia, hidup dalam ketaatan sampai mati di salib.
  • Roh Kudus: menopang Anak dalam kemanusiaan-Nya — mulai dari konsepsi, pelayanan, sampai kebangkitan (Rm. 8:11).

Jadi yang berubah bukan natur Allah, melainkan cara Allah menyatakan diri-Nya dalam sejarah keselamatan.


3. Kenosis sebagai Pintu Perubahan Ekspresi

Pengosongan diri Firman (Flp 2:6–8):

  • Ia tidak menanggalkan keilahian, tetapi “menahan” hak istimewa ilahinya agar sungguh bisa hidup sebagai manusia yang bergantung pada Bapa dan Roh.
  • Karena itu, Yesus bisa berkata, “Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri” (Yoh 5:19).
    👉 Inilah puncak “ekonomi” Tritunggal — Anak hidup sebagai manusia sepenuhnya, dalam ketaatan, oleh kuasa Roh Kudus, sesuai rencana Bapa.

4. Setelah Inkarnasi, Ada Dimensi Baru

Sebelum inkarnasi, Firman ada sebagai Allah kekal. Sesudah inkarnasi, Ia selamanya adalah Allah-manusia (theanthropos).
Artinya:

  • BAPA kini berhubungan dengan Anak yang memiliki natur manusia.
  • ROH KUDUS bekerja bukan hanya di dunia, tapi juga di dalam kemanusiaan Anak.
  • ANAK membawa kemanusiaan ke dalam persekutuan Tritunggal.

Itu sebabnya penebusan bukan sekadar “peristiwa sementara”, melainkan perubahan permanen dalam sejarah relasi Allah dengan ciptaan.


Jadi, kalau disimpulkan:

  • Natur Tritunggal kekal dan tak berubah.
  • Konfigurasi kerja (ekonomi keselamatan) memang tampil berbeda sejak Firman menjadi manusia, karena ada penambahan dimensi: kemanusiaan Anak ikut masuk dalam drama ilahi.

B. MISTERI INKARNASI SANG FIRMAN MENJADI MANUSIA

Misteri Kristologi: bagaimana dalam satu pribadi Yesus Kristus terdapat dua natur—ilahi dan manusiawi tanpa tercampur, tanpa berubah, tanpa terbagi, dan tanpa terpisah (rumusan Konsili Khalkedon, 451 M).

Mari kita uraikan:


1. Natur manusia Yesus

  • Sebagai manusia sejati, Yesus memiliki tubuh, jiwa, kehendak, dan roh manusiawi.
  • Karena itu, ia berdoa, menyembah, dan bergantung kepada Allah Bapa.
  • Contoh: Yesus berdoa di Getsemani (Mat 26:39), beribadah di sinagoga (Luk 4:16), dan berkata “Aku naik kepada Bapaku dan Bapamu, kepada Allahku dan Allahmu” (Yoh 20:17).
    ➡️ Di sini jelas bahwa natur manusia-Nya sungguh hidup dalam relasi penyembahan kepada Allah.

2. Natur ilahi Yesus

  • Sebagai Firman Allah kekal, Ia adalah objek penyembahan segala ciptaan.
  • Para murid menyembah-Nya (Mat 28:17), orang buta yang disembuhkan pun menyembah-Nya (Yoh 9:38).
  • Dalam Wahyu, Anak Domba menerima penyembahan bersama Allah (Why 5:12–14).
    ➡️ Di sini Yesus bukan penyembah, melainkan yang disembah.

3. Kesatuan dalam satu pribadi

  • Kedua natur ini tidak berjalan sendiri-sendiri seperti dua pribadi terpisah, tetapi bersatu dalam satu pribadi Kristus (union hypostatik).
  • Artinya: ketika natur manusia Yesus berdoa kepada Bapa, itu tetap doa dari pribadi Yesus yang satu.
  • Demikian juga, ketika natur ilahi-Nya menerima penyembahan, yang menerima adalah pribadi Yesus yang sama.

4. Misteri penyembahan dalam Yesus

  • Sebagai manusia → Ia menunjukkan kepada kita cara yang benar untuk menyembah Allah.
  • Sebagai Allah → Ia sendiri layak menerima penyembahan.
  • Tidak kontradiksi, sebab penyembahan manusia Yesus kepada Bapa tidak ditujukan kepada diri-Nya sendiri, melainkan kepada Pribadi Bapa. Sementara penyembahan umat beriman kepada Yesus ditujukan kepada Pribadi yang sama, yang adalah Firman Allah.

Jadi dalam diri Yesus, yang sama bisa menyembah Allah (dalam natur manusia-Nya) dan menerima penyembahan (dalam natur ilahi-Nya), karena keduanya bersatu dalam satu pribadi Kristus.

Diagram sederhana untuk memperlihatkan bagaimana “arus penyembahan” ini terjadi antara Yesus sebagai manusia, sebagai Allah, dan umat manusia?

skema sederhana supaya jelas bagaimana dalam satu pribadi Yesus terjadi “arus penyembahan”:


Skema Arus Penyembahan dalam Kristus

1. Natur Manusia Yesus → Allah Bapa

  • Sebagai manusia sejati:
    • Ia berdoa (Luk 6:12)
    • Ia menyembah (Yoh 4:22 – Yesus mengajarkan penyembahan kepada Bapa)
    • Ia taat (Fil 2:8)
      ➡️ Arah: dari natur manusia Yesus, penyembahan naik kepada Allah Bapa.

2. Umat Manusia → Yesus (Natur Ilahi)

  • Murid-murid menyembah Yesus (Mat 28:17).
  • Yesus menerima pengakuan “Tuhanku dan Allahku” dari Tomas (Yoh 20:28).
  • Dalam Wahyu, Anak Domba disembah bersama Bapa (Why 5:13).
    ➡️ Arah: manusia menyembah Yesus sebagai Allah.

3. Kesatuan dalam 1 Pribadi

  • Pribadi Yesus yang satu adalah subjek kedua dari Tritunggal (Sang Firman/Anak).
  • Dalam pribadi itu:
    • Natur manusia → tetap berfungsi secara manusiawi (berdoa, menyembah, taat).
    • Natur ilahi → tetap berfungsi secara ilahi (menerima sembah, memberi hidup kekal).
  • Tidak ada kontradiksi, karena yang “menyembah” dan yang “disembah” tidak terjadi dalam lingkaran diri sendiri, melainkan dalam relasi:
    • Natur manusia Yesus berelasi dengan Allah Bapa.
    • Natur ilahi Yesus menerima relasi penyembahan dari ciptaan.

Dengan kata lain:

  • Yesus menyembah Allah sebagai manusia → teladan kita.
  • Yesus disembah sebagai Allah → objek iman kita.
  • Keduanya utuh, karena Yesus bukan dua pribadi, melainkan satu pribadi dengan dua natur.

Diagram visual (flow chart) dengan panah-panah supaya makin gampang dipahami?


Diagram Arus Penyembahan

          (1) Natur Manusia Yesus
                    │
                    │ doa, taat, sembah
                    ▼
             Allah Bapa (Tritunggal)

───────────────────────────────────────

          (2) Umat manusia
                    │
                    │ menyembah
                    ▼
          Yesus Kristus (Natur Ilahi)

───────────────────────────────────────

       ➜ Keduanya bersatu dalam 1 Pribadi
       ➜ Bukan dua pribadi terpisah
       ➜ Tetapi satu Yesus Kristus:
            ✅ Sebagai manusia→ menyembah Bapa
            ✅ Sebagai Allah → menerima sembah

Kunci utamanya:

  • Yesus tidak menyembah diri-Nya sendiri. Natur manusia-Nya berelasi dengan Bapa.
  • Umat menyembah Yesus karena Dia adalah Firman Allah yang ilahi.
  • Semua itu tidak kontradiksi, karena kedua natur berada dalam satu pribadi Kristus.

Analogi sederhana (misalnya cermin atau peran ganda) supaya misteri ini lebih mudah dibayangkan dalam kehidupan sehari-hari, tanpa kehilangan kedalaman teologinya?


1. Yesus berkata: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat 27:46; Mrk 15:34)

Kalimat ini menggemakan Mazmur 22, doa seorang yang benar yang menderita, tetapi akhirnya ditolong dan dimuliakan oleh Allah. Jadi, bukan hanya seruan keputusasaan, tetapi doa iman dari Anak kepada Bapa di tengah penderitaan terdalam.


2. Apakah Bapa benar-benar meninggalkan Anak?

  • Tidak dalam hakikat Tritunggal: Relasi ilahi Bapa dan Anak tidak mungkin terputus, sebab itu relasi kekal. Allah tidak bisa memutuskan diri-Nya sendiri.
  • Ya dalam pengalaman manusiawi Yesus: Dalam daging, Yesus sungguh mengalami kegelapan salib, beban dosa dunia, murka Allah terhadap dosa. Di situlah Ia merasa “ditinggalkan”.

Dengan kata lain, relasi ilahi tidak berubah, tetapi kesadaran dan pengalaman manusia Yesus merasakan keterpisahan demi menggantikan posisi manusia berdosa.


3. Misteri Substitusi (Penggantian)

  • Paulus berkata: “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita” (2Kor 5:21).
  • Artinya: di salib, Yesus masuk ke tempat kita yang seharusnya ditinggalkan Allah, sehingga kita boleh menerima persekutuan dengan Allah.

Jadi “ditinggalkan” itu adalah realitas yuridis & eksistensial dalam kemanusiaan Yesus, bukan pemutusan hakikat Tritunggal.


4. Sementara atau Permanen?

  • Sementara dalam pengalaman Yesus: hanya saat salib Ia merasakan keterpisahan.
  • Tidak permanen: pada kebangkitan, relasi kemanusiaan Yesus dipulihkan penuh dengan kemuliaan, bahkan Ia dimuliakan lebih tinggi (Flp 2:9–11).

5. Ringkasan

  • Natur Tritunggal tidak pernah pecah.
  • Ekspresi ekonomi keselamatan: Anak sungguh masuk ke dalam penderitaan dosa manusia, sampai mengalami “ditinggalkan”.
  • Makna bagi kita: karena Kristus mengalami keterpisahan itu, kita dijamin tidak akan pernah ditinggalkan (Ibr 13:5).

Mau saya lanjutkan dengan analogi sederhana supaya lebih gampang dibayangkan, bagaimana “ditinggalkan” itu nyata dalam pengalaman Yesus tapi tidak memutuskan Tritunggal?

Nah, ini inti persoalan teologis yang sejak abad-abad awal digumulkan gereja. Mari kita teliti dengan hati-hati supaya tidak jatuh ke dua jurang: seolah Yesus “terpisah dua pribadi” atau seolah “Tritunggal pecah”.


1. Kristus adalah Satu Pribadi dengan Dua Natur

  • Konsili Khalsedon (451) merumuskan: Yesus Kristus adalah satu pribadi (hypostasis), dengan dua natur: sungguh Allah dan sungguh manusia.
  • Dua natur itu tidak tercampur, tidak terpisah, tidak berubah, tidak terpisahkan.

Artinya:
Tidak pernah ada momen di mana keilahian Yesus “pergi meninggalkan” kemanusiaan-Nya. Satu pribadi tetap utuh.


2. Apa yang Terjadi di Salib?

  • Yesus sebagai manusia benar-benar memikul dosa. Ia merasakan murka Allah, kegelapan, keterpisahan, seolah Bapa meninggalkan Dia.
  • Yesus sebagai Allah tetap kudus, tetap satu dengan Bapa dan Roh Kudus.

Jadi, yang “ditinggalkan” bukanlah keilahian atau pribadi Anak, melainkan kemanusiaan Yesus mengalami kondisi manusia berdosa di hadapan hukum Allah.


3. Bagaimana Bisa Tanpa Memisahkan Pribadi?

Kuncinya: komunikasi idiomatum (pertukaran sifat).

  • Apa yang dialami Yesus sebagai manusia sungguh dialami oleh pribadi yang sama yang juga Allah.
  • Karena itu Ia bisa berkata, “Aku haus” (pengalaman manusia), tapi juga “Sebelum Abraham ada, Aku ada” (pernyataan ilahi).

Di salib, pribadi yang sama itu sungguh mengalami rasa ditinggalkan (melalui natur manusia-Nya), tetapi TANPA KEILAHIAN-NYA BERHENTI MENYATU.


4. Tentang Kesucian Allah dan Dosa

Memang benar: hukum kesucian Allah tidak bisa kompromi dengan dosa.

  • Itulah sebabnya kemanusiaan Kristus “mewakili kita” sebagai orang berdosa.
  • Tetapi perhatikan: dosa tidak meresap ke dalam keilahian-Nya, melainkan dipikul dalam kemanusiaan-Nya.
  • Maka, keilahian tetap murni, sementara kemanusiaan Yesus menanggung murka.

5. Ringkasnya

  • Bukan pemisahan natur, melainkan perbedaan cara beroperasi dari natur di dalam satu pribadi.
  • Keilahian tidak pernah putus hubungan dengan Bapa.
  • Kemanusiaan Kristus sungguh mengalami keterpisahan, supaya kita yang manusia bisa kembali diperdamaikan dengan Allah.

Analogi kasar: seperti api yang menyatu dengan besi yang membara. Kalau besi dipukul, yang sakit “besinya”, bukan apinya. Tapi api tetap menyatu dengan besi. Demikian, ketika Yesus menderita, yang menanggung adalah kemanusiaan-Nya, tetapi tetap dalam kesatuan dengan keilahian-Nya.


Mau saya lanjutkan dengan menjelaskan kenapa momen “DITINGGALKAN” ini justru puncak kemenangan Yesus dan bukan kegagalan relasi Tritunggal?

1. “DITINGGALKAN” Justru Bagian dari Rencana Kekal

Yesus berseru “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat 27:46) bukan karena relasi Tritunggal gagal, melainkan karena Ia sadar sedang menggenapi rencana Bapa.

  • Yoh 10:18 → “Tidak seorang pun mengambil nyawa-Ku dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri.”
  • Dengan kata lain, DITINGGALKAN adalah EKSPRESI KETAATAN ANAK, bukan keretakan dalam diri Allah.

2. Puncak Ketaatan → Mengalahkan Ketidaktaatan Adam

  • Adam gagal karena memilih kehendaknya sendiri, bukan kehendak Allah.
  • Yesus, “Adam terakhir” (1Kor 15:45), justru taat sampai titik di mana Ia merasa Allah meninggalkan Dia.
  • Inilah ketaatan yang sempurna — taat bukan hanya saat merasa dekat dengan Allah, tetapi juga saat seluruh pengalaman manusiawi-Nya terasa ditolak dan ditinggalkan.

3. Puncak Penebusan → Yesus Menanggung “Kutuk” Kita

  • Gal 3:13 → “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita.”
  • KUTUK TERBESAR manusia berdosa adalah TERPISAH DARI ALLAH.
  • Yesus rela masuk ke titik itu supaya kita tidak pernah mengalaminya lagi.

    “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau, dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau” (Ibr 13:5).


4. Puncak Kemenangan→ Salib Bukan Kekalahan

Justru karena Yesus melewati “DITINGGALKAN” itu, maka:

  • Kuasa dosa dilucuti (Kol 2:14–15).
  • Iblis sebagai pendakwa dikalahkan     (Why 12:10).
  • Jalan menuju Bapa terbuka (Mat 27:51 – tabir Bait Suci terbelah dua).

Yang tampak seperti “Allah meninggalkan Anak” ternyata momen Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya (2Kor 5:19).


5. Ringkasan

  • Relasi Tritunggal tidak pernah pecah.
  • Yang terjadi adalah: kemanusiaan Kristus sungguh masuk ke dalam pengalaman ditinggalkan demi menggantikan kita.
  • Momen itu adalah puncak ketaatan, puncak penebusan, sekaligus puncak kemenangan.

Jadi, salib bukan peristiwa Allah tercerai-berai, melainkan peristiwa kasih Allah dinyatakan paling penuh:

  • Bapa menyerahkan.
  • Anak taat sampai mati.
  • Roh Kudus menopang karya itu.

Sehingga kita bisa berkata: salib adalah momen paling gelap bagi Yesus, tetapi juga momen paling terang bagi dunia.


Mau saya lanjutkan dengan menunjukkan bagaimana kebangkitan membalik total pengalaman “ditinggalkan” menjadi pengalaman “dimuliakan”?


1. Kalau hanya “merasa ditinggal”…

Kalau itu hanya perasaan Yesus semata, maka seruan-Nya di salib bisa disalahpahami sebagai kelemahan iman. Padahal, Yesus bukan sekadar salah paham atau ilusi psikologis. Ia benar-benar menanggung realitas kutuk dosa.


2. Kalau “memang ditinggal”…

Kalau Allah benar-benar meninggalkan Yesus dalam arti memutus relasi Tritunggal, maka itu mustahil. Tritunggal tidak mungkin pecah; keilahian Anak tidak mungkin tercerabut dari Bapa.


3. Jadi bagaimana memahaminya?

Kuncinya ada pada pembedaan natur:

  • Dalam kemanusiaan-Nya, Yesus sungguh menanggung murka Allah atas dosa.

    • Ia berdiri di tempat manusia berdosa.
    • Karena itu Ia sungguh mengalami ditinggalkan dalam arti ekonomi keselamatan: diperlakukan Allah seolah-olah Ia orang berdosa.
    • Itu bukan sekadar perasaan, tetapi realitas penghakiman atas dosa yang dipikul-Nya.
  • Dalam keilahian-Nya, Ia tetap satu dengan Bapa dan Roh Kudus.

    • Relasi Tritunggal tidak pernah putus.
    • Justru keilahian-Nya menopang kemanusiaan-Nya agar taat sampai akhir.

4. Jadi jawabannya:

Yesus memang ditinggalkan dalam natur manusia-Nya (secara yuridis & eksistensial sebagai wakil manusia berdosa), tetapi tidak pernah ditinggalkan dalam hakikat keilahian-Nya.

Itu sebabnya:

  • Ia bisa berkata “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (pengalaman kemanusiaan).
  • Tetapi juga “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku” (Luk 23:46) — artinya, kesatuan dan kepercayaan kepada Bapa tetap utuh.

Dengan kata lain:

  • Bukan sekadar merasa → karena Ia sungguh menanggung realitas kutuk dosa.
  • Bukan sepenuhnya ditinggal → karena dalam hakikat Tritunggal, kesatuan tidak pernah terputus.

Mau saya lanjutkan dengan menjelaskan bagaimana hal ini menyelamatkan kita — bahwa Yesus ditinggalkan supaya kita tidak pernah ditinggalkan?

Pertanyaan ini menyentuh inti dari misteri inkarnasi. Mari kita bedah hati-hati supaya tidak jatuh ke kesan bahwa Firman “terbelah dua”.


1. Firman adalah Satu Pribadi Ilahi

Yoh 1:1 → “Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.”

  • Firman (Anak) adalah satu pribadi dalam Tritunggal, tidak terbagi.
  • Ketika Ia menjadi manusia (Yoh 1:14), bukan berarti sebagian Firman tinggal di surga, sebagian lain turun ke bumi.

Seluruh pribadi Firman yang kekal hadir sebagai manusia.


2. Bagaimana Inkarnasi Terjadi?

Filipi 2:6–7 menjelaskan bahwa Firman “mengosongkan diri-Nya” dengan cara:

  • Bukan menanggalkan keilahian.
  • Tetapi menanggalkan hak & kemuliaan ilahi-Nya, mengambil rupa hamba, lahir sebagai manusia.

Jadi, Ia tidak kehilangan keilahian, melainkan menyembunyikan kemuliaan-Nya di balik kemanusiaan.


3. Apakah Firman tetap bersama Bapa?

Ya, tapi bukan dalam arti Firman “terbelah” menjadi dua bagian.

  • Dalam natur ilahi-Nya, Firman tetap bersama Bapa, karena Allah tidak bisa terbatas oleh ruang dan waktu.
  • Dalam natur manusia-Nya, Firman hadir di bumi sebagai Yesus Kristus.

Jadi yang terjadi adalah: pribadi yang sama hadir sekaligus dalam dua natur: tetap bersama Bapa secara ilahi, dan hadir di dunia secara manusiawi.


4. Analogi (lemah, tapi membantu)

Seperti matahari yang sinarnya sampai ke bumi, sementara matahari itu sendiri tetap di langit. Bukan berarti matahari terbelah dua — tapi satu realitas yang bisa hadir di dua “dimensi” sekaligus.


5. Ringkasnya

  • Tidak ada bagian Firman yang tertinggal dan bagian lain yang turun.
  • Firman yang sama sepenuhnya bersama Bapa (karena keilahian-Nya), dan sepenuhnya turun menjadi manusia (karena inkarnasi).
  • Misteri ini disebut communicatio idiomatum: sifat-sifat ilahi dan sifat-sifat manusiawi ada dalam satu pribadi Kristus.

Dengan kata lain: Firman tidak terbagi, tapi hadir dalam dua natur sekaligus.
Itulah sebabnya Yesus bisa berkata: “Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa” (Yoh 14:10) sekaligus berjalan, lapar, haus, dan menderita sebagai manusia.


Mau saya lanjutkan dengan menjelaskan bagaimana ini membuat Yesus menjadi satu-satunya pengantara yang sah antara Allah dan manusia (1Tim 2:5)?.


1. Dua Natur dalam Satu Pribadi

  • Natur ilahi: Yesus adalah Firman kekal, “sehakikat dengan Bapa” (Yoh 1:1; Yoh 10:30).
  • Natur manusia: Yesus sungguh manusia, lahir dari Maria, bisa lapar, haus, menangis, menderita, dan mati.

Karena itu, dalam satu pribadi, Yesus bisa berbicara atau bertindak dari sisi keilahian-Nya maupun dari sisi kemanusiaan-Nya, sesuai konteks.


2. Contoh Yesus Mewakili Allah (Natur Ilahi-Nya)

  • Yoh 10:30 → “Aku dan Bapa adalah satu.”
  • Yoh 14:9 → “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa.”
  • Mrk 2:5–7 → Ia mengampuni dosa (hanya Allah bisa mengampuni).

Di sini Yesus menyatakan diri sebagai Allah.


3. Contoh Yesus Mewakili Manusia (Natur Manusia-Nya)

  • Yoh 4:6 → Ia letih karena perjalanan.
  • Yoh 19:28 → Ia berkata: “Aku haus.”
  • Mat 26:39 → Ia berdoa kepada Bapa: “Bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu yang jadi.”

Di sini Yesus hidup sebagai manusia sejati yang bergantung pada Allah.


4. Mengapa Harus Bergantian Begitu?

Karena misi Yesus adalah menjadi pengantara antara Allah dan manusia (1Tim 2:5).

  • Sebagai Allah: Ia menyatakan Bapa dengan sempurna, membawa otoritas dan kuasa ilahi.
  • Sebagai Manusia: Ia berdiri di tempat kita, taat sebagai manusia, memikul dosa kita, dan menjadi korban pengganti.

Kalau hanya Allah, Ia tidak bisa mati. Kalau hanya manusia, Ia tidak bisa menyelamatkan. Maka Ia harus Allah-manusia: satu pribadi, dua natur.


5. Cara Kerja Ini Disebut Communicatio Idiomatum

Artinya: apa yang dilakukan oleh salah satu natur, boleh dilekatkan pada pribadi Yesus.

  • Karena itu, kita bisa berkata “Allah mati di salib” — bukan karena keilahian bisa mati, tetapi karena pribadi Yesus yang mati adalah Allah sekaligus manusia.

6. Ringkasan

Yesus kadang berbicara “sebagai Allah”, kadang “sebagai manusia”, karena kedua natur itu nyata dalam satu pribadi.

  • Saat Ia menyatakan kuasa & pengampunan → Ia mewakili Allah.
  • Saat Ia berdoa, lapar, menderita → Ia mewakili manusia.

Dan semua itu justru membuat-Nya layak menjadi satu-satunya pengantara yang bisa membawa manusia kembali kepada Allah.


Mau saya lanjutkan dengan menunjukkan bagaimana pola ini berlanjut sesudah kebangkitan, ketika Yesus dimuliakan tetapi tetap manusia sejati di sisi Bapa?


Baik 🙏 mari kita masuk ke tahap berikutnya: bagaimana setelah kebangkitan dan kenaikan, Yesus tetap dua natur tapi sudah dimuliakan.


1. Sesudah Kebangkitan, Natur Manusia Yesus Dimuliakan

  • Tubuh Yesus bangkit dalam kemuliaan (1Kor 15:42–44).
  • Ia masih bisa makan ikan (Luk 24:42–43) → artinya tetap tubuh manusia nyata.
  • Tapi tubuh itu juga bisa menembus pintu terkunci (Yoh 20:19) → artinya sudah transfigurasi, tubuh rohani yang dimuliakan.

Yesus tetap manusia sejati, tapi bukan lagi manusia fana. Natur manusia-Nya sekarang penuh kemuliaan, tidak bisa mati lagi.


2. Yesus Naik ke Sorga sebagai Allah-manusia

  • Kis 1:9 → Yesus diangkat ke sorga.
  • Ef 1:20–21 → Ia duduk di sebelah kanan Allah, di atas segala kuasa.
  • 1Tim 2:5 → Ia tetap menjadi “manusia Kristus Yesus” yang menjadi pengantara.

Jadi di sisi Bapa sekarang ada seorang manusia: Yesus Kristus, yang adalah juga Allah sejati.


3. Peran Ganda yang Berlanjut

  • Sebagai Allah: Ia tetap satu dengan Bapa dan Roh Kudus, sumber hidup kekal, menyandang kuasa ilahi.
  • Sebagai Manusia: Ia menjadi Imam Besar kita, yang berdoa syafaat bagi kita (Ibr 7:25).

Dengan kata lain, Yesus tidak pernah “melepaskan” kemanusiaan-Nya sesudah kebangkitan. Ia selamanya menjadi Allah-manusia yang dimuliakan.


4. Implikasi bagi Kita

  • Karena Yesus naik sebagai manusia, kita punya jaminan bahwa manusia sungguh bisa masuk dalam hadirat Allah.
  • Natur manusia Yesus menjadi jaminan bahwa ciptaan akan dimuliakan. Kita pun akan dibangkitkan serupa dengan tubuh-Nya (Flp 3:21).
  • Doa kita tidak melayang kosong, karena ada Manusia sejati yang mewakili kita di hadapan Allah, tapi sekaligus Allah sejati yang berkuasa menyelamatkan.

5. Ringkasan

  • Setelah kebangkitan dan kenaikan, Yesus tetap satu pribadi dengan dua natur: Allah sejati, manusia sejati.
  • Natur manusia-Nya sekarang dimuliakan, duduk di sisi Bapa.
  • Ia tetap menjadi pengantara, Raja, dan Imam Besar kita sampai selama-lamanya.

Jadi, pola yang kamu lihat (kadang mewakili Allah, kadang mewakili manusia) tidak berhenti di salib, tapi terus berlangsung dalam kemuliaan. Bedanya: sekarang natur manusia-Nya bukan lagi lemah, melainkan sudah ditinggikan dalam kemuliaan ilahi.


Mau saya lanjutkan dengan menjelaskan apa artinya bagi Tritunggal sendiri ketika kemanusiaan Yesus masuk selamanya ke dalam kemuliaan Allah?


Baik, kita lanjut 👌. Ini bagian yang sangat dalam: apa artinya bagi Tritunggal ketika kemanusiaan Yesus masuk ke dalam kemuliaan Allah?


1. Inkarnasi adalah Permanen

Ketika Firman menjadi manusia, itu bukan sementara.

  • Yoh 1:14 → “Firman itu telah menjadi manusia” (bukan “menyamar”, tapi sungguh menjadi).
  • Sesudah kebangkitan dan kenaikan, Yesus tetap manusia sejati.
  • Jadi, sejak inkarnasi, natur manusia Yesus selamanya bersatu dengan Pribadi Firman.

ni artinya, di dalam Tritunggal sekarang selamanya ada kemuliaan kemanusiaan yang sudah dipersatukan dengan Firman.


2. Dampak bagi Tritunggal

  • Bapa: kini berelasi dengan Anak bukan hanya dalam keilahian kekal-Nya, tetapi juga dalam kemanusiaan yang dimuliakan.
  • Roh Kudus: terus menerus mengalirkan hidup ilahi ke dalam kemanusiaan Anak, dan melalui Anak kepada kita.
  • Anak/Firman: kini selamanya adalah Allah sekaligus manusia.

Jadi, bukan Tritunggal “berubah hakikat”, tetapi dalam sejarah keselamatan, dimensi baru masuk ke dalam persekutuan ilahi: kemanusiaan Yesus ikut dimuliakan.


3. Misteri “Theosis” (Pengilahian Manusia)

Yang terjadi pada Yesus jadi pola bagi kita:

  • Kemanusiaan Yesus dipersatukan dengan Allah dalam pribadi Firman.
  • Kita pun dipersatukan dengan Allah di dalam Kristus (2Ptr 1:4: “mengambil bagian dalam kodrat ilahi”).
  • Artinya, inkarnasi Yesus membuka jalan supaya manusia boleh ikut masuk dalam persekutuan Tritunggal.

4. Konsekuensi Bagi Iman Kita

  • Allah bukan lagi “jauh di atas sana” → karena di dalam Allah Tritunggal ada manusia sejati, yaitu Yesus.
  • Setiap kali kita berdoa dalam nama Yesus, itu sah, karena di sisi kanan Bapa ada manusia yang menjadi pengantara.
  • Kita tidak hanya akan “didekatkan” kepada Allah, tetapi kelak ikut dimuliakan bersama Kristus (Rm 8:17).

5. Ringkasnya

  • Inkarnasi bukan episode sementara, tapi perubahan permanen dalam ekonomi keselamatan.
  • Selamanya Firman adalah Allah-manusia.
  • Maka di dalam Tritunggal, ada realitas baru: kemanusiaan Kristus ikut dimuliakan, dan itu jaminan kita juga akan dimuliakan bersama Dia.

Jadi, salib dan kebangkitan bukan hanya “peristiwa sementara” tapi titik balik kosmik: sejak itu, ciptaan (manusia dalam Kristus) bisa ikut masuk dalam persekutuan kasih Tritunggal.


Mau saya lanjutkan dengan menunjukkan hubungan semua ini dengan doa Yesus di Yohanes 17: supaya kita “menjadi satu” di dalam Allah?

1. Doa Yesus: “Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita.” (Yoh 17:21)

Yesus berdoa agar para murid — dan semua orang percaya — masuk ke dalam kesatuan ilahi.

  • Bukan hanya kesatuan sosial, tapi partisipasi dalam kasih Tritunggal.
  • Tujuannya: dunia mengenal bahwa Allah mengutus Yesus.

2. Hubungannya dengan Inkarnasi

Kenapa manusia bisa “masuk” dalam kesatuan Allah? Karena:

  • Firman telah mengambil kemanusiaan kita.
  • Kemanusiaan itu sekarang sudah di dalam Allah (dimuliakan di sisi Bapa).
  • Jadi, saat kita bersatu dengan Kristus, kita ikut dibawa masuk ke dalam persekutuan Tritunggal.

Inkarnasi Yesus adalah “jembatan dua arah”:

  • Allah turun ke dunia.
  • Manusia diangkat masuk ke dalam Allah.

3. Persekutuan yang Yesus Doakan

Yesus tidak meminta supaya kita menjadi Allah, tapi supaya kita berbagi dalam kasih dan kemuliaan Allah.

  • Yoh 17:22 → “Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu.”
  • 2Ptr 1:4 → “Kamu mendapat bagian dalam kodrat ilahi.”

Ini disebut theosis: manusia ikut ambil bagian dalam hidup Allah, melalui Kristus.


4. Bagaimana Roh Kudus Berperan?

  • Roh Kudus menghubungkan kita dengan Kristus (Rm 8:9–11).
  • Roh Kudus menjadikan kita “tinggal di dalam Allah” dan Allah “tinggal di dalam kita” (1Yoh 4:13).
  • Jadi, Roh Kudus adalah “saluran kasih Tritunggal” yang membuat doa Yesus itu nyata.

5. Ringkasnya

  • Doa Yoh 17 adalah puncak rencana Allah: manusia yang percaya diangkat masuk dalam persekutuan kasih Tritunggal.
  • Itu hanya mungkin karena Firman menjadi manusia, mati, bangkit, dan dimuliakan.
  • Jadi relasi kita dengan Allah bukan cuma “hubungan luar”, melainkan partisipasi dalam kasih ilahi.

Dengan kata lain:
Yesus ditinggalkan di salib supaya kita tidak pernah ditinggalkan;
Yesus masuk ke dalam Bapa supaya kita pun boleh masuk ke dalam kasih Bapa.


Mau saya lanjutkan dengan menggambarkan bagaimana di kekekalan nanti (surga baru – bumi baru) manusia akan hidup dalam kesatuan dengan Allah Tritunggal itu?

Baik 🙏, mari kita lanjut pada kekekalan — bagaimana kesatuan dengan Allah Tritunggal terwujud di surga baru dan bumi baru.


1. Janji dalam Wahyu 21–22

  • Wahyu 21:3 → “Kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka.”
    👉 Tidak ada lagi jarak, tidak ada lagi tabir. Allah tinggal bersama manusia secara langsung.
  • Wahyu 22:4 → “Mereka akan melihat wajah-Nya, dan nama-Nya akan tertulis di dahi mereka.”
    👉 Manusia masuk dalam persekutuan langsung dengan Allah, tanpa penghalang dosa.

2. Partisipasi dalam Kemuliaan Allah

  • 1Kor 13:12 → “Sekarang kita melihat dalam cermin, suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka.”
    👉 Kehidupan kekal = melihat Allah dalam terang-Nya sendiri (beatific vision).
  • Kita tidak menjadi Allah, tetapi disinari dan dipenuhi Allah. Seperti besi yang masuk ke dalam api: besi tetap besi, tapi ikut berpijar karena bersatu dengan api.

3. Hubungan dengan Tritunggal

  • Bapa → tujuan akhir: memeluk kita sebagai anak-anak-Nya.
  • Anak (Yesus) → pengantara abadi; lewat tubuh-Nya yang bangkit kita punya akses.
  • Roh Kudus → terus menerus mengalirkan kasih Allah di dalam kita, membuat kita selaras dengan kasih Tritunggal.

Jadi di kekekalan, kita bukan hanya penonton, tapi penghuni dalam arus kasih Tritunggal.


4. Satu dengan Kristus, Satu dengan Sesama

Doa Yoh 17 tergenapi sepenuhnya:

  • Semua orang percaya jadi satu tubuh Kristus yang dimuliakan.
  • Tidak ada lagi perpecahan, iri hati, atau dosa.
  • Kasih Allah menjadi atmosfer hidup kekal — kita saling mengasihi dalam kesempurnaan kasih Tritunggal.

5. Ringkasnya

  • Kekekalan bukan sekadar “hidup lama di surga”, tapi hidup di dalam Allah.
  • Itu berarti manusia ikut masuk dalam kesatuan kasih Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
  • Apa yang Yesus doakan (Yoh 17) tergenapi penuh: “supaya mereka di dalam Kita.”

Jadi:

  • Di salib Yesus ditinggalkan supaya kita bisa diterima.
  • Di inkarnasi Yesus turun supaya kita bisa diangkat.
  • Di kekekalan nanti, kita akan tinggal dalam kasih Tritunggal selamanya.

Mau saya uraikan lebih dalam tentang bentuk relasi kita dengan Yesus di kekekalan nanti — apakah masih sebagai Tuhan & Pengantara, atau sebagai Saudara Sulung dan Mempelai?

Baik 🙏 mari kita fokus ke relasi kita dengan Yesus di kekekalan nanti.


1. Yesus sebagai Tuhan dan Pengantara Abadi

  • Ibrani 7:25 → Yesus “hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka.”
    👉 Jadi bahkan di kekekalan, kita tetap mengenal Yesus sebagai Tuhan dan Pengantara.
  • Tubuh kebangkitan-Nya (dengan bekas luka salib) akan selamanya menjadi saksi kasih dan pengorbanan.
  • Kita akan menyembah Dia sebagai Anak Domba yang disembelih tetapi hidup (Wahyu 5:6–14).

2. Yesus sebagai Saudara Sulung

  • Roma 8:29 → “Ia ditentukan untuk menjadi yang sulung di antara banyak saudara.”
    👉 Yesus tetap yang utama, tetapi kita diangkat dalam keluarga Allah sebagai anak-anak Allah.
  • Jadi relasi kita bukan hanya hamba, tapi juga saudara dalam keluarga Bapa, dengan Yesus sebagai yang tertua dan termulia.

3. Yesus sebagai Mempelai Pria

  • Wahyu 19:7 → “Marilah kita bersukacita… karena pernikahan Anak Domba telah tiba.”
    👉 Gereja (orang percaya) akan selamanya bersatu dengan Kristus dalam kasih, seperti suami–istri.
  • Itu menggambarkan: kasih yang intim, eksklusif, setia, penuh sukacita.
  • Jadi di surga, kita tidak sekadar “pengikut”, tapi juga mempelai yang hidup dalam kesatuan kasih abadi dengan Kristus.

4. Relasi dengan Tritunggal Lewat Kristus

  • Karena kita “di dalam Kristus”, maka:
    • Kita melihat Bapa lewat Dia (Yoh 14:9).
    • Kita hidup oleh Roh Kudus yang mempersatukan kita dengan Anak.
  • Artinya, relasi kita dengan Bapa dan Roh Kudus mengalir melalui kesatuan kita dengan Kristus.

5. Ringkasnya

Di kekekalan nanti:

  • Kita menyembah Yesus sebagai Tuhan dan Anak Domba.
  • Kita hidup bersama-Nya sebagai Saudara Sulung dalam keluarga Allah.
  • Kita bersatu dengan-Nya sebagai Mempelai dalam kasih yang kekal.
  • Semua itu membawa kita masuk ke dalam arus kasih Tritunggal tanpa putus.

✨ Jadi hubungan kita dengan Yesus multi-dimensi:

  • Dia tetap Allah yang disembah,
  • tetapi juga Saudara yang dekat,
  • sekaligus Mempelai yang mengasihi dengan sempurna.

Mau saya lanjut jelaskan bagaimana pengalaman menyembah Allah Tritunggal di surga akan berbeda dengan ibadah kita di dunia sekarang?

Siap 🙏 mari kita lanjut ke bagian penyembahan di surga dan bagaimana itu berbeda dari ibadah di dunia sekarang.


1. Ibadah di Dunia Sekarang

  • Terbatas oleh waktu, tempat, bahasa, dan kelemahan manusia.
  • Kita sering terganggu oleh dosa, kelemahan tubuh, pikiran yang melayang.
  • Ibadah sekarang adalah bayangan (Ibr 8:5) dari ibadah yang sempurna di surga.
  • Kita hidup “berjalan dalam iman, bukan dalam penglihatan” (2Kor 5:7).

2. Ibadah di Surga (Wahyu 4–5; 7:9–12; 21–22)

  • Tidak ada lagi dosa, sakit, atau keterbatasan yang menghalangi kita.
  • Ibadah bukan hanya aktivitas tapi keadaan hidup — setiap napas adalah penyembahan.
  • Kita tidak perlu lagi bait atau gedung: “Sebab Allah, Tuhan Yang Mahakuasa, dan Anak Domba adalah bait-Nya” (Why 21:22).
  • Semua bangsa dan bahasa menyatu dalam pujian: “Kepada Dia yang duduk di atas takhta dan kepada Anak Domba, puji-pujian sampai selama-lamanya!” (Why 5:13).

3. Perbedaan Utama

Sekarang Kekekalan
Iman Penglihatan langsung (1Kor 13:12)
Terganggu dosa Sempurna tanpa dosa
Terikat waktu Kekal tanpa henti
Ibadah terbatas pada momen (Minggu, doa pribadi) Seluruh hidup = ibadah
Lambang & sakramen (roti, anggur) Realitas penuh: Kristus sendiri hadir nyata

4. Peran Kristus dalam Ibadah Kekal

  • Yesus tetap menjadi Anak Domba yang disembah.
  • Semua penyembahan di surga berpusat pada salib & kebangkitan-Nya (Why 5:9).
  • Jadi bahkan di surga kita akan selalu teringat kasih penebusan-Nya, tapi bukan dalam dukacita — melainkan dalam sukacita dan kekaguman yang abadi.

5. Relasi dengan Tritunggal dalam Penyembahan

  • Kepada Bapa → kita mempersembahkan pujian sebagai anak-anak-Nya.
  • Lewat Anak → Dia pengantara yang membuat kita layak masuk hadirat Allah.
  • Dalam Roh Kudus → Roh memenuhi kita sehingga seluruh penyembahan adalah murni, penuh kasih, tanpa batas.

👉 Jadi ibadah di surga adalah persekutuan langsung dalam arus kasih Tritunggal.


✨ Singkatnya:

  • Ibadah di dunia = bayangan.
  • Ibadah di surga = realitas penuh: hidup kekal di dalam kasih Bapa, Anak, dan Roh Kudus, di mana setiap detik adalah penyembahan sempurna.

Mau saya lanjutkan dengan menggambarkan bagaimana kehidupan sehari-hari orang percaya di bumi baru itu — selain menyembah, apa yang akan kita lakukan?


Bagus 🙏 kita masuk ke topik Yesus sebagai Pengantara Perjanjian Baru.


1. Latar Belakang: Perjanjian Lama

  • Allah mengikat perjanjian dengan Israel melalui Musa di Gunung Sinai (Kel 19–24).
  • Dasarnya adalah hukum Taurat yang ditulis di loh batu.
  • Pengantara: Musa.
  • Penyucian: darah hewan kurban.
  • Masalah: manusia gagal taat → perjanjian lama menunjukkan kebutuhan akan sesuatu yang lebih sempurna.

2. Nubuat tentang Perjanjian Baru

  • Yeremia 31:31–34 → Allah berjanji membuat Perjanjian Baru, berbeda dari yang lama.
    • Hukum akan ditulis dalam hati, bukan loh batu.
    • Ada pengampunan dosa yang penuh.
    • Relasi langsung dengan Allah: semua akan mengenal Dia.

3. Yesus sebagai Pengantara Perjanjian Baru

  • Ibrani 8:6 → “Kristus telah mendapat suatu pelayanan yang lebih agung… Ia menjadi Pengantara dari perjanjian yang lebih mulia.”
  • Ibrani 9:15 → “Karena itu Ia adalah Pengantara dari suatu perjanjian yang baru, supaya mereka yang terpanggil menerima janji warisan kekal.”
  • Ibrani 12:24 → “Kamu datang… kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah pemercikan yang berbicara lebih kuat daripada darah Habel.”

👉 Artinya:

  • Yesus menggantikan Musa.
  • Darah-Nya menggantikan darah hewan.
  • Hukum-Nya ditulis oleh Roh Kudus di hati kita, bukan sekadar di batu.

4. Ciri Perjanjian Baru

  1. Dasarnya adalah kasih karunia (bukan usaha manusia).
  2. Kurbannya sempurna → sekali untuk selamanya di salib (Ibr 10:12).
  3. Hukum ditulis dalam hati oleh Roh Kudus (Rm 8:2–4).
  4. Akses langsung kepada Allah → tidak perlu imam manusia, karena Yesus adalah Imam Besar abadi (Ibr 4:14–16).
  5. Pengampunan penuh → dosa dihapus, bukan hanya ditutupi (Ibr 10:17–18).

5. Implikasi bagi kita

  • Kita tidak lagi hidup di bawah sistem hukum yang menuntut, tapi di dalam kasih karunia yang memampukan.
  • Kita punya akses langsung ke takhta Allah lewat Yesus (Ef 3:12).
  • Kita dipanggil hidup bukan dengan ketakutan, melainkan dalam hubungan anak–Bapa (Rm 8:15).
  • Setiap kali kita merayakan Perjamuan Kudus, kita sedang mengingat dan merayakan Perjanjian Baru dalam darah Kristus (Luk 22:20).

✨ Jadi, Yesus adalah Pengantara Perjanjian Baru karena:

  • Ia sekaligus Imam, Korban, dan Tabut Perjanjian yang sejati.
  • Melalui Dia, kita menerima warisan kekal dan relasi yang tidak bisa digoyahkan dengan Allah.

Mau saya lanjut dengan membandingkan peran Musa sebagai pengantara lama vs Yesus sebagai pengantara baru supaya lebih jelas kontrasnya?

Betul 🙏, mari kita gali lebih dalam: Yesus sebagai pengantara kita lewat kemanusiaan-Nya.


1. Kenapa Harus Melalui Kemanusiaan-Nya?

  • Pengantara adalah pihak yang menjembatani dua realitas yang terpisah.
  • Untuk menjembatani Allah dan manusia, Yesus harus:
    • Allah sejati → supaya bisa membawa Allah kepada manusia.
    • Manusia sejati → supaya bisa membawa manusia kepada Allah.

👉 Kalau Yesus hanya Allah, Ia tidak bisa mewakili kita.
👉 Kalau Yesus hanya manusia, Ia tidak bisa menyelamatkan kita.
👉 Karena Ia adalah Allah-manusia, Ia satu-satunya Pengantara sejati (1Tim 2:5).


2. Kemanusiaan Yesus yang Mewakili Kita

  • Ibrani 2:17 → “Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya dalam segala hal, supaya menjadi Imam Besar yang setia.”
  • Ibrani 4:15 → Ia “turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, hanya tidak berbuat dosa.”
    👉 Artinya: Yesus sungguh-sungguh mengerti penderitaan, kelemahan, dan pergumulan kita.

3. Peran Kemanusiaan dalam Pengantaraan

  1. Sebagai Imam Besar

    • Yesus mempersembahkan korban tubuh-Nya sendiri (Ibr 10:10).
    • Ia mempersembahkan doa syafaat sebagai manusia yang sempurna (Yoh 17).
  2. Sebagai Korban

    • Hanya tubuh manusia yang bisa mati.
    • Melalui tubuh-Nya yang diserahkan, darah yang tercurah, Ia menanggung hukuman kita (Ibr 9:22, 1Ptr 2:24).
  3. Sebagai Wakil

    • Dalam kebangkitan-Nya, kemanusiaan Yesus menjadi wakil kita di surga.
    • Ia duduk di sebelah kanan Bapa dengan tubuh manusia yang dimuliakan (Kis 7:56).
    • Itu jaminan bahwa kemanusiaan kita juga akan ditinggikan bersama Dia.

4. Bedanya dengan Keilahian-Nya

  • Keilahian Yesus menjamin kuasa dan nilai tak terbatas dari pengorbanan-Nya.
  • Kemanusiaan Yesus menjamin representasi kita di hadapan Allah.
    👉 Dua hal ini tidak terpisah, tapi bekerja bersama dalam satu Pribadi Kristus.

5. Implikasi Praktis

  • Saat kita berdoa dalam nama Yesus, kita tahu doa kita sampai ke takhta Bapa lewat kemanusiaan Yesus yang sudah di sana.
  • Saat kita jatuh, kita punya imam besar yang berbelas kasih karena Ia tahu rasanya dicobai.
  • Saat kita takut mati, kita punya jaminan tubuh kebangkitan, karena kemanusiaan Yesus sudah menang atas maut.

Jadi, kemanusiaan Yesus adalah jembatan kita yang hidup:

  • di bumi Ia mengangkat manusia kepada Allah,
  • di surga Ia membawa kemanusiaan kita ke hadapan Bapa,
  • dan Ia tetap jadi pengantara kekal kita.

TUHAN YESUS MANUSIA DIPANGGIL ANAK & SAUDARA

Dalam Alkitab, Yesus memang memanggil manusia dengan dua istilah berbeda sesuai konteks relasi:

1. Sebagai ANAK

  • Yesus sering menyebut pengikut-Nya “anak” dalam arti rohani, terutama untuk menunjukkan kasih, perlindungan, dan otoritas-Nya sebagai Tuhan.
    • Matius 9:2“Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni.”
    • Markus 5:34“Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.”
  • Pemanggilan ini menegaskan posisi Yesus sebagai Tuhan yang memiliki kuasa mengampuni dosa dan menyelamatkan, sedangkan manusia ditempatkan sebagai anak yang bergantung kepada-Nya.

2. Sebagai SAUDARA

  • Setelah kebangkitan, Yesus memakai istilah “saudara” untuk para murid, menunjukkan hubungan baru setelah karya penebusan:
    • Matius 28:10“Jangan takut! Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku.”
    • Ibrani 2:11“... karena Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu. Itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka saudara.”
  • “Saudara” menegaskan kesatuan Kristus dengan manusia melalui kemanusiaan-Nya: Ia ikut serta dalam penderitaan kita, menjadi manusia sejati, sehingga kita bisa bersatu dengan Dia dalam keluarga Allah.

Kesimpulan:

  • Sebelum salib, Yesus lebih sering menyapa manusia sebagai “ANAK” (kasih, otoritas, perlindungan).
  • Sesudah kebangkitan, Yesus memperluas relasi itu menjadi “SAUDARA”, karena lewat penebusan kita diangkat menjadi anak-anak Allah (Roma 8:15–17).

Perbedaan makna “anak” dan “saudara” menurut Alkitab biar lebih jelas?


Bagan Singkat: “Anak” vs “Saudara” dalam Alkitab

Istilah Makna Alkitabiah Dasar Ayat Relasi dengan Yesus
Anak - Identitas baru sebagai milik Allah melalui kelahiran baru dan adopsi rohani (Yoh 1:12, Gal 4:5–7).
- Menunjukkan hubungan otoritas–kasih: Allah Bapa → kita anak.
Yoh 1:12, Rom 8:14–17, Gal 4:6 Yesus sebagai Anak Tunggal Allah, kita menjadi anak-anak Allah karena iman kepada-Nya.
Saudara - Identitas kesetaraan rohani dalam keluarga Allah.
- Menunjukkan hubungan persaudaraan: Yesus sebagai “Anak Sulung”, kita “adik-adiknya”.
Ibr 2:11–12, Mat 12:50, Rom 8:29 Yesus menyebut murid-Nya “saudara” karena kita disatukan dengan-Nya, berbagi satu Bapa dan satu Roh.

Intinya:

  • “Anak” → lebih menekankan hubungan vertikal (Allah Bapa → kita anak).
  • “Saudara” → lebih menekankan hubungan horizontal (Yesus → kita sesama anggota keluarga Allah).
  • Dua-duanya benar, tapi aspek maknanya berbeda.

Ilustrasi visual sederhana (misalnya diagram pohon keluarga rohani) supaya lebih gampang ditangkap?


🌳 Ilustrasi “Keluarga Allah”

                           Allah Bapa
                     
     ┌────────────┴──────── ─┐
     │                            │
 Yesus Kristus (Anak Tunggal)   Kita (anak-anak Allah)
     │                            │
     └────────── saudara ───────┘

Penjelasan:

  1. Allah Bapa → Sumber hidup, kasih, dan otoritas.
  2. Yesus → Anak Tunggal Allah (Yoh 3:16), sekaligus Anak Sulung di antara banyak saudara (Rom 8:29).
  3. Kita → Melalui iman & Roh Kudus, kita diangkat menjadi anak-anak Allah (Gal 4:6).
  4. Karena Yesus & kita punya Bapa yang sama, maka:
    • Hubungan Bapa–anak → kita disebut “anak”.
    • Hubungan Yesus–kita → kita disebut “saudara”.

Jadi Yesus sah memanggil kita “anak-anak Allah” (dalam relasi vertikal) dan juga “saudara” (dalam relasi horizontal keluarga rohani).

Perbedaan nuansa teologis: kapan Yesus lebih cenderung memakai istilah “anak” dan kapan memakai “saudara”?


Perbedaan Nuansa Pemakaian “Anak” dan “Saudara”

1. Yesus menyebut “Anak”

  • Situasi: Ketika menekankan otoritas Allah Bapa atas hidup manusia.
  • Makna: Identitas kita sebagai milik Allah, penerima kasih dan warisan rohani.
  • Contoh ayat:
    • Yoh 1:12 → “Semua orang yang menerima-Nya diberi kuasa supaya menjadi anak-anak Allah.”
    • Mat 5:9 → “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.”
  • Nuansa: Menunjukkan arah vertikal → hubungan kita dengan Allah Bapa.

2. Yesus menyebut “Saudara”

  • Situasi: Ketika menekankan kesatuan dengan Yesus dalam ketaatan dan penderitaan.
  • Makna: Yesus merendahkan diri dan menyamakan diri dengan kita, sehingga kita jadi “keluarga rohani”-Nya.
  • Contoh ayat:
    • Mat 12:50 → “Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga, dialah saudara-Ku laki-laki, saudara-Ku perempuan dan ibu-Ku.”
    • Ibr 2:11 → “Ia tidak malu menyebut mereka saudara.”
  • Nuansa: Menunjukkan arah horizontal → Yesus sebagai Anak Sulung, kita adik-adiknya dalam keluarga Allah.

Kesimpulan:

  • “Anak” = identitas kita di hadapan Allah Bapa.
  • “Saudara” = identitas kita dalam kesatuan dengan Yesus Kristus.
  • Dua istilah ini saling melengkapi:
    • Tanpa status anak, kita tidak bisa jadi saudara Yesus.
    • Tanpa Yesus jadi saudara sulung, kita tidak bisa diangkat jadi anak-anak Allah.

Mau saya buatin juga skema timeline rohani (dari: percaya → jadi anak → lalu jadi saudara Yesus → hingga ahli waris bersama) biar kelihatan urutannya?

skema timeline rohani supaya lebih kelihatan urutannya dari awal sampai akhir.


Timeline Rohani: Dari “Anak” → “Saudara” → “Ahli Waris”

  1. Percaya kepada Kristus

    • Yoh 1:12 → “Semua yang menerima-Nya diberi kuasa menjadi anak-anak Allah.”
    • Titik awal → kita dilahirkan baru, status berubah dari ciptaan biasa → anak Allah.

    ⬇️

  2. Menjadi Anak-anak Allah

    • Rom 8:14 → “Semua orang yang dipimpin Roh Allah adalah anak Allah.”
    • Identitas baru, kita punya Bapa di surga.

    ⬇️

  3. Yesus Menyebut Kita Saudara

    • Ibr 2:11 → Yesus tidak malu menyebut kita “saudara”.
    • Hubungan horizontal: Yesus = Anak Sulung, kita = adik-adiknya.

    ⬇️

  4. Bertumbuh dalam Ketaatan

    • Mat 12:50 → “Barangsiapa melakukan kehendak Bapa, dialah saudara-Ku.”
    • Status saudara makin nyata lewat hidup taat.

    ⬇️

  5. Menjadi Ahli Waris Bersama Kristus

    • Rom 8:17 → “Jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, yaitu ahli waris Allah dan yang berhak menerima janji-Nya bersama-sama dengan Kristus.”
    • Puncaknya: kita ikut menerima kemuliaan kekal bersama Yesus.

Gambaran singkat alurnya:

Percaya → Anak Allah → Saudara Yesus → Bertumbuh taat → Ahli Waris bersama Kristus

Jadi:

  • Anak = titik awal identitas rohani.
  • Saudara = relasi khusus dengan Yesus.
  • Ahli waris = tujuan akhir bersama Kristus dalam kemuliaan.


YESUS SEBAGAI ANAK ALLAH MEMANGGIL KITA JUGA ANAK WALAU KITA ANAK

Aubungan Anak Tunggal (Yesus/Firman) dalam Tritunggal dengan kita yang disebut juga “anak-anak Allah”.

Mari kita bedakan supaya jelas:


1. Yesus adalah Anak Tunggal Allah (Unik)

  • Yoh 1:14 → “Firman itu telah menjadi manusia... sebagai Anak Tunggal Bapa.”
  • Yoh 3:16 → “Anak Tunggal yang diberikan Allah.”
  • Artinya: Yesus berbeda dari semua anak Allah yang lain, sebab Ia SEHAKIKAT DENGAN BAPA (satu dalam keilahian).
  • Kita tidak pernah bisa jadi “anak” dalam derajat yang sama dengan Yesus.

2. Manusia adalah anak-anak Allah (Melalui adopsi/iman)

  • Yoh 1:12 → “Semua orang yang menerima-Nya diberi kuasa menjadi anak-anak Allah.”
  • Gal 4:5–6 → kita diangkat (adopsi rohani) menjadi anak-anak Allah.
  • Jadi kita ANAK KARENA KASIH KARUNIA, bukan karena hakikat.

3. Kenapa Yesus bisa menyebut manusia “anak” juga?

  • Karena ada dua level ke-anakan:
    1. Yesus sebagai Anak Tunggal (satu-satunya dari hakikat ilahi, sejajar dengan Bapa).
    2. Kita sebagai anak-anak Allah (dengan jalan adopsi rohani).
  • Walau sama-sama disebut “anak”, kualitasnya beda:
    • Yesus = Anak sejati, satu hakekat dengan Bapa.
    • Kita = anak angkat, diangkat dalam keluarga Allah melalui Kristus.

4. Yesus menyebut kita juga saudara

  • Rom 8:29 → Yesus adalah Anak Sulung di antara banyak saudara.
  • Artinya: kita jadi “anak” Allah, dan karena Yesus juga Anak, maka Ia mengakui kita sebagai saudara.

Kesimpulan:

Jadi Firman sebagai Anak Tunggal tetap sah memanggil manusia sebagai anak-anak Allah, walaupun sama-sama memakai istilah “anak”:

  • Yesus → Anak dalam arti hakikat ilahi (satu dengan Bapa).
  • Kita → Anak dalam arti adopsi rohani (oleh kasih karunia, melalui Yesus).

Sehingga, Yesus bisa menyebut kita anak-anak Allah (relasi dengan Bapa) sekaligus saudara (relasi dengan diri-Nya sendiri).


Perbandingan jelas antara Yesus sebagai Anak Tunggal dan kita sebagai anak-anak Allah.


Perbandingan: Anak Tunggal vs Anak-anak Allah

Aspek Yesus Kristus (Firman, Anak Tunggal Allah) Manusia (anak-anak Allah)
Sumber Dari kekekalan, sehakikat dengan Bapa (Yoh 1:1; Yoh 10:30). Dari ciptaan, diangkat melalui iman & Roh Kudus (Yoh 1:12; Gal 4:5).
Status Anak Tunggal → satu-satunya, unik, tidak ada yang setara (Yoh 3:16). Anak banyak → “anak-anak Allah”, hasil adopsi rohani.
Hakikat Ilahi, satu substansi dengan Bapa (Kol 1:15–19). Manusia, diubahkan melalui Roh Kudus menjadi ciptaan baru (2Kor 5:17).
Cara jadi anak Secara hakiki, dari kekekalan. Secara adopsi, lewat penebusan Kristus.
Peran Anak Sulung (Rom 8:29), Pewaris sejati, Pengantara keselamatan. Saudara-saudara Kristus, ahli waris bersama melalui Kristus (Rom 8:17).
Hubungan dengan Bapa Satu hakekat, satu kehendak. Hubungan melalui kasih karunia, ketaatan, dan adopsi rohani.

Intinya:

  • Yesus = Anak Tunggal → satu-satunya, ilahi, tidak diciptakan, sehakikat dengan Bapa.
  • Kita = anak-anak Allah → ciptaan, dijadikan anak melalui adopsi dalam Kristus.
  • Walau sama-sama disebut “anak”, tingkatannya berbeda:
    • Yesus → tetap unik (tidak ada yang setara).
    • Kita → anak karena Yesus membuka jalan.

Analogi sederhana (misalnya: keluarga kerajaan → Raja punya Anak Tunggal, lalu banyak anak angkat diadopsi) supaya lebih mudah dipahami sehari-hari?


👑 Analogi: Keluarga Kerajaan

  1. Raja → gambaran Allah Bapa.

  2. Putra Mahkota (Anak Tunggal) → gambaran Yesus Kristus (Firman).

    • Ia satu-satunya yang mewarisi tahta secara sah.
    • Ia sehakikat dengan Sang Raja (sama darah, sama martabat).
  3. Anak Angkat → gambaran kita sebagai anak-anak Allah.

    • Kita awalnya orang luar.
    • Tapi Raja mengadopsi kita ke dalam keluarganya lewat kasih Putra Mahkota.
    • Status kita benar-benar sah secara hukum, tapi tetap berbeda hakikat dari Putra Mahkota.

Penjelasan Teologis:

  • Yesus (Anak Tunggal):

    • Tidak pernah “diangkat”, karena memang dari kekekalan satu dengan Bapa.
    • Ia pewaris sejati kerajaan.
  • Kita (anak-anak Allah):

    • Diangkat jadi anak melalui kasih karunia dan darah Kristus (Gal 4:5–7).
    • Karena kita anak, kita juga mendapat hak waris — tapi bersama-sama dengan Kristus (Rom 8:17).

Kesimpulan dari Analogi

  • Raja hanya punya satu Anak asli → Yesus.
  • Namun melalui Anak Tunggal itu, Raja mengadopsi banyak anak lain (kita).
  • Maka Yesus sah menyebut kita “anak-anak Allah” (karena Bapa kita sama) sekaligus “saudara” (karena kita berbagi satu keluarga dengan-Nya).

Bagaimana istilah “anak” dan “saudara” dipakai dalam rencana keselamatan (misalnya: salib → kebangkitan → adopsi → warisan)?


🕊️ Rencana Keselamatan & Identitas: Anak – Saudara

1. Sebelum Salib

  • Manusia hanyalah ciptaan, bukan anak.
  • Karena dosa, kita justru disebut “hamba dosa” (Yoh 8:34).
  • Tidak ada status saudara dengan Kristus.

2. Melalui Salib & Penebusan

  • Yesus sebagai Anak Tunggal menyerahkan diri sebagai korban tebusan (Yoh 3:16).
  • Darah-Nya membuka jalan agar kita bisa diadopsi menjadi anak-anak Allah (Gal 4:5–6).
  • Di titik ini → status kita berubah: dari hamba → anak.

3. Sesudah Kebangkitan

  • Yesus bangkit sebagai Anak Sulung di antara banyak saudara (Rom 8:29).
  • Ia berkata kepada Maria Magdalena: “Pergilah kepada saudara-saudaraku...” (Yoh 20:17).
  • Sejak saat itu, kita dipandang bukan hanya anak-anak Allah, tetapi juga saudara Yesus.

4. Dalam Pertumbuhan Iman

  • Status anak diperkuat dengan ketaatan (Mat 5:9).
  • Status saudara nyata lewat melakukan kehendak Bapa (Mat 12:50).
  • Hidup kita dibentuk untuk makin serupa dengan Anak Tunggal itu (Rom 8:29).

5. Penggenapan di Masa Depan

  • Sebagai anak → kita ahli waris Allah.
  • Sebagai saudara → kita menerima warisan bersama Kristus (Rom 8:17).
  • Tujuannya: kita dimuliakan bersama Anak Tunggal dalam kerajaan kekal.

Ringkasnya:

Hamba dosa → Anak Allah → Saudara Yesus → Ahli waris bersama → Dimuliakan

Jadi:

  • “ANAK” muncul saat penebusan → identitas baru di hadapan Allah.
  • “SAUDARA” muncul sesudah kebangkitan → relasi baru dengan Kristus.
  • Keduanya akan berujung pada WARISAN KEKAL BERSAMA YESUS.

YANG MEWARISI KERAJAAN ALLAH ADALAH KEMANUSIAANNYA

Misteri hubungan keilahian & kemanusiaan Kristus. Memang benar:

  1. Secara keilahian (sebagai Firman/Anak Tunggal Allah):
    • Yesus sudah Raja dari kekekalan.
    • Yoh 1:1–3 → Firman bersama-sama dengan Allah dan adalah Allah.
    • Mazmur 93:2 → “Takhtamu tegak sejak dahulu kala; Engkau ada sejak kekal.”
      👉 Jadi dalam hakikat ilahi-Nya, Yesus tidak perlu “menerima” warisan, sebab Ia pemilik kekal atas kerajaan.

  1. Secara kemanusiaan (Inkarnasi sebagai Yesus Kristus):
    • Ketika Firman menjadi manusia, Ia merendahkan diri (Flp 2:6–8).
    • Dalam kerendahan-Nya, Ia hidup taat sampai mati di kayu salib.
    • Karena ketaatan itu, Bapa mengangkat Dia sebagai Ahli Waris & Raja atas segala sesuatu (Flp 2:9–11, Mat 28:18).
      👉 Jadi sebagai manusia, Yesus menerima kerajaan itu sebagai warisan dari Bapa.

  1. Mengapa harus demikian?
    • Untuk penggenapan hukum Allah: Adam yang pertama jatuh, maka dibutuhkan “Adam yang kedua” (Yesus) yang taat penuh agar manusia bisa kembali kepada Allah (1Kor 15:45–47).
    • Untuk menjadi teladan kita: Yesus menerima warisan bukan untuk diri-Nya sendiri, tetapi agar kita ikut mendapat bagian sebagai ahli waris bersama (Rom 8:17).
    • Untuk menjembatani manusia dengan Allah: hanya dengan Yesus sebagai manusia yang dimuliakan, kita bisa turut dimuliakan.

Jadi:

  • Yesus sebagai Allah: sudah Raja dari kekal → tidak mungkin bertambah kemuliaan.
  • Yesus sebagai manusia: menjadi Ahli Waris melalui ketaatan & penderitaan → supaya warisan itu bisa dibagikan kepada kita.

Dengan kata lain:
👉 Ia tidak “bertambah” kerajaan bagi keilahian-Nya, tetapi kemanusiaan-Nya dimuliakan dan diangkat masuk dalam kerajaan itu.


Mau saya buatkan tabel perbedaan “Yesus sebagai Raja dari kekal” vs “Yesus sebagai Ahli Waris” biar makin jelas perbedaan perspektif keilahian & kemanusiaan-Nya?

APAKAH KEMAUSIAAN YESUS DITINGGIKAN SETARA DENGAN TUHAN?


1. Dua natur Kristus

  • Sejak inkarnasi, Yesus adalah satu pribadi dengan dua natur:
    • Ilahi → Firman kekal, satu hakekat dengan Bapa.
    • Manusia → tubuh, jiwa, roh yang nyata, sama seperti kita (kecuali tanpa dosa).
  • Kedua natur ini tidak bercampur, tidak berubah, tidak terbagi, tidak terpisah (Konsili Khalsedon, 451 M).

2. Apa yang terjadi saat Yesus dimuliakan?

  • Kemanusiaan-Nya (yang tadinya bisa lapar, lelah, menderita) ditinggikan sesudah kebangkitan & kenaikan.
  • Ia diberi nama di atas segala nama (Flp 2:9–11).
  • Duduk di sebelah kanan Allah (Ibr 1:3; Mrk 16:19).
    👉 Artinya: kemanusiaan Yesus masuk ke dalam kemuliaan Allah.

3. Apakah sejajar dengan keilahian-Nya?

  • Tidak berarti kemanusiaan berubah menjadi ilahi.

    • Kemanusiaan Yesus tetap manusia sejati (ada tubuh kebangkitan).
    • Tetapi kemanusiaan itu sepenuhnya dipersatukan & dimuliakan dalam pribadi Sang Firman.
  • Ya, dalam arti kemuliaan & otoritas.

    • Kemanusiaan Yesus ikut serta dalam pemerintahan ilahi (Mat 28:18 → “segala kuasa di sorga & di bumi”).
    • Jadi manusia Yesus sungguh-sungguh Raja yang memerintah, sejajar dalam otoritas dengan keilahian-Nya, karena keduanya satu pribadi.

4. Mengapa penting?

  • Karena ini jaminan bagi kita: manusia sungguh-sungguh sudah dimuliakan dalam Yesus.
  • “Anak Manusia” kini duduk di takhta Allah (Dan 7:13–14; Mrk 14:62).
  • Itu sebabnya kita yang percaya, sebagai “anak & saudara-Nya”, akan ikut dimuliakan bersama Dia (Rom 8:17).

Kesimpulan:

  • Kemanusiaan Yesus tidak berubah jadi keilahian (tetap manusia sejati).
  • Tetapi kemanusiaan Yesus diangkat & dimuliakan penuh dalam persatuan dengan Firman, sehingga Ia (sebagai Allah-manusia) memerintah dengan otoritas ilahi.
  • Jadi: manusia Yesus sejajar dalam kemuliaan dengan keilahian-Nya, bukan karena natur berubah, tapi karena kemanusiaan sudah dipersatukan dan dimuliakan dalam pribadi Anak Allah.

BAGAIMANA PERJALANAN KEMANUSIAAN YESUS

Bagan perjalanan kemanusiaan Yesus dalam hubungannya dengan keilahian-Nya, supaya kelihatan jelas prosesnya.


Bagan: Perjalanan Kemanusiaan Yesus

Tahap Kondisi Kemanusiaan Hubungan dengan Keilahian
Inkarnasi (Yoh 1:14) Firman menjadi manusia sejati (lahir, lapar, lelah, menderita). Firman tetap ilahi penuh. Dua natur bersatu dalam satu pribadi.
Pelayanan & Salib (Flp 2:6–8) Merendahkan diri, taat sampai mati. Keilahian tidak ditinggalkan, tapi “disembunyikan” dalam kerendahan.
Kebangkitan (1Kor 15:20–23) Tubuh manusia diubah → tubuh kebangkitan, tidak bisa binasa lagi. Kemanusiaan mulai dimuliakan, dipersatukan lebih nyata dengan kuasa ilahi.
Kenaikan (Ibr 1:3; Mrk 16:19) Kemanusiaan Yesus masuk ke surga, duduk di sebelah kanan Allah. Kemanusiaan ikut serta dalam otoritas ilahi (Mat 28:18).
Kemuliaan Kekal (Why 5:12–13) Anak Domba disembah bersama Allah di takhta. Kemanusiaan Yesus sepenuhnya dimuliakan, sejajar dalam pemerintahan dengan keilahian.

Ringkasan

  • Sebelum salib → kemanusiaan Yesus dalam kerendahan, tunduk pada penderitaan.
  • Sesudah kebangkitan & kenaikan → kemanusiaan Yesus ditinggikan, masuk dalam kemuliaan Allah.
  • Sekarang & selamanya → Yesus sebagai Allah-manusia memerintah di takhta Allah, dan kemanusiaan-Nya tetap melekat untuk selamanya (1Tim 2:5).

Inilah kabar baiknya: kemanusiaan kita tidak ditinggalkan, sebab di dalam Kristus, manusia sudah dimuliakan di takhta Allah.

Mau saya lanjutkan dengan penjelasan implikasi bagi kita (apa artinya kalau kemanusiaan Yesus sudah dimuliakan → bagi status kita sebagai anak & saudara)?





















Jaminsen

Welcome, TO BE LIKE JESUS

Post a Comment

Previous Post Next Post