Dalam Matius 11:29b Tuhan berkata, “… belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” Belajar apa? Belajar hidup sebagai anak-anak Allah. Ketenangan atau kelegaan dalam hal apa? Bukan lega dapat jodoh, bukan lega karena mendapatkan kesembuhan dari sakit, bukan lega karena ekonomi membaik, melainkan lega karena kita memperoleh kepuasan daripada-Nya, dari hasil belajar itu. Kita bertahun-tahun berantakan. Mungkin kita berkata begini, “Tuhan, kenapa aku berantakan? Tuhan, bagaimana hidup suci?” Sejatinya, itulah orang yang terbeban, yang lebih lesu, yang mau dididik. Kalau kita tidak menyadari kebutuhan rohani, maka kita pasti tidak belajar dari Tuhan. Jadi, ajakan ayat ini adalah untuk orang yang menyadari kebutuhan rohani.
Tuhan berkata dalam Matius 5:6, “Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.” Kalau seseorang tidak lapar dan haus akan kebenaran, bagaimana dipuaskan? Kuk (Yun. Sugon) adalah alat yang biasanya dipakaikan kepada sapi supaya tidak liar, supaya bisa diarahkan. Jadi, kuk itu lambang pendidikan, pembinaan, pendewasaan, sekaligus simbol atau lambang perbudakan. Kita adalah orang-orang yang sudah dilahirkan dari dunia yang rusak, dibesarkan di lingkungan yang rusak. Kita sudah menjadi raja untuk diri sendiri. Padahal kita diciptakan untuk Tuhan, dan hidup untuk Tuhan. Kalau kita sadar bahwa kita masih egois, maunya dilayani, gampang tersinggung, masih suka dendam. Berarti kita adalah orang yang letih lesu dan berbeban berat.
Maka Tuhan berkata, “Belajarlah pada-Ku. Ku ajari bagaimana kamu menjadikan Allah Bapa sebagai Majikan. Maka hidupmu akan seperti Aku; makanan-Ku melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.” Kalau orang masih gila hormat, gila takhta, masih mau menjadi raja bagi dirinya sendiri, ia tidak belajar dari Tuhan; dia belajar dari setan. Dia tidak merasa keletihan, tidak merasa lesu, tidak merasa beban berat. Juga Tuhan berkata di Lukas 13:23-24, “Berjuanglah.” Ini sama dengan Filipi 2:12-13, “Kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar.” Tuhan ingin kita melakukan kehendak-Nya, Tuhan ingin kita ini menjadi anak-anak kesukaan-Nya, tetapi Tuhan tidak memaksa. Kita yang harus memaksa diri kita sendiri. Kalau kita tidak keras terhadap diri kita sendiri, dunia akan keras kepada kita dan kita diseret ke neraka oleh setan. Waktu kita di kantor, kita menghadapi orang-orang yang melukai, merugikan kita, tetapi kita harus paksa diri untuk diam dan mengampuni.
Kita bersyukur punya Tuhan yang mengurus kita soal kekekalan. Bukan allah, ilah, dewa yang hanya membuat perut kita kenyang, baju bagus, rumah bagus. Tapi Tuhan yang mau kita memiliki karakter seperti diri-Nya dan menjadikan kita anak-anak Allah; jadi pangeran-pangeran Kerajaan Surga, putri-putri Kerajaan Surga yang akan tinggal di istana Bapa di surga. Kiranya masing-masing kita serius berpikir bagaimana membuat kita benar-benar bisa mati sebelum mati. Jadi selama kita masih hidup, kita kerja, kita penuhi tanggung jawab kita, tapi hati kita sudah di surga. Masalah besar jadi kecil, karena hati kita sudah kita pindahkan. Kita bukan orang sempurna, bukan orang hebat, tetapi kiranya kita jadi orang nekat; kita nekat untuk berhenti berbuat semua kesalahan dan dosa, dan hidup suci sesuci-sucinya, terbang setinggi-tingginya, lari secepat-cepatnya.
Memang semua memerlukan proses. Tapi sejujurnya, kita tidak paksa sehingga kita tidak sesuai dengan target yang Tuhan inginkan. Karena kita buat tahapan sendiri dengan 1001 alasan. Paksa diri lari secepat-cepatnya, terbang setinggi-tingginya. Manusia telah jatuh dalam dosa. Manusia telah membangun dirinya sendiri dengan bangunan yang salah. Mau menjadi majikan bagi dirinya, sehingga manusia menjadi pemberontak, tidak mengabdi kepada Allah. Tuhan kita, Yesus, adalah manusia sempurna yang menjadi sosok manusia sesuai dengan maksud Allah menciptakan manusia itu. Allah mendidik kita, bagi yang mau dididik; bagi yang letih lesu dan berbeban berat. Makanya selagi kita masih bisa diubah, ayo kita diubah. Kita harus memaksa diri untuk menyangkal diri.
Menyangkal diri berarti menyangkal apa pun yang menjadi naluriah manusia secara umum; cara berpikir, gaya hidup, pola berpikir kita dengan segala hasrat, nafsu-nafsunya harus diganti dengan hasrat Roh Kudus. Dan Roh Kudus menolong kita. Yang membuat orang mengalami perubahan kodrat adalah perjumpaan dengan Allah, bukan saja perjumpaan dengan hamba Tuhan atau siapa pun. Bukan ilmu teologi semata-mata. Kita mengubah diri harus dengan usaha sungguh-sungguh. Maka ketika ada orang tanya, “Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Tuhan berkata, “Berjuanglah masuk melalui pintu sesak. Karena banyak orang akan berusaha untuk masuk, tapi tak dapat.” Menjadi perenungan bagi kita semua, “Seberapa perjuanganmu?” Jangan memanjakan perasaan.
Yang membuat orang mengalami perubahan kodrat adalah perjumpaan dengan Allah, bukan saja perjumpaan dengan hamba Tuhan atau siapa pun.