Dari pengertian
dan penghargaan terhadap hukum-hukum alam tersebut manusia harus mau menaatinya
karena tidak bisa menghindarinya, dan memang tidak boleh menghindarinya.
Mengapa tidak bisa dihindari? Sebab memang semua itu merupakan fakta yang
bertalian langsung dalam kehidupan manusia. Manusia hidup pasti berurusan
dengan hukum-hukum tersebut. Oleh sebab itu manusia harus memahaminya dengan
benar. Dengan memahaminya dengan benar, maka manusia bisa memanfaatkan bagi
kesejahteraannya. Seperti misalnya dengan memahami hukum Archimedes maka orang
bisa membuat kapal dan lain sebagainya.
Sebagaimana
manusia harus memahami secara mutlak hukum-hukum alam yang bertalian dengan
hidup mereka setiap hari di dunia ini, maka manusia
juga harus memahami hukum kehidupan yang bertalian dengan Allah guna kehidupan
kekal dan hubungan harmoninya dengan Pribadi Agung tersebut.
Hukum kehidupan ini
disebut sebagai hukum rohani. Hukum rohani memuat fakta-fakta dalam alam rohani
yang pasti membawa dampak pula pada kehidupan jasmani atau hukum-hukum alam
ini. Dengan demikian hukum rohani bisa dikatakan lebih bernilai dari hukum alam
yang kelihatan yang bisa dibuktikan secara ilmiah. Adapun hukum rohani bisa
dibuktikan kebenarannya secara sempurna nanti dalam penghakiman terakhir. Dengan memahami hukum rohani ini,
manusia dapat menempatkan diri secara pantas di hadapan Tuhan dan menempatkan
Tuhan secara terhormat.
Hukum rohani
menyangkut ketetapan yang Allah tentukan yang berasal dari diri pribadi Allah
Bapa yang Mahakudus, Mahabijaksana dan Mahaadil. Dalam hukum rohani terdapat
ketetapan-ketetapan yang harus dihargai, baik oleh pihak Allah maupun pihak
manapun atau siapapun. Allah juga konsekuen atas hukum yang ditetapkan-Nya
tersebut yang menjadi semacam rule of the game kehidupan ini.
Kalau
orang-orang Kristen yang baru dan orang-orang beragama pada umumnya
berorientasi pada hukum Allah dalam pengertian perintah peraturan atau syariat,
tetapi orang percaya yang dewasa Berorientasi Pada
hukum dalam pengertian kodrat, natur atau ketetapan.
Inilah yang membuat orang percaya bukan saja bisa melakukan hukum (to do), tetapi
bisa memahami hukum kehiduan ini sehingga bisa berkeadaan melakukan apa yang
dikehendaki oleh Allah (to be). Dalam hal ini kesucian bukan hanya
berarti tidak berbuat dosa, tetapi tidak bisa berbuat dosa. Kesucian bukan
berangkat dari melakukan perintah, peraturan atau syariat Tuhan, tetapi
melakukan kehendak-Nya, memuaskan dan menyenangkan hati-Nya.
“Dalam hukum rohani terdapat ketetapan-ketetapan
yang harus dihargai, baik oleh pihak Allah maupun pihak manapun atau siapapun”
Dengan memahami
hukum dalam pengertian yang kedua, maka kita akan menemukan jawaban mengapa
Allah menciptakan manusia, mengapa harus ada dua buah pohon di taman
Eden, mengapa Tuhan Yesus harus mati, apa arti kebangkitan-Nya
itu, dan lain sebagainya. Hal ini akan membuka pengertian kita terhadap
kebenaran Alkitab yang menakjubkan dan membuktikan bahwa Kekristenan memuat
kebenaran Allah yang tidak tertandingi.
ADA HUKUM DALAM
DIRI ALLAH
Pernah timbul
pertanyaan yang sulit untuk menemukan jawabnya: Mengapa ketika Lusifer beserta para malaikat yang dihasut
memberontak kepada Allah, Allah tidak segera membinasakan mereka seketika itu
juga dan menghukumnya? Kalau pada waktu mereka memberontak, Allah segera atau
seketika itu membinasakan mereka, maka tidak akan ada kejatuhan manusia dalam
dosa. Dunia tidak akan menghadapi bencana oleh sepak terjang Lusifer
dan para malaikat yang jatuh tersebut.
Dalam kitab
Wahyu 12:7-9, dikatakan bahwa malaikat-malaikat Allahlah yang berperang melawan
“naga” yang adalah gambaran Lusifer beserta dengan malaikat-malaikatnya.
Mengapa bukan Allah sendiri yang bertindak, tetapi malaikat-malaikat-Nya yang
berperang? Sulit dibantah, bahwa terkesan begitu alot untuk dapat menaklukkan
Lusifer. Bukankah dengan jentikan jari Allah Bapa bisa memusnahkan Lusifer?
Mengapa Ia tidak melakukannya? Memang
di kitab Yehezkiel, terdapat catatan seakan-akan atau terkesan Allah langsung
membuang Lusifer, tetapi kalau diamati dengan teliti ayat-ayat itu menunjuk
ringkasan dari akhir hidup Lusifer. Di dalam ayat-ayat tersebut tidak
diungkapkan mekanisme pengusiran tersebut dan kapan hal itu terjadi (Yeh.
28:16-19). Sebagai buktinya, di Perjanjian Lama Iblis masih bisa ada di surga
di tengah-tengah anak-anak
Allah, yaitu para malaikat (Ay. l:6).
Ini berarti Iblis belum bisa diusir.
Ternyata pada
akhirnya bukan malaikat-malaikat Allah yang bisa mengalahkan Iblis, tetapi darah Tuhan Yesus dan perkataan
kesaksian mereka yang dikatakan “tidak menyayangkan nyawanya” (ini menunjuk
orang percaya yang mengikuti gaya hidup Tuhan Yesus; Why. 12:11). Pada
prinsipnya, jelas sekali bahwa Allah Bapa tidak segera membinasakan Lusifer
yang memberontak kepada-Nya. Seakan-akan ada yang menahan Allah bertindak membinasakan
Lusifer seketika itu. Jawaban mengapa Allah tidak membinasakan Lusifer seketika
itu. akan dikemukakan secara panjang lebar dalam tulisan ini. Dengan demikian
harus ditegaskan bahwa yang dapat mengalahkan Iblis adalah Tuhan Yesus dan
orang percaya yang memiliki kualitas seperti Tuhan Yesus sendiri.
“harus
ditegaskan bahwa yang dapat mengalahkan Iblis adalah Tuhan Yesus dan orang percaya
yang memiliki kualitas seperti Tuhan Yesus
sendiri.”
Pertanyaan yang
senada dengan hal di atas adalah mengapa
ketika Adam berbuat dosa, Allah tidak segera mengampuni seketika itu juga
sehingga masalah dosa manusia segera bisa diselesaikan atau ditanggulangi,
sehingga Allah tidak mengusirnya dari Eden. Bukankah itu hal yang mudah
dilakukan oleh Allah? Ternyata ini bukan hal yang sederhana seperti yang dapat
dipikirkan oleh pikiran manusia. Kalau kita tidak melihat “hukum kehidupan” di balik semua peristiwa tersebut, maka
kita akan memandang Alkitab seperti kitab banyak agama yang tidak logis.
Di balik
fenomena di atas, kita memperoleh pengertian adanya suatu hukum kehidupan yang
luar biasa, sekaligus menemukan hakikat Allah yang Mahaagung yang sangat
mengagumkan. Mengapa Allah tidak segera mengampuni Adam pada waktu itu sehingga
tidak perlu mengusirnya dari Eden? Setiap kesalahan harus ada sangsinya. Allah
memang Mahakasih dan penyayang, tetapi Ia juga Allah yang adil. Allah tidak mungkin
menyangkali hakikat keadilan-Nya. Keadilan Allah menuntut setiap tindakan
mendapat ganjarannya, juga setiap kesalahan harus ada konsekuensi dan
sangsinya. Firman Tuhan mengatakan bahwa apa yang ditabur orang itu juga yang
akan dituainya (Gal. 6:7; Nah.
1:3). Jadi, harus
ada yang memikul kesalahan tersebut demi supaya manusia dapat diampuni dan
kembali diterima oleh Dia.
Firman Tuhan
mengatakan bahwa upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang
kekal dalam Kristus Yesus (Rm. 6:23). Kalau Allah dengan mudah mengampuni
kesalahan Adam dan Hawa, berarti Ia adalah Allah atau Pribadi yang tidak adil,
Allah yang tidak tertib, Allah yang tidak memiliki tatanan dan aturan. Tetapi
yang benar. Allah adalah Allah yang memiliki integritas yang sempurna. Di dalam
diri Allah yang juga merupakan hakikat-Nya terdapat hukum (rule), sistem dan
aturan. Ia adalah Allah yang tertib dan ber integritas, maka Allah tidak
bertindak sembarangan tanpa aturan.
“Kalau Allah
dengan mudah mengampuni kesalahan Adam dan Hawa, berarti Ia adalah Allah atau
Pribadi yang tidak adil, Allah yang tidak tertib, Allah yang tidak memiliki
tatanan dan aturan”
Dalam sejarah,
Tuhan Yesus tampil menggantikan tempat manusia yang harus dihukum dengan
memikul atau menanggung dosa manusia. Hal ini dilakukan-Nya untuk memenuhi atau
menjawab keadilan Allah. Hanya dalam Kekristenan terdapat mekanisme keselamatan
semacam ini. Itulah sebabnya hanya Kekristenan yang memiliki konsep keselamatan
“hanya oleh anugerah” (Lat. sola gracia, Ing. only by grace). Wujud anugerah itu adalah pemberian Anak
Tunggal Allah Bapa untuk menyelamatkan manusia. Dengan demikian kalau seseorang
menolak keselamatan dalam Yesus Kristus, maka ia memandang Allah sebagai Allah
yang tidak memiliki aturan.
Dengan hal ini
kita mengerti mengapa keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di
dalam Dia (Yesus Kristus). sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain
yang dibenarkan kepada
manusia yang olehnya manusia dapat diselamatkan (Kis. 4:12). Hanya dengan jalan
penebusan dosa yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus, manusia memperoleh pengampunan.
Dalam hal ini pengampunan tidak hanya berangkat dari kesediaan Allah Bapa
mengampuni. tetapi juga terpenuhinya persyaratan pengampunan, yaitu adanya
oknum yang bersedia menggantikan tempat manusia memikul hukuman atas kesalahan
manusia. Mekanisme keselamatan dalam
Kekristenan adalah mekanisme yang logis, jujur, adil dan cerdas.
“pengampunan
tidak hanya berangkat dari kesediaan Allah Bapa mengampuni. tetapi juga terpenuhinya
persyaratan pengampunan, yaitu adanya oknum yang bersedia menggantikan tempat
manusia memikul hukuman atas kesalahan manusia”
Tidak bisa
disalahkan kalau ada agama sebelum zaman penggenapan tidak memiliki konsep ini
dan tidak mengenakannya dalam kehidupan mereka, sebab mereka tidak tahu. Tetapi
kalau ada manusia yang hidup pada zaman anugerah atau zaman penggenapan ini.
mendengar Injil tetapi berusaha membangun kebenarannya sendiri.
maka ia akan menjadi alat Lusifer
menyerang Kekristenan (Yoh. 9:41; 5:24). Dalam hal ini Tuhan
Yesus menyatakan bahwa pasti akan ada penyesat (Mat. 18:7). Dalam bagian lain di Alkitab
tegas sekali menyatakan bahwa dunia pasti ada antikris, bisa suatu kekuatan
atau gerakan politik atau komunitas agama yang akan menyerang Kekristenan.
Lusifer akan selalu memiliki antek-antek untuk menyerang kebenaran.
Dari penahanan
sejarah kehidupan manusia, di mana tindakan-tindakan Allah tercatat dalam
Alkitab dengan jelas, dapat ditarik suatu kesimpulan seperti yang telah dijelaskan
di atas bahwa Allah tidak bertindak tanpa aturan; Ia adalah Allah yang adil,
Allah yang tertib. Allah yang memiliki tatanan dan aturan. Hal ini akan memberi
inspirasi kepada kita untuk tidak bertindak sembrono dalam hidup ini. Manusia
terikat dengan hukum kehidupan yang ditetapkan oleh Allah, bahkan Allah sendiri
juga konsekuen terhadap diri-Nya sendiri dengan apa yang telah ditetapkannya
sebagai “rule of the life".