ABRAHAM: Bapak dari Semua Orang yang Memiliki Iman
1, 2. Perubahan apa terjadi di mana-mana sejak zaman Nuh, dan apa pengaruhnya atas Abram?
ABRAM memandang ke atas, tatapannya terpaku pada menara zigurat yang menjulang megah di kota asalnya, Ur. * Ada suara ingar-bingar di atas sana, dan asap mengepul darinya. Imam-imam dewa bulan lagi-lagi sedang mempersembahkan korban. Bayangkan Abram berpaling dan menggelengkan kepalanya, sambil mengerutkan dahi. Seraya berjalan pulang melewati kerumunan orang di jalan, ia mungkin memikirkan penyembahan berhala yang merajalela di Ur. Noda penyembahan yang bejat itu benar-benar telah menyebar ke mana-mana sejak zaman Nuh!
2 Nuh meninggal hanya dua tahun sebelum Abram dilahirkan. Ketika Nuh dan keluarganya keluar dari bahtera setelah Air Bah, sang patriark mempersembahkan korban kepada Allah Yehuwa, yang kemudian memunculkan pelangi. (Kej. 8:20; 9:12-14) Pada saat itu, satu-satunya ibadat di dunia adalah ibadat sejati. Tetapi sekarang, ketika generasi kesepuluh dari Nuh telah menyebar ke berbagai penjuru bumi, ibadat sejati menjadi sesuatu yang langka. Orang di mana-mana menyembah dewa-dewi kafir. Bahkan bapak Abram, Terah, terlibat dalam penyembahan berhala, mungkin membuat berhala.—Yos. 24:2.
Bagaimana Abram sampai menjadi teladan iman yang luar biasa?
3. Seraya Abram dewasa, apa yang membuatnya semakin berbeda, dan apa pelajarannya bagi kita?
3 Abram berbeda dengan mereka. Seraya bertumbuh dewasa, ia semakin terlihat berbeda karena imannya. Bahkan, rasul Paulus belakangan diilhamkan untuk menyebutnya ”bapak dari semua orang yang memiliki iman”! (Baca Roma 4:11.) Mari kita perhatikan bagaimana Abram menjadi pria seperti itu. Dengan demikian, kita juga bisa banyak belajar tentang cara menumbuhkan iman.
Melayani Yehuwa dalam Dunia Pasca-Air Bah
4, 5. Abram mungkin belajar tentang Yehuwa dari siapa, dan mengapa kita bisa mendapat kesimpulan itu?
4 Bagaimana Abram sampai bisa mengenal Allah Yehuwa? Kita tahu bahwa Yehuwa memiliki hamba-hamba yang setia di bumi kala itu. Salah satunya adalah Sem. Walaupun bukan anak sulung Nuh, ia selalu disebutkan pertama. Itu kemungkinan karena Sem memiliki iman yang sangat besar. * Beberapa lama setelah Banjir itu, Nuh menyebut Yehuwa sebagai ”Allah Sem”. (Kej. 9:26) Sem merespek Yehuwa dan ibadat sejati.
5 Apakah Abram mengenal Sem? Kemungkinan begitu. Bayangkan Abram sewaktu kecil. Betapa terpesonanya dia ketika mengetahui bahwa dia memiliki leluhur yang masih hidup yang usianya lebih dari empat abad! Sem telah melihat sendiri kejahatan dunia sebelum Banjir, lalu Air Bah yang membersihkan bumi, serta terbentuknya bangsa-bangsa pertama seraya umat manusia bertambah banyak, dan juga masa-masa kelam pemberontakan Nimrod di Menara Babel. Sem yang setia tidak ikut-ikutan dalam pemberontakan itu, jadi ketika Yehuwa mengacaukan bahasa para pembangun menara itu, Sem dan keluarganya terus menggunakan bahasa asli manusia, yaitu bahasa yang Nuh gunakan. Keluarga Sem mencakup Abram. Jadi, pastilah sejak kecil Abram sangat merespek Sem. Terlebih lagi, Sem masih hidup selama sebagian besar masa hidup Abram yang panjang. Jadi, Abram kemungkinan belajar tentang Yehuwa dari Sem.
Abram menolak penyembahan berhala yang merajalela di Ur
Abram meninggalkan Ur yang penuh penyembahan berhala
6. (a) Bagaimana Abram menunjukkan bahwa ia menarik pelajaran yang sangat berharga dari Air Bah? (b) Kehidupan seperti apa yang Abram dan Sarai jalani?
6 Yang pasti, Abram menarik pelajaran yang sangat berharga dari Air Bah. Ia berusaha untuk berjalan dengan Allah, seperti Nuh berjalan dengan Allah. Itulah sebabnya Abram menolak penyembahan berhala dan menjadi beda dengan orang lain di Ur, mungkin bahkan dengan keluarganya. Tetapi, ia akhirnya menemukan teman hidup yang hebat. Ia menikahi Sarai, seorang wanita yang tidak hanya sangat cantik parasnya, tetapi juga besar imannya kepada Yehuwa. * Walau tidak punya anak, pasangan itu pasti menemukan banyak sukacita dalam melayani Yehuwa bersama-sama. Mereka juga membesarkan keponakan Abram yang yatim piatu, Lot.
7. Pengikut Yesus perlu meniru Abram. Bagaimana caranya?
7 Abram tidak pernah meninggalkan Yehuwa demi menyembah berhala kota Ur. Ia dan Sarai bersedia tampil beda dengan komunitas penyembah berhala di sana. Apabila kita ingin mengembangkan iman yang sejati, kita juga perlu melakukan hal yang sama. Kita harus bersedia tampil beda. Yesus mengatakan bahwa pengikutnya ”bukan bagian dari dunia” sehingga dunia akan membenci mereka. (Baca Yohanes 15:19.) Apabila Saudara pernah merasa pedih karena ditolak oleh anggota keluarga atau masyarakat karena keputusan Saudara untuk melayani Yehuwa, ingatlah bahwa Saudara tidak sendirian. Saudara sudah mengikuti contoh baik Abram dan Sarai yang juga melayani Allah dengan iman.
”Keluarlah dari Negerimu”
8, 9. (a) Pengalaman tak terlupakan apa yang Abram alami? (b) Apa pesan Yehuwa kepada Abram?
8 Suatu hari, Abram mendapat pengalaman yang tak terlupakan. Ia menerima pesan dari Allah Yehuwa! Alkitab hanya menyediakan sedikit keterangan, tetapi dikatakan bahwa ”Allah kemuliaan” menampakkan diri di hadapan pria beriman ini. (Baca Kisah 7:2, 3.) Mungkin dengan perantaraan malaikat, Abram melihat sekilas kemuliaan yang luar biasa dari Pribadi Yang Berdaulat di alam semesta. Kita bisa bayangkan betapa senangnya Abram ketika melihat perbedaan antara Allah yang hidup dan berhala tak bernyawa yang disembah orang-orang kala itu.
9 Apa pesan yang Yehuwa berikan kepada Abram? ”Keluarlah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan pergilah ke negeri yang akan kutunjukkan kepadamu.” Yehuwa tidak mengatakan negeri mana yang Ia maksudkan—Ia hanya akan menunjukkannya kepada Abram. Tetapi, pertama-tama, Abram harus meninggalkan negeri asal dan kerabatnya. Dalam kebudayaan Timur Tengah kuno, keluarga sangatlah penting. Jika seorang pria meninggalkan kerabatnya dan pindah ke tempat yang jauh, hal itu sering dianggap sebagai nasib buruk. Bagi beberapa orang, itu lebih buruk daripada kematian!
10. Mengapa tindakan Abram dan Sarai untuk meninggalkan rumah mereka di Ur bisa disebut suatu pengorbanan?
10 Meninggalkan negeri asalnya menuntut pengorbanan. Ur tampaknya adalah kota yang sibuk dan kaya. (Lihat kotak ” Kota yang Abram dan Sarai Tinggalkan”.) Penggalian telah membuktikan bahwa rumah-rumah yang sangat nyaman terdapat di Ur zaman dahulu; beberapa rumah memiliki belasan kamar untuk keluarga dan pelayan, semuanya mengelilingi halaman dalam yang berlantai batu. Fasilitas yang umumnya tersedia adalah air mancur, kamar mandi, dan tempat pembuangan limbah. Selain itu, ingatlah bahwa Abram dan Sarai sudah tidak muda lagi; Abram mungkin berusia 70-an, dan Sarai 60-an. Abram tentu ingin agar kehidupan Sarai nyaman dan terurus—keinginan semua suami yang baik bagi istrinya. Bayangkan percakapan mereka tentang tugas ini, berbagai pertanyaan dan kekhawatiran yang mungkin muncul dalam hati mereka. Abram pasti sangat senang ketika Sarai menyanggupi tantangan ini! Seperti Abram, ia juga rela meninggalkan kenyamanan di rumah.
11, 12. (a) Persiapan dan keputusan apa saja yang perlu dibuat sebelum meninggalkan Ur? (b) Bagaimana kita membayangkan pagi keberangkatan itu?
11 Karena keputusan telah dibuat, ada banyak hal yang harus dilakukan Abram dan Sarai. Banyak sekali yang harus dikemas dan diatur. Apa yang akan mereka bawa dalam perjalanan ke tempat yang tidak diketahui itu, dan apa yang akan mereka tinggalkan? Tetapi, yang lebih penting, bagaimana dengan orang-orang dalam kehidupan mereka? Apa yang akan mereka lakukan dengan Terah yang sudah lanjut usia? Mereka memutuskan untuk membawa dia dan mengurusnya selama sisa hidupnya. Karena kisahnya menceritakan bahwa Terah, sebagai patriark, membawa keluarganya keluar dari Ur, maka bisa dikatakan ia setuju untuk pergi bersama mereka. Tidak diragukan, ia juga pasti sudah meninggalkan penyembahan berhala. Keponakan Abram, Lot, juga akan menemani para pengembara ini.—Kej. 11:31.
12 Akhirnya, pagi keberangkatan pun tiba. Bayangkan rombongan kafilah berkumpul di luar tembok kota dan parit Ur. Bayangkan unta-unta dan keledai-keledai sudah dimuati barang, ternak sudah dikumpulkan, keluarga dan pelayan sudah berkumpul di posisi mereka. * Dan, sekarang mereka bersemangat untuk segera berangkat. Mungkin semua memerhatikan Abram, menunggu aba-aba darinya untuk pergi. Akhirnya, saat itu pun tiba dan mereka berangkat, meninggalkan Ur untuk selamanya.
13. Bagaimana banyak hamba Yehuwa dewasa ini menunjukkan semangat seperti Abram dan Sarai?
13 Dewasa ini, banyak hamba Yehuwa memutuskan untuk pindah ke negeri yang membutuhkan lebih banyak pemberita Kerajaan. Yang lain memutuskan untuk mempelajari bahasa baru agar bisa meluaskan pelayanan. Atau, mereka memutuskan untuk mencoba metode pengabaran yang belum pernah mereka coba atau tidak nyaman bagi mereka. Keputusan seperti itu biasanya membutuhkan pengorbanan—kerelaan untuk melepaskan kenyamanan materi sampai taraf tertentu. Betapa baiknya semangat itu, dan benar-benar mirip dengan semangat yang ditunjukkan Abram dan Sarai! Jika kita menunjukkan iman yang sama, kita bisa yakin bahwa apa yang Yehuwa berikan kepada kita akan selalu lebih banyak daripada apa yang kita berikan kepada-Nya. Ia tidak pernah lupa mengupahi iman hamba-Nya. (Ibr. 6:10; 11:6) Apakah itu yang Ia lakukan bagi Abram?
Menyeberangi Sungai Efrat
14, 15. Jelaskan seperti apa perjalanan dari Ur ke Haran, dan mengapa Abram mungkin memutuskan untuk menetap di Haran untuk sementara waktu?
14 Rombongan kafilah itu akhirnya terbiasa dengan rutinitas perjalanan. Kita bisa bayangkan Abram dan Sarai yang kadang berjalan kaki dan kadang menunggangi binatang. Percakapan mereka diselingi denting lonceng dari kekang binatang. Lambat laun, pengembara yang kurang berpengalaman itu pun menjadi lebih terampil dalam memasang dan membongkar kemah serta membantu Terah yang sudah tua duduk dengan nyaman di atas unta atau keledai. Mereka terus bergerak ke arah barat laut, menyusuri lengkungan besar Sungai Efrat. Hari-hari menjadi minggu-minggu, dan pemandangan pun silih berganti.
15 Akhirnya, setelah menempuh perjalanan sejauh kira-kira 960 kilometer, mereka sampai di pondok-pondok berbentuk sarang lebah di Haran, sebuah kota makmur di persimpangan rute perdagangan Timur-Barat. Di sana, keluarga itu berhenti, dan di sana, mereka menetap untuk sementara waktu. Kemungkinan, Terah sudah terlalu lemah untuk melanjutkan perjalanan.
16, 17. (a) Abram senang karena perjanjian apa? (b) Bagaimana Yehuwa memberkati Abram selama ia menetap di Haran?
16 Akhirnya, Terah meninggal pada usia 205. (Kej. 11:32) Abram merasa sangat terhibur pada saat-saat berduka tersebut karena Yehuwa sekali lagi berbicara kepadanya. Allah mengulangi perintah yang Ia nyatakan di Ur dan memperjelas janji-janji-Nya. Abram akan menjadi ”bangsa yang besar”, dan semua keluarga di bumi akan memperoleh berkat melalui dia. (Baca Kejadian 12:2, 3.) Abram senang mendengar perjanjian yang Allah buat ini dan sadar bahwa sekaranglah saat untuk melanjutkan perjalanan.
17 Tetapi, kali ini ada lebih banyak yang harus dikemas karena Yehuwa telah memberkati Abram selama ia menetap di Haran. Kisahnya menyebutkan ”semua barang yang telah mereka kumpulkan serta jiwa-jiwa yang mereka peroleh di Haran”. (Kej. 12:5) Agar menjadi sebuah bangsa, Abram membutuhkan banyak sumber daya materi dan hamba-hamba—sebuah rumah tangga yang besar. Yehuwa tidak selalu membuat hamba-Nya kaya, tetapi memberi mereka hal-hal yang mereka butuhkan untuk melakukan kehendak-Nya. Karena merasa dikuatkan, Abram membawa rombongan kafilah itu menuju ke tempat yang tidak ia ketahui.
Abram dan Sarai meninggalkan Ur dengan sedikit barang Abram dan Sarai harus menghadapi berbagai tantangan karena meninggalkan kehidupan mereka yang nyaman di Ur
18. (a) Kapan Abram mengalami peristiwa yang sangat penting dalam sejarah hubungan Allah dengan umat-Nya? (b) Kejadian penting apa lagi yang belakangan terjadi pada 14 Nisan? (Lihat kotak ” Tanggal yang Penting dalam Sejarah Alkitab”.)
18 Setelah menempuh perjalanan beberapa hari dari Haran, mereka sampai di Karkhemis, tempat yang biasa dilalui oleh rombongan kafilah untuk menyeberangi Efrat. Kemungkinan, di lokasi inilah Abram mengalami peristiwa yang sangat penting dalam sejarah hubungan Allah dengan umat-Nya. Abram tampaknya membawa rombongannya menyeberangi sungai itu pada hari ke-14 dari bulan yang belakangan disebut Nisan, pada 1943 SM. (Kel. 12:40-43) Di sebelah selatan, terdapat negeri yang telah Yehuwa janjikan kepada Abram. Pada hari itu, perjanjian Allah dengan Abram mulai berlaku.
19. Janji Allah kepada Abram menyebutkan apa, dan itu bisa jadi mengingatkan Abram akan apa?
19 Abram bergerak ke arah selatan negeri itu, dan rombongan kafilah itu berhenti dekat pohon-pohon besar More, dekat Syikhem. Di sana, Abram sekali lagi menerima pesan dari Yehuwa. Janji Allah kali ini menyebut tentang benih Abram, atau keturunannya, yang akan menguasai negeri itu. Apakah Abram teringat akan nubuat yang Yehuwa utarakan di Eden, sehubungan ”benih”, atau keturunan, yang suatu hari nanti akan menyelamatkan umat manusia? (Kej. 3:15; 12:7) Mungkin saja. Ia sepertinya mulai melihat, walaupun samar-samar, bahwa ia adalah bagian dari tujuan agung Yehuwa.
20. Bagaimana Abram memperlihatkan penghargaan atas hak istimewa yang Yehuwa berikan kepadanya?
20 Abram sangat menghargai hak istimewa yang Yehuwa berikan kepadanya. Seraya menjelajahi negeri itu tentu dengan hati-hati karena negeri itu masih dihuni oleh orang Kanaan Abram membangun mezbah bagi Yehuwa, pertama di dekat pohon-pohon besar More, kemudian di dekat Betel. Ia menyerukan nama Yehuwa, kemungkinan menyatakan rasa terima kasihnya yang sepenuh hati kepada Allah sambil memikirkan masa depan keturunannya. Kemungkinan, ia juga mengabar kepada orang-orang Kanaan di sekitarnya. (Baca Kejadian 12:7, 8.) Tentu saja, tantangan-tantangan besar atas iman Abram masih akan muncul dalam kehidupannya. Dengan bijaksana, Abram tidak melihat ke belakang, ke rumah dan kenyamanan yang ia tinggalkan di Ur. Ia melihat ke depan. Ibrani 11:10 mengatakan tentang Abram, ”Ia menantikan kota yang mempunyai fondasi yang tetap, kota yang dibangun dan dibuat oleh Allah.”
21. Berapa banyak pengetahuan kita akan Kerajaan Allah dibanding Abram, dan Saudara termotivasi untuk melakukan apa?
21 Kita yang melayani Yehuwa sekarang sudah tahu lebih banyak daripada Abram tentang kota kiasan itu—Kerajaan Allah. Kita tahu bahwa Kerajaan itu sudah berkuasa di surga dan akan segera mengakhiri sistem dunia ini, dan kita tahu bahwa Benih Abram yang telah lama dijanjikan, Yesus Kristus, sekarang memerintah di Kerajaan itu. Benar-benar suatu hak istimewa jika kita bisa menyaksikan saat ketika Abraham hidup kembali dan akhirnya memahami tujuan ilahi yang dulu hanya ia lihat secara samar-samar! Maukah Saudara menyaksikan Yehuwa memenuhi setiap janji-Nya? Maka, penting sekali jika Saudara terus melakukan apa yang Abram lakukan. Tunjukkan semangat rela berkorban, ketaatan, dan penghargaan yang dalam atas hak istimewa yang Yehuwa berikan kepada Saudara. Tirulah iman Abram. Dengan demikian, ”bapak dari semua orang yang memiliki iman” ini juga bisa menjadi bapak Saudara!
Kota yang Abram dan Sarai Tinggalkan
Di antara Teluk Persia dan kota Bagdad terdapat sebuah tumpukan reruntuhan batu bata yang tidak sedap dipandang. Itu terlihat bagaikan seorang penjaga yang mengawasi luasnya gurun pasir yang tandus. Diterpa badai pasir dan dibakar teriknya sinar matahari, reruntuhan yang menyedihkan itu diselimuti kesunyian yang dingin, sesekali diselingi raungan binatang malam. Hanya inilah yang tersisa dari kota Ur yang dahulu berjaya.
Tetapi, bayangkan empat milenium yang lalu. Di sana, di tempat yang kala itu adalah sisi timur Sungai Efrat, terdapat kota Ur yang maju pesat! Rumah-rumah berlabur putih yang berkilauan dan toko-toko berjejer di jalan-jalannya yang berkelok-kelok. Para pedagang dan pembeli tawar-menawar harga di pasar. Para pekerja bekerja siang dan malam memintal benang putih-susu dari gumpalan wol. Para budak membongkar muatan kapal, dengan terbungkuk-bungkuk memikul barang-barang impor yang berharga.
Semua ingar-bingar ini berlangsung di bawah bayang-bayang zigurat yang menjulang dan mendominasi pemandangan di kota itu. Orang-orang berdatangan ke menara ini untuk menyembah dewa yang dipercaya membawa kemakmuran atas Ur dewa bulan Nanna, atau Sin.
Tetapi, ada seorang pria yang menganggap bau korban yang dipersembahkan di atas piramida raksasa ini sebagai bau busuk yang najis. Pria itu adalah Abram